Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradaban Islam yang berjaya pada 650-1000M, mampu membangun peradaban Islam
yang berpengaruh besar terhadap peradaban modern Barat saat ini. Perkembangan terjadi
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik bidang agama maupun nonagama. Pada masa
ini lahirlah para ilmuwan seperti: Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam al-Asy’ari, al-Kindi, al-
Farabi. Dan beberapa ilmuwan lain seperti Ibnu al-Haysam, al-Khawarizmi, al-Razi dan
ulama-ulama besar lain. Namun, pada 1250-1800 M umat Islam mulai mengalami
kemunduran diberbagai aspek kehidupan politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan
kebudayaan yang diikuti kekalahan dalam kehidupan intelektual, moral, kultural, budaya
dan ideologi.
Pada sisi lain muncul kesadaran di kalangan umat Islam maupun umat manusia pada
umumnya, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membawa implikasi negatif,
munculnya krisis yang sifatnya global. Ilmu pengetahuan dan teknologi pada satu sisi hanya
memberi kebahagian semu, dan pada sisi lain memberi kontribusi bagi munculnya krisis
ekologi, krisis kemanusiaan dan kondisi dunia yang tidak nyaman. Untuk itu muncul
kesadaran untuk melakukan rekonstruksi ilmu pengetahauan melalui proyek besar Islamisasi
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang di pandang memiliki perspektif al-Qur’an
sehingga memungkinkan terjadinya proses Islamisasi ilmu pengetahuan yang Qur’ani
dengan menjelaskan prosesi-prosesinya disertai dengan ayat-ayat yang berkenaan dengannya
Hubungan antara ilmu pengetahuan dan islamisasi ilmu pengetahuan, ada baiknya terlebih
dahulu mengetahui apa itu ilmu pengetahuan dan Islamisasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dibuat
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2. Sejarah Ilmu Pengetahuan
3. Pertentangan Ilmu Pengetahuan
4. Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu
5. Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
C. Tujuan Masalah
Adapun beberapa tujuan berdasarkan rumusan masalah di atas yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan
2. Untuk mengetaui Sejarah Ilmu Pengetahuan
3. Untuk mengetahui Pertentangan Ilmu Pengetahuan
4. Untuk mengetahui Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu
5. Untuk mengetahui Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Islamisasai ilmu pengetahuan terdiri dari tiga kata yaitu, kata Islamisasi, ilmu dan
pengetahuan. Islamisasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Islamisasi adalah
proses konversi masyarakat menjadi Islam, kata Islamisasi berarti pengIslaman
Sedangkan ilmu, ilmu berasal dari Bahasa arab, Masdar dari fi’il ‘alima-ya’lamu yang
berarti tahu atau mengetahui dan secara istilah ilmu diartikan sebagai “mengetahui
sesuatu secara hakiki”. Dalam bahasa arab, istilah islamisasi ilmu dikenal dengan
“Islamiyyat al ma’rifat” dan dalam bahasa inggris disebut dengan “Islamization of
knowledge”. Islamisasi merupakan istiah yang mendeskripsikan berbagai usaha dan
pendekatan antar etika islam dengan berbagai bidang pemikiran modern.
Diungkapkan oleh Ismail Raji Al-Faruqi bahwa zaman kemunduran umat islam
dalam berbagai bidang telah menempatkan umat islam berada di anak tangga
bangsabangsa yang terbawah. Disamping itu Al-Faruqi juga mengatakan ilmu itu tidak
bebas nilai, tetapi syarat dengan nilai. Yang perlu diislamkan itu bukan orang tetapi
ilmunya, supaya orang yang belajar ilmu pengetahuan bisa terpola langsung pemikiran
dan tingkah lakunya. menurut Sayyed Husein Nashr Islamisasi ilmu termasuk islamisasi
budaya yaitu upaya untuk memberikan penerjemahan terhadap pengetahuan modern ke
dalam bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat Muslim di mana mereka berada.
artinya, islamisasi ilmu lebih merupakan suatu upaya untuk mempertemukan cara
berpikir dan bertindak (epistemologis dan aksiologis) antara masyarakat Barat dan
Muslim.
Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur semua bidang kehidupan (QS
Al-Maidah: 3). Islam adalah “din” berarti ikatan yang dipegang dan dipatuhi yang
berasal dari kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sehingga berpengaruh terhadap
kehidupan sehari-hari. Umat Islam membutuhkan sebuah teori yang mampu mendukung
dalam melakukan islamisasi pengetahuan dengan memberikan paradigma ilmiah pada
diri setiap Muslim, sehingga timbul rasa percaya diri dan keberanian untuk berinteraksi
dengan nilai atau konsep apapun yang dihasilkan manusia tanpa melihat ideologinya.
Belum adanya teori islamisasi pengetahuan ini menyebabkan ilmuan Muslim mengalami
pembusukan pemikiran (al-tafakkuk al-fikri), fanatisme mazhab, terjebak pada pemikiran
statis, dan mewarisi kekacauan politik yang berlangsung selama ratusan tahun.
Keterpurukan ini menyebabkan mereka terpecah-pecah dan sering dituduh secara ekstrim
dengan label kafir, murtad, zindik, klenik, mu’tazilah, jabariyah, atau qadariyah. Ilmuan
Muslim membangun antropologi Islam bertujuan untuk mengelaborasi warisan
antropologis yang telah ditinggalkan oleh ilmuan muslim terdahulu, kemudian
merekonstruksi warisan keilmuan itu dalam format keilmuan modern.
Dengan tujuan seperti berikut :
1. Penguasaan disiplin ilmu modern,
2. Penguasaan warisan Islam,
3. Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern
4. Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan dan
pengetahuan modern,
5. Pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola
Ilahiah dari Allah.
Sedangkan Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang obyek tertentu yang
bertujuan mencapai kebenaran ilmiah, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara
pandang (approach), metode (method), dan sistem tertentu lainnya. Dalam Ensiklopedia
Indonesia, ilmu pengetahuan yaitu suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai
suatu lapangan tertentu, yang disusun menurut tujuan tertentu yang didapatkan dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti menggunakan metode tertentu sehingga
menjadi suatu kesatuan. Secara epistemologi, setiap pengetahuan adalah hasil dari
berkontaknya dua hal yaitu, benda (obyek penelitian) dan manusia (subyek peneliti).
Dalam Al-Qur’an terdapat pokok dasar ilmu pengetahuan yang melingkupi
segenap bidang. Pokok dasar ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an itu memerlukan
pengembangan melalui nalar manusia sehingga menjadi ilmu yang sistematis. Penjelasan
al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan ada yang berbentuk keterangan hakikat kejadian
alam dan sekitarnya, sebagaimana dalam firman-Nya yang berbunyi:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”

Al-Qur’an selain seruan untuk mencari ilmu pengetahuan di dalamnya juga


terdapat bermacam-macam disiplin ilmu. Di antaranya terdapat kumpulan ayat-ayat al-
Qur’an yang menjelaskan tentang ilmu sosial (muamalah) dan juga ilmu alam. Juga
dijelaskan proses penciptaan fenomena-fenomenanya yang dikenal dengan ayat kauniyah.
Mengenai hubungan ilmu pengetahuan dengan ayat-ayat kauniyah ini, kami akan
megambil contoh mengenai hujan dalam ilmu pengetahuan (IPA). Proses hujan dijelaskan
sebagai berikut:
a. Air yang panas akan beruap ke atas dan menggumpal jadi awan,
b. Setelah beberapa lama awan akan banyak mengandung ion-ion garam dan airpun
menjadi berat
c. Setelah itu, turunlah air itu ke bumi yang disebut hujan.
Proses turunnya hujan ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam ayat-Nya yang
berbunyi:

“Demi langit yang mengandung hujan.”

Dari contoh-contoh yang telah disebutkan, kiranya cukup jelas bahwa fenomena-
fenomena alam yang terjadi di dunia ini sebenarnya juga disebutkan dengan jelas dalam
al-Qur’an sebagai sebuah proses menuju islamisasi ilmu pengetahuan.

B. Sejarah Ilmu Pengetahuan


proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak
permulaan Islam. Sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Alaq ayat 1-5, yang
dengan jelas menegaskan semangat islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu ketika Allah
menekankan bahwa sumber dan asal ilmu manusia adalah Allah.
Muhammad Iqbal pada tahun 30-an, menyatakan perlunya melakukan Islamisasi
ilmu pengetahuan karena ilmu yang dikembangkankan oleh Barat bersifat ateistik,
sehingga bisa menggoyahkan aqidah umat. Akan tetapi, tidak ada tindak lanjut atas ide
yang dilontarkan tersebut. Kemudian ide ini dimunculkan kembali oleh Syed Hossein
Nasr, pemikir muslim Amerika kelahiran Iran, pada tahun 60-an. Dia menyadari akan
adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang mengancam dunia Islam, karena itulah
dia meletakkan asas untuk konsep sains Islam.
Berawal dari beberapa ide tersebut, Syed M. Naquib al-Attas mengembangkan
ide itu menjadi proyek "Islamisasi" yang diperkenalkannya pada Konferensi dunia
mengenai Pendidikan Islam yang Pertama di Makkah pada tahun 1977. Al-Attas
dianggap sebagai orang pertama yang menggagas perlunya Islamisasi pendidikan,
Islamisasi sains, dan Islamisasi ilmu. Oleh karena itulah, sebagai bentuk keprihatinannya
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan ia mengajukan gagasan tentang “Islamisasi
Ilmu Pengetahuan Masa Kini” serta memberikan formulasi awal dalam pemikiran Islam
modern.
Ismail Raji al-Faruqi juga melakukan hal yang sama yaitu agenda Islamisasi Ilmu
Pengetahuan dengan latarbelakang bahwa umat Islam saat ini berada pada keadaan yang
lemah. Kemerosotan umat islam masa kini telah menjadikan Islam berada pada zaman
kemunduran. Kondisi ini menyebabkan meluasnya kebodohan. Akibatnya, umat Islam
lari kepada keyakinan buta, bersandar pada literalisme dan legalisme (menyerahkan diri
kepada pemimpin-pemimpin atau tokoh-tokoh mereka). Dan meninggalkan dinamika
ijtihad sebagai sumber kreatifitas yang seharusnya dipertahankan. Dalam kondisi seperti
ini umat muslim melihat kemajuan Barat sebagai sesuatu yang mengagumkan dan
menyebabkan sebagian umat muslim tergoda oleh kemajuan Barat sehingga berupaya
melakukan reformasi dengan jalan westernisasi. Namun, westernisasi telah
menghancurkan umat Islam dari ajaran al-Qur’an dan hadis. Sebab berbagai pandangan
dari Barat, diterima umat Islam tanpa adanya filterisasi. Maka pengetahuan harus
diislamisasikan atau diadakan asimilasi pengetahuan agar sesuai dengan ajaran tauhid dan
ajaran Islam.
Tujan dari Islamisasi ilmu sendiri adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu
yang sudah tercemar dan menyesatkan sehingga menimbulkan kekeliruan. Islamisasi
ilmu bertujuan untuk mengembangkan ilmu yang hakiki yang membangunkan pemikiran
dan pribadi muslim sehingga akan menambahkan keimanan kepada Allah. Islamisasi ilmu
akan melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan, dan kekuatan iman.

C. Pertentangan Ilmu Pengetahuan


Islamisasi ilmu ini menjadi perdebatan utama di kalangan para intelektual Islam
sejak tahun 1970 an. Walaupun ada sarjana muslim membicarakannya tetapi tidak secara
teperinci dan mendalam mengenai konsep dan kerangka pengislaman ilmu. Maka dapat
dikatakan bahwa gagasan Islamisasi ilmu pengetahuan sebagai fenomena modernitas,
menarik untuk dicermati. Pada era dimana peradaban modern sekuler mencengkeram
Muslim dengan kukuhnya, pemunculan wacana Islamisasi ilmu pengetahuan dapat dibaca
sebagai sebuah “kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”. Dia hadir untuk
menunjukkan identitas sebuah peradaban yang sekian lama diabaikan. Tapi, sebuah
“kontra-hegemoni” ataupun “diskursus perlawanan”, adakalanya memunculkan problema
dan kontradiksinya sendiri.
Ada beberapa Pertentangan dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan:
a. Aktivitas golongan pertama mempunyai peranan yang sangat penting
dalam rangka mengokohkan dan memurnikan kembali konsep Islamisasi ilmu ini
walaupun mereka saling mengkritik ide satu sama lain, tetapi itu dimaksudkan untuk
merekons- truksinya bukan mendekontruksi. Diantaranya adalah S.A. Ashraf yang
melakukan kritik terhadap al-Faruqi yang “ingin penyelidikan dilakukan terhadap konsep
Barat dan Timur, membandingkannya melalui subjek yang terlibat dan tiba kepada satu
kompromi kalau memungkinkan.” Pada fikirannya, kompromi merupakan sesuatu yang
mustahil terhadap dua pandangan yang sama sekali berbeda. Tidak seharusnya bagi
sarjana muslim me- mulai dengan konsep Barat tetapi dengan konsep Islam yang
dirumuskan berdasar- kan prinsip yang dinukil dari al-Quran dan al-Sunnah. Dalam
pandangan Syed Hossein Nasr, integrasi yang diinginkan al-Faruqi bukan saja sesuatu
yang mungkin tetapi juga perlu untuk dilakukan. Menurutnya, para pemikir muslim
seharusnya memadukan berbagai bentuk ilmu dalam kerangka pemikiran mereka. Bukan
hanya menerima, tetapi juga melakukan kritik dan menolak struktur dan premis ilmu
sains yang tidak sesuai dengan pandangan Islam dan kemudian menuliskannya kedalam
sebuah buku sebagaimana yang pernah dilakukan Ibnu Sina atau Ibn Khaldun di masa
lalu. Kemudian Ziauddin Sardar, pemikir muslim dari Inggris, ia berpendapat bahwa
Islamisasi ilmu akan menjadi issue populer dan berkembang di masa depan. Namun
Sardar dalam hal ini memiliki paradigma yang berbeda. Bahwasanya bukan Islam yang
perlu direlevankan dengan ilmu pengetahuan modern. Justru sebaliknya, islamlah yang
harus dikedepankan, dalam arti, ilmu pengetahuan modern yang harus dibuat relevan
dengan Islam.
b. Beberapa kalangan percaya bahwa semua ilmu itu sudah Islami, sebab
yang menjadi sumber utamanya adalah Allah SWT sendiri. Sehingga mereka sangsi
dengan pelabelan Islam atau bukan Islam pada segala ilmu. Sebut saja dalam hal ini
Fazlur Rahman, Muhsin Mahdi, Abdul Karim Soroush, Bassan Tibi, Hoodbhoy dan
Abdul Salam. Menurut Fazlur Rahman, ilmu pengetahuan tidak bisa diislamkan karena
tidak ada yang salah di dalam ilmu pengetahuan. Masalahnya hanya dalam
menyalahgunakanya. Dan bahkan ia berkesimpulan bahwa "kita tidak perlu bersusah
payah membuat rencana dan bagan bagaimana menciptakan ilmu pengetahuan Islami.
Lebih baik kita manfaatkan waktu, energi dan uang untuk berkreasi”. Bagi Fazlur
Rahman, ilmu pengetahuan itu memiliki dua kualitas, “seperti senjata dua sisi yang harus
dipegang dengan hati-hati dan penuh tanggung jawab, dia sangat penting digunakan dan
didapatkan secara benar.” Baik dan buruknya ilmu pengetahuan bergantung pada kualitas
moral pemakainya. Abdul Salam, pemenang anugerah Nobel fisika berpandangan bahwa
“hanya ada satu ilmu universal yang problem-problem dan modalitasnya adalah
internasional dan tidak ada sesuatu yang dinamakan ilmu Islam, seperti juga tidak ada
ilmu Hindu, ilmu Yahudi, atau ilmu Kristen. Abdul Salam menceraikan pandangan hidup
Islam menjadi dasar metafisis kepada sains.
Pervez Hoodbhoy seorang ahli fisika nuklir asal Pakistan, menyangsikan
keberadaan sains Barat, sains Islam, sains Yunani atau peradaban lain dan berpandangan
bahwa sains itu bersifat universal dan lintas bangsa, agama atau peradaban. Dia
menentang konsep sains Islam yang telah dimunculkan oleh para pendahulunya.
Alasannya, karena Menurutnya sains Islam itu tidak ada bahkan tidak perlu sains Islam
dan usaha untuk menciptakan sains Islam (Islamisasi ilmu) merupakan pekerjaan sia-sia.
Selain itu Pervez juga berpendapat bahwa program Islamisasi sains selama ini tidak
mengarah pada pembuatan mesin atau instrumen sains, sintesis senyawa kimia atau obat-
obatan yang baru, rencana percobaan baru, atau penemuan hal-hal baru yang belum dapat
diuji. Malah sebaliknya para pelaku dan pembela sains Islam telah mengarahkan
penelitian pada masalah yang terletak di luar wilayah sains yang umum. Misalnya
masalah yang tidak dapat dibuktikan seperti “kecepatan surga”, “temperatur neraka“,
“komposisi kimia jin” dan contoh yang lain. Pada umumnya, para pengkritik islamisasi
ilmu bependapat sains adalah mengkaji fakta-fakta, objektif dan independent dari
manusia, budaya atau agama, dan harus dipisahkan dari nilai-nilai.Rosnani hasyim
membagi pihak yang berseteru ini kedalam empat golongan, yaitu:
1. Golongan yang menerima program islamisasi ilmu pegetahuan secara teoridan
konsep serta berusaha untuk merealisasikannya dalam bentuk sebuah karya
yang sejalan dengan program.
2. Golongan kedua sepakat pada tatanan teoridan konsep tetapi tidak dilakukan
secara praktis.
3. Golongan ketiga adalah yang tidak sepakat bahkan mencemooh gagasan
islamisasi ilmu pengetahuan.
4. Golongan keempat yang tidak memiliki pendirian terhadap gagasan islamisasi
ilmu pengetahuan
D. Pokok Pemikiran Netralitas Ilmu
E. Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
BAB III

Anda mungkin juga menyukai