Anda di halaman 1dari 17

PERKEMBANGAN SUMBER ILMU DAN KEBENARAN ILMIAH

Dosen Dr. Khalimi M.Ag.

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dam Ilmu Pengetahuan)

Disusun oleh:

Kelompok 4

Devi Juliana Ardhani 11180183000008

Meldani 11180183000027

Alvi Kamila Zainuddin 11180183000031

SEMESTER V

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memperkenankan kami untuk
menyelesaikan makalah Islam dan Ilmu Pengetahuan dengan Materi “Perkembangan
Sumber Ilmu Dan Kebenaran Ilmiah “. Tujuan utama dari penulisan ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan.

Dalam penulisan makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pemakalah ingin mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pengantar Islam dan Ilmu Pengetahuan yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan makalah ini, tidak lupa juga teman-teman yang telah mendukung penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
sumbangan pemikiran dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
pemakalah harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini besar
manfaatnya untuk kita semua.

Sawangan, 29 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sumber Ilmu........................................................................................................3
B. Ilmu dan Kebenaran............................................................................................6
C. Metode Mencari Kebenaran................................................................................8
D. Jenis-Jenis kebenaran Ilmiah Islam.....................................................................9
E. Hubungan Al-Qur’an dan Kebenaran Ilmiah .....................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ilmu, penelitian dan kebenaran adalah tiga hal yang dapat dibedakan sebenarnya
tidak terpisahkan satu sama lain. Ilmu dan penelitian mempunyai hubungan yang sangat
erat dimana hasil dan proses sangat terkait. Penelitian merupakan proses, sedangkan
hasilnya adalah ilmu ataupun filsafat. Sedangkan, pendapat lain menyatakan bahwa
penelitian, ilmu dan filsafat adalah proses untuk menuju pada hasil yaitu kebenaran.
Ilmu pengetahuan dan filsafat memandang kebenaran sebagai tujuan yang
mungkindapat dicapai, namun tidak pernah sepenuhnya tangkapan kita itu sampai.
Walaupun kita bersikap subjektif persepsi kita tidak pernah terlepas dari faktor
subjektifitas. Tiap langkah kita dalam menemukan pengetahuan yang benar selalu
diliputi oleh kekeliruan. Harun Nasution, juga meragukan kemutlakan kebenaran
ilmiah karena data yangbelum terungkap lebih banyak dari pada data yang sudah
terungkap. Dengan demikian, kebenaran ilmiah tidak dapat dikatakan sebagai
kebenaran yang telah sampai pada hakekat sesuatu, tetapi hanya mendekati
hakikatnya. Karena itu, menurut Harun, kebenaran ilmiah juga tidak mendatangkan
keyakinan yang mutlak. Fathurrahman Djamil menyatakan bahwa etika manusia
berpikir adalah bukti kebenaran manusia. Manusia berpikir berarti membedakan
dirinya dari mahkluk lain. Ketika manusia berpikir dalam dirinya timbul pertanyaan.
Dan apabila orang bertanya tentangsesuatu, berarti dia memikirkan sesuatu
tersebut. Bertanya merupakan refleksi pemikiran untuk mencari jawaban. Jawaban
yang diharapkan adalah suatu kebenaran. Kesimpulannya manusia adalah makhluk
pencari kebenaran.

Kebenaran merupakan dambaan semua makhluk di dunia ini. Jika, keseluruhan atau
sebagian dari sesuatu agama tidak benar, kita harus menolaknya. Dan utnuk memelihara
sesuatu kepercayaan yang tidak benar, walaupun kepercayaan itu berfaedah bagi
masyarakat, adalah merupakan suatu sikap yang bertentangan dalam diri sendiri.
Jika sesuatu agama tidak benar berarti agama itu jahat, jikalau tuhan tidak ada,
berdoa itu hanya membuang-buang waktu saja dan tidak dapat dipertahankan. Juga
jika tidak ada kehidupan sesudah mati, sebaiknya kita mengetahui hal tersebut
dengan bukti-bukti yang nyata.

1
B. Rumusan masalah

1. Apa saja sumber ilmu?


2. Apa arti dari ilmu dan kebenaran?
3. Bagaimana cara metode mencari kebenaran?
4. Apa saja Jenis-jenis kebenaran ilmiah islam?
5. Bagaimana hubungan Al-Qur’an dan kebenaran Ilmiah?

C. Tujuan

1. Mengetahui berbagai sumber ilmu.


2. Menetahui pengertian dari ilmu dan kebenaran.
3. Mengetahui cara metode mencari kebenaran.
4. Mengetahui berbagai jenis-jenis kebenaran ilmiah islam?
5. Mengetahui keterkaitan hubungan Al-Qur’an dan kebenaran Ilmiah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber Ilmu
Sumber pengetahuan adalah tanda-tanda yang ada di dalam alam semesta, yang ada
dalam diri manusia sendiri, dalam sejarah, atau dalam berbagai peristiwa sosial dan berbagai
aspek bangsa dan masyarakat, dalam akal atau prinsip-prinsip yang sudah jelas dan di dalam
hati.
Sumber-sumber ilmu pengetahuan itu secara garis besar ada tiga, yaitu alam semesta (alam
fisik), Alam akal (nalar) dan Hati (intuisi dan ilham).

1. Alam Semesta (Alam Fisik)

Tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber
pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan perantaraanya. Setiap orang
yang kehilangan salah satu dari indranya akan sirna kemampuannya dalam mengetahui suatu
realitas secara partikular. Misalnya seorang yang kehilangan indra penglihatannya maka dia
tidak akan dapat menggambarkan warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi
orang itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk. Begitu
pula orang yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa dia tidak
mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi dalam pikirannya.

Benda-benda materi adalah realitas-realitas yang pasti sirna, punah, tidak hakiki, dan
tidak abadi. Oleh karena itu, yang hakiki dan prinsipil hanyalah perkara-perkara kognitif dan
yang menjadi sumber ilmu dan pengetahuan adalah daya akal dan argumen-argumen
rasional.
Akan tetapi, filosof-filosof Islam beranggapan bahwa indra-indra lahiriah tetap bernilai
sebagai sumber pengetahuan. Mereka memandang bahwa peran indra-indra itu hanyalah
berkisar seputar konsep-konsep yang berhubungan dengan objek-objek fisik seperti manusia,
pohon, warna, bentuk, dan kuantitas. Indra-indra tak berkaitan dengan semua konsep-konsep
yang mungkin dimiliki dan diketahui oleh manusia, bahkan terdapat realitas-realitas yang
sama sekali tidak terdeteksi dan terjangkau oleh indra-indra lahiriah dan hanya dapat dicapai
oleh daya-daya pencerapan lain yang ada pada diri manusia.

Manusia sebagai wujud yang materi, maka selama di alam materi ini ia tidak akan lepas
dari hubungannya dengan materi secara interaktif. Hubungan manusia dengan materi ,
menuntutnya untuk menggunakan alat yang sifatnya materi pula, yakni indra, karena sesuatu
yang materi tidak bisa diubah menjadi yang tidak materi . Contoh yang paling nyata dari
hubungan dengan materi dengan cara yang sifatnya materi pula adalah aktivitas keseharian
manusia di dunia ini, seperti makan, minum, dan lain sebagianya. Dengan demikian, alam
semesta yang materi merupakan sumber pengetahuan yang paling awal dan indra merupakan
alat untuk mendapatkan pengetahuan dari alam fisik ini.

3
Pengetahuan yang bersumber dari indra-indra lahiriah seperti hasil dari melihat,
mendengar, meraba, mencium, dan merasa adalah suatu jenis pengenalan dan pemahaman
yang bersifat lahiriah, permukaan, dan tidak mendalam. Berhubungan dengan alat dan
sumber pengetahuan ini tidak terdapat perbedaan antara manusia dan hewan, karena
keduanya sama-sama dapat melihat, mencium, merasa, dan mendengar, bahkan pada
sebagian binatang mempunyai indra yang sangat kuat dan tajam dibanding manusia.

Tanpa indra manusia tidak dapat mengetahui alam fisik. Pengetahuan indrawi bersifat
parsial, disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra yang satu dengan yang lainnya.
Masing-masing indra menangkap objek atau sesuatu yang berbeda menurut perbedaan indra
dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu, oleh karena itu, secara objektif,
pengetahuan yang ditangkap satu indra saja, tidak dapat dipandang sebagai pengetahuan yang
utuh . Namun pengetahuan indrawi menjadi sangat penting karena bertindak sebagai pintu
gerbang pertama menuju pengetahuan yang lebih utuh.

2. Alam Akal (Nalar)

Kaum Rasionalis, selain alam semesta atau alam fisik, meyakini bahwa akal merupakan
sumber pengetahuan yang kedua dan sekaligus juga sebagai alat pengetahuan. Mereka
menganggap akal-lah yang sebenarnya menjadi alat pengetahuan sedangkan indra hanya
pembantu saja. Indra hanya merekam atau memotret realita yanng berkaitan dengannya,
namun yang menyimpan dan mengolah adalah akal. Karena kata mereka, indra saja tanpa
akal tidak ada artinya, dan untuk meng-generalisasi-kan indra juga dibutuhkan akal.

Akal sebagai sumber ilmu yang kedua, memainkan peranan yang sangat esensial dalam
melengkapi segala kekurangan yang diderita oleh panca indera. Akal menurut filosof muslim
merupakan kecakapan jiwa/mental yang khas pada manusia karena tidak ada hewan apapun
yang memilikinya. Kemampuan akal untuk mengabstrak jelas merupakan sumber ilmu yang
melimpah sebab bisa mengenali esensi dari segala apapun yang ia temui di alam semesta
yang luas ini, tentu saja dalam hal ini indera yang membantu akal dalam menyelidiki objek-
objek yang diamati.

Alam akal digolongkan sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan karena

a. Dalam pemikiran, Akal menarik kesimpulan. Yang dimaksud dengan menarik


kesimpulan adalah mengambil sebuah hukum atas sebuah kasus tertentu dari hukum yang
general. Aktivitas ini dalam istilah logika disebut silogisme kategoris demonstratif.

b. Mengetahui konsep-konsep yang general. Mengatakan bahwa pengetahuan akal tentang


konsep yang general melalui tiga tahapan, yaitu persentuhan indra dengan materi,
perekaman ke dalam benak, dan penyimpulan.

4
c. Pengelompokkan Wujud. Akal mempunyai kemampuan mengelompokkan segala yang
ada di alam realita ke beberapa kelompok, misalnya realita-realita yang dikelompokkan
ke dalam substansi, apakah benda itu bersifat cair atau keras, dan lain
sebagainya.Pemilahan dan Penguraian.

d. Akal dapat menggabungan dan dapat menyusun. Akal juga dapat memilah dan
menguraikan.

e. Kreativitas. Dalam hal ini, akal dapat bersifat membangun dan mengeluarkan pendapat
atau pemikiran dalam mengefisiankan sesuatu.

Sebagian konsepsi-konsepsi dan pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh manusia


tidak mungkin bersumber dari indra dan empiris, melainkan hanya dapat diperoleh dengan
perantaraan akal dan rasio, seperti konsepsi-konsepsi tentang Tuhan, jiwa, dan yang
sejenisnya. Menurut Imam Khomeni, manusia secara fitri bersandar pada argumentasi akal
dan demonstrasi rasional, yakni fitrah manusia tunduk pada dalil dan burhan akal. Itulah
fitrah yang dikhususkan bagi manusia dan tidak ada perubahan dalam penciptaan Tuhan.

Al-Ghazali mengatakan, bahwa akal juga termasuk sumber ilmu pengetahuan sekaligus
sebagai alat mencapai pengetahuan,. Akal itu sebagai kekuatan fitri sehingga membuat
manusia lebih tinngi dibandingkan dengan hewan. Diperjelas dalam karyanya Ihya ‘Ulum
Ad-din bahwa yang menjadi jiwa rasional adalah akal . Sama halnya menurut Immanuel Kant
bahwa Akal mengucapkan putusan-putusan. Artinya, akal menyimpulkan yang ditangkap
oleh indra, bagaimanakah sifat, bentuk, kandungan dan proses yang ada pada objek atau
sesuatu yang ditangkap oleh indra tersebut .

3. Hati (Intuisi dan Ilham)


Kaum empiris memandang bahwa sesuatu yang inmateri adalah tidak ada, maka
pengetahuan tentang inmateri tidak mungkin ada. Sebaliknya kaum Ilahi ( theosofi) yang
meyakini bahwa ada sesuatu hal yang lebih luas dari sekedar materi, mereka meyakini
keberadaan hal-hal yang inmateri. Pengetahuan tentangnya tidak mungkin lewat indra tetapi
lewat akal dan hati. Hati dapat merasakan sesuatu hal lain yang bukan bersifat materi, tetapi
merasakan apa yang sebenarnya terjadi dalam dirinya sendiri seperti rasa sakit, rasa lapar,
dan sebagainya. Seperti yang tertulis di batu nisan kant, bahwa “Ada dua hal yang sangat
mengundang decak kagum manusia, yaitu langit berbintang di atas kepala kita, dan hati
nurani di dalam diri kita . Intinya, Kant sendiri meyakini bahwa yang merupakan sumber
ilmu pengetahuan selain alam semesta adalah hati. Menurut Henry Bergson, Intuisi adalah
semacam kekuatan rohani atau tenaga rohani untuk menyelami hakikat segala kenyataan
yang tentunya telah mendapat kesadaran diri.1

B. Ilmu Dan Kebenaran

1
Mulyadhi Kartanegara, Integrasi Ilmu, Bandung: Arasy PT Mizan Pustaka, 2005, Hlm. 107-113.

5
Dasar ilmu merupakan suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisasi serta
diperlukan adanya kegiatan berpikir ilmiah. Kebenaran merupakan suatu kesesuaian dengan
fakta atau keadaan yang sebenarnya, kebenaran yang hakiki memiliki suatu karakter yang
tersembunyi sehingga, tidak dapat dicapai oleh manusia seutuhnya selama hidup di dunia ini.
Dalil Al-Qur’an tentang derajat orang yang berilmu terdapat pada QS. Al-Mujadilah ayat
11, berbunyi :
H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُز‬H‫ ُش‬H‫ ْن‬H‫ ا‬H‫ل‬Hَ H‫ ي‬Hِ‫ ق‬H‫ ا‬H‫ َذ‬Hِ‫ إ‬H‫ َو‬Hۖ H‫ ْم‬H‫ ُك‬Hَ‫ ل‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫ح‬ ِ H‫ َس‬H‫ ْف‬Hَ‫ ي‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُح‬H‫ َس‬H‫ ْف‬H‫ ا‬Hَ‫ ف‬H‫س‬ ِ Hِ‫ل‬H‫ ا‬H‫ج‬Hَ H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ ي‬Hِ‫ ف‬H‫ا‬H‫ و‬H‫َّ ُح‬H‫ س‬Hَ‫ ف‬Hَ‫ ت‬H‫ ْم‬H‫ ُك‬Hَ‫ ل‬H‫ َل‬H‫ ي‬Hِ‫ ق‬H‫ ا‬H‫ َذ‬Hِ‫ إ‬H‫ا‬H‫ و‬Hُ‫ ن‬H‫ َم‬H‫ آ‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ ا‬Hَ‫ ه‬HُّH‫ ي‬Hَ‫ أ‬H‫ ا‬Hَ‫ي‬
ٍ H‫ ا‬H‫ج‬Hَ H‫ر‬Hَ H‫ َد‬H‫ َم‬H‫ ْل‬H‫ع‬Hِ H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ا‬H‫ و‬Hُ‫ت‬H‫ و‬Hُ‫ أ‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ ْم‬H‫ ُك‬H‫ ْن‬H‫ ِم‬H‫ا‬H‫ و‬Hُ‫ ن‬H‫ َم‬H‫ آ‬H‫ن‬Hَ H‫ ي‬H‫َّ ِذ‬H‫ل‬H‫ ا‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫ ِع‬Hَ‫ ف‬H‫ر‬Hْ Hَ‫ ي‬H‫ا‬H‫ و‬H‫ ُز‬H‫ ُش‬H‫ ْن‬H‫ ا‬Hَ‫ف‬
H‫ ٌر‬H‫ ي‬Hِ‫ ب‬H‫ َخ‬H‫ن‬Hَ H‫ و‬Hُ‫ ل‬H‫ َم‬H‫ع‬Hْ Hَ‫ ت‬H‫ ا‬H‫ َم‬Hِ‫ ب‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫و‬Hَ Hۚ H‫ت‬

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam


majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Dalam mencari keilmuan dengan sarana berpikir ilmiah sebagai berikut:


a. Bahasa

Bahasa merupakan media manusia untuk berkomunikasi dengan sesama. Ada dua
jenis bahasa yang sering digunakan manusia untuk berkomunikasi, yaitu verbal dan non-
verbal. Kedua jenis bahasa ini tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing.

Bahasa verbal mempunyai kelebihan bahwa media komunikasi ini lebih interaktif,
dapat berkomunikasi secara bersamaan, dapat langsung memberi tanggapan, serta lebih
cepat dan lebih banyak ide yang tersampaikan. Namun bahasa verbal tetap saja
mempunyai banyak kekurangan seperti kurang menggambarkan ide secara mendalam dan
komperhensif, kemampuan seseorang dalam menyampaikan pesan berbeda-beda, serta
periodisitas bahan verbal tidak bisa bertahan lama.

Kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi dengan bahasa non-verbal yang


memiliki kelebihan seperti menyampaikan ide secara mendalam dan komperhensif serta
penulisan atau penyampaian yang dilakukan dapat dipikiran berulang kali mengenai ide
serta gagasannya.

b. Logika

Logika merupakan salah satu bentuk ilmu pengetahuan yang terfokus kepada
berpikir. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal
(Rapar, 1985). Dengan kata lain, logika digunakan untuk melakukan suatu pembuktian.
Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filsafat, tetapi juga bisa dianggap
cabang matematika.

6
Secara umum logika dibedakan menjadi 2 macam, yaitu logika alamiah : adalah
kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh
keinginan-keinginan dan kecenderungan yang subyektif. Dan logika ilmiah yang
digunakan untuk memperhalus, mempertajam akal pikiran, serta akal budi. Dengan
adanya logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih
mudah dan lebih aman (Lanur, 1983).

Singkat kata, logika bermanfaat sebagai penalaran ilmiah. Proses penalaran ilmiah ini
dapat melalui metode deduktif dan induktif.

a) Matematika
Matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak
menggunakan logika simbolik dan notasi matematika. Matematika berperan penting
dalam proses penalaran deduksi. Pembuktian melalui deduksi adalah proses berpikir
yang menggunakan argument atau premis-premis yang ada dan dianggap benar
menuju pada kesimpulan.
b) Statistika
Statistika adalah ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan, mengumpulkan,
menganalisis, menginterpretasi, dan mempresentasikan data.

c. Kebenaran

Ilmu dapat berkembang apabila ada kegiatan berpikir ilmiah, sebab dengan berpikir
ilmiah inilah hampir semua fakta, hipotesis, premis, dan argumen semuanya akan diuji
dan diteliti secara ilmiah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan yang juga harus
teruji kebenarannya. Jadi, kebenaran disini adalah suatu hasil dari proses penelitian.2

H‫ َن‬H‫ ي‬H‫ ِر‬Hَ‫ ت‬H‫ ْم‬H‫ ُم‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ن‬Hَ H‫َّ ِم‬H‫ ن‬Hَ‫ن‬H‫ و‬H‫ ُك‬Hَ‫ اَل ت‬Hَ‫ ف‬Hۖ H‫ك‬ ُّ H‫ح‬Hَ H‫ ْل‬H‫ا‬
َ HِّH‫ ب‬H‫ َر‬H‫ن‬Hْ H‫ ِم‬H‫ق‬

“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk
orang-orang yang ragu”. (QS. Al-baqarah ayat 147).

Pada umumnya suatu kebenaran dapat diterima karena 4 alasan, yaitu:3

1) Adanya koheran/konsisten, maksudnya adalah bahwa suatu pernyataan dianggap


benar jika pernyataan tersebut koheren dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap
dan diyakini benar.

2) Adanya koresponden, maksudnya adalah bahwa suatu pernyataan dapat dianggap


benar jika materi pengetahuan yang terkandung dalam pernyataan tersebut
2
Welhendri Azwar Muliono, Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana, 2019, Hlm. 75-79.
3
Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Cet. II, Ciputat: Logos, 1997, Hlm. 24.

7
berhubungan atau mempunyai koresponden dengan objek yang dituju oleh pernyataan
tersebut.

3) Pragmatis, maksudnya adalah bahwa pernyataan dipercayai benar karena pernyataan


tersebut mempunyai sifat fungsional dalam kehidupan praktis.

4) Adanya kebenaran wahyu adalah pengetahuan yang  bersumber dari Tuhan melalui


hambanya yang terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rasul). Melalui wahyu
atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau
ataupun tidak terjangkau oleh manusia. Dalam teori kebenaran agama digunakan
wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebenaran, manusia
dapat mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu
dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan ajaran agama atau wahyu sebagai
penentu kebenaran mutlak. Agama dengan kitab suci dan haditsnya dapat
memberikan jawaban atas segala persoalan manusia, termasuk kebenaran.

C. Metode Mencari Kebenaran


Dalam mencari dan menemukan kebenaran, dapat dilakukan cara sebagai berikut
1) Penemuan kebenaran secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung tanpa


disengaja. Royston (1989) membagi penemuan yang secara kebetulan ini menjadi dua, yaitu
serendipity dan pseudoserendipity. Penemuan yang termasuk serendipity merupakan
penemuan yang murni karena ketidaksengajaan, penemuan atas hal-hal yang sebenarnya
tidak sedang dicari, baik ketika sedang mencari sesuatu ataupun tidak sedang mencari
sesuatu. Sedangkan pseudoserendipity merupakan penemuan yang tidak disengaja atas
sesuatu yang sedang dicari.

2) Penemuan kebenaran secara akal sehat

Akal sehat merupakan serangkaian konsep dan bagan konseptual yang memuaskan untuk
dapat digunakan secara praktis bagi kemanusiaan. Penemuan berdasarkan akal sehat
seringkali menjurus pada prasangka dan kurang objektif.

3) Penemuan kebenaran secara intuitif

Dalam pendekatan intuitif orang menentukan pendapat mengenai sesuatu berdasar atas
pengetahuan yang langsung atau didapat dengan cepat melalui proses yang tak disadari atau
yang tidak dipikirkan terlebih dahulu. Dalam cara ini tidak terdapat langkah yang sistematik
dan terkendali. Dalil-dalil seseorang yang cocok dengan penalaran, belum tentu cocok
dengan pengalaman atau data empiris.

4) Penemuan kebenaran secara trial and error


Secara umum metode ini dapat dilakukan melalui dua macam pendekatan, yaitu:

8
 Bricolage, yaitu seseorang memilih salah satu jawaban pemecah masalah,
mengaplikasikannya, dan apabila gagal harus memilih jawaban lainnya yang harus
diaplikasikan kembali pada masalah yang dihadapi.

 A priori, yaitu seseorang memilih jawaban atau pilihan yang memang paling sering
diaplikasikan oleh orang lain dalam memecahkan masalah serupa, kemudian diikuti
oleh pilihan berikutnya.

5) Penemuan kebenaran secara spekulasi

Cara ini mirip dengan cara trial and error. Namun tetap mempunyai perbedaan. Metode
ini yaitu seseorang yang berspekulasi atas kemungkinan yang dipilihnya itu dengan dipandu
oleh “kira-kira”. Oleh karena itu, kemungkinan gagal akan lebih besar daripada
keberhasilannya.

6) Berpikir kritis atau berdasarkan pengalaman

Manusia mempunyai kemampuan berpikir. Dengan silogisme diaturlah cara


berpikir yaitu dengan berpangkal pada premis-premis untuk diperoleh suatu kesimpulan
(deduktif), ataupunberpangkal pada fakta-fakta yang diperoleh melalui pengalaman
langsung, untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan umum (induktif), untuk sampai kepada
kebenaran. Dari sini bermula metode penelitian, karena manusia mulai mencari jalan
yang sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan-tujuannya.

7) Metode Penelitian Ilmiah

Penelitian merupakan penyaluran hasrat ingin tau manusia dalam taraf keilmuan.
Seseorang akan yakin bahwa ada sebab bagi setiap akibat darigejala yang tepat dapat
dicari penjelasannya secara ilmiah. Penelitian bersifat objektif, karena kesimpulan
yang diperoleh hanya akan ditarik apabila dilandasi dengan bukti-bukti yang
mayakinkan dan dikumpulkan melalui prosedur yang jelas, sistematis dan terkontrol.4

D. Jenis-Jenis Kebenaran Ilmiah Islam

1) Metafisika adalah kebenaran yang hakiki, secara umum didefinisikan yaitu ilmu-
ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan atau
sesuatu yang tidak bisa dilihat dan diraba secara fisik/terpisah dari alam material hanya
senantiasa berhadapan dengan akal budi, hati nurani atau pikiran-pikiran manusia seperti
kebenaran iman, kepercayaan akan adanya Tuhan, terdapat sistem kepercayaan yaitu
agama, adanya berbagai ajaran/kajian yang berbeda dari berbagai agama.

4
Bambang Suggono, Metedologi Penelitian Hukum, Cet. IV, Jakarta: PT. Raja Grapindo, 2002, Hlm. 31-
32.

9
2) Etika adalah kebenaran yang masuk akal/ilmu pengetahuan, secara umum didefinisikan
yaitu nilai-nilai, tata cara dan aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut
dan diwariskan dari orang ke orang atau generasi ke generasi sehingga berpola dan terus
berulang sehingga menjadi kebiasaan. Etika pun bermacam-macam yakni, Etika
subyektif definisi bisa diartikan bahwa suatu tindakan yang baik dan buruk tidaklah
dinilai dari akibat, hasil atau tujuan, Etika obyektif dapat diartikan bahwa untuk menilai
kebaikan dan keburukan berdasarkan tujuan atau hasil yang akan dicapai berdasarkan
akibat yang di timbulkan dari suatu tindakan, bukan tindakannya, Etika kejadian
ditentukan oleh kenyataan dalam keseluruhan  hidupnya, yaitu bagaimana seseorang
menjalani hidup. Seperti, adanya tata cara bersikap, adanya paham kelakuan yang baik,
adanya penyesuaian sikap berdasarkan situasi.
3) Logic/consensus adalah kebenaran secara logical/akal sehat, secara umum didefinisikan
sebagai suatu paham-paham atau pandangan-pandangan yang benar dan nyata menurut
pola pikir manusia. Hal ini mempengaruhi otak untuk dapat menerima suatu konsep yang
didapat secara utuh dari suatu proses penerimaan pemahaman dan pandangan-pandangan.
Seperti, adanya pendewasaan pikiran manusia, adanya pembedaan antara benar dan salah,
adanya penerimaan informasi yang terjaga atas pemikiran berdasarkan akal sehat.
4) Empiris adalah Kebenaran berdasarkan pragmatis menurut kebutuhan, secara umum
didefinisikan sebagai segala sesuatu atau unsur-unsur yang bersifat pemenuhan
kebutuhan manusia. Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada
paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau
mendukung paradigma tersebut. Seperti, adanya ikatan pernikahan antar manusia, adanya
pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, dan papan, adanya
kebutuhan jiwa manusia akan ketenangan, cinta kasih, dan ketulusan.5

E. Hubungan Al-Qur’an dan Kebenaran Ilmiah


Untuk lebih menekankan kepentingan ilmu pengetahuan, Al-Qur’an QS: Al-Zumar: 9,
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang merupakan ujian kepada mereka: “Tanyakanlah hai
Muhammad! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak
mengetahui?” Pada ayat yang lain QS: Ali Imran: 66, Allah menjelaskan: “Inilah kamu
(wahai Ahli Al-Kitab), kamu ini membantah tentang hal-hal yang kamu ketahui, maka
mengapakah membantah pula dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui?”
Ayat ini merupakan kritik pedas terhadap mereka yang berbicara atau membantah suatu
persoalan tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan persoalan tersebut.
Ayat-ayat semacam inilah yang kemudian membentuk iklim baru dalam masyarakat dan
mewujudkan udara yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Namun pada sisi
lain, al-Qur’an sudah menyampaikan bahwa manusia hanya diberikan sedikit saja tentang

5
Abuddin Nata, Islam dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta: Prenadamedia Group, 2018, Hlm. 159-162.

10
ilmu pengetahuan. Untuk menguji suatu kebenaran, dapat dilakukan dengan berbagai cara,
antara lain dengan mengikuti aliran rasionalisme, empirisme dan positivisme.  
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk dan pedoman hidup manusia, tentu mencakup berbagai
informasi yang bersifat keilmuan. Oleh karena itu, al-Qur’an memiliki hubungan yang erat
dengan ilmu pengetahuan. Imam Gazali dalam kitabnya jawahir al-Qur’an berpendapat
bahwa seluruh cabang ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu maupun yang akan datang
bersumber dari al-Qur’an. berbeda dengan al-Gazali, Imam al-Syatibi dalam kitabnya al-
Muwafaqat sebagaimana dikutip Quraish Shihab berpendapat bahwa sahabat tentu lebih
mengetahui Al-Qur’an dan apa yang tercantum di dalamnya, akan tetapi tak seorangpun di
antara mereka yang menyatakan bahwa Al-Qur’an mencakup seluruh ilmu pengetahuan.6
Dari dua pendapat di atas, penulis tidak bisa mengatakan bahwa salah satu atau keduanya
salah atau benar. Namun penulis berpendapat bahwa Al-Qur’an memberikan dasar-dasar
tentang ilmu pengetahuan atau Al-Qur’an meletakkan keuniversalan ilmu pengetahuan,
sedangkan pengembangan dan pendalaman ilmu pengatahuan dilakukan oleh manusia. Oleh
karena itu, pembicaraan tentang hubungan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan tidak hanya
sekedar dilihat dari banyak tidaknya cabang ilmu pengetahuan yang termaktub dalam Al-
Qur’an dan tidak sekedar menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah, akan tetapi pembicaraan
hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat, yaitu lebih diarahkan kepada jiwa-jiwa
ayat-ayat al-Qur’an yang mendorong dan memotivasi manusia menggunakan akal untuk
berfikir, melakukan observasi dan penelitian demi kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan yang pada akhirnya dapat menambah keimanan.7
Namun untuk membuktikan hubungan Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan serta kebenaran-
kebenarannya sebagai salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur’an, perlu didukung oleh
beberapa fakta dan diuji oleh dengan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1) Sperma
Al-Qur’an 15 abad yang lalu telah mengungkapkan tentang isyarat reproduksi manusia
yang diungkapkan dalam surah al-Qiyamah: 36-39, al-Najm: 45-46 dan al-Waqi’ah: 58-59
bahwa manusia tercipta dari sperma yang dipancarkan secara berpasang-pasangan. Hal itu
sejalan dengan penemuan ilmiah pada abad ke-20 bahwa sperma itu mengandung sekitar 200
juta benih jiwa manusia dan sperma tersebut mengandung dua kromosom yang
dilambangkan dengan Y dan X.

2) Geografi
Al-Qur’an dalam surah Yunus: 6, telah menginformasikan bahwa siang dan malam silih
berganti dan berbeda panjang waktunya sebagai tanda dan bukti bagi kaum yang bertaqwa.
‫إن في اختالف الليل والنهار وما خلق هللا في السماوات واألرض آليات لقوم يتقون‬

6
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1994, Hlm. 41.
7
M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1998, Hlm. 196.

11
Artinya: “Sesungguhnya pada pertukaran malam dan siang itu dan pada apa yang
diciptakan Allah di langit dan di bumi, benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya)
bagi orang- orang yang bertakwa”.

Keilmuan masa kini membuktikan bahwa lama waktu siang dan malam akan selalu
berbeda sepanjang tahun disebabkan perputaran bumi terhadap matahari sekitar 23,5 o sesuai
dengan posisi matahari dari bumi.

3) Numerik
Al-Qur’an dalam surah al-Kahfi: 25 menyatakan bahwa ashab al-kahfi menetap dalam
goa selama 300 tahun ditambah 9 tahun.
‫ولبثوا في كهفهم ثالث مئة سنين وازدادوا تسعا‬
Artinya: “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan
tahun (lagi)”.

Sekilas, ayat ini sangat boros menggunakan kosa kata, kenapa kemudian tidak
menggunakan 309 tahun langsung. Akan tetapi al-Qur’an kemudian membuktikan bahwa
300 tahun awal adalah hitungan yang menggunakan kalender masehi, sedangkan 300+9
tahun adalah hitungan yang menggunakan kalender hijriyah. Dan hal itu baru dapat
dibuktikan jauh setelah ayat tersebut turun.

BAB III

PENUTUP

12
A. Kesimpulan

Sumber Ilmu pengetahuan secara garis besar itu meliputi alam semesta dengan melalui
alat yang dinamakan indra, Alam akal atau imajinasi juga merupakan sumber ilmu
pengetahuan dengan alat pencapaiannya yakni akal. Tetapi yang lebih tinggi dari semuanya
adalah wahyu dan ilham atau dapat dikatakan hati.
Akal adalah potensi berharga yang diberikan Allah SWT hanya kepada manusia,
anugerah tersebut diberikan Allah SWT untuk membekali manusia yang mengemban misi
penting menjadi khalifah fil ardi, dengan kata lain manusia sebagai duta kecil Allah SWT.
Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah manusia mempunyai kesanggupan
untuk memenaklukan kekuatan mahkluk lain di sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia,
bertambah tinggilah kesanggupanya untuk mengalahkan mahluk lain. Bertambah rendah akal
manusia, bertambah rendsh pulalah kesanggupanya menghadapi kekuatan-kekuatan lain
tersebut.
Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah Hubungan Antara Akal dan Wahyu.
Ia menjelaskan bahwa hubungan antara akal dan wahyu sering menimbulkan pertanyaan,
tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-
Qur’an. Dalam pemikiran islam, baik dibidang filsafat, ilmu kalam apalagi ilmu fiqh, akal
tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk pada wahyu.Akal dipakai untuk
memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Yang bertentangan adalah
pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

B. Saran

Dalam mengkaji sumber ilmu pengetahuan dan kebenaran Ilmiah dibutuhkan bukti nyata
yang kongkret tidak asal mengeluarkan pendapat secara logika atau akal saja dan lebih
mempelajari cakupan antara Al-Qur’an dengan kebenaran ilmiah yang memiliki hubungan
yang erat, bahkan al-Qur’an terkadang memberikan informasi yang tidak dapat dibuktikan
dengan teori kebenaran di luar Islam. Sehingga, dapat dikatakan bahwa al-Qur’an lebih luas
cakupannya dibandingkan dengan pengetahuan Barat yang telah diuji kebenarannya. Oleh
karena itu, jelaslah bahwa manusia dan seluruh sarana yang diberikan kepadanya memiliki
keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat ditutupi dan hal itu menjadi bukti bahwa di atas
manusia masih ada yang lebih kuasa dan maha tahu yaitu Tuhan yang berhak disembah dan
diagungkan dengan al-Qur’an sebagai buktinya. Akhirnya, manusia sudah pasti
membutuhkan Tuhan sebagai sandaran dan pengaduan di saat akal dan panca indera tidak
mampu lagi untuk berbuat.      

DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Fathurrahman. Filsafat Hukum Islam. Cet. II. Ciputat: Logos, 1997.

13
Kartanegara, Mulyadhi. Integrasi Ilmu. Bandung: Arasy PT Mizan Pustaka. 2005. Hlm. 107-113.

M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1994.

M. Quraish Shihab. Mukjizat al-Qur’an. Bandung: Mizan. 1998.

Muliono, Welhendri Azwar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kencana. 2019.

Nata, Abuddin. Islam dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Prenadamedia Group. 2018.

Suggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Cet. IV. Jakarta: PT. RajaGrapindo. 2002.

14

Anda mungkin juga menyukai