Anda di halaman 1dari 6

INTEGRASI SAINS DAN ISLAM

DOSEN PEMBIMBING
Gatot Kaca, M.Pd.I

DIBUAT OLEH
KELOMPOK 3

Dami Lestari (2020111032)


Dinda Salsabila (2020111018)
Dimas Andika Putra (2020111001188)
Dwi Suryanti (2020111038)

UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG


FAKULTAS PENDIDIKAN DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
2020/2021

BAB IV
INTEGRASI SAINS DAN ISLAM
A. Pengertian Integrasi, Sains dan Islam
 Integrasi adalah sebuah sistem yang mengalami pembauran hingga menjadi suatu
kesatuan yang utuh. Integrasi berasal dari bahasa inggris integration yang berarti
kesempurnaan atau keseluruhan.

 Sains dari kata “science” artinya “toknow”. Dalam pengertian yang sempit science
diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang bersifat kuantitatif dan
objektif. Science dapat diterjemahkan ilmu. Istilah science atau ilmu merupakan suatu
kata yang sering diartikan dengan berbagai makna, atau mengandung lebih dari satu
arti.

 Islam berakar kata dari “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti tunduk, patuh, dan
selamat. Islam berarti kepasrahan atau ketundukan secara total kepada Allah SWT.
Orang yang beragama Islam berarti ia pasrah dan tunduk patuh terhadap ajaran-ajaran
Islam. Secara istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk
umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.

B. Pandangan Islam Terhadap Sains


 Islam memiliki kepedulian dan perhatian penuh kepada ummatnya agar terus berproses
untuk menggali potensi-potensi alam dan lingkungan menjadi sentrum peradaban yang
gemilang. Dalam konteks ini, tidak ada pertentangan antara sains dan Islam, dimana
keduanya berjalan seimbang dan selaras untuk menciptakan khazanah keilmuan dan
peradaban manusia yang lebih baik dari sebelumnya. Apabila akal, nalar, dan pikiran
dianggap sebagai sarana utama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, ternyata dalam
Al-Qur’an bertaburan firman-firman Tuhan yang menganjurkan kepada manusia untuk
memfungsikan akal budi dalam menelaah segala sesuatu. Istilah-istilah seperti
yaddabbaru, yatadabbaru, ta’qilun, dan tafakkur.

 Pandangan Islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari
analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 1-5).

 Ayat lain yang mendukung pengembangan sains adalah firman Allah SWT. yang
berbunyi bahwa: Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci
Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali-Imran: 190-191). Ayat-ayat di
atas adalah sebuah support yang Allah berikan kepada hambanya untuk terus menggali
dan

C. Integrasi Sains dan Islam


 Di dunia Islam, pemikiran tentang integrasi sains dan agama dapat dikelompokkan
dalam dua arus utama. Yang pertama adalah pra pemikir yang berusaha melakukan
integrasi antara sains dengan Islam dengan cara menggunakan sains, terutama sains
sosial dan humaniora yang muncul pada abad ke-19 dan sesudahnya. Apa yang telah
dilakukan Hassan Hanafi, Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, dan Mohammed Abid al-
Jabiri dapat disebut sebagai contoh dari kecenderungan yang mewakili arus pemikiran
ini.

 Inilah yang disebut Amin Abullah dengan “Humanisasi Ilmu-ilmu Islam”. Humanisasi
ilmu-ilmu ini perlu dilakukan karena ilimu-ilmu keIslaman dinilai selalu bersifat
teosentris, atau menurut ungkapan Qodri Azizy, “merupakan barang langit atau barang
‘mati’ yang tidak lagi applicable (bisa diaplikasikan) ditengah-tengah masyarakat dan
yang menggantung di awang –awang karena tidak bisa tersentuh oleh pemikiran baru”.

 Humanisasi ilmu-ilmu keIslaman dengan begitu disebut sebagai sebuah gagasan dalam
strategi pengembangan ilmu-ilmu keIslaman yang bertujuan agar ilmu-ilmu Islam dapat
memberikan pemahaman terhadap dunia Islam yang kontekstual dengan tantangan
zaman yang dihadapi dengan bantuan sains modern dan bahkan kontemporer, seperti
sejarah, filsafat, antropologi, linguistic, yang ada gilirannya diharapkan dapat menjawab
tantangan historis, khususnya pembebasan umat Islam dari belenggu keterbelakangan.

 Yang kedua adalah para pemikir yang berusaha melakukan integrasi antara sains
dengan Islam dengan cara memberikan visi Islam ke dalam sains modern Barat. Inilah
yang disebut dengan gagasan Islamisasi Sains, sebagaimana yang dikembangkan oleh
tokoh-tokoh seperti Seyyed Hossen Nasr, Mohammad Naquib al-Attas, dan Ismail Raji
al-Faruqi. Duan yang disebut pertama lebih dikenal sebagai tokoh yang secara filosofis
talah menunjukan kelemahan-kelemahan ilmu pengetahuan modern, dan
mengemukakan kemungkinan ilmu pengetahuan yang Islami diwujudkan sebagai
alternatif, serta sekaligus memberikan landasan filosofisnya. Sementara al-Faruqi
dikenal secara luas sebagai tokoh yang melontarkan gagasan tentang Islamisasi Sains,
tidak saja dalam bentuk landasan filosofis melainkan juga tawaran metodologis dan
program tindakan untuk mewujudkannya.
D. Integrasi Sains dan Islam dalam Dunia Pendidikan
 Upaya perubahan beberapa perguruan tinggi agama Islam untuk mengintegrasikan ilmu
agama dan ilmu umum menandakansebuah peroses kesadaran yang lebih maju, dimana
selama ini IAIN di anggap kampus yang memperoduksi guru-guru agama atau calon-
calon ustad, dan pada akhirnya ada stigma bahwa alumni atau lulusan dari IAIN
merupakan ustad atau guru agama. Pembentukan UIN merupakan bagian dari usaha
menginterasikan beragam keilmuan untuk mengeliminasi dikotomi antara ilmu umum
dan ilmu agama, Integrasi antara Ilmu Agama dan Ilmu Umum.

 Dalam sejarah kemajuan dan kemunduran Islam sekitar abad XIII-XIX, justru pihak Barat
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
telah dipelajarinya dari Islam sehingga ia mencapai masa Renaissance. Ilmu
pengetahuan umum (sains) berkembang pesat sedangkan ilmu pengetahuan Islam
mengalami kemunduran, yang pada akhirnya muncullah dikotomi antara dua bidang
ilmu tersebut Geosentrisme didasarkan pada informasi Bibel.

 Tidak hanya sampai di sini tetapi muncul pula sekularisasi ilmu pengetahuan. Namun
sekularisasi ilmu pengetahuan ini mendapat tantangan dari kaum Gereja. Galileo (L.
1564 M) yang dipandang sebagai pahlawan sekularisasi ilmu pengetahuan mendapat
hukuman mati tahun 1633 M, karena mengeluarkan pendapat yang bertentangan
dengan pandangan Gereja.

 Kondisi inilah yang memotivasi para cendekiawan muslim berusaha keras dalam
mengintegrasikan kembali ilmu dan agama. Upaya yang pertama kali diusulkan adalah
Islamisasi ilmu pengetahuan. Upaya “Islamisasi ilmu” bagi kalangan muslim yang telah
lama tertinggal jauh dalam peradaban dunia moderen memiliki dilema tersendiri.
Dilema tersebut adalah apakah akan membungkus sains Barat dengan label “Islami”
atau “Islam”? Ataukah berupaya keras menstransformasikan normatifitas agama,
melalui rujukan utamanya Al-Qur’an dan Hadits, ke dalam realitas kesejarahannya
secara empirik? Kedua-duanya sama-sama sulit jika usahanya tidak dilandasi dengan
berangkat dari dasar kritik epistemologis.

 Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka dapat diambil suatu alternatif metode,


yaitu dengan terlebih dahulu mengintegrasikan semua disiplin ilmu di dalam kerangka
kurikulum Islam. Mungkin cara ini akan menyalahi pembakuan disipliner yang sudah
mapan seperti yang dikenal sampai sejauh ini, dan dalam implikasi institusionalnya akan
berarti perombakan pembidangan fakultas dan jurusan.

 Setelah pada tahun-tahun pertama mahasiswa menempuh semua courses mata kuliah
dasar yang sudah terintegrasikan di dalam kurikulum yang sudah dipadukan antara
ilmu-ilmu keIslaman dan ilmu-ilmu umum, maka dalam jenjang-jenjang berikutnya
mahasiswa akan memilih spesialisasi yang diminati. Program-program studi lanjutan ini
merupakan pendalaman untuk spesialisasi, termasuk misalnya untuk bidang-bidang
ilmu yang berorientasi pada kebijakan praktis. Pemikiran integrasi antara ilmu umum
dan ilmu agama ini membawa kepada paradigma konsep Islamisasi ilmu.
E. Paradigma Integrasi Sains dan Islam
 Hingga kini, masih kuat anggapan dalam masyarakat luas yang mengatakan bahwa
“agama” dan “ilmu” adalah dua entitas yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya
mempunyai wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu dan lainnya, baik dari segi
objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan
oleh ilmuwan maupun status teori masing-masing bahkan sampai ke institusi
keagamaan.

 Dalam hal ilmu, Al-Ghazali membaginya menjadi tiga bagian. Pertama, ilmu-ilmu yang
terkutuk baik sedikit maupun banyak, ilmu-ilmu ini tidak ada manfaatnya baik di dunia
maupun akhirat, seperti ilmu nujum, sihir, ilmu ramalan. Kedua, ilmu-ilmu yang terpuji
baik sedikit maupun banyak, jenis ilmu ini dibagi menjadi dua, yaitu wajib ain dan wajib
kifayah, yang termasuk kategori ilmu wajib ain untuk dipelajari ini mencakup ilmu-ilmu
agama dengan segala jenisnya sedangkan ilmu yang termasuk fardhu kifayah mencakup
ilmu keselamatan, kedokteran, hitung, dan lain-lain.

 Dampak negatif dari sains dan teknologi modern itu dan itu bermula dari paradigma
sekuler yakni model berpikir memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan duniawi,
sehingga membahayakan kehidupan manusia. Ketika dampak negatif itu benar-benar
merusak, Islam harus meresponsnya dengan memberikan solusi terbaik.

 Kunto Wijoyo menegaskan bahwa dalam sebuah dunia di mana kekuatan dan pengaruh
ilmu pengetahuan menjadi dektruktif, mengancam kehidupan umat manusia dan
peradabannya, Islam jelas harus tampil untuk menawarkan alternatif
paradigmatiknya.Sementara dalam dunia timur, dalam hal ini dunia Islam, pengajaran
ilmu-ilmu agama Islam yang normatif-tekstual terlepas dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ilmu-ilmu sosial, ekonomi, hukum dan humaniora pada
umumnya.

 Sejarah telah mencatat kontribusi peradaban Islam dalam peradaban umat manusia,
lewat kontribusi mereka dalam peradaban barat. Untuk itu barangkali dapat kita susun
sederet nama intelektual Islam yang terdiri dari para filosof, sastrawan, penulis,
maupun ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Berikut ini dapat kita ikuti deretan jenis
kontribusi:

1. Astronomi :Astronomi ternyata bukan hanya dipelajari oleh para ilmuwan melainkan juga
menarik minat para sultan, Khifah maupun alkhan yang menjadi raja dalam masyarakat
muslim. Khalifah Al-Mansyur, misalnya, yang menjadi khalifah kedua dari bani Abasiyah yang
berpusat di Baghdad (754-775 M), adalah termasuk salah seorang ahli astronomi dari
mazhab Baghdad.

2. Matematika: Salah seorang ahli matematika muslim yang terkenal adalah Muhamad
bin Musa bin Khawarizmi yang hidup di masa khalifah Al-Ma’mun, yang menulis buku
Al-Jabar berjudul Al-Jabar Wal’maakalala (perhitungan dan simbol). Kata Al-jabar
sendiri berarti perhitungan, dan istilah algoritma berasal dari nama penemunya, yaitu
Al-Khawarizmi.
3. Kedokteran :Batang tubuh ilmu kedokteran telah ditulis oleh Rhases (Abu Bakar Ibnu
Zakaria Al-Razi) dalam judul Havi, yang ditulis dalam khalifah Al-Mansur. Havi
merupakan satu dari Sembilan jilid buku kedokteran yang terpampang dalam fakultas
kedokteran di Paris pada tahun 1395.

4. Filsafat :Abu Yusuf Ya’kub al-Kindi di anggap termasuk ke dalam barisan terdepan para
pemikir yang muncul pada periode pembentukan filsafat Islam dan pada permulaan
periode-periode transisi kebudayaan dari masa teologi murni ke masa di mana pemikiran
Islam berakulturasi dengan filsafat Yunani, Persia, dan India.

Anda mungkin juga menyukai