Kelas : PAI 5B
NIM : 1182020058
Soal
1. Kemukakan apa saja dampak positif dan negatif (jika ada) yang Anda peroleh/rasakan
setelah mempelajari filsafat Islam.
2. Ada dua persoalan besar tentang alam yang diperdebatkan oleh para filosof, yaitu 1)
apakah alam itu qadim atau huduts, 2) apakah alam diciptakan dari bahan yang sudah
ada atau diciptakan dari tiada (cretio ex nihilo). Bagaimana analisis Anda terhadap dua
persoalan tersebut?
3. Pemikiran Al-Farabi dalam bidang politik, beliau kemukakan dalam bukunya yang
berjudul Araa Ahlul Madinah al-Fadhilah ( الفضيلة8 )أرى أهل المديتة . Kemukakan oleh
Anda konsep pokok beliau tentang negara.
4. Konsep “muwahhid” atau “’uzlah” Ibnu Bajjah berbeda dengan konsep Al-Ghazali.
Tugas anda menjelaskan konsep tersebut menurut kedua filosof dimaksud, lalu sebutkan
di mana sisi perbedaan antara keduanya.
Jawaban :
Dampak positif yang saya dapatkan itu sangat banyak . Terutama mengubah pola pikir
saya pada suatu hal. Filsafat mengajarkan saya untuk berpikir pada akarnya
(mendalam). Begitu juga saat pembelajaran kita mengulas beberapa filsuf muslim yang
kuar biasa, dengan mengetahui perjuangan filsuf muslim yang luar biasa, Sangat
memotivasi saya dalam belajar. Saya merasa malu, karena memiliki banyak fasilitas
tapi malas – malasan
Sedangkan dampak negatifnya, saya tidak menemukan. Karena saya begitu senang
belajar filsafat islam meskipun sulit dipahami namun bapa bisa menjelaskan kembali
dengan mudah
Disini saya mengikuti faham al-ghazali yang berpendapat hadits. Bahwa yang qadim
hanyalah Allah sedangkan selain-Nya adalah baharu (Hadist). Pendapat ini didasarkan
pada keyakinan akan kemahakuasaan Allah di mana Allah dapat berbuat apa pun tanpa
ada yang menghalangi-Nya. Menurut saya, Sebelum Allah menciptakan alam, Allah
melakukan hal lain (Allah tidak diam) yang tidak manusia ketahui.
Begitupun pada hal bahan pencitaan alam, saya masih mengikuli al-ghazali. dengan
mengatakan bahwa penciptaan tidak bermula itu tidak dapat diterima, karena menurut
teologi, Tuhan adalah pencipta. Dan yang dimaksud dengan pencipta dalam faham
teologi itu adalah penciptaan sesuatu dari tiada (creatio ex nihilo). Kalau dikatakan
alam ini tidak bermula, maka alam ini bukanlah diciptakan, dan Tuhan bukanlah
sebagai pencipta. Padahal, Tuhan adalah pencipta dari segala-galanya.
3. Menurut al faribi, negara diibaratkan sebagai tubuh manusia. Semua organ memiliki
fungsinya masing-masing. Dari banyak organ, terdapat satu organ penting yaitu jantung.
Organ lain bekerja sama sesuai kordinat masing-masing membantu jantung. Demikian
halnya pun negara. Pemerintahan (pemimpin) adalah jantung dan rakyat adalah organ
lainnya. Disini rakyat mempunyai tuag dan kepandaian yang berbeda-beda yang
dipimpin oleh pemimpin untuk membuat negara itu berjalan dengan semestinya.
4. Muwahhid atau uzlah adalah mengasingkan diri. Menurut Al-ghazali cara untuk
berma’rifat adalah menjauhkan diri atau mengasingkan diri dari masyarakat. Menutnya,
akal itu lemah dan tidak bisa mencapai ma’rifat. Sedangkan menurut ibnu bajjah,
muwahhid bukan berarti mengasingkan diri dari sosial melainkan tidak terbawa
pengaruh negatif dari masyarakat. Dan juga menurut ibnu bajjah, akal dapat mencapai
ma’rifat
Tuhan tidak mengetahui yg juz`i : Ibn Rusyd mengatakan bahwa al-Ghazali salah
faham, karena tidak pernah para filosuf mengatakan yang demikian. Menurutnya
kaum filosof mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan tentang perincian yang
terjadi dalam alam tidak sama dengan pengetahuan manusia tentang perincian
itu. Pengetahuan manuisa mengambil bentuk effek, sedang pengetahuan Tuhan
merupakan sebab, yaitu sebab bagi terwujudnya perincian. Hal ini nampak
sebagai keterbatasan, karena mengandaikan bahwa penglihatan Tuhan
menggunakan indera. Al Ghazali terkesan menyamakan ilmu Allah dengan ilmu
manusia, sedangkan para filosof muslim terkesan membedakan antara ilmu Allah
dengan ilmu manusia.
Menurut saya, tidak ada yang benar maupun yang salah. Al-ghazali dan para filsuf
muslim lainnya melihat suatu hal dari sudut pandang yang berbeda-beda. Namun
tetap saja tujuannya sama. Buktinya para Filsuf muslim lainnya tidak pernah
mengajarkan orang-orang melenceng dari ajaran agama islam.