Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ade Tika Tazzahroh

Nim : 1801035021

1. Jelaskan konsep Islam tentang ilmu ?


2. Jelaskan faktor yang menyebabkan pasang surut ilmu pengetahuan dalam Islam
3. Tulisan 3 tanggung jawab sosial ilmuan muslim dalam perkembangan ilmu
4. Buatlah skema terkait tentang perkembangan ilmu muslim dan barat
5. Jelaskan 2 contoh praktik integrasi ilmu dalam Islam

Jawaban :
1. Ilmu dalam Islam merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha yang sungguh-
sungguh dari para ilmuwan muslim atas persoalan-persoalan duniawi dan ukhrawi
dengan berlandaskan kepada wahyu Allah. Pengetahuan ilmiah diperoleh melalui
indra, akal, dan hati/intuitif yang bersumber dari alam fisik dan alam metafisik. Hal ini
berbeda dengan epistemologi ilmu di Barat yang hanya bertumpu pada indra dan akal
serta alam fisik. Dalam sejarahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam
mengalami pasang surut. Suatu ketika mencapai puncak kejayaan, dan di saat yang
lain mengalami kemunduran. Era klasik (650-1250 M) merupakan masa keemasan
Islam yang ditandai dengan tingginya etos keilmuan serta pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan di berbagai bidang kehidupan. Setelah itu, perkembangan ilmu di
kalangan umat islam menjadi redup dan ganti Barat yang berada dalam garda depan
dalam pengembangan ilmu. Kemajuan ilmu di Barat memunculkan banyak ekses
negatif sepertisekularisme, materialisme, hedonisme, individualisme,
konsumerisme,rusaknya tatanan keluarga, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan
obat terlarang. Wa Allâh A’lam bi al-Shawab.
2. Dalam perspektif sejarah, perkembangan ilmu-ilmu keislaman Mengalami pasang
surut. Suatu ketika mencapai puncak kejayaan, dan Di saat yang lain mengalami
kemunduran. Kajian berikut akan Menjelaskan fenomina tersebut serta faktor-faktor
yang mempengaruhi , yaitu :
Masa Keemasan
Sejarah politik dunia Islam biasanya dipetakan ke dalam tiga Periode, yaitu; periode
klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern (1800-
sekarang).Dari ketiga Periode tersebut, yang dikenal sebagai masa keemasan Islam
adalah periode klasik, yang—antara lain—ditandai dengan etos keilmuan yang sangat
tinggi, yang ditunjukkan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di
berbagai bidang kehidupan.
Dimont, ahli Sejarah Peradaban Yahudi dan Arab, peradaban Islam Jauh meninggalkan
peradaban Yunani. Dimont, sebagaimana dikutip Nurcholish Madjid, memberikan
ilustrasi :”Dalam hal ilmu Pengetahuan, bangsa Arab [muslim] jauh meninggalkan
bangsa Yunani. Peradaban Yunani itu, dalam esensinya, adalah ibarat sebuah Kebun
subur yang penuh dengan bunga-bunga indah namun tidak Banyak berbuah.
Peradaban Yunani itu adalah suatu peradaban yang Kaya dalam filsafat dan sastra,
tetapi miskin dan teknik dan teknologi. Karena itu, merupakan suatu usaha bersejarah
dari bangsa Arab dan Yunani Islamik (yang terpengaruh oleh peradaban Islam) bahwa
Mereka mendobrak jalan buntu ilmu pengetahuan Yunani itu, dengan Merintis jalan
ilmu pengetahuan baru—menemukan konsep nol, tanda Minus, bilangan-bilangan
irasional, dan meletakkan dasar-dasar ilmu Kimia baru—yaitu ide-ide yang meratakan
jalan ke dunia ilmu pengetahuan modern melalui pemikiran kaum intelektual Eropa
pasca-Renaisans.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan di era klasik, setidaknya Disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu; pertama, etos keilmuan umat Islam yang sangat tinggi. Etos
ini ditopang ajaran Islam yang Memberikan perhatian istimewa terhadap ilmuwan
dan aktivitas ilmiah. Kedua, Islam merupakan agama rasional yang memberikan porsi
besar Terhadap akal.37 Semangat rasional tersebut semakin menemukan
Momentumnya setelah umat Islam bersentuhan dengan filsafat Yunani Klasik yang
juga rasional.38 Kemudian, melalui aliran teologi rasional Mu’tazilah, para ilmuwan
memiliki kebebasan yang luar biasa dalam Mengekspresikan pikiran mereka untuk
mengembangkan ilmu Pengetahuan. Ketiga, berkembangnya ilmu pengetahuan di
kalangan Umat Islam klasik adalah sebagai dampak dari kewajiban umat Islam Dalam
memahami alam raya ciptaan Allāh. Dalam al-Qur’ān dijelaskan Bahwa alam raya
diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk itu Alam dibuat lebih rendah
(musakhkhar) dari manusia sehingga terbuka Dipelajari, dikaji, dan diteliti
kandungannya. Keempat, di samping Alasan di atas, perkembangan ilmu
pengetahuan di era klasik juga Ditopang kebijakan politik para khalifah yang
menyediakan fasilitas Dan sarana memadai bagi para ilmuwan untuk melakukan
penelitian Dan pengembangan ilmu.

Masa Kemunduran
Yang sering disebut-sebut sebagai momentum kemunduran umat Islam dalam bidang
pemikiran dan pengembangan ilmu adalah kritik Al-Ghazālī (1058-1111 M) – melalui
Tahāfut al-Falāsifahnya –Terhadap para filosof yang dinilainya telah menyimpang jauh
dari Ajaran Islam. Karena setelah itu, menurut Nurcholish Madjid, walaupun Masih
muncul beberapa pemikir muslim seperti; Ibn Rusyd, Ibn Taymīyah, Ibn Khaldun,
Mulla Sadr, Ahmad Sirhindi, dan Syah Waliyullah—pada umumnya para ahli
menyatakan bahwa dunia pemikiran Islam setelah al-Ghazālī tidak lagi semarak dan
gegap gempita seperti sebelumnya.
Menurut Nurcholish Madjid yang menjadi penyebab kemunduran umat Islam Adalah;
pertama, penyelesaian oleh al-Ghazālī mengenai problema di Atas, meskipun ternyata
tidak sempurna, namun komprehensif dan Sangat memuaskan. Kedua, Ilmu Kalam
Asy’ārī dengan konsep al-kasb (acquisition), yang cenderung lebih dekat kepada
paham Jabārīyah Yang dianut dan didukung al-Ghazālī juga sangat memuaskan, dan
telah Berhasil menimbulkan equilibrium sosial yang tiada taranya. Ketiga, Keruntuhan
Baghdad oleh bangsa Mongol amat traumatis dan membuat Umat Islam tidak lagi
sanggup bangkit, konon sampai sekarang. Keempat, berpindahnya sentra-sentra
kegiatan ilmiah dari dunia Islam Ke Eropa, dimana kegiatan itu mendapatkan
momentumnya yang baru, Dan melahirkan kebangkitan kembali (renaisance) Barat
dengan akibat Sampingan (tapi langsung) penyerbuan mereka ke dunia Islam dan
Kekalahan dunia Islam itu. Kelima, ada juga yang berteori bahwa umat Islam - setelah
mendominasi dunia selama sekitar 8 abad--mengalami rasa puas diri (complacency)
dan menjadi tidak kreatif.
Sedangkan Harun Nasution memperkirakan penyebab mundurnya Tradisi ilmiah
dalam Islam adalah; pertama, adanya dominasi tasawuf Dalam kehidupan umat Islam
yang cenderung mengutamakan daya rasa Yang berpusat di kalbu dan meremehkan
daya nalar yang terdapat Dalam akal. Dalam hal ini al-Ghazālī, melalui Ihyā’‘Ulūm al-
Dīn,Memiliki peran besar dalam menebarkan gerakan tasawuf di dunia Islam. Kedua,
teologi Asy’ārīyah yang banyak dianut umat Islam Sunni. Teologi Asy’ārī memberikan
kedudukan lemah terhadap akal, Sehingga menyebabkan umat Islam tidak kreatif
Surutnya gerakan pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan Dalam Islam
dapat dilihat dari sejumlah kondisi berikut; pertama, etos Keilmuan menjadi redup,
pintu ijtihad menjadi tertutup sebaliknya Gerakan taqlid mulai menjamur. Akibatnya
perkembangan ilmu Menjadi stagnan. Karya ulama klasik dipandang sebagai sesuatu
yang Final dan tidak boleh disentuh, kecuali sekedar dibaca, dipahami dan
Dipraktikkan. Kedua, ilmu agama Islam dimaknai secara sempit dan Terbatas. Muncul
pemilahan ilmu agama dan ilmu umum, sesuatu yang Tidak pernah terjadi di era
klasik. Ilmu agama dibatasi hanya pada ilmu-Ilmu ukhrāwi seperti; Ilmu Kalam, Fiqh,
Tafsir, Hadīts, dan Tasawuf. Sedangkan ilmu-ilmu duniawi, seperti kedokteran,
pertanian, kimia,Fisika, disebut ilmu umum. Umat Islam lebih tertarik mempelajari
ilmu Agama ketimbang ilmu umum, karena ilmu yang disebut terakhir Dipandang
sebagai ilmu sekuler. Padahal untuk mengarungi hidup di Dunia dibutuhkan
penguasaan ilmu-ilmu duniawi.
Menurut sementara sejarawan, konsep dikotomi ilmu telah terjadi Sejak abad ke 13
M. Ketika Madrasah Nidzām al-Mulk hanya Mengkhususkan diri pada pengembangan
ilmu-ilmu ukhrāwi. Fenomina ini kemudian ditopang oleh modernisyang mulai masuk
ke negara-negara muslim sejak masa kolonialisme Hingga saat ini hingga saat ini.

3. Tanggung jawab Ilmuan


Jika dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas perubahan sosial, maka hal itu
Berarti (1) ilmu telah mengakibatkan perubahan sscial dan juga (2) ilmu bertanggung
jawab Atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut bersangkut paut
dengan masa Lampau dan juga masa depan. Yang perlu diperhatikan ialah bahwa apa
yang telah terjadi Sebenarnya tidak mutlak harus terjadi dan apa yang bakal terjadi
tidak perlu terjadi; hal itu Semata-mata bergantung kepada keputusan manusia
sendiri (Ihsan, 2010: 281).
Menurut Abbas Hama (dikutip Surajiyo, 2008:153) Para ilmuwan sebagai orang yang
Professional dalam bidang keilmuwan sudah barang tentu mereka juga memiliki visi
moral, Yaitu moral khusus sebagai ilmuwan. Moral inilah didalam filsafat ilmu disebut
juga sebagai Sikap ilmiah. Menurut Abbas (dikutip Surajiyo, 2008:156) sedikitnya ada
enam sikap ilmiah Yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan yaitu :
• Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang tujuannya agar para ilmuwan Mampu mengadakan
pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis Yang beragam,
metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara Penyimpulan yang satu
cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
• Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap kenyataan maupun Terhadap alat-alat indra
serta budi (mind).
•Adanya sikap yang mendasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
• Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
Penelitian yang telah dilakukan, sehingg selalu ada dorongan untuk riset dan riset sebagai
Aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
• Harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan Ilmu
untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan
Bangsa dan negara.
• Membuat dan menghasilkan dasar ilmunya sendiri, yang merupakan sebuah sistem untuk
menghasilkan pengetahuan pribumi yang organis

5 Sebagai seorang mukmin yang meyakini Allah Ta’ala Maha Mengetahui, tentu tidak
pantas jika kemudian justru mengingkari keilmuan Allah Ta’ala. Tentu aneh jika orang
beriman menolak peran agama dalam dinamika ilmu pengetahuan. Justru agama adalah
salah satu sumber ilmu pengetahuan yang hakiki.
Oleh karena itulah sebagai manusia yang selalu mengolah produk keilmuan, khususnya
akademisi muslim, sudah sepantasnya mengikuti paradigma keilmuan Islam. Dengan
paradigma Islam, semakin banyak sumber ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan.
Dengan paradigma Islam, semakin banyak produk ilmu yang dihasilkan untuk maslahat
manusia. Pada akhirnya, dengan paradigma keilmuan Islam muncullah produk-produk
ilmu yang hakiki, bukan pengetahuan keliru yang disusun dengan pencemaran hawa nafsu
dan keterbatasan akal.

6. Contoh praktik integrasi ilmu dalam Islam


Integrasi Islam dan Ilmu : Pendidikan Keluarga

Pendidikan keluarga yang mengintegrasikan Islam dan Ilmu, terlihat ketika pendidikan anak
dimulai dari penguasaan Al-Qur’an dulu. Kuasai dahulu Al-Qur’an baru kemudian penguasaan
ilmu lain. Keluarga bisa menekankan hal ini sehingga anak terbiasa bahwa dalam Al-Qur’an
tidak hanya membahas masalah ‘ubudiyah dengan Tuhan saja. Ilustrasi yang dapat
digambarkan sebagai berikut: Perbandingan antara ayat muamalah (ibadah sosial) dengan
ayat berkaitan ibadah ritual (ibadah vertikal dengan Allah) dalam Al-Qur’an adalah 100
berbanding. Sedangkan dalam Hadis dari sekitar 50 pokok bahasannya tidak lebih dari tiga
atau empat yang berbicara tentang ibadah ritual, selainnya adalah berkaitan dengan
mu’amalah (ibadah sosial)”. Dua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Islam (tercermin
dalam Qur’an maupun Hadits) lebih banyak mengatur masalah manusia dan kemanusiaan.
Masalah tersebut bisa dipecahkan dengan multi disiplin dan inter disiplin ilmu

Integrasi Islam dan Ilmu: Pendidikan Sekolah/Madrasah

Integrasi Islam dan ilmu di lembaga pendidikan formal masih dominan wacana. Praksisnya
ternyata sama rumitnya dengan wacana yang dikembangkan. Operasionalisasi dalam konteks
kurikulum masih menyisakan persoalan yang banyak, sehingga kadang-kadang memunculkan
skeptisisme di kalangan pelaku integtasi Islam dan Ilmu di berbagai Universitas Islam Negeri
(UIN) khususnya.
Ketika eksperimen integrasi hanya terjadi di tingkat perguruan tinggi memang sangat
terlambat karena peserta didiknya sudah mempunyai virus sekularitas di akal pemikirannya.
Semestinya dimulai di tingkat pra sekolah, kemudian berlanjut ke jenjang berikutnya. Hal ini
bisa memanfaatkan momentum yang ada dan terjadi di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
formal maupun non formal begitu pula diuntungkan dengan pemberlakuan Kurikulum 2013
di Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtida’iyah (SD/MI). Jenjang pendidikan tersebut menerapkan
model pembelajaran tematik. Model ini memudahkan integrasi Islam dan Ilmu daripada
jenjang pendidikan setelahnya. Kesempatan yang lebih baik lagi bisa digunakan ketika
beberapa sekolah binaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Madrasah binaan
Kementerian Agama yang masih menggunakan Kurikulum 2013 di mana SD dan MI
menggunakan pembelajaran tematik. Tugas berat perguruan tinggi Islam untuk bisa
bereksperimen pembelajaran tematik dengan menggunakan kaidah tafsir tematik dalam
penyiapan calon guru maupun eksperimen di sekolah/madrasah. Pendidikan Guru Madrasah
Ibtida’iyah dan Pendidikan Guru Raudlatul Athfal (PGMI dan PGRA) bisa memulai dengan
pengembangan bahan ajar SD/MI yang selama ini memisahkan antara pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI) dengan buku-buku tematik di SD/MI dengan merevisi total. Revisi awalnya
melalui penguatan kajian yang ada diintegrasikan dengan Al-Qur’an dan Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai