( EPISTIMOLOGI ISLAM )
Dosen Pengampu : Al-Ustadz DR. Nurhadi Ihsan, MIRKH
Oleh :
QUEEN BALGES ROUDLOTUL FALAKH
(3720164281397 )
C. Hierarki Ilmu
1. Syari’at
Syari’at adalah pengetahuan atau konsep ilmu yang merupakan cara formal untuk
melaksanakan peribadatan kepada Allah, sebagai bukti pengabdian manusia yang
diwujudkan berupa ibadah melalui wahyu yang disampaikan kepada Rasul. Yang
dirujuk oleh Al-Qur’an sebagai tujuan utama penciptaan manusia.
Seperti syari’at, tarekat (Thoriqoh) berarti jalan, hanya saja kalau yang
pertama jalan raya (road), maka yang selanjutnya adalah jalan kecil (path).
Dengan demikian tarekat yang ditempuh para sufi dapat digambarkan sebagai
jalan yg berpangkal dari syariat, sebab jalan utama disebut syar’, sedangkan anak
jalan disebut thariq. Kata turunan ini menunjukan bahwa menurut anggapan para
sufi, pendidikan mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari
hukum Ilahi, tempat berpijak bagi setiap muslim. Maka tak mungkin ada anak
jalan tanpa ada jalan utama tempat berpangkal.Pengalaman mistik tak mungkin
didapat bila perintah syariat yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan
seksama.
Tarekat kemudian dipahami sebagai jalan spiritual yang ditempuh seorang
sufi. Selain tarekat juga digunakan kata “suluk” yang artinya perjalanan spiritual.
Tetapi tarekat merujuk sebuah kelompok persaudaraan atau ordo spiritual yang
biasanya didirikan oleh seorang sufi besar seperti Syekh Abdul Qodir Al-Jailani,
Abu Hasan Ali Asy-Syadzili, Jalaluddin Ar-Rumi, dll.
Para ulama’ berpendapat tarekat adalah suatu jalan yang ditrempuh dengan
sangat waspada dan berhati-hati ketika beramal Ibadah. Seorang tidak begitu saja
melakukan rukhsoh, akan tetapi sangat berhati-hati melaksanakan ibadah.
Diantaranya sikap hati-hati itu adalah bersifat wara’. Dengan demikian
mengamalkan ilmu tarekat sama dengan menghindari segala macam yang mubah.
Menurut Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga
macam definisi, yg berturut-turut disebutkan:
ا لطر يقة هي ا لعمل با الشر يعة و ا الخذ بعزا ئعها و ا لبعد عن ا لتسا هل فيما
ال ينبغي ا لتسا هل فيه
Artinya:
“Tariqat ialah pengamalan syariat, melaksanakan beban ibadh ( dgn tekun ) dan
menjauhkan ( diri ) dri ( sikap ) mempermudah ( ibadh ), yg sebenarnya memang
tdk boleh dipermudah”
Sebagai perjalanan spiritual, tarekat ditempuh oleh para sufi disepanjang
zaman. Setiap orang yang menempuhnya mungkin mempunyai pengalaman yang
berbeda-beda, sekalipun tujuannya sama yaitu menuju sedekat-dekatnya dengan
Tuhan. Meskipun demikian, para ahli sepakat untuk memilah-milah tahapan
perjalanan spiritual ini dengan stasiun-stasiun (maqomat) dan keadaan-keadaan
(ahwal)
Apa yang digambarkan tadi merupakan tarekat dalam pengertian sebuah
perjalanan spiritual, yang disebut juga Suluk. Tetapi ada Tarekat dalam pengertian
yang lain yakni sebagai kelompok persaudaraan atau ordo spiritual. Pengertian ini
yang sebenarnya lebih dikenal dikalangan luas, seperti tarekat Syadziliyah,
Qodiriah, Naqsabandiyah, dan sebagainya.tarekat dalam pengertian ini yaitu
tentang metode spiritual dan peranan sang guru (Mursyid). Seorang mursyid akan
mengajak para muridnya untuk melakukan perjalanan spiritual bersama melalui
zikir menuju Tuhan, dengan cara seperti yang dialami dan dikuasai oleh sang
Mursyid. Metode ini harus diikuti dengan disiplin yang tinggi dan penuh dengan
ketaatan kepada petunjuk sang Mursyid.
3. Hakikat
Makrifat adalah sejenis pengetahuan yang mana para sufi menangkap hakikat
atau realitas yang menjadi obsesi mereka. makrifat berbeda denga jenis
pengetahuan yang lain, karena ia menangkap objeknya secara lang sung, tidak
melalui representasi, image atau simbol dari objek-objek penelitiannya.
Seperti indra menangkap objeknya secara langsung, demikian pula hati juga
menangkap objeknya secara langsung. Perbedaannya terletak pada jenis objeknya.
Kalau indra adalah benda-benda indrawi, sedangkan objek instuisi adalah entitas-
entitas spiritual. Rleh karena itu makrifat disebut sebagai ilmu eksperiental
(dzauqi)
Makrifat dapat dibedakan dari ilmu-ilmu rasional, dimana pemilihan antara
subjek dan objek begitu dominan dan jarak antara keduanya sangatlah lebar. Akal
menangkap objek-objek non fisik melalui objek-objek yang telah dikatahui, jadi
bersifat inferensial, sedangkan instuisi menangkap objek-objeknya langsung dari
sumbernya. Oleh karenanya makrifat tidak bisa diraih melalui jalan indrawi, juga
tidak bisa melalui jalan nalar, akan tetapi melalui jalan pengalaman. Jadi harus
dialami, bukan di pelajari.
Apabila dihubungkan dengan pengalaman tasawwuf, maka istilah ma’rifah di
sini berarti mengenal Allah ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam tasawuf.
pada tingkat ini sang sufi telah mencapai tujuan pokoknya yakni: mengenal Allah
yang sebenar-benarnya
Taftazany menerangkan dalam kitab “syahrul Maqasid”: “apabila seorang
telah mencapai tujuan akhir dalam pekerjaan suluknya ilallah dan fillah, pasti
akan tenggelam dalam lautan tauhid dan irfan sehinga zatnya selalu dalam
pengawasan zat Tuhan dan sifatnya selalu dalam pengawasan sifat tuhan. Ketika
itu orang tersebut fana’ dan lenyap dalam suatu keadaan “masiwalloh”.Ia tidak
melihat dalam wujud ala mini kecuali Allah
Agar seorang sufi benar-benar dapat mencapai tujuan utama tasawuf, maka
harus menempuh langkah-langkah dalam bertasawuf. Langkah-langkah yang
harus ditempuh dalam tasawuf adalah syari’at, thoriqoh.Haqiqat, dan ma’rifat.
Syariat tidak bias ditinggalkan oleh kaum mutasawwifin. Karena syari’at adalah
unsure pokok bagi unsur-unsur berikutnya. Antara syari’at, thoriqot, haqiqot, dan
ma’rifat harus selalu berhubungan erat dan saling melengkapi. Dan tarekat tanpa
syari’at jelas batal. Sebagaimana dikemukakan sendiri oleh kaum mutasawwifin
dalam pandangan mereka.
Syariat ibarat kapal, yakni sebagai instrument mencapai tujuan.Tarekat ibarat
lautan, yakni sebagai wadah yang mengantar ke tempat tujuan. Hakikat ibarat
mutiara yag sangat berharga dan banyak manfaatnya. Untuk mencari mutiara
hakikat, manusia harus mengarungi lautan dengan ombak dan gelombang yang
dahsyat. Sedangkan untuk mengarungi lautan itu, tidak ada jalan lain kecuali
dengan kapal.
Ilmu tasawuf menerangkan bahwa syari’at itu hanyalah peraturan belaka,
taekatlah yang merupakan perbuatan untuk melakukan syariat itu. Apabila syariat
dan tarekat itu sudah dikuasai, maka lahirlah hakikat yang tidak lain daripada
perbaikan keadaan dan ahwal, sedang tujuan ialah “makrifat” yaitu mengenal
tuhan dan mencintainya yang sebenar-benarnya dan sebaik-baiknya. Nabi
Muhammad saw bersabda, “syari’at itu perkataanku, tarekat itu perbuatanku dan
hakekat itu ialah kelakuanku