Anda di halaman 1dari 12

Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Sains) dalam

Upaya Pengintegrasian Ilmu Agama dan Sains


Nama :

Abstrak

Ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi berjalan dan berkembang sangat


pesat yang diiringi dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Islam
dianggap agama yang paling baik, benar, dan berakhlak. Islam sempat mengalami
puncak kejayaan dimana dibuktikan dengan ilmuwan yang lahir dalam berbagai
bidang. Pada saat umat Islam mengalami kemunduran yang cukup kuat, disaat
bangsa barat yang terus bergerak menjadi bangsa yang ingin maju. Puncak
kejayaan saat ini masih didominasi oleh bangsa Barat. Umat manusia terutama
umat Islam beranggapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknlogi
akan membawa implikasi negative dan timbul krisis secara global. Maka dari itu
munculah pemikiran tentang adanya rekonstruksi sains melalui Islamisasi ilmu
pengetahuan. Islamisasi Islam adalah upaya untuk menghubungkan atau
mengintegrasikan antara ilmu pengetahuan (sains) dan ilmu agama untuk
menghasilkan ilmu modern yang tetap berdasar pada nilai ketuhanan. Melalui
Ismail Raji al-Faruqi dan Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin
Muhsin al-Attas mencanangkan pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan untuk
menjadikan Islam sebagai pusat peradaban dunia diiringi dengan ilmu modern
yang telah ada. Islamisasi ilmu pengetahuan diyakini akan memunculkan
terbangun peradaban manusia yang adil, tenteram, harmonis, dan dapat
mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.
Kata Kunci : Islamisasi, Ilmu Pengetahuan, Islam
PENDAHULUAN
Seiring berjalannya waktu, ilmu pengetahuan (sains) terus mengalami
perubahan dan perkembangan dengan diiringi kemajuan teknologi yang semakin
canggih. Berbagai disiplin ilmu mengalami perkembangan yang sangat cepat baik
pada ilmu alam, ilmu eksakta, ilmu sosial, teoritis maupun praktis menjadi standar
masyarakat dunia saaat ini. Dari segi materi, manusia dianggap telah berada dalam
masa kejayaanya saat ini. Akan tetapi puncak kejayaan saat ini didominasi oleh
bangsa Barat. Hal ini menyebabkan adanya indikasi bahwa telah terjadi
“penjajahan” bangsa Barat terhadap peradaban Islam yang dahulu pernah
menguasai dunia dalam berbagai bidang, salah satunya bidang ilmu pengetahuan
(sains). Kondisi seperti ini perlu dilakukan pencarian akar permasalahan tentang
apa yang menyebabkan kemunduran ini terjadi. Menurut (Natsir, 1981) penyebab
kemunduran umat yaitu Islam tertutup oleh umat Islam sendiri. Semakin
tertinggalnya peradaban Islam oleh bangsa Barat banyak disebabkan karena
terjadi perpecahan perebutan kekuasaan dan meninggalkan ajaran-ajaran
agamanya yang berimplikasi pada ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Umat manusia terutama umat Islam beranggapan terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknlogi akan membawa implikasi negative dan timbul
krisis secara global. Sains dan teknologi pada satu sisi hanya memberi kebahagian
semu, dan disisi lain memberi kontribusi bagi munculnya krisis ekologi, krisis
kemanusiaan dan kondisi dunia yang tidak aman dan nyaman. Maka dari itu
munculah pemikiran tentang adanya rekonstruksi sains melalui “Islamisasi ilmu
pengetahuan”. Islamisasi sains sudah banyak dijadikan topik serta wacana yang
sangat kondang di lingkaran intelektual Muslim di seluruh dunia. Di Amerika
istilah ini telah menjadi simbol dari sebuah keinginan besar untuk memberikan
warna Islam terhadap berbagai cabang disiplin ilmu (Abbas, 2012). Pemikiran ini
mendapatkan banyak tanggapan dari berbagai kaum intelektual islam di dunia,
baik yang setuju dan mendukung maupun yang mengkritisi bahkan menolak
pemikiran ini.
Makalah ini disusun untuk mengkaji tentang Islamisasi Ilmu pengetahuan
(sains) dalam upayanya mengintegrasikan antara ilmu agama dan sains, dimana
akan dijelaskan tentang background munculnya pemikiran islamisasi islam,
sejarahnya, implementasi, dan tantangannya sehingga dapat mengetahui tentang
gambaran konsep dari islamisasi ilmu pengetahuan itu sendiri.

PEMBAHASAN
Ilmu Pengetahuan
Menurut sejumlah tokoh, ilmu pengetahuan merupakan kumpulan dari
pengetahuan-pengetahuan yang tersusun secara sistematis, bisa diukur, diuji dan
diamati. Ketika masuk dalam sebuah ilmu pengetahuan kita dihadapkan pada dua
posisi yaitu benar dan salah. Kedua posisi ini adalah hasil kajian substansial dari
ilmu pengetahuan. Selain itu, ilmu pengetahuan juga dapat dilihat melalui sudut
pandang filsafat ilmu. Filsafat ilmu menjadai acuan atau tolak ukur bagi sebuah
objek apakah dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan atau tidak.

Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Islam merupakan agama bentuk kesempurnaan dari sebauh agama yang
digunakan sebagai aturan dalam setiap bidang kehidupan. Keseluruhan segi
kehidupan tersentuh oleh unsur islam. Islam berbentuk bangsa, negara, kasih
sayang, keadilan, sumber daya, kekayaan, dakwah, pemikiran, peradaban,
sebagaimana Islam sebuah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar. Islam
disebutkan juga sebagai agama yang tinggi dan kemudian tidak ada lain yang
lebih tinggi. Al Islamu ya’lu wa la yu’la alaihi. Al Quran menyebutkan bahwa
umat Islam adalah khoiru umat, dimana telah dapat dibuktikan ketika umat Islam
telah membangun peradaban yang tidak tersaingi di sebagian besar wilayah dunia
pada masanya. Umat Islam sudah menjadi pusat peradaban di dunia pada saat
bangsa barat (eropa) masih berada pada peradaban yang gelap gulita.
Banyaknya bukti bahwa Islam sempat menjadi pusat peradaban dunia pada
masanya adalah ketika banyak lahir ilmuwan ilmuwan Islam dari berbagai bidang,
baik ilmu agama maupun non-agama (ilmu pengetahuan umum). Ilmuwan yang
muncul pada saat itu selain banyak dari bidang yang menyangkut masalah fiqih
dan tentang ketuhanan, bidang ilmu pengetahuan umum seperti filsafat,
matematika, astronomi, kedokteran dan lain sebagainya juga menjadi tanda bahwa
peradaban Islam sedang pada puncak kejayannya. Pemikiran Islam yang
disumbangkan terhadap peradaban dunia sudah dihormati dan diakui secara
terbuka, objektif, dan penuh respect dari para Sarjana barat. Ilmuwan islam dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan ini berdasar pada spirit dorongan agama.
Mereka menganggap bahwa adanya sebuah kesatuan antara ilmu, iman, dan amal.
Atas dasar agama para ilmuwan ini memberikan perwujudan berupa kemauan
untuk merealisasikan keimanannya kemudian mempraktekan menggunakan amal
shaleh yang cakupannya luas. Pada saat itu tradisi/buaya ilmiah yang
dikembangkan para ilmuwan dan diterapkan di masyarakat muslim memiliki nilai
islamis yang sangat kuat karena pengaruh dari Al Quran.
Puncak kejayaan Islam saat ini dianggap telah berlalu dan menyisakan
nostalgia keindahan sejarah saja. Lambat laun umat Islam mengalami kemunduran
dan pelemahan dalam berbagai bidang. Hal ini berawal dari adanya perpecahan
serta perebutan singgasana kerajaan yang menyebabkan menurunnya kekuasaaan
khalifah hingga melemahkan keberadaan umat Islam. Peristiwa seperti jatuhnya
Baghdad ke tangan Hulagu Khan yang diikuti dengan pengrusakan pusat-pusat
kegiatan ilmiah dan pembantaian secara besar-besaran terhadap para guru dan
ilmuwan. Juga jatuhnya Andalusia yang diikuti dengan pembasmian kebudayaan
dan identitas Islam sampai ke akar-akarnya. Umat Islam semakin tidak menentu
arah keberjalanannya hendak kemana pada saat itu. Kemunduran Umat Islam
semakin bertambah dengan peristiwa tumbangnya umat Islam pada Perang Salib
III. Umat Islam telah mengalami kemunduran yang cukup kuat dalam politik,
ekonomi, sosial, pendidikan, dan kebudayaan yang disertai juga kekalahan pada
kehidupan intelektual, moral, kultural, dan ideologinya.
Pada saat umat Islam mengalami kemunduran yang cukup kuat, bangsa
barat terus bergerak menjadi bangsa yang ingin maju. Titik baliknya berawal dari
adanya revolusi industri dan revolusi sosial politik yang ada di Inggris dan Prancis
di abad ke 18. Sejak saat itu perkembangan keilmuan rasional dari segala bidang
terus berkembang dengan sangat pesat. Hampir semua bidang ini dipelopori oleh
para ilmuwan dan cendekiawan barat. Hal tersebut menyebabkan perkembangan
ilmu terbentuk dari pemikiran falsafah barat yang terpengaruh oleh sekularisme,
materialisme, dan kemanusiaan (humanism). Umat Islam sebagai umat yang telah
kalah pada saat itu hanya bisa mengikuti saja dan tergantung pada bangsa barat
walaupun perkembangan ilmu ini tidak sesuan dengan pedoman agama Islam.
Umat Islam dalam mempelajari Sains Barat tidak tersadar akan sejarah barat dan
ilmu-ilmunya, dan pada akhirnya umat Islam benar benar terjatuh tidak berdaya di
tengah kemajuan yang pesat dari peradaban bangsa Barat yang sekuler. Peradaban
Barat yang berkembang pesat dianggap membawa dampak yang buruk untuk
peradaban yang lain karena ke sekulerannya, Islam adalah salah satu yamg
terdampak.
Seiring berjalannya waktu kesadaran telah muncul ke permukaan bahwa
ilmu pengetahuan modern akan kering dan kehilangan nilai transdental (tauhid
dan teologis) apabila pengembangannya dipengaruhi sekularisme, materialisme
dan humanisme. Hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan,
ketidakharmonisan dan ketidaktertiban sehingga kemudian peradaban dunia dapat
mengalami krisis multidimensi dengan cakupan yang sangat luas. Krisis
multidimensi ini mencakup krisis ekonomi, ekologi, politik dan moral, ataupun
krisis kepribadian.
Di sisi lain keilmuan Islam lebih cenderung lebih bersinggungan dengan
nilai teologis dan fiqih, sehingga lebih mengorientasikan pada religiusitas serta
spiritualitas. Hal ini menyebabkan pandangan terhadap ilmu ilmu umum yang
sekuler milik bangsa Barat itu tidaklah penting dan rendah. Untuk menjaga
identitas Islam, umat Islam menjadi bersikap defensive dan eksklusif. Sikap ini
sangat berbahaya terhadap pertumbuhan dan perkembangan umat Islam. Pada
akhirnya munculah wacana untuk mengombinasikan aspek aspek keunggulan dari
sisi perkembangan ilmu sekuler dan keilmuan keislaman. Hal ini bertujuan untuk
menghasilkan keilmuan modern yang tetap menjunjung tinggi religiusitas dan
berdasar tauhid, wacana ini dikenal dengan sebutan “Islamisasi Ilmu
Pengetahuan”. Gagasan pemikiran ini juga karena adanya kesadaran dari para
intelektual yang menilai perlu adanya nilai spiritual pada setiap ilmu pengetahuan,
karena pada akhirnya manusia akan kembali ke Tuhan, dan pada hakekatnya
dalam diri manusia ada naluri rohani seperti yang dinyatakan dalam al Qur’an.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Islamisasi Islam adalah upaya
untuk menghubungkan atau mengintegrasikan antara ilmu pengetahuan (sains)
dan ilmu agama untuk menghasilkan ilmu modern yang tetap berdasar pada nilai
ketuhanan.

Sejarah Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Islamisasi Ilmu Pengetahuan sebenarnya telah ada sejak munculnya Islam
sampai saat ini. Nabi menerima wahyu pertama yaitu Al Alaq ayat 1-5 yang
dengan jelas bermakna semangat dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan.

”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia Telah
menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang
Maha pemurah(3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5) (Qs Al Alaq : 1-5).

Berdasarkan bunyi arti ayat di atas, dapat dilihat bahwa umat manusia
melakukan segala sesuatu itu demi Tuhannya, baik dalam mempelajari.
mengembangkan, maupun mengkaji ilmu pengetahuan.
Sekitar tahun 1930, Muhammad Iqbal sebagai salah satu intelektual Islam pada
saati itu menyatakan pendapatnya bahwa peradaban Islam merekonstruksi Ilmu
Pengetahuan. Dia sadar bahwa adanya kehilangan ruh ilahiyah pada ilmu yang
bangsa Barat kembangkan. Disana tidak muncul aspek ketuhanan atau bahkan
adanya kesengajaan dalam memisahkan duniawi dan ukhrawi. Maka dari itu ia
memberikan gagasan untuk adanya rekonstruksi sains modern yang tetap
memperhatikan aspek ketuhanan.
Tokoh yang pertama kali memiliki gagasan tentang islamisasi ilmu
pengetahuan adalah Ismail Raji al-Faruqi. Ia adalah ilmuwan Palestina yang
berdomisili di Amerika. Ide tersebut dikembangkan bersamaan dengan berdirinya
sebuah lembaga penelitian International Institute of Islamic Thought (IIIT) yang
berada di kota Philladelpia. Ia berpendapat bahwa sudah saatynya umat Islam
perlu memikirkan pentingnya islamisasi ilmu pengetahuan. Al-Faruqi
berkeinginan untuk mengembangkan kembali ssitem pendidikan Islam secara
sinergis bersamaan dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini. Selain itu
Syed Muhammad al Naquib bin Ali bin Abdullah bin Muhsin al-Attas, tokoh dari
Singapura yang menguasai bidang seperti sejarah, metafisika, dan juga teologi.
Analisisnya terhadap pemikiran dan peradaban Islam sudah membawa sebuah ide
tentang islamisasi ilmu pengetahuan. Kedua tokoh ini kemudian saling
melengkapi dengan gagasannya masing masing terkait islamisasi ilmu
pengetahuan yang kemudian ditujukan untuk merealisasikan ilamisasi ilmu
pengetahuan pada masa yang akan datang.

Implementasi Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Berdasarkan pengertian yang disampaikan al-Attas tentang islamisasi ilmu
pengetahuan yang merupakan sebuah ”Pembebasan manusia dari tradisi magis,
mitologis, animistis, budaya nasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari
belenggu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa. Islamisasi juga
pembebasan akal manusia dari keraguan (shak), dugaan (dzan) dan argumentasi
kosong (mira’) menuju keyakinan akan kebenaran mengenai realitas spiritual,
intelligible dan materi. Islamisasi akan mengeluarkan penafsiran-penafsiran ilmu
pengetahuan kontemporer dari ideologi, makna dan ungkapan sekuler akan
membuat umat Islam bebas dari ancaman yang bertentangan dengan agama Islam.
Hal tersebut memungkinkan untuk timbulnya harmoni dan kedamaian pada diri
seseorang sesuai dengan fitrahnya.
Implementasi Islamisasi ilmu pengetahuan memiliki beberapa pendekatan
yaitu:
1. Pendekatan Labelisasi atau ayatisasi
Pendekatan ini dilakukan dengan memberikan sebuah label “islami” dalam
sebuah teori atau keilmuan pengetahuan tertentu. Pendekatan ini dilakukan
atas dasar asumsi dan pandangan yang ada di dalam ayat Al Quran yang
dapat menjelaskan bahwa segala hal dapat dijelaskan melalui wahyu Allah
SWT. Dalam surat An-Nahl ayat 89 dijelaskan bahwa Al Quran
diturunkan untuk menjelaskan segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Dengan demikian, kita dapat menggali informasi tentang sebuah ilmu
pengetahuan dari Al Qur’an. Alhasil dapat dilakukan sebuah labelisasi
pada tiap bidang keilmuan. Contohnya pada bidang ekonomi, berdasar
pada ayat-ayat di Al Quran yang menjelaskan tentang ekonomi, maka
dapat dilakukan labelisasi berwujud ekonomi Islam. Semua ini berlaku
pada semua bidang ilmu pengetahuan.
Akan tetapi dalam kerangka menyusun bangunan ilmu pengetahuan dan
pembangunan peradaban pendekatan ini kurang memberi nilai guna.
Menurut Al Attas pendekatan ini kurang tepat, karena Islamisasi ilmu
tidak bisa tercapai dengan labelisasi sains dan prinsip Islam atas ilmu
sekuler. Ilmu sekuler masih ada di dalamnya, jadi tidak sesuai tujuan dari
islamisasi ilmu pengetahuan yaitu untuk melindungi umat Islam dari ilmu
yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.
2. Pendekatan Aksiologis
Pendekatan ini dilakukan dengan Islam dijadikan sebagai dasar dalam
menggunakan ilmu pengetahuan, tanpa melihat sisi ontologis dan
epistemologis sains tersebut. Artinya tidak ada permasalahan terhadap
ilmu pengetahuannya melainkan pada permasalahan tersebut datang dari
pengguna ilmu pengetahuannya.
Dalam pendekatan ini unsur manusia lah yang menjadi tumpuan dalam
proses islamisasi ilmu pengetahuan. Manusia lah yang menentukan ilmu
pengetahuan tersebut hendak dibawa ke arah mana. Netralitas ilmu
pengetahuan disini dianggap mutlak, nilai terhadap ilmu pengetahuan
murni ditentukan oleh penggunanya yaitu manusia. Islamisasi ini
diterapkan pada manusianya agar menjadi berkomitmen terhadap
pengamalan agama dan istiqomah terhadap bidang keahliannya. Pada
akhirnya jika hal tersebut digunakan maka sains dan teknologi akan
bermanfaat bagi manusia.
3. Pendekatan Internalisasi Nilai-nilai Islam dan Konsep Tauhid
Pendekatan ini menggunakan langkah untuk memasukkan nilai-nilai Islam
pada konsep sains dan teknologi. Pendekatan ini berasumsi bahwa ilmu
pengetahuan tidak berada pada posisi netral, melainkan penuh akan
kandungan kandungan nilai yang dimasukkan oleh orang yang menyusun.
Alhasil islamisasi ini tidak hanya dari sisi pemakaiannya, tetapi juga dari
sisi sains dan teknologinya. Pendekatan ini dianggap idealis dalam
mengeluarkan umat Islam dalam bayang bayang modernisasi ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh bangsa bangsa Barat.
Pendekatan dari konsep tauhid berupa penegasan dari pendekatan nilai-
nilai Islam. Islamisasi ilmu pengetahuan dalam pendekatan ini yaitu
dengan dijadikannya konsep tauhid sebagai paradigma pembangun sains
dan teknologi. Pada konsep tauhid, ilmu pengetahuan asalnya dari Allah,
karena Allah adalah sumber ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu
pengetahuan dengan konsep tauhid dianggap gagasan yang paling idealis
diantara pendekatan yang lain. Hal ini dikarenakan pendekatan ini telah
banyak lahir dukungan dari intelektual islam. Prinsip tauhid dalam
islamisasi ilmu pengetahuan ini digunakan sebagai acuan kerangka
pemikiran, metodologi, serta cara hidup Islami.
Adapun menurut Al Faruqi dalam meralisasikan islamisasi ilmu
pengetahuan perlu menggariskan satu kerangka kerja dengan lima tujuan
dalam rangka Islamisasi ilmu. Tujuan tersebut antara lain: (1) Mengauasai
disiplin ilmu modern, (2) Menguasai khazanah Islam, (3) Membangun
relevansi Islam dengan masing-masing disiplin ilmu modern, (4)
Menautkan nilai-nilai dan khazanah warisan Islam secara kreatif dengan
ilmu-ilmu modern, dan (5) Mengarahkan aliran pemikiran Islam ke jalan-
jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah.
Dalam proses realisasi tujjuan yang telah dicanangkan, Al Faruqi
merancang 12 langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu dalam proses
islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu: (1) Menguasai disiplin ilmu modern
dari segi prinsip, metodologi, rumusan masalah, dan tema dan
perkembangannya, (2) Melakukan survei terhadap disiplin ilmu, (3)
Menguasai khazanah Islam: sebuah ontologi, (4) Menguasai khazanah
ilmiah Islam melalui tahap analisis, (5) Menentukan kaitan dan hubungan
Islam yang khas terhadap disiplin-displin ilmu, (6) Menilai kritis pada
ilmu modern dan perkembangannya saat ini, (7) Menilai kritis khazanah
Islam dan perkembangannya saat ini, (8) Melakukan survei atas masalah
umat Islam, (9) Melakukan survei atas maslah umat manusia, (10)
Mengnalisis serta menyintesis secara kreatif, (11) Menuangkan kembali
ilmu modern tersebut ke dalam kerangka Islam, dan (12) Menyebarluaskan
ilmu yang sudah.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan dengan tauhid merupakan pendekatan yang
paling idela dalam mewujudkan proses ini sehingga akan terbangun peradaban
manusia yang adil, tenteram, harmonis, dan dapat mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.
KESIMPULAN
Secara hakekat Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah sebuah usaha dalam
menyalurkan mentransformasikan atau menyalurkan nilai-nilai Islam ke dalam
berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Melalui Islamisasi ilmu pengetahuan dapat
dilihat dengan jelas bahwa Islam sebagai pengatur dari segala aspek kehidupan
baik dari sisi Islam itu sendiri ataupun dari non Islam dengan melakukan
pengintegrasian antara dunia dan akhirat, menggabungkan iman, ilmu serta amal,
menautkan fikir dan dzikir. Secara umum dapat diberikan kesimpulan bahwa
Islamisasi Ilmu pengetahuan adalah proses pengintegrasian antara nilai trnasdental
(teologi dan religiusitas) ke dalam berbagai segi kehidapan salah satunya sains
dan teknologi.
Meskipun saat ini peradaban dunia sedang dikuasai bangsa barat dengan
berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat perkembangannya
memberikan dampak positif dalam urusan duniawi, disana pun terdapat kondisi
yang memungkinkan untuk timbulnya rangkaian krisis secara global. Islamisasi
lmu pengetahuan ini dianggap dibutuhkan juga dalam proses perkembangan
peradaban ini. Pendekatan yang dapat dilakukan dalam merealisasikan proses
islamisasi ilmu pengetahuan yaitu dari hanya labelisasi/ayatisasi, aksiologis,
pendekatan internalisasi nilai Islam, hingga penerapan prinsip tauhid dalam ilmu
pengetahuan. Penerapan pendekatan yang dianggap paling idealis dalam proses
Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah penerapan tauhid, karena telah banyak diakui
oleh intelektual Islam dan diyakini akan memunculkan terbangun peradaban
manusia yang adil, tenteram, harmonis, dan dapat mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan hakiki dunia dan akhirat.(Farkhani, 2016),(Zainiyati, 2015)(Abbudin
Nata dkk, 2005), (Achmadi, 1988), (AM. Saefuddin, 1991), (Budi Raharjo, 2005),
(Kuntowijoyo, 1991), (Mukhibat, 2013), (Sholeh, 2017), (Bramantya, 2013),
(Hilmi, 2020)(Salafudin, 2013)
DAFTAR PUSTAKA

Abbas. (2012). Islamisasi Ilmu Pengetahuan. 30–39.


Abbudin Nata dkk. (2005). Integrasi Ilmu Agama & Ilmu Umum.
Rajawali Press.
Achmadi. (1988). Ilmu pendidikan Islam II. Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo.
AM. Saefuddin. (1991). Desekularisasi Pemikiran: Landasan
Islamisasi. Mizan.
Bramantya, M. A. (2013). Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Edukasia
Islamika, 11(2), 1–9.
Budi Raharjo, A. (2005). Islamisasi Pengetahuan: Ide Kependidikan
Islam Ismail Raji Al-Faruqi. Jurnal Afkaruna, III (2).
Farkhani, F. (2016). Islamisasi Ilmu Pengetahuan; Basis Epistimologi
Sains Modern. International Conference On Islamic
Epistemology, Universitas Muhammadiyah Surakarta, I(4), 22–
31.
Hilmi, M. (2020). Islamisasi Ilmu Pengetahuan: Pergulatan Pemikiran
Cendekiawan Kontemporer. Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan
Dan Keagamaan, 15(02), 251–269.
https://doi.org/10.37680/adabiya.v15i02.268
Kuntowijoyo. (1991). Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi (A.E.
Priyono (ed.)). Mizan.
Mukhibat. (2013). Islamisasi Pengetahuan dan Model
Pengembangannya pada Madrasah. Jurnal Pendidikan Islam, 7.
Natsir, M. (1981). Dunia Islam dari Masa ke Masa. Pustaka.
Salafudin. (2013). Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Edukasia Islamika,
11(2).
Sholeh, S. (2017). Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Konsep Pemikiran
Ismail Raji Al-Faruqi dan Syed Muhammad Naquib Al-Attas).
Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 14(2), 209–
221. https://doi.org/10.25299/al-hikmah:jaip.2017.vol14(2).1029
Zainiyati, H. S. (2015). Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Sains) Sebagai
Upaya Mengintegrasikan Sains dan Ilmu Agama Tawaran
Epistemologi Islam Bagi Universitas Islam Negeri. 395–411.

Anda mungkin juga menyukai