Anda di halaman 1dari 3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dunia Bayang-Bayang ( the story of the caveman)

Seseorang yang suka merenung pasti pernah memikirkan tentang makna


hidupnya, apa tujuan hidup itu.? Atau untuk apa aku peroleh ilmu
pengetahuan.? Pada masa Yunani Kuno pertanyaan-pertanyaan seperti itu pernah
ditanyakan oleh penduduk Yunani dan Socrates mencoba menjawabnya. Socrates
mengajarkan bahwa kebajikan adalah hal yang paling berharga diantara semua
yang dimiliki seseorang. Bahwa kebenaran terletak di luar bayang-bayang
pengalaman kita sehari-hari.
Tabiat Socrates tercermin dalam hal dunia bayang-bayang yang
menyatakan : padang rumput dan pohon kayu tak memberi pelajaran apapun
kepadaku. Manusia ada, ia memperhatikan yang baik dan buruk, yang terpuji dan
tercela. Kemudian Socrates pergi ke tanah lapang, yang didapati di tanah lapang
banyak orang berkumpul. Tidak lama ia ke pasar, ia bertanya kepada semua
orang, menanyakan apa yang dibuatnya. Ia ingin mengetahui semua dari orang
yang mengerjakannya. Ia bertanya kepada pelukis tentang apa yang dikatakan
indah dia juga bertanya kepada prajurit apa yang dikatakan berani.? Kepada ahli
politik ditanyakan, berbagai hal yang dipersoalkan.
Dalam ilmu pengertahuan modern sekarang, dunia bayang-bayang (the
story of the caveman), terutama dalam psikologi disebut abstrak thinking (berpikir
abstrak) sebagai bentuk daya imajinasi seseorang untuk mendesain sebuah
penemuan atau gagasan terhadap sesuatu. Dunia bayang-bayang atau berpikir
abstrak diperlukan bagi manusia untuk mendefinisikan sesuatu hal demi kemajuan
dan kesejahteraan kehidupan manusia dan dunia bayang-bayang sebagai landasan
awal bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Menurut PLATO dunia bayang-bayang bukanlah realitas sebenarnya. Yang
merupakan realitas sebenarnya adalah idea. Idea merupakan sesuatu yang
sungguh-sungguh ada:realitas.1

B. Metode Socratic: gnoti seeauton, maieutica-technic, dan dialektika

Sokrates tidak menghidangkan suatu ajaran sistematis. Tetapi itu tidak


berarti bahwa ia bertindak tidak berencana. Sumber-sumber yang memberi
informasi mengenai ajarannya, semua setuju dalam mengatakan bahwa Sokrates
mempergunakan suatu metode tertentu. Metode ini bersifat praktis dan dijalankan
1 Poedjawijatna,Pembimbing Kearah Alam Fisafat(Jakarta:Rineka Cipta,2005),33

dalam percakapan-percakapan. Sokrates tidak menyelidiki fakta-fakta, melainkan


ia menganalisis pendapat-pendapat atau tuturan-tuturan yang dikemukakan orang.
Sokrates selalu memulai dengan menganggap jawaban pertama sebagai suatu
hipotesis dan dengan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut ia menarik segala
konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban tersebut.
Dalam dialog-dialog yang dikarang Plato dalam masa mudanya sering
terjadi bahwa percakapan berakhir tanpa hasil yang definitive. Plato sendiri
mengatakan beberapa kali bahwa dialog-dialog itu berakhir dengan aporia (rasa
bingung). Metode Sokrates tersebut biasa disebut dialektika, karena dialog atau
percakapan mempunyai peranan hakiki di dalamnya. Dalam suatu kutipan yang
terkenal dari dialog Theaitetos, Sokrates sendiri mengusulkan nama lain untuk
menunjukkan metodenya, yaitu maieutike tekhne (seni kebidanan). Seperti ibunya
adalah seorang bidan, katanya, demikian pun tugas Sokrates dapat dibandingkan
dengan pekerjaan seorang bidan. Tetapi ia tidak menolong badan bersalin,
melainkan ia membidani jiwa-jiwa.
Di dalam traktatnya tentang metafisika, Aristoteles memberikan catatan
mengenai metode Sokrates. Ada dua penemuan, katanya, yang menyangkut
Sokrates, kedua-duanya berkenaan dengan dasar pengetahuan, yang pertama ialah
ia menemukan istilah induksi dan yang kedua ia menemukan definisi. Dalam
logikanya Aristoteles mempergunakan istilah induksi untuk mengacu ke proses
pemikiran dimana akal budi manusia, dengan bertolak dari pengetahuan tentang
hal-hal yang khusus, menyimpulkan pengetahuan yang umum. Dan memang
itulah yang dilakukan oleh Sokrates.
Penemuan kedua yang menurut Aristoteles berasal dari Sokrates ialah
definisi, dan tentu saja ada hubungan yang erat dengan induksi tadi. Karena
definisi ini diperoleh dengan jalan mengadakan induksi itu. Suatu definisi
berusaha menentukan intisari atau hakikat suatu hal. Sokrates tidak
mendefinisikan gambar-gambar matematis, melainkan sifat-sifat yang
menyangkut tingkah laku manusia. Dengan definisi itu, Sokrates dapat
membuktikan kepada orang Sofis bahwa pengetahuan yang umum ada, yaitu
definisi itu. Jadi, orang Sofis tidak seluruhnya benar: yang benar ialah sebagian
pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus; yang khusus itulah
yang kebenarannya relative.
Dengan mengajukan definisi itu Sokrates telah dapat menghentikan laju
dominasi relativisme kaum sofis yang menganggap bahwa adil tidaknya dan
berani tidaknya suatu perbuatan tergantung pada manusia saja, karena manusia
adalah ukuran untuk segala sesuatu. Dan orang Athena mulai kembali memegang
kaidah sains dan akidah agama mereka.

C. Kebenaran Universal

Anda mungkin juga menyukai