Anda di halaman 1dari 7

“ETIKA PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN IPTEKS

DALAM PANDANGAN ISLAM”

1|Page
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran islam.


Merujuk kepada sejarah Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang asing. Teknologi akan
terus berkembang sejalan dengan kepandaian manusia untuk memudahkan urusan
kehidupan. Islam tidak pernah menghalangi atau bahkan mengharamkan teknologi terutama
dimanfaatkan untuk pendidikan. Tidak ada hukum sesuatu itu haram kecuali terdapat nas
dan dalil terang menyatakan sesuatu itu haram.
Peserta didik saat ini sangat kritis dan tidak begitu saja menerima pelajaran pendidikan
agama Islam. Ketika disampaikan tentang haramnya makanan tertentu maka mereka tidak
serta merta menerima namun mereka mempertanyakan tentang keharaman makanan
tersebut. Dalam kasus seperti inilah peran sains diharapkan mampu memberikan penjelasan
secara menyeluruh. Sehingga antara pendidikan agama Islam dan sains dapat saling
mendukung dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada peserta didik.

Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT,
akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia termasuk bagi
lingkungannya. Allah berjanji dalam Q.S (Al-Mujadalah):11:

‫ين هَّللا ُ يَرْ فَ ِع‬ Aَ ‫َد َر َجاتٍ ْال ِع ْل َمُأوتُوا َوالَّ ِذ‬
َ ‫ين ِم ْن ُك ْمَآ َمنُوا الَّ ِذ‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)

Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan
menghasilkan sumber daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dengan
diperkuat oleh spiritualitas yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak lagi
dianggap sebagai Agama yang kolot, melaikan sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan

2|Page
diri di berbagai bidang kehidupan, dan sebagai fasilitas untuk perkembangan ilmu dan 
teknologi.
Agama, dalam  hal ini Islam sebagai paradigma, saat ini masih sebagai justifikasi atau
pembenaran terhadap konsep-konsep sains dan belum menjadi paradigma keilmuan yang
menyeluruh (holistik). Orientasi  dan sistem pedidikan di sekolah antara ilmu Agama dan
ilmu umum haruslah diintegrasikan secara terpadu dalam sebuah proses pelarutan,
maksudnya antara Agama dan sains dapat disinergikan secara fleksibel, dan link and match.
Integrasi sains dan Agama memiliki nilai penting untuk menghilangkan anggapan antara
Agama dan sains adalah dua hal yang tidak dapat disatukan, dan untuk membuktikan bahwa
Agama (Islam) bukan Agama  yang kolot yang tidak menerima kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, melainkan Agama yang terbuka dan wahyu (al-qur’an) merupakan sumber
atau inspirasi dari semua ilmu.
Sebagai seorang muslim yang mesti kita pikirkan bahwa penyebab Islam dalam kondisi
terpuruk dan terbelakang dalam konteks sains adalah “kalau bangsa-bangsa lain sudah
berhasil membangun stasiun luar angkasa dan sudah berpikir tentang bagaimana
mengirimkan pesawat rung angkasa berawak ke Mars, Umat kita (Islam) masih sibuk untuk
menyelesaikan problem-problem yang semestinya sudah tidak perlu dipersoalkan seperti
halnya kunut, bid’ah, do’a jama’ah, zikir ba’da shalat, dan lain sebagainya“.
Melirik sejarah Peradaban Islam (Sains) pada antara abad 8-12M kita dapat mengenal
sejumlah figur intelektual muslim yang menguasai dua disiplin ilmu,  baik ilmu Agama
maupun ilmu umum (sekalipun pada hakikatnya dalam pandangan Islam ilmu umum itu
juga merupakan ilmu Agama, merupakan kalam tuhan yang kauniyah/ tersirat) sebut saja
misalnyaIbn Sina (370-428/980-1037), al-Ghazali (450-505/ 1059-1111) Ibn Rusd, Ibn
Thufaildan lain sebagainya. Mereka adalah para figur intelektual  muslim yang memiliki
kontribusi besar terhadap kemajuan-kemajuan dunia Barat modern sekarang ini. Jika pada
awalnya kajian-kajian kelslaman hanya berpusat pada Alquran, Hadis, Kalam, Fiqih dan
Bahasa, maka pada periode berikutnya, setelah kemenangan Islam di berbagai wilayah,
kajian tersebut berkembang dalam berbagai disiplin ilmu: fisika, kimia, kedokteran,
astronomi, dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
Melihat fenomena sebagaimana diatas Neneng Dara Affiah menyatakan bahwa
munculnya para ilmuan barat adalah merupakan hasil dari karya-karya intelektual  muslim

3|Page
yang direbut pada masa kegelapan umat muslimin atau setelah perang salib dan menurut
beliau inilah yang mesti direbut kembali dengan dalih ilmu itu merupakan daur (berputar)
mulai dari Yunai berpindah ke  Bangsa Arab (Islam) dan sekarang di kuasai oleh Negara-
negara Barat yang insyaAlloh  akan dapat kita raih kembali.
Para ilmuwan muslim juga menggarisbawahi pentingnya mengamalkan ilmu. Dalam
konteks ini, ditemukan ungkapan yang dinilai oleh sementara pakar sebagai hadis Nabi Saw.
Sebagian ulama merujuk kepada al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 282 untuk memperkuat
hadis tersebut:

٢٨٢﴿ ‫ا هّللا َ َويُ َعلِّ ُم ُك ُم هّللا ُ َوهّللا ُ بِ ُك ِّل ش َْي ٍء َعلِي ٌم‬:ْ‫…﴾ َواتَّقُو‬
Terjemahnya: … Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.  (Q.S. al-Baqarah/2: 282).

B. Paradigma ilmu tidak bebas nilai.


Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-nilai
yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas
berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu
selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam, sesuai
kepentingan-kepentingan masing-masing :
a) Pengetahuan yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-
analitis. Ilmu ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil
penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun
teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan yang
besifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai upaya manusia
untuk mengelola dunia atau alamnya.
b) Pengetahuan yang kedua, berlawanan dengan pengetahuana yang pertama, karena
tidak menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami
manusia sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan

4|Page
yang dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang
dikejar oleh pengetahuana ini adalah pemahaman makna.
c) Pengetahuan yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan
mendewasakan manusia pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan
disini. Aspek sosial yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan
yang dikejar adalah pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai
dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa
terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial, keagamaan,
lingkungan dan sebagainya.

C. Paradigma ilmu  bebas nilai.


Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak
memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait
dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu menolak
campur tangan faktro eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai
indikator bahwa ilmu itu bebas nilai, yaitu:
a) Ilmu harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu
harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious, cultural, dan
social.
b) Diperlukan adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan di
sisni menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c) Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu, karena nilai etis sendiri itu bersifat universal.
Dalam pandanagn ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan,
karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut dapat
merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition, yang ternyata
berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu
pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu dengan

5|Page
tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada
problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai
ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari
ilimu itu untuk ilmu.

D. Perlunya akhlak islam dalam penerapan IPTEKS


a) Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam
kehidupan umat islam
b) Martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada Allah, juga
ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni
c) Islam sangat mendukung umatnya untuk melakukan research dan bereksperimen
dalam hal apapun, termasuk dalam IPTEKS
d) Bagi islam, IPTEKS adalah termasuk ayat-ayat Allah yang perlu digali dan dicari
keberadaannya.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pengertian integrasi sains dan teknologi dengan Islam dalam konteks sains modern bisa
dikatakan sebagai profesionalisme atau kompetensi dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi
di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran
ketuhanan tersebut akan muncul dengan adanya pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam.
Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian merupakan dua aspek yang saling menopang

6|Page
satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi sebuah fondasi bagi pengembangan sains dan
teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi  ilmu berarti adanya penguasaan sains dan teknologi
dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Dengan integrasi pendidikan agama Islam dengan sains dan teknologi diharapkan
pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih bermakna dan mudah dipahami. Sehingga tujuan
pendidikan agama Islam dalam mengarahkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran
agama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci Al-Quran dan Al-Hadits, melalui kegiatan
bimbingan pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman dapat terlaksana.
Selain memberi panduan hidup kepada manusia agar menjadi manusia yang bertaqwa yang
dapat selamat dan menyelamatkan, Al-Qur’an banyak terkandung informasi-informasi ilmiah.
Walaupun Al-Qur’an bukan merupakan kitab sains dan teknologi, ia banyak memuat informasi
sains dan teknologi, tapi ia hanya menyatakan bagian-bagian asas yang sangat penting saja dari
ilmu-ilmu dan teknologi yang dimaksud. Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk belajar,
mengkaji dan menganalisa alam ciptaan Allah ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://inggitanggara.wordpress.com/2012/12/13/integrasi-pendidikan-agama-islam-
dengan-sains-dan-teknologi/

http://muhamad-abdorin.blogspot.com/2012/05/ilmu-bebas-nilai.html

7|Page

Anda mungkin juga menyukai