Anda di halaman 1dari 46

ALIRAN PENDIDIKAN

ALIRAN KLASIK
1. Aliran empirisme (aliran optimisme)
Aliran ini dimotori oleh John Locke. Aliran empirisme mengutamakan perkembangan
manusia dari segi empirik yang secara eksternal dapat diamati dan mengabaikan pembawaan
sebagai sisi internal manusia. Dengan kata lain pengalaman adalah sumber pengetahuan,
sedangkan pembawaaan yang berupa bakat tidak diakui. Manusia dilahirkan dalam keadaan
kosong, sehingga pendidikan memiliki peran penting yang dapat menentukan keberadaan
anak. Aliran ini melihat keberhasilan seseorang hanya dari pengalaman (pendidikan) yang
diperolehnya, bukan dari kemampuan dasar yang merupakan pembawaan lahir.
2. Aliran nativisme (aliran pesimistik)
Tokoh aliran ini adalah Arthur Schoupenhauer. Aliran nativisme menyatakan bahwa
perkembangan seseorang merupakan produk dari pembawaan yang berupa bakat. Bakat
yang merupakan pembawaan seseorang akan menentukan nasibnya. Aliran ini merupakan
kebalikan dari aliran empirisme. Orang yang berbakat tidak baik akan tetap tidak baik,
sehingga tidak perlu dididik untuk menjadi baik. Orang yang berbakat baik akan tetap
baik dan tidak perlu dididik, karena ia tidak mungkin akan terjerumus menjadi tidak baik.
3. Aliran naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J. Rousseau. Aliran naturalisme menyatakan bahwa semua anak
yang dilahirkan pada dasarnya dalam keadaan baik. Anak menjadi rusak atau tidak baik
karena campur tangan manusia (masyarakat). Pendidikan hanya memiliki kewajiban untuk
memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dengan sendirinya. Pendidikan
hendaknya diserahkan kepada alam. Dalam mendidik seorang anak hendaknya
dikembalikan kepada alam agar pembawaan yang baik tersebut tidak dirusak oleh pendidik.
4. Aliran konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern. Aliran ini menyatakan bahwa bakat, pembawaan
dan lingkungan atau pengalamanlah yang menentukan pembentukan pribadi seseorang.
Pendidikan dijadikan sebagai penolong kepada anak untuk mengembangkan potensinya.
Yang membatasi hasil pendidikan anak adalah pembawan dan lingkungannya. Aliran ini
lebih realitis, sehingga banyak diikuti oleh pakar pendidikan.

GERAKAN-GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN


1. Pembelajaran alam sekitar
Dalam pendidikan alam sekitar ditanamkan pemahaman, apresiasi, pemanfaatan lingkungan
alami dan sumber-sumber pengetahuan di luar sekolah yang semuanya penting bagi
perkembangan peserta didik sehingga peserta didik akan mendapatkan kecakapan dan

kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata. Melali penjelajahan alam yang dlakukan,
maka peserta didik akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar, belajar
sambil mengerjakan sesuatu dengan serta merta memanfaatkan waktu senggangnya.
2. Pengajaran pusat perhatian (Centres Dinteret)
Ditemukan oleh Ovide Decroly. Pengajaran disusun menurut pusat perhatian anak. Dari
pusat perhatian ini kemudian diambil pelajaran-pelajaran lain. Dalam pengajaran ini anak
selalu bekerja sendiri tanpa ditolong dan dilayani.
3. Sekolah kerja
Dikembangkan oleh George Kerschenteiner. Menurut dia, bentuk sekolah untuk menjadi
warga negara yang baik yaitu mendidik anak agar pekerjaannya tidak merugikan masyarakat
dan justru memajukannya. Oleh karena itu sekolah wajib menyiapkan peserta didik untuk
suatu pekerjaan. Pekerjaan tersebut hendaknya juga untuk kepentingan negara. Jadi yang
menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menatap masa depan.
4. Pengajaran proyek
Dikembangkan oleh W.H. Kilpatrick. Ia menanamkan pengajaran proyek sebagai satu
kesatuan tugas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan dikerjakan bersama-sama
dengan kawan-kawannya. Menurut Kilpatrick, dengan tetap duduk di bangku masingmasing, maka pembentukan watak para peserta didik tidak dapat terlaksana.

ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA


1. Taman Siswa
Taman Siswa didirikan pada tanggal 3 Juli 1922 oleh Ki Hadjar Dewantara.
Taman Siswa memiliki asas-asas sebagai berikut:
- Asas merdeka untuk mengatur dirinya sendiri
- Asas kebudayaan (kebudayaan Indonesia)
- Asas kerakyatan
- Asas kekuatan sendiri (berdikari)
- Asas berhamba kepada anak
Taman Siswa memiliki dasar-dasar pendidikan yang disebut Panca Dharma, yaitu:
- Kemanusiaan=> Cinta kasih terhada sesama manusia dan semua mahkluk ciptaan Tuhan.

- Kodrat hidup=> Untuk pemeliharaan dan kemajuan hidup sehingga manusia hidup
selamat dan bahagia.
- Kebangsaan=> Tidak boleh menyombongkan bangsa sendiri, tidak boleh bertentangan
dengan kepentingan umum.
- Kebudayaan=> Kebudayaan nasional harus tetap dipelihara.
- Kemerdekaan/kebebasan=> Apabila anak tidak diberikan kemerdekaan maka akan
menghambat kemajuannya.
Ki Hadjar Dewantara juga mengajarkan semboyan kepada pendidik yaitu:
* Ing ngarsa sung tuladha=> Memberikan teladan kepada peserta didik ketika berada di
depan.
* Ing madya mangun karsa=> Membangun semangat kepada peserta didik ketika berada
di tengah.
* Tut wuri handayani=> Mengarahkan peserta didik agar tidak salah bertindak ketika
berada di belakang.

2. INS (Indonesiche Nederlansce School)


Merupakan sekolah yang didirikan oleh Mohammad Syafei di Kayutanam (Padang Panjang,
Sumbar). Sekolah ini mempunyai rencana pelajaran dan metode sendiri yang hampir mirip
dengan Sekolah Kerjanya Kershensteiner. Syafei berpendapat bahwa dengan belajar sendiri
watak peserta didik akan terbentuk dan di kemudian hari dapat tumbuh menjadi orang
dewasa yang merdeka, tidak hanya dengan jalan menghafal saja di sekolah.

Sumber: Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang: Unnes Press

Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan
pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalam kepustakaan tentang aliran-aliran
pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno
sampai kini.
A. ESENSIALISME
Esensialisme adalah pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah
ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance
dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah
dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta
terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran
ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak
melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang
disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep
meletakkan sebagian ciri alam pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan
merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka,
disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta,
yang memenuhi tuntutan zaman
a.

Tokoh-tokoh Esensialisme

Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 1831)


Georg Wilhelm Friedrich HegelHegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu
pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual.
George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa
dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena
minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.

b. Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan


Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar

Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan
adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif.
Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos.
belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada sendirinya sebagai substansi
spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri sendiri.
Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada
landasan idiil dan organisasi yang kuat
B. PROGRESIVISME
Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran
ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle , William O. Stanley ,
Ernest Bayley , Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff .
Progravisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan
mengatasi maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu
sendiri (Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen
progrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan
dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat,
antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya
pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam
kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat
kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang
setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih
besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga
pengalaman teman sebaya

Tokoh-tokoh Progresivisme
William James (11 Januari 1842 26 Agustus 1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus
mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak
atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan
alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
John Dewey (1859 - 1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah "Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik
dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered

Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme mempersiapkan anak masa kini
dibanding masa depan yang belum jelas
Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Hans VaihingerMenurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam
bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian
itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia,
bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali
kekeliruan yang berguna saja.
Pandangan Progesivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna
mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa terhambat oleh
rintangan yang dibuat oleh orang lain, Oleh karena itu filsafat progressivisme tidak
menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan
sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes
(fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan dibentuk sesuai dengan
zamannya.Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat direvisi dan jenisnya yang
memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas
manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek.
Progresivisme tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan
harus terintegrasi dalam unit. Dengan demikian core curriculum mengandung ciri-ciri
integrated curriculum, metode yang diutamakan yaitu problem solving.
Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi dalam unit, diharapkan anak dapat
berkembang secara fisik maupun psikis dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
C. PERENIALISME
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme
lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang ditempuh oleh
kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan menggunakan kembali
nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh
pada zaman kuno dan abad pertengahan.
a) Pandangan perenialisme tentang pendidikan
Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan
serta mambahayakan tidak ada satu pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan
pendidikan, serta kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984)
mengemukakan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan
pusat perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia
sekarang seperti dalam kebudayaan ideal.
Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauan, dan akal
(Plato)
Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat
untuk mencapainya ( Aristoteles)
Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif
atau nyata. (Thomas Aquinas)
b) Tokoh-tokoh Perenialisme
Plato. Tujuan utama pendidikan adalah membina pemimpin yang sadar akan asas normative
dan melaksanakannya dalam semua aspek kehidupan
Aristoteles. Ia menganggap penting pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia
muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan moral
Thomas Aquinas. Thomas berpendapat pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan
yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu.
Seorang guru bertugas untuk menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari
anak agar menjadi aktif dan nyata
D. REKONSTRUKSIONISME
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris rekonstruct yang berarti menyusun kembali.
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut,
aliran rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran
proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai
tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin
membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran
ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg
Pandangan Rekonstruksionisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan
spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai
dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu
dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai
oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori tetapi mesti
menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi,
mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan
masyarakat tanpa membedakan warna kulit,
keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.

E. ALIRAN KLASIK DAN GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN


Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan
pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
1. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di
Indonesia.
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal
dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan
pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari
didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm
bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya
adalah John Locke.
b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri
anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah
diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru
dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena
dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak
pembawaan baik anak itu.
d. Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak
dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses
perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama
mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan
anak itu.

e.

Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia


Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut
dilakukan latar pandangan yang konvergensi.

2. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di Indonesia


a. Pengajaran Alam Sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah gerakan pengajaran
alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di Jerman dengan heimatkunde, dan J.
Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven.
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia dengan pengajaran
melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang pengajaran global. Decroly
menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran,
yaitu:Metode Global dan Centre dinteret.

c.

Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari pandangan-pandangan
yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam pendidikan. J.A. Comenius menekankan
agar pendidikan mengembangkan pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi
mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.
d. Pengajaran Proyek
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode mengajar di Indonesia,
antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran unit, dan sebagainya. Yang perlu
ditekankan bahwa pengajaran proyek akan menumbuhkan kemampuan untuk memandang
dan memecahkan persoalan secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin
lama makin penting, utamanya masyarakat maju.
F. DUA ALIRAN POKOK PENDIDIKAN DI INDONESIA
Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan adalah Perguruan
Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam. Kedua aliran tersebut
dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang pendidikan di Indonesia.
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli
1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.
a) Asas dan Tujuan Taman Siswa
Asas Taman Siswa
Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya persatuan
dalam peri kehidupan umum.
Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan
batin dapat memerdekan diri.
Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk
mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas
kebangsaan, dan asas kemanusiaan.
Tujuan Taman Siswa
Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib dan damai.
Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur akal budinya,
serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggung
jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.
b) Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan peserta didik yang
cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup eksternal Taman siwa
membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan.
c) Hasil-hasil yang Dicapai
Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan nasional, lembagalembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata. Taman siswa pun telah
melahirkan alumni alumni besar di Indonesia.

2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh Mohammad Sjafei
pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera Barat).
a) Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai berikut
Berpikir logis dan rasional
Keaktifan atau kegiatan
Pendidikan masyarakat
Memperhatikan pembawaan anak
Menentang intelektualisme
Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai hal, seperti: syaratsyarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan sebagainya.
Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:
Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan
Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat
Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
b) Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam antara lain
menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga guru atau pendidik, dan
penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak buku-buku pelajaran.
c) Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang pendidikan
nasional (utamanya pendidikan keterampilan/kerajinan), beberapa ruang pendidikan (jenjang
persekolahan), dan sejumlah alumni.
Sumber Bacaan: Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta

ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
1. Pengertian Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan dalam
dunia pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan,
yakni pemikiran-pemikirn terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir
berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya. Agar diskusi
berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-alira itu yang harus dipahami.
Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis aturanaturan pendidikan. Dalam dunia pendidikan setidaknya terdapat 3 macam aliran pendidikan,
yaitu aliaran klasik, aliran modern dan aliran pendidikan pokok di Indonesia.
2. Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan
Menurut Tim dosen 2006, aliran-aliran klasik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Aliran Empirisme
Aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan
sikap manusia dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata melalui
alat inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui proses
pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung (Joseph, 2006).
Jadi segala kecakapan dan pengetahuanya tergantung, terbentuk dan ditentukan oleh
pengalaman. Sedangkan pengalaman didapatkan dari lingkungan atau dunia luar melalui
indra, sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan manusia atau
anak didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembangan anak.
John Locke (dalam Joseph: 2006) tak ada sesuatu dalam jiwa yang sebelumnya tak ada dalam
indera. Ini berarti apa yang terjadi, apa yang mempegaruhi apa yang membentuk

perkembangan jiwa anak didik adalahlingkungan melalui pintu gerbang inderanya yang
berarti tidak ada yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa melalui proses penginderaan.
2. Aliran Nativisme.
Teori ini merupakan kebalikan dari teori empirisme, yang mengajarkan bahwa anak lahir
sudah memiliki pembawaan baik dan buruk. Perkembangan anak hanya ditentukan oleh
pembawaanya sendiri-sendiri. Lingkungan sama sekali tidak mempengaruhi apalagi
membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan menjadi jahat, jika pembawaanyan
baik akan menjadi baik. Jadi lingkungan yang diinginkan dalam perkembangan anak adalah
lingkungan yang tidak dibuat-buat, yakni lingkungan yang alami.
3. Aliran Konvergensi.
Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat
penting, keduanya tidak dapat dipisahkan sebagaiman teori nativisme teori ini juga mengakui
bahwa pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga meliputi pembaeaan baik dan
pembawaan buruk. Pembawaan yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan bisa
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan pembawaan
tersebut.
William Stern (dalam Tim Dosen 2006: 79) mengatakan bahwa perkembangan anak
tergantung dari pembawaan dari lingkugan yang keduanya merupakan sebagaiman dua garis
yang bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi.
Dari beberapa uraian diatas, teori yang cocok dapat diterima sesuai dengan kenyataan adalah
teori konvergensi, yang tidak mengekstrimkan faktor pembawaan, faktor lingkungann atau
alamiah yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan semuanya dari faktorfaktor tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan anak.
4. Aliran Naturalisme.
Aliran ini mempunyai kesamaan dengan teori nativisme bahkan kadang-kadang disamakan.
Padahal mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa
anak sejak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik bakat minat, kemampuan,
sifat, watak dan pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan akan berkembang sesuai
dengan lingkungan alami, bukan lingkungna yang dibuat-buat. Dengan kata lain jika
pendidikan diartikan sebagai usahan sadar untuk mempengaruhi perkembangan anak seperti
mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan apalagi menjadikan anak kea rah
tertentu, maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek terhadapperkembangan anak.
Tetapi jika pendidikan diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan
dengan lingkungan yang tidak dibuat-buat (alami) makan pendidikan yang dimaksud terakhir
ini betrpengaruh positif terhadap perkembangan anak.
C. Aliran pendidikan moderen di Indonesia
Menurut Mudyahardjo (2001: 142) macam-macam aliran pendidikan modern di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Progresivisme

Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan


di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan
pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subjectcentered).

Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat bekerja,
bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan
sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.

Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi pengalamanpengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap peserta didik
(experience curriculum).

Metode pendidikan Progresivisme antara lain:

1. Metode belajar aktif.


2. Metode memonitor kegiatan belajar.
3. Metode penelitian ilmiah

Pendidikan berpusat pada anak.

Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak. Anak merupakan
pusat adari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan Progresivisme sangat
memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak bukanlah orang dewasa dalam
betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan orang dewasa. Setiap anak
mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak mempunyai alur pemikiran sendiri, anak
mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan dan kecemasan sendiri, yang
berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian, anak harus diperlakukan berbeda dari
orang dewasa.
2. Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes gerakan
progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut
esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai
kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah
payah selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi
kegiatan-kegiatan di kelas.

Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah
melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang
waktu dan dengan demikian adlah berharga untuk diketahui oleh semua orang.
Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan, sikap-sikap dan nilai yang
tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan Pendidikan

bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau
kecerdasan.

Metode pendidikan:

1. Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).


2. Peserta didik dipaksa untuk belajar.
3. Latihan mental

Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran


akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum
pada sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran
matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan sastra.

3. Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman
yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama berlangsungnya
pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat

Tujuan pendidikan

Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan


perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan pendidikan rekonstruksionis
adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan
politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang


berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia. Yng
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.

4. Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai universal
itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman
kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan dominan dalam
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut perennialisme, ilmu
pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah
seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir, maka kebenaran itu akan dapat
dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi
seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan
penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami faktor-faktor dan
problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.

Tujuan pendidikan

Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi
landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada
masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti
bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan
lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.

Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan pada sastra,
matematika, bahasa dan sejarah.

5. Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya,
cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan
antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang
serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide adalah memimpin budi
manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia
akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk
mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya
diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara
khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Para guru tidak
boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu
muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari
anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang
tidak banyak bermakna.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan
berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas
tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.

Tujuan Pendidikan

Agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki
kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai
tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk
hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah
perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.

Kurikulum

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
DAFTAR RUJUKAN
Tirtarahardja, Umar dan La Sula. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Redja Mudyaharjo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Joseph Mbulu, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Malang: Laboratorium Teknologi
Pendidikan.

Aliran-Aliran Pendidikan "Pengantar Pendidikan"


Pemikiran-pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini, dan masa yang
akan datang terus berkembang. Hasil-hasil dari pemikiran itu disebut aliran atau
gerakan baru dalam pendidikan. Aliran atau gerakan tersebut mempengaruhi
pendidikan diseluruh dunia, termasuk juga di Indonesia.
A. Aliran Klasik dan Gerakan Baru dalam Pendidikan
Aliran-aliran klasik terdiri atas aliran empiris, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Aliran ini menghubungkan pemikiran dimasa lalu, sekarang, dan
mungkin di masa yang akan datang. Aliran ini memicu munculnya berbagai
argumen-argumen tentang pendidikan, mulai dari yang pesimis hingga yang
paling optimis. Selain itu, muncul pula beragam gerakan baru dalam pendidikan
yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Yaitu gerakan pengajaran
alam sekitar, pengajaran pusat perhatian, sekolah kerja, dan pengajaran proyek.
Kemunculan gerakan baru tersebut memunculkan beragam pro dan kontra
dalam masyarakat.
1.

Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap


Pemikiran Pendidikan di Indonesia
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan
stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan tidak mementingkan
bakat anak yang dibawa dari lahir. Aliran ini menekankan bahwa pengalaman
empiric yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam
menentukan perkembangan anak. Namun, banyak yang tidak sepaham dengan
aliran ini karena berdasarkan fakta di lapangan ada anak yang berhasil karena
berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
b. Aliran Nativisme
Aliran nativisme bertolak dari Leibnitzian Tradition yang menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga factor lingkungan termasuk factor
pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil
perkembangan tersebut sudah ditentukan oleh pembawaan yang sudah

diperoleh sejak lahir. Seorang filsuf dari aliran ini, G. Leibnitz menyatakan bahwa
dalam diri manusia terdapat suatu inti pribadi yang mendorong manusia untuk
menentukan pilihan sendiri. Pernyataan inilah yang merupakan pokok acuan dari
aliran nativisme. Namun sebenarnya, factor hereditas dan lingkungan
merupakan dua hal yang penting dalam perkembangan anak.
c. Aliran Naturalisme
Pandangan ini dipelopori oleh seorang filsuf Prancis J.J. Rousseau, dia
berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan
buruk. Inti dari aliran ini adalah pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak
pada alam.
d.

e.

2.
a.

b.

c.

d.

e.

Aliran Konvergensi
Aliran ini menyatakan bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
factor pembawaan maupun factor lingkungan sama-sama mempunyai factor
yang sangat penting.
Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Aliran klasik di Indonesia tidak sepenuhnya ditolak, tetapi penerimaan itu
dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yang diterima sesuai dengan
kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.
Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di
Indonesia
Pengajaran Alam Sekitar
Pengajaran alam sekita merupakan gerakan pendidikan yang
mendekatkan anak pada alam sekitarnya. Prinsip dari pengajaran alam sekitar
adalah:
Dengan pengajaran alam sekitar itu guru dapat meragakan secara langsung.
Memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif atau giat.
Memungkingkan memberikan pengajaran totalitas.
Dapat memberikan anak bahan apersepsi intelektual yang kukuh.
Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional.
Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran ini merupakan gerakan yang telah mendorong berbagai upaya
agar dalam kegiatan belajar mengajar diadakan berbagai variasi sehingga
perhatian siswa tetap terpusat pada bahan ajaran.
Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari
pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam
pendidikan. Gerakan ini juga meluas sampai ke Indonesia, yang dikenal dengan
istilah sekolah kejuruan.
Pengajaran Proyek
Dalam pengajaran proyek, anak bebas menentukan pilihannya (terhadap
pekerjaan), merancang, serta memimpinnya. Proyek yang ditentukan oleh anak
mendorongnya untuk mencari jalan keluar bila ia menemui kesulitan.
Pengaruh Gerakan Baru dalam Pendidikan Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan di Indonesia
Gerakan baru dalam pendidikan juga memberikan pengaruh yang besar
dalam pendidikan di Indonesia. Misalnya, adanya muatan local dalam kurikulum,
berkembangnya sekolah kejuruan, dan pemupukan semangat kerja sama
multidisiplin dalam menghadapi masalah.

B.

Dua Aliran Pokok Pendidikan di Indonesia


Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia yang dimaksud adalah
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu Tanam.
Kedua aliran ini dipandang sebagai suatu tonggak pemikiran tentang pendidikan
di Indonesia.

1.

Perguruan Kebangsaan Taman Siswa


Perguruan Kebangsaan Taman siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara
pada tanggal 3 Juli 1932 di Yogyakarta.
a. Asas dan Tujuan Taman Siswa
Taman Siswa memiliki tujuh asas perjuangan yang dikenal dengan
Asas 1922, antara lain:
Setia orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat
terbitnya persatuan dalam perikehidupan umum.
Pengajaran harus member pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahri
dan batin dapat memerdekakan diri.
Pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
Pengajaran harus tersebar luas sampai menjangkau seluruh masyarakat.
Mengejar kemerdekaan hidup hendaknya diusahakan dengan kekuatan sendiri
dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat.
Sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus
membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
Mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin dengan
mengorbankan segala kepentingan pribadi demi kebahagiaan anak-anak.
Dalam perkembangannya, Taman Siswa melengkapi Asas 1922 dengan DasarDasar 1947 yang disebut pula Panca Dharma. Asas-asas tersebut antara lain :
asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan
asas kemanusiaan.
Adapun tujuan Perguruan Kebangsaan Taman Siswa antara lain:
1. Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib
dan damai.
2. Membangun anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir batin, luhur akal
budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang
berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta
manusia pada umumnya.
b. Upaya-Upaya Pendidikan yang Dilakukan Taman Siswa
1.) Menyelenggarakan tugas pendidikan dalam bentuk perguruan dari tingkat dasar
hingga tingkat tinggi.
2.) Mengikuti dan mempelajari perkembangan dunia di luar Taman Siswa yang ada
hubungannya dengan bidang kegiatan Taman Siswa.
3.) Menumbuhkan lingkungan hidup keluarga Taman Siswa, sehingga dapat tampak
benar wujud masyarakat Taman Siswa yang dicita-citakan.
c.

Hasil-Hasil yang Dicapai


Taman Siswa telah mencapai berbagai hal seperti : gagasan/pemikiran
tentang pendidikan nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman Indria
sampai dengan Sarjana Wiyata, dan sejumlah besar alumni perguruan banyak

yang menjadi tokoh nasional, seperti Ki Hajar Dewantara, Ki Mangunsarkoro, dan


Ki Suratman.
2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam didirikan oleh Mohammad Sjafei pada
tanggal 31 Oktober 1962 di Kayu Tanam.
a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
1.) Berpikir logis dan rasional.
2.) Keaktifan atau kegiatan.
3.) Pendidikan masyarakat.
4.) Memperhatikan pembawaan anak.
5.) Menentang intelektualisme.
Namun, seiring perkembangan zaman, asas tersebut berkembang menjadi dasardasar pendidikan.
Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam adalah :
Mendidik rakyat kea rah kemerdekaan.
Member pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat.
Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.
Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
b. Usaha-Usaha Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Usaha-usaha yang dilakukan Mohammad Sjafei dan kawan-kawan antara lain:
memantapkan dan menyebarluaskan gagasan-gagasannya tentang pendidikan
nasional, pengembangan Ruang Pendidik INS, upaya pemberantasan buta huruf,
penerbitan majalah anak-anak, dan lain-lain.
c. Hasil-Hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
INS Kayu Tanam telah mengupayakan gagasan tentang pendidikan
nasional, beberapa ruang pendidikan,dan sejumlah alumni. Salah satu Alumni
pun telah berhasil menerbitkan salah satu tulisan Moh. Sjafei yakni Dasar-Dasar
pendidikan.

Makalah tentang Aliran - aliran Pendidikan

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagasan dan pelaksanaan selalu dinamis sesuai dengan dinamika manusia dan
masyarakatnya. Sejak dulu, kini maupun dimasa depan pendidikan itu selalu mengalami
perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan iptek.
Pemikiran-pemikiran yang membawapembaharuan pendidikan itu disebut aliran-aliran
pendidikan.
Seperti bidang-bidang lainya, pemikiran pemikiran dalam pendidikan itu
berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yakni pemikiran-pemikiran
terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra oleh pemikir-pemikir
berikutnya, dan karena dialog tersebut akan melhirkan lagi pemikiran-pemikiran
baru dan demikian seterusnya.1[1]
1.

Aliran klasik dan gerakan baru dalam pendidikan


Aliran ini merupakan pemikiran-pemikiran tentang pendidikan yang telah dimulai pada
zaman Yunani kuno, dan dengan kontribusi berbagai bagian dunia lainnya, akhirnya
berkembang dengan pesat di Eropa dan Amerika Serikat. Aliran-aliran klasik meliputi aliran,
nativisme, naturalisme, empirisme dan konvergensi merupakan benang merah yang
1[1] Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta,2000),
hlm.191

menghubungkan pemikiran-pemikran poendidikan masa lalu, kini, dan mungkin yang akan
datang.2[2]
a.

Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam
pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang
filosuf berkebangsaan Jerman.3[3] Aliran ini berpandangan bahwa yang
mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan
pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan
pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat
keturunan/pembawaaan manusia.
Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang
sia-sia. Karena pandangan pesimis ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan
disebut Pesimesme pedagogis. Secara singkat keturunan diartikan semua sifatsifat atau cirri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi
dari orang tuanya. Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau
potensi-potensi yang terdapat pada seseorang yang selama perkembangannya
bisa direalisasikan atau pengertian ini bisa disamakan dengan bakat (anleg).
Omar Muihammad Al-Toumi Al-Syaibani menyebutkan keturunan/pembawaan
sebagai cirri dan sifat-sifat yang diwarisi dari orang tuanya. Sifat-sifat tersebut
dibagi tiga macam.

1.

Sifat-sifat tubuh (Jasmani), seperti warna kulit, warna mata, ukuran tubuh,

2.
3.

bentuk kepala, wajah, rambat dan lain-lain.


Sifat-sifat akal, seperti cerdas, pandai, bebal, bodoh dan lain-lain.
Sifat-sifat akhlak atau moral, seperti prilaku baik, prilaku jahat, pemberani,

pemarah, pemaaf, penyabar, penolong, beriman dan bertaqwa, dan lain-lain.


b. Naturalisme
Hampir sama dengan aliran nativsime adalah aliran naturalisme. Nature
artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa
pada dasarnya semua anak (manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya
dengan kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh
2[2] Ibid, hlm.193
3[3] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya, 1995), hlm. 42-43

lingkungan

atau

pendidikan.

Pendidikkan

yang

baik

akan

mengantarkan

terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek
akan berakibat manusia menadi jelek juga.
J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan, semua anak adalah baik
pada dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia. Oleh karena itu dia
mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem pendidikan
alam. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut
alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya. 4[4]
Dalam konteks pembentukan moral siswa, maka menurut aliran nativisme,
moral seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri sesuai dengan sifat-sifat
pembawaan yang ada sejak manusia lahir, dan pendidikan tidak mempunyai
peran dalam membentuk moral siswa.
c.

Aliran Emperisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam
nativisme

pembawaan

mempengaruhi

atau

perkembangan

keturunan
manusia,

menjadi
maka

faktor

dalam

penentu

yang

emperisme

yang

mempengaruhi perkembangan manusia adalah lingkungan dan pengalaman


pendidikannya.
Tokoh utama aliran ini adalah Jhon Locke (1632-1704) dengan gagasan
awalnya mendirikan The school of british empiricism (aliran emperisme
Inggris). Sekalilpun aliran ini bermarkas di Inggris tetapi pengaruhnya sampai ke
Amerika

Serikat

sehingga

melahirkan

aliran

environmental

psychology

(Psikologi lingkungan, 1988).5[5]


Sartain (Seorang ahli psikologi Amerika) menyebutkan bahwa yang
dimaksud lingkungan adalah semua kondisi dalam dunia ini yang dengan caracara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Kemudian dia membagi lingkungan menjadi tiga bagian; lingkungan

4[4] Omar M. al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan


Bintang, 1979), hlm 138
5[5] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya, 1988), hlm 59

alam/luar (external environment), lingkungan dalam (internal environment) dan


lingkungan sosial (social environment).
Aliran ini juga mendapat dukungan dari kaum behavioris, salah satu tokoh
tulen behavioris Waston berkata : Berilah saya sejumlah anak yang baik
keadaan badannya dan situasi yang saya butuhkan, dan dari setiap orang anak,
entah yang mana dapat saya jadikan dokter, seorang pedagang, seorang ahli
hokum, atau jika memang dikehendaki, menjadi seorang pengemis atau seorang
pencuri.
Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan
dan

pengalaman

pendidikan

sangat

besar

dalam

mengubah

atau

mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan


kepentingan dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di
dalam dunia pendidikan dikenal dengan optimisme pedagogis.
Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori
tabula rasa, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran
kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting
pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia
tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat
dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.
Dalam hal ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir
seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat
apa-apa.

Hendak

menjadi

apa

anak

kelak

tergantung

pada

pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.


Nabi Muhammad SAW : bersabda :
Semua anak dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan
menentukan apakah anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi
(HR. Bukhari).
Bagi aliran ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat
tergantung pada kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral)
tempat di mana anak-anak melakukan interaksi akan terpengaruh pada
terciptana anak-anak yang berprilaku dan bermoral baik. Demikian pula

lingkungan yang tidak baik akan menciptakan anak-anak yang bermoral tidak
baik.
d.

Aliran Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan
antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha
untuk mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek
lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan
manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (18711938).
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak
hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga
mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan
lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai
arti apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi
lingkungan yang memadai. Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa
adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai
dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama
mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.
Keterkaitan peran antara keturunan dan lingkungan dapat diumpamakan
dengan menyemai benih tanaman yang bagus, jika ingin menghasilkan tanaman
yang bagus, maka harus disemai di lahan yang subur. Seandainya benih tersebut
disemai di tanah yang tidak cocok atau tandus, maka hasilnya tidak akan sesuai
harapan. Demikian pula sebaliknya sesubur apapun tanahnya, jika benih yang
ditanam tidak bagus maka hasilnya pun tentu kurang bagus.
Dalam hal ini yang berbeda mungkin tingkat dominasi tingkat pengaruh
keturunan dan lingkungan terhadap pertumbuhan manusia. Pengaruh kedua
faktor ini juga berbeda melihat umur dan fase pertumbuhan yang dilalui. Faktor
keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi. Faktor keturunan
berkembang sebelum terjadinya interaksi sosial serta adanya pengalamanpengalaman baru. Sebaliknya faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya apabila
manusia meningkat dewasa. Karena waktu itu ruang gerak untuk melakukan
interaksi dengan lingkungan sosial dan pengalaman-pengalaman hidup semakin
luas terbuka.

Di samping itu faktor pembawaan (tabiat) yang diwarisi sejak manusia


lahir juga menentukan tingkat penerimaan dalam perubahan moral. Perbedaan
penerimaan perubahan ini dapat kita saksikan khususnya pada anak-anak. Anakanak biasanya tidak menutup-nutupi dengan sengaja dan sadar karakter yang
dimilikinya. Kita dapat menyaksikan bagaimana tingkat penerimaan mereka
terhadap perbaikan karakter, Ada sebagian anak yang dengan mudah menerima
proses perubahan atau perbaikan tetapi sering kita saksikan pula banyak anak
yang enggan menerima perbaikan karakter itu. Sikap mereka ada yang keras
dan ada yang malu-malu6[6]

2.

Gerakan baru pendidikan dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan di

a.

Indonesia
Pengajaran alam sekitar
Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah
gerakan pengajaran alam sekitar, perintis gerakan ini antara lain: Fr. A.
Fingerb(1808-1888). Dengan pengajajaran alam sekitar guru dapat meragakan
secara langsung. Pengajaran ini memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya

b.

agar anak aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar dan catat saja.
Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran ini dirintis oleh Ovideminat Decroly (1871-1932) dari Belgia.
Dalam pengajaran ini harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan
dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan
individu dan anggota masyarakat. Oleh karena itu, anak harus mempunyai
pengetahuan terhadap diri sendiri (tentang hasrat dan cita-citanya) dan

c.

pengetahuan tentang dunianya (lingkungan tempat hidup dihari depannya).


Sekolah kerja
Menurut J.A Comenius (1592-1670) gerakan sekolah kerja menekankan
agar

pendidikan

mengembangkan

fikiran,

ingatan,

bahasa,

dan

tangan

(keterampilan kerja tangan). Selain itu menurut J.H Pestalozzi (1746-1827)


d.

mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran disekolahnya.


Pengajaran Proyek
Menurut John Dewey (1859-1952) mengemukakan bahwa pendidikan
adalah suatu proses kehidupan itu sendiri dan bukannya penyiapan untuk

6[6] Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, (Bandung :


Kharisma, 1994) hlm, 41-42

kehidupan masa depan. Dalam pengajaran ini, anak bebas menentukan


pilihannya (terhadap pekerjaan), merancang serta memimpinnya. 7[7]

PENUTUP

Aliran-aliran pendidikan telah dimulai sejak awal hidup manusia, karena setiap
kelompok manusia diharapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan
pendidikan yang lebih baik dari orang tuannya didalam berbagai kepustakaan tentang aliranaliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan dimulai dari zaman yunani kuno
sampai kini. Oleh karena itu, kajian ini dibatasi hanya pada beberapa rumpun aliran klasik
dilanjutkan dengan beberapa gerakan baru yang pengaruhnya masih terasa hingga kini, dan
akhirnya dua tonggak penting pemikiran pendidikan di Indonesia.

7[7] Op Cit, Umar Tirtarahardja, hlm,206

DAFTAR PUSTAKA

Tirtarahardja, Umar. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya.

Omar M. al-Toumy al-Syaibani. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan


Bintang.

Purwanto, M. Ngalim. 1988. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya.

Al-Ghazali. 1994. Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia. Bandung :


Kharisma.

MAKALAH ALIRAN-ALIRAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Zaman dahulu sampai sekarang ini pendidikan merupakan hal yang paling
penting untuk membawa mereka kepada kehidupan yang lebih baik, dan
masalah sukses tidaknya pendidikan tidak lepas dari factor pembawaan
dan lingkungan. Pembawaan dan lingkungan merupakan hal yang tidak mudah
untuk di jelaskan sehingga memerlukan penjelasan dan uraian yang tidak
sedikit. Telah bertahun-tahun lamanya para ahli didik, ahli biologi, ahli psikologi
dan

lain-lain

memikirkan

dan

berusaha

mencari

jawaban,

tentang perkembangan manusia itu sebenarnya bergantung kepada pembawaan


ataukah lingkungan. Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa pendapat
dari aliran-aliran klasik, di antaranya aliran nativisme, naturalisme, empirisme
dan konvergensi, serta pengaruhnya terhadap pemikiran dan praktek pendidikan
di Indonesia, serta pandangan islam terhadap pendidikan.
Aliran-aliran pendidkan telah dimulai sejak awal hidup manusia karena
setiap

kelompok

manusia

selalu

dihadapakan

dengan

generasi

muda

keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya.
Di dalam berbagai kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiranpemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman yunani kuno samapai
sekarang.
1.2

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan dalam Keperawatan dan juga guna mengetahui tentang
aliran-aliran dalam duni pendidikan

1.3

Sistematika Penulisan
Berdasarkan Tujuan Penulisan diatas maka penulis susun sistematika

penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui Pendidikan dan Filsafat Pendidikan


Untuk mengetahui Aliran Klasik Dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan

Untuk mengetahui Dua Aliran Pokok Pendidikan Di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1
1.

Pendidikan dan Filsafat Pendidikan


Pendidikan Menurut Aliran Idealisme
Idealisme adalah aliran filsafat yang menganggap bahwa pengetahuan
adalah sesuatu yang muncul dan terlahir dari kejadian di dalam jiwa manusia.
Kejadian tersebut bersumber dari transendensi kesadaran. Kenyataan dan
pengenalan atas realitas terletak di luar konsepsi idealisme. Konsentrasi
idealisme tertuju pada afirmasi terhadap ontologi kesadaran dan problem yang
muncul di dalamnya. Konsep filsafat menurut aliran idealisme terdiri dari
metafisika-idealisme,

humanologi-idealisme,

epistemologi-idealisme,

dan

aksiologi-idealisme.
Dalam konteks filsafat pendidikan, idealisme memberi sumbangsih yang
besar. Kaum idealis percaya bahwa manusia merupakan bagian dari alam
spiritual kesadaran. Setiap individu berkesadaran mempunyai potensi spiritual
dan transendensi. Konsekuensinya, pendidikan dituntut dapat memperkenalkan
konsep spiritual dan transendensi dalam kehidupan manusia. Pendidikan harus
menenkankan

kesesuaian

batin

antara

manusia

dengan

alam

semesta.

Pendidikan merupakan pejalanan menuju pribadi manusia yang ideal. Pendidikan


harus berorientasi pada tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Idealisme mengimpikan terciptanya manusia dengan watak terbaik.
Implikasi filsafat pendidikan menurut Power (1982) adalah sebagai
berikut :
(1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan
dasar, serta kebaikan sosial;
(2)

Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan


pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan;

(3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan;

(4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan
dasarnya;
(5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui
kerja sama dengan alam.
Implikasi tersebut dapat ditransformasikan dalam suatu kesimpulan
bahwa, pada hakikatnya setiap manusia dilahirkan dengan bakat dan potensi
masing-masing. Bakat dan potensi tersebut merupakan kodarat alam yang
bersifat

transenden.

Bagi

idealisme,

pendidikan

harus

diarahkan

untuk

membimbing manusia menuju kepribadian positif. Pendidikan bukan hanya


sekedar metode transfer pengetahuan. Proses pengajaran dalam pendidikan
harus disadari sebagai suatu pengembangan potensi manusia, dan harus dapat
memediasi pengenalan manusia terhadap fenomena kebenaran ideal yang tidak
terbatas hanya dalam dunia imanensi.
2.

Pendidikan Menurut Aliran Realisme


Realisme adalah sebuah pandangan tentang eksistensi dari objek yang
mengacu pada objek dalam dunia nyata. Bagi realisme, objek-objek dalam
realitas diangap berdiri terpisah dengan keberadaan sang subjek. Objek
dianggap menampakkan diri kepada subjek. Realisme sangat menekankan
pentingnya eksistensi alat indra. Melalui alat indra realitas dapat dikenali dan
diinterpretasi. Realisme menekankan bahwa kenyataan adalah sesuatu yang
bersifat lahiriah dan empiris.
Dalam konteks filsafat pendidikan, realisme dibagi dalam tiga hal yaitu
realisme kemanusiaan (humanistic realism), realisme sosial (social realism), dan
realisme indrawi (sense realism). Realisme kemanusiaan meyakini bahwa
sesuatu yang tidak terlepas dari pusat kehidupan ini adalah kemanusiaan.
Realisme kemanusiaan mempelajari solusi yang presentif untuk setiap masalah
kehidupan. Karena itu, kemanusiaan harus dipelajari dan harus diwujudakan
dengan cara mempelajarinya. Tujuan realisme kemanusiaan adalah untuk
menguasai alam dan sosial melalui pengetahuan yang lebih maju dan lebih luas
dari pengetahuan manusia sebelumnya. Realisme sosial berasumsi bahwa objekobjek realitas yang menampakkan diri kepada manusia juga berasal dari
hubungan sosial. Sasaran realisme sosial adalah untuk mencapai kehidupan
manusia yang bahagia dan sejahtera dengan cara mengikuti dan memenuhi
tuntutan kebutuhan yang berasal dari hubungan sosial. Bagi realisme sosial,

pendidikan harus dapat mendukung efisiensi pekerjaan manusia. Sementara


realisme

inderawi

adalah

aliran

realisme

yang

mengedepankan

bahwa

pengetahuan tentang realitas hanya dapat dikenali melalui alat indera, bukan
dari kata-kata (bookish). Bagi realisme inderawai, pendidikan harus mengadopsi
metode observasi dan hubungan antara alat indera dengan objek eksternal.
Pendidikan harus menyediakan kesempatan bagi manusia untuk melakukan
observasi dan belajar tentang fenomena natural.
Dalam konteks realisme, peserta didik dituntut untuk dapat menguasai
pengetahuan yang handal dan terpercaya. Dibutuhkan kedisiplinan sebagai
metode mencapai esensi dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan
guna memperoleh hasil yang baik. Sedangkan pendidik dituntut untuk dapat
menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan dengan keras
menuntut prestasi peserta didik menguasai bahan ajar yang sumbernya
pengetahuan realistis.
3. Pendidikan Menurut Aliran Neo Positivisme
Aliran positivisme dipelopori oleh Auguste Comte. Ia mengusahakan
adanya re-organize masyarakat yang dicapai melalui science. Positivisme
mengandung pengertian bahwa segala pengetahuan kemasyarakatan harus
berdasarkan pada segalanya yang dapat diobservasi berdasarkan fakta-fata real
dan teruji secara metodologis. Positivisme mereduksi alam sebagai mekanisme
yang deterministik dan mekanistik. Sementara neo-positivisme atau biasa
disebut positivisme logis, merupakan kelanjutan dan penegasan terhadap aliran
positivisme. Neo-positivisme mengusahakan adanya keketatan dalam ilmu
pengetahuan dan menerapkan prinsip-prinsip metodologi saintifik kesegala
bidang keilmuan termasuk filsafat. Neo-positivisme menuntut adanya kepastian
metodologis dengan alat bantu kalkulasi matematik dan statistik. Prinsip utama
aliran neo-positivisme menyatakan bahwa fakta-fakta yang dapat diobservasi
adalah syarat bagi dimungkinkannya pengetahuan. Fakta-fakta tersebut harus
teruji melalui rasionalitas dengan metode matematis dan logico-linguistic. Aliran
ini menolak teologi dan metafisika.
Pendidikan yang neo-positivistik menekankan pentingnya metode empiriseksperimental dan menuntut adanya objektivitas dalam setiap kajiannya.
Objektivitas adalah sasaran pendidikan yang diajukan guna menekan dominasi
subjektivitas peneliti. Ralitas sebagai objek kajian harus bisa dimengerti secara

rasional oleh peneliti atau peserta didik. Pendidikan harus mampu menjadi
sarana bagi dijalankannya metode ilmiah. Tujuan pendidikan neo-positifistik
adalah memperoleh pengetahuan sejati melalui metode ilmiah dan verifikasi.
Aliran ini sangat mendominasi sistem pendidikan yang sedang berjalan
dewasa ini. Ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial memakai
metode ilmiah dalam memahami rtealitas. Melalui metode ilmiah, kebenaran
dapat tercapai. Namun kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran tentatif
yang

dapat

gugur

jika

ditemukan

kebenaran

baru

yang

lebih

ajeg.

Konsekuensinya, proposisi-proposisi metafisik tidak mendapat tempat. Kajian


ilmu yang memfokuskan diri pada problem metafisika dan teologi dipisahkan
dalam kelompok ilmu-ilmu filsafat dan humaniora. Metafisika dianggap nonsense dan tidak dapat dibuktikan secara empiris. Pendidikan neo-positivistik
selalu menuntut adanya pengujian secara matematis. Manusia dan alam
direduksi sebagai objek kajian yang dapat diukur secara matematis.
4.

Pragmatisme Pendidikan
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang
benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan
melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis.
Kebenaran objektif dari pengetahuan bukan sesuatu yang dianggap penting,
namun bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu
lah yang lebih penting. Dasar pragmatisme adalah logika pengamatan. Apa yang
ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual,
konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan
perbedaan diterima begitu saja. Pragmatisme tidak mau terjebak dalam kalimatkalimat metafisika. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan
kegunaan.
Pragmatisme menggagas konsep pendidikan menjadi tiga, yaitu: konsep
realitas, konsep pengetahuan, dan konsep nilai. Konsep realitas menyatakan
bahwa, manusia sebagai makhluk fisik yang selalu mengalami perubahan dan
perkembangan

akan

menyesuaikan

dirinya

dengan

perubahan

dan

perkembangan realitas. Konsep pengetahuan menyatakan bahwa, tujuan berpikir


adalah kemajuan hidup. Akal pikiran selalu aktif untuk mencari kebenaran yang
terkandung dalam pengetahuan. Pengetahuan yang dianggap benar adalah
pengetauan yan bermanfaat. Sementara konsep nilai menyatakan bahwa nilai

merupakan suatu realitas dalam kehidupan yang dapat dimengerti sebagai


wujud

perilaku

manusia.

Nilai

dianggap

bersifat

relatif.

Suatu

perilaku,

pengetahuan, nilai, dan ide dikatakan benar bila mengandung kebaikan dan
bermanfaat bagi manusia.
Pragmatisme pendidikan diorientasikan pada teori problem solving yang
terdiri dari lima langkah: 1) Merasakan adanya masalah. 2) Menganalisis
masalah dan menyusun hipotesis-hipotesis yang mungkin. 3) Mengumpulkan
data untuk memperjelas masalah. 4) Memilih dan menganalisis hipotesis. 5)
Menguji, mencoba, dan membuktikan hipotesis dengan melakukan eksperimen.
Dengan demikian, pragmatisme pendidikan selalu memuat tujuan praktis yang
mengandung kebermanfaat dan nilai guna pagi kehidupan. Segalanya yang tidak
mengandung nilai guna disingkirkan dan dianggap tidak layak digolongkan
dalam kurikulum pendidikan.
5.

Pendidikan Transformatif
Pendidikan adalah usaha yang dialogis untuk memanusiakan manusia.
Secara ffilosofis dipahami sebagai penyadaran akan realita, manusia yang hidup,
nilai-nilai pembebasan disulap dan sengaja didistorsi menjadi pendidikan yang
sukses melakukan proyek dehumanisasi dan alienasi. Kenyataannya sampai
sekarang praktik pendidikan kita sesuai dengan yang dijelaskan oleh Freire.
Bahwa seorang guru (pendidik) telah terjebak pada pola pendidikan gaya
bank. Gaya pendidikan seperti menjadi usaha yang mekanis, sebab siswa
direduksi menjadi tumpukan bejana kosong, diisi oleh ilmu-pengetahuan yang
bersumber dari guru. Siswa sebagai objek dan menjadi sesuatu yang
ditentukan dan pasif.
Menurut Allen J. Moore, konsep Freire yang dirumuskan dalam konteks
Amerika Latin tidak bisa diterapkan begitu saja dalam konteks yang berbeda
sebab situasinya dan permasalahannya tidak sama. Namun jika bandingkan
konteks di Amerika Latin memiliki banyak kemiripan dengan konteks di
Indonesia. Ini merupakan permasalahan antara sang penguasa atau pemilik
tanah dengan kaum proletar yang disebut dengan feodalisme.
Pendidikan transformatif mencoba menyibak kenyataan bahwa, kurikulum
pendidikan pada dasarnya bukanlah sesuatu yang bersifat statis. Setiap
pembelajar dapat mentransformasikan pengetahuan yang dimilikinya untuk lebih
disempurnakan. Transformasi pendidikan memungkinkan adanya perubahan dan

penyempurnaan pengetahuan. Manusia dianggap sebagai makhluk individu yang


bersosialisasi dalam masyarakat dan mampu menciptakan perubahan dalam
dirinya. Pendidikan digunakan sebagai jalan memperoleh pengetahuan yang
lebih

luas

dalam

menangkap

makna

kehidupan

demi

keberlangsungan

perkembangan sejarah kehidupan manusia.


6.

Pendidikan Konservatif
Pendidikan konservatif bertujuan untuk memertahankan nilai sosial
budaya yang sudah mapan pada saat itu. Pendidikan konservatif bersifat anti
liberalism. Dalam memertahankan nilai budaya, konservatisme dapat bersifat
pro status quo namun relevan dengan nilai budaya yang dituju. Pendidikan
dipahami sebagai suatu usaha pembentukan manusia (menjadi lebih manusia).
Pendidikan konservatif mengacu pada nilai budaya yang sudah mapan.
Nilai positif pendidikan konservatif dapat lebih menjamin keutuhan suatu
budaya yang dipertahanakan, memberi kemapanan dan menghindari konflik.
Dengan dibatasinya kebebasan dalam kurikulum proses pendidikan dapat
diharapkan dapat dijalankan dengan lebih teratur.
Kurikulum dibuat guna mengajarkan ilmu-ilmu yang lebih bersifat praktis
kebergunaan nilai budaya saat itu dibanding ilmu-ilmu yang dapat memicu
penolakan terhadap nilai konservatisme tersebut. Nilai negatif pendidikan
konservatiff dapat dipandang dari sudut pandang liberal, yaitu bahwa model ini
menekan kebebasan peserta didik.
Pendidikan konservatif selalu berorientasi pada kejayaan dan kemapanan
sistem yang berlaku di masa lalu. konservatisme tidak membuka diri dan tidak
bersifat

dinamis.

Ia

cenderung

statis.

Konsekuensinya

perkembangan

pengetahuan tidak dapat berjalan lebih cepat. Manusia dituntut untuk selalu
menganggap yang telah berlaku dalam masa lalu dan sesuai dengan nilai dan
norma

dalam

masyarakat

sebagai

kebenaran.

kebenaran

itu

harus

dipertahankan dan tidak dapat tergantikan. Konservatif selalu bereaksi terhadap


suatu pembaruan dan revolusi. Reaksi tersebut dibarengi tuntutan untuk tetap
bertahan dengan sistem yang sudah ada, yang telah jelas-jelas sudah dikenali
masyarakat umum. Spekulasi-spekulasi tentang perbaikan pengetahuan dimasa
depan tidak diberi ruang yang luas oleh paham ini. Kada akhirnya, konservatif
mengajak manusia menjadi manusia yang bereferensi terhadap kebenaran dan
kejayaan masa lalu. referensi tersebut tidak terkritisi, namun harus terafirmasi.

Hal tersebut dimaksudkan agar pendidikan tetap berjalan dalam sistem yang
ajeg dan tidak tergoyahkan oleh pandangan-pandangan baru yang belum tentu
benar.
2.2

Aliran Klasik Dan Gerakan Baru Dalam Pendidikan


Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme,
naturalisme, dan konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering
digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan
dengan perkembangan zaman.

1.

Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap


Pemikiran Pendidikan di Indonesia.

a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan
stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa
perkembangan

manusia,

dan

menyatakan

bahwa

perkembangan

anak

tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.


Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia
sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs
ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh
perintisnya adalah John Locke.
Menurut pandangan empirisme pendidik memegang peranan yang sangat
penting sebab pendidik dapat menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak
dan akan diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman

yang sesuai

dengan tujuan pendidikan.


Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan
peranan pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. sedangkan kemampuan
dasar yang dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut
kenyataan dalam kehidupa sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena
berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Penganut aliran ini
masih tampak pada pendapat-pendapat yang memandang manusia sebagai
makhluk pasif dan dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku.
Hal itu tercermin pada pandangan scientific psychology dai B.F. Skinner ataupun
pandangan behavioral lainnya. Pandangan behavioral ini masih juga bervariasi

dalam menentukan faktor apakah yang paling utama dalam proses belajar itu,
sebagai berikut:
1) Pandangan yang menekankan stimulus (rangsangan) terhadap prilaku seperti
dalam classical condidtioning atau respondent learning.
2) Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari
sesuatu prilaku seperti dalam operant conditioning atau instrumental
learning.
3) Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi seperti dalam
observational

learning,

social

learning

and

imitation,

participant

modelling,dan self-efficacy.
b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan
kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor
pendidikan,

kurang

berpengaruh

terhadap

perkembangan

anak.

Hasil

prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak


kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
Istilah nativisme dari asala kata natie yang artinya adalah terlahir.
Terdapat satu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni
bahwa dalam diri individu terdapat satu inti pribadi yang mendorong manusia
untuk mewujudkan diri, mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan
kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia sebagai makhluk aktif yang
mempunyai kemauan bebas. Pandangan-pandangan tersebut tampak anatara
lain

humanistik

psychology

dari

Carl

R.

Rogers

ataupun

pandangan

phenomenology/humanistik lainnya.
Pengalaman belajar ditentukan oleh internal frame of refrence yang
dimilikinya.

Terdapat

variasi

pendapat

dari

pendekatan

phenomenology/humanistik tersebut sebagai berikut:


1)

Pendekatan aktualisasi diri atau non-direktif (client centered) dari Carl R.

2)

Rogers dan Abraham Maslow.


Pendekatan personal construct dari George A. Kelly yang menekankan
betapa pentingnya memahami hubungan transaksional antara manusia dan

3)

lingkungannya sebagai bekal awal memahami prilakunya.


Pendekatan Gestalt, baik yang klasik maupun
selanjutnya.

pengembangan

4)

Pendekatan

search

for

meaning

dengan

aplikasinya

sebagai

Logotherapy dari Viktor Franki yang mengungkapkan betapa pentingnya


semangat (human spirit) untuk mengatasi berbagai tantangan/masalah yang di
hadapi.
c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua
anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan
menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang
dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu.
d.

Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa

seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun


pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun
faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang
dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya
dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
William Stern berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari
pembawaan dan lingkungan, seakan-akan dua garis yang menuju ke satu titik
pertemuan yakni:
Karena itu, teori W. Stern disebut tori konvergensi (konvergen artinya
memusat ke satu titik). Jadi menurut teori konvergensi:
1)
2)

Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.


Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan
kepada anak didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah

3)

berkembangnya potensi yang kurang baik.


Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai
pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Terdapat
variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam
menentukan

tumbuh-kembang

itu.

Variasi

pendapat

tersebut

melahirkan

berbagai pendapat/gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru


sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa dengan
tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat behavioral,

penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching Machine, belajar


berprogram, dan lain-lain), dan sebagainya.
e.

Pengaruh

Aliran

Klasik

terhadap

Pemikiran

dan

Praktek

Pendidikan di Indonesia
Aliran-aliran pendidikan yang klasik mulai dikenal di Indonesia melalui
upaya-upaya pendidikan, utamanya persekolahan, dari penguasa penjajah
Belanda dan disusul kemudian oleh orang-orang Indonesia yang belajar di negri
Belanda pada masa penjajahan. Seperti telah dikemukakan, tumbuh kembang
manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni hereditas, lingkungan, proses
perkembangan

itu

sendiri,

dan

anugerah.

Faktor

terkhir

itu

merupakan

pencerminan pengakuan atas adanya kekuasaan yang ikut menentukan nasib


manusia.
Khusus dalam latar persekolahan, kini terdapat sejumlah pendapat yang
lebih menginginkan agar sejumlah peserta didik lebih ditempatkan pada posisi
yang seharusnya, yakni sebagai manusia yang dapat dididik dan juga dapat
mendidik dirinya sendiri. Hubungan pendidik dan peserta didik seyogyanya
adalah hubungan yang setara antara dua pribadi, meskipun yang satu lebih
berkembang dari yang lain. Hubungan tersebut sesuai dengan asas ing ngarsa
sung tulada, ing madya mangun karsa, dan asas tut wuri handayani, serta
pendekata cara belajar siswa aktif (CBSA) dalam kegiatan belajar. Dengan
demikian, cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diwujudkan melalui belajar
seumur hidup
2.

Aliran Aliran Baru dalam Pendidikan


Di dalam perkembangan pendidikan dewasa ini dapat kita identifikasi lima

aliran besar yaitu :


a. Aliran Fungsionaris
Tokoh aliran ini adalah Durkheim dan Parsons. Aliran fungsionalisme
berpendapat fungsi pendidikan masa kini adalah transmisi kebudayaan dan
mempertahankan tatanan sosial yang ada. Masa depannya mempersiapkan
dengan mendengarkan fungsi fungsi dalam masyarakat masa depan.
b. Aliran Kulturalisme
Tokoh aliran ini adalah Brameld dan Ki Hajar Dewantara. Aliran ini melihat
fungsi pendidikan masa kini sebagai upaya untuk merekontruksi masyarakat.
Masyarakat mempunyai masalah masalah yang dihadapi dan upaya pendidikan
adalah untuk mengatasi masalah masalah tersebut seperti identitas bangsa,
benturan kebudayaan, preservasi dan pengembangan budaya. Fungsi pendidikan

adalah

menata

masyarakat

berdasarkan

budaya

yang

universal

dengan

berdasarkan budaya lokal yang berkembang ke arah kebudayaan nasional dan


c.

kebudayaan global seperti Trikon dari Ki Hajar Dewantara.


Aliran Kritikal
Freire menggaris bawahi dalam pendidikan terdapat

tiga

unsur

fundamental yakni : pengajar, peserta didik dan realitas dunia (Mansour Faqih,
Roem Topatimasang, Toto Rahardjo : 2001 : 40). Hubungan antara unsur pertama
dengan unsur kedua seperti halnya teman yang saling melengkapi dalam proses
pembelajaran. Keduanya tidak berfungsi secara struktural formal yang nantinya
akan memisahkan keduanya. Bahkan Freire mengarai bahwa hubungan antara
pengajar dan peserta didik yang bersifat struktural formal hanya akan
melahirkan pendidikan gaya bank (banking consept of education).
Posisi pengajar dan peserta didik oleh Freire dikategorikan sebagai subyek
yang sadar (cognitive). Artinya kedua posisi ini sama sama berfungsi sebagai
subyek dalam proses pembelajaran. Peran guru hanya mewakili dari seorang
teman (partnership) yang baik bagi muridnya. Adapun posisi realitas dunia
menjadi medium atau obyek yang disadari (cognizable). Disinilah manusia itu
belajar dari hidupnya. Dengan begitu manusia dalam konsep pendidikan Freire
mendapati posisi sebagai subyek aktif. Manusia kemudian belajar dari raelitas
sebagai medium pembelajaran.
d. Aliran Interpelatif
Tokoh aliran ini Bernstein. Menurut aliran ini tugas pendidikan adalah
mengajarkan berbagai peran dalam masyarakat melalui program - program
dalam

kurikulum.

Sedangkan

untuk

masa

depan

pendidikan

berfungsi

menghilangkan berbagai bias budaya dan kelas kelas sosial yang membedakan
antar kelompok elit dan rakyat jelata yang miskin.
e. Aliran Modern
Tokoh aliran ini adalah Derrida, Foucalt, Gramsci. Bagi mereka fungsi
pendidikan masa kini adalah transmisi ilmu pengetahuan dan teknologi,
sedangkan masyarakat masa depan perlu menghargai kebhinekaan dan
keberagaman pendapat. Fungsi pendidikan adalah membina pribadi pribadi
yang bebas merumuskan pendapat dan menyatakan pendapatnya sendiri dalam
berbagai perspektif. Individu yang diinginkan adalah individu yang kreatif dan
berfikir bebas termasuk berfikir produktif.
3. Gerakan Baru Pendidikan dan Pengaruhnya terhadap Pelaksanaan di
Indonesia
a. Pengajaran Alam Sekitar

Gerakan pendidikan yang mendekatkan anak dengan sekitarnya adalah


gerakan pengajaran alam sekitar,perintis gerakan ini adalah Fr. A. Finger di
Jerman dengan heimatkunde, dan J. Ligthart di Belanda dengan Het Voll Leven.
b. Pengajaran Pusat Perhatian
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovideminat Decroly dari Belgia
dengan pengajaran melalui pusat-pusat minat, disamping pendapatnya tentang
pengajaran global. Decroly menyumbangkan dua pendapat yang sangat berguna
bagi pendidikan dan pengajaran, yaitu:Metode Global dan Centre dinteret.
c. Sekolah Kerja
Gerakan sekolah kerja dapat dipandang sebagai titik kulminasi dari
pandangan-pandangan yang mementingkan pendidikan keterampilan dalam
pendidikan. J.A. Comenius menekankan agar pendidikan mengembangkan
pikiran, ingatan, bahasa, dan tangan. J.H. Pestalozzi mengajarkan bermacammacam mata pelajaran pertukaran di sekolahnya.
d. Pengajaran Proyek
Pengajaran proyek biasa pula digunakan sebagai salah satu metode
mengajar di Indonesia, antara lain dengan nam pengajaran proyek, pengajaran
unit, dan sebagainya. Yang perlu ditekankan bahwa pengajaran proyek akan
menumbuhkan kemampuan untuk memandang dan memecahkan persoalan
secara konprehensif. Pendekatan multidisiplin tersebut makin lama makin
penting, utamanya masyarakat maju.
e. Pengaruh Gerakan Baru dalam Pendidikan Terhadap Penyelenggaraan
Pendidikan di Indonesia
Gerakan-gerakan baru tidak diadopsi seutuhnya di suatu masyarakat atau
negara tertentu, namun asas pokoknya menjiwai kebijakan-kebijakan pendidikan
dalam masyarakat atau negara trsebut.
Kajian tentang pemikiran-pemikiran pendidikan pada masa lalu akan
sangat bermanfaat untuk

memperluas pemahaman tentang seluk-beluk

pendidikan, serta memupuk wawasan hitoris dari setiap tenaga kependidikan.


2.3

Dua Aliran Pokok Pendidikan Di Indonesia

Dua aliran pokok pendidikan di Indonesia itu di Indonesia itu dimaksudkan


adalah Perguruan Kebangsaan Taman Siswa dan Ruang Pendidikan INS Kayu
Tanam. Kedua aliran tersebut dipandang sebagai tonggak pemikiran tentang
pendidikan di Indonesia.
1. Perguruan Kebangsaan Taman Siswa
Perguruan Kebangsaan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara
pada tanggal 3 Juli 1932 di yogyakarta, yakni dalam bentuk yayasan.
a. Asas dan Tujuan Taman Siswa
Asas Taman Siswa

Bahwa setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan terbitnya
persatuan dalam peri kehidupan umum.

Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam


arti lahir dan batin dapat memerdekan diri.

Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.


Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada
seluruh rakyat.

Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka harus mutlak
harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.

Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu adanya keiklasan lahir dan batin untuk
mengobarkan segala kepentinganpribadi demi keselamatan dan kebahagiaan
anak-anak.
Kemudian ditambahkan dengan asas kemerdekaan, asas kodrat alam,
asas kebudayaan, asas kebangsaan, dan asas kemanusiaan.
Tujuan Taman Siswa

Sebagai badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat tertib


dan damai.

Membangun abak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin, luhur
akal budinya, serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang

berguna dan bertanggung jawab atas keserasian bangsa, tanah air, serta
manusia pada umumnya.
b. Upaya-upaya yang dilakukan Taman Siswa
Beberapa usaha yang dilakukan oleh Rtaman siswa adalah menyiapkan
peserta didik yang cerdas dan memiliki kecakapan hidup. Dalam ruang lingkup
eksternal Taman siwa membentuk pusat-pusat kegiatan kemasyarakatan.
c. Hasil-hasil yang Dicapai
Taman siswa telah berhasil menemukakan gagasan tentang pendidikan
nasional, lembaga-lembaga pendidikan dari Taman indria sampai Sarjana Wiyata.
Taman siswa pun telah melahirkan alumni alumni besar di Indonesia.
2. Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS (Indonesia Nederlandsche School) didirikan oleh
Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayu Tanam (sumatera
Barat).
a. Asas dan Tujuan Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Pada awal didirikan, Ruang Pendidik INS mempunyai asas-asas sebagai
berikut

Berpikir logis dan rasional

Keaktifan atau kegiatan

Pendidikan masyarakat

Memperhatikan pembawaan anak

Menentang intelektualisme
Dasar-dasar tersebut kemudian disempurnakan dan mencakup berbagai
hal, seperti: syarat-syarat pendidikan yang efektif, tujuan yang ingin dicapai, dan
sebagainya.
Tujuan Ruang pendidik INS Kayu Tanam adalah:

Mendidik rakyat ke arah kemerdekaan

Memberi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat

Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat

Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab.

Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.

b. Upaya-upaya Ruang Pendidik INS Kayu Tanam


Beberapa usaha yang dilakukan oleh Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
antara lain menyelenggarakan berbagai jenjang pendidikan, menyiapkan tenaga
guru atau pendidik, dan penerbitan mjalah anak-anak Sendi, serta mencetak
buku-buku pelajaran.
c. Hasil-hasil yang Dicapai Ruang Pendidik INS Kayu Tanam
Ruang Pendidik INS Kayu Tanam mengupayakan gagasan-gagasan tentang
pendidikan nasional (utamanya pendidikan keterampilan / kerajinan), beberapa
ruang pendidikan (jenjang persekolahan), dan sejumlah alumni.
BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Pemikiran tentang pendidikan sejak dulu, kini, dan masa yang akan datang

terus berkembang. Aliran/ gerakan tersebut mempengaruhi pendidikan di


seluruh dunia, termasuk pendidikan di Indonesia. Dari sisi lain, di Indonesia juga
muncul gagasangagasan tentang pendidikan, yang dapat dikategorikan sebagai
aliran pendidikan, yakni taman siswa dan INS kayu tanam. Setiap tenaga
kependidikan diharapkan memiliki bekal yang memadai dalam meninjau masalah
yang dihadapi, serta pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan
atau tindakan sehari-hari. Dari aliranaliran pendidikan di atas kita tidak bisa
mengatakan bahwa salah satu adalah yang paling baik. Sebab penggunaannya
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan, situasi dan kondisinya pada saat itu,
karena setiap aliran memiliki dasardasar pemikiran sendiri.
Dari pemaparan di atas dapat di simpulkan bahwa aliran yang sampai
sekarang masih di anut oleh masyarakat adalah aliran konvergensi, karena

merupakan aliran yang menggabungkan antara aliran nativisme dan empirisme


dan juga merupakan aliran yang sempurna. Sedangkan masyarakat Indonesia
mayoritas juga menganut aliran konvergensi.
3.2 Saran
Untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia banyak hal yang harus
dilakukan, karena begitu kompleksnya permasalahan yang ada, sehingga tidak
mudah untuk memulai membenahinya dari mana. Namun dalam hal ini tidak ada
salahnya kita mencoba memperbaikinya melalui permasalahan yang ada yakni
melalui peningkatan mutu, relevansi, dan pemerataan pendidikan. Ketiga hal ini
merupakan bagian dari sistem pendidikan Indonesia yang kita pandang cukup
penting untuk memulai pembenahan bagi sistem pendidikan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

http://sanaky.com/wp-content/uploads/2010/09/ALIRAN-ALIRAN-PENDIDIKAN.pdf

http://wahyuniunindrabio2a.blogspot.com/2008/06/aliran-aliran-pendidikanesensialisme.html

http://www.rancahbetah.info/2010/03/makalah-pengantar-pendidikan-aliran.html

Tirtarahardja,Umar dan La Sulo.2008.Pengantar Pendidikan.Jakarta:PT RINEKA CIPTA

Anda mungkin juga menyukai