Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia senantiasa terkagum atas
apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu apakah ia tidak ditipu oleh panca-indranya, dan
mulai menyadari keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada agama
atau kepercayaan ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh takwa itu tidak menahan
manusia menggunakan akal budi dan pikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada
dibalik segala kenyataan (realitas) itu. Proses mencari tahu itu menghasilkan kesadaran, yang
disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri metodis, sistematis, dan koheren, dan
cara mendapatkannya dapat dipertanggung jawabkannya, makalah lahirlah ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang sekarang ini kita sebut
sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana kita mengenal ilmu kedokteran, fisika,
matematika, dan lain sebagainya. Umat manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya
berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah yang nanti akan kita
sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat yng merupakan
pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia. Bagian
filsafat yang paling mulia adalah filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang
merupakan sebab dari segala kebenaran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Dunia Bayang-bayang?
2. Apa maksud kebijakan Socrates yang disebut dengan Gnoti Seauton, Maieutica
Technic, dan Dialektika ?
3. Apa yang dimaksud dengan Kebenaran Universal ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang Dunia Bayang-bayang
2. Untuk mengetahui kebijakan sokrates disebut dengan Gnoti Seauton, Maieutica
Technic, dan Dialektika
3. Untuk mengetahui tentang kebenaran universal

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dunia bayang-bayang: The story of the caveman


Seseorang yang suka merenung pasti pernah memikirkan tentang makna hidupnya.
Misalnya pertanyaan ini: Apakah tujuan hidup itu? ”atau“ Untuk apa aku peroleh dan
mempunyai ilmu pengetahuan?”. Khusus tentang fungsi Kongkrit filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang mengkhususkan diri ke dunia ide pemikiran dipandang tidak banyak
memberikan jawaban nyata atas persoalan kehidupan, hanya melayang-layang di awang-
awang. Benarkah demikian?. Tentu saja banyak sekali variasi jawaban dari dua peryataan di
atas, tergantung latar belakang kehidupan dan pendidikan serta pandangan dunianya.
Pada masa yunani kuno, pertanyaan-pertanyaan itu berusaha dijawab oleh Socrates.
Socrates mengajarkan bahwa kebajikan adalah hal yang paling berharga diantara semua yang
dimilik seseorang, bahwa kebenaran terletak di luar ” bayang-bayang” pengalaman kita
sehari-hari. Ungkapan Socrates yang sangat terkenal adalah "kenalilah dirimu sendiri".
Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang setiap saat
harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Socrates berkata
dalam Apologia, "Hidup yang tidak dikaji" adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi.
Bagi Socrates, manusia adalah makhluk yang bila disoroti pertanyaan yang rasional
dapat menjawab secara rasional pula. Menurut Socrates, hakekat manusia tidak ditentukan
oleh tambahan-tambahan dari luar, ia semata-mata tergantung pada penilaian diri atau pada
nilai yang diberikan kepada dirinya sendiri. Semua hal yang ditambahkan dari luar kepada
manusia adalah kosong dan hampa. Kekayaan, pangkat, kemasyhuran dan bahkan kesehatan
atau kepandaian semuanya tidak pokok (adiaphoron). Satu-satunya persoalan adalah
kecendrungan sikap terdalam pada hati manusia. Hati nurani merupakan "hal yang tidak
dapat memperburuk diri manusia, tidak dapat juga melukainya baik dari luar maupun dari
dalam".
Tabiat Socrates tercermin dalam hal dunia bayang-bayang pernyataannya sebagai
berikut: “Padang rumput dan pohon kayu tak memberi pelajaran apapun kepadaku, manusia
ada. Ia memerhatikan yang baik dan buruk yang terpuji dan tercela. Suatu saat ia didapati
ditanah lapang dimana banyak orang berkumpul, tidak lama ia berada dipasar. Ia berbicara
dengan semua orang, menanyakan apa yang dibuatnya, ia ingin mengetahui sesuatu dari
orang yang mengerjakan sesuatu ia selalu bertanya tentang pertukangannya. Ia bertanya
kepada pelukis tentang apa yang dikatakan indah, kepada prajurit atau ahli perang, ia

2
tanyakan apa yang dikatakan berani, kepada ahli politik ditanyakannya berbagai hal yang
biasa dipersoalkan mereka dengan jalan bertanya itu, ia memaksa orang yang ia tanya supaya
memperhatikan apa yang ia tahu dan hingga disisi mana tahunya pertanyaan itu mulanya
mudah dan sederhana setiap jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam
Dari pertanyaan biasa, lalu membawanya kepada pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut. (Atang
Abdul Hakim:2008:181).
Dalam ilmu pengetahuan modern sekarang “Dunia bayang-bayang: the story of the
caveman” terutama dalam psikologi disebut Abstrak Thingking (berpikir abstrak) sebagai
bentuk daya imajinasi sesorang untuk mendesain sebuah temuan atau gagasan terhadap
sesuatu. “Dunia bayang bayang” atau berpikir abstrak diperlukan bagi manusia untuk
mendefinsikan sesuatu hal demi kemajuan dan kesejahteraan kehidupan manusia dan dunia
bayang-bayang (abstrak thingking) sebagai landasan awal bagi pengembangan ilmu
pengetahuan.

B. Metode Socratie : Gnoti Seauton, meieutica-technic, dan dialektica


1. Gnoti Seauton
Menurut Socrates, manusia, dengan pikiran atau pengetahuannya, seolah melangkah
maju dari upaya menyingkap misteri satu menuju misteri-misteri lain yang kian mekar, di
dalam hidupnya. Manusia, dengan pikiran atau pengetahuannya, seolah bergerak dari satu
ketidaktahuan menuju ketidaktahuan baru dalam hidupnya. Kenyataan itulah yang membuat
ilmu pengetahuan makin terus berkembang di dalam tatanan filosofi, agar mampu memburu
dan membunuh naga-naga ketidaktahuan dan kejahatan baru (kejahatan profesional) yang
bertumbuh berbarengan dengan perkembangan pikiran, pengetahuan, dan keilmuwan
manusia.
Gnotie Seauton, dalam hal ini, menunjukkan sebuah kepentingan kemanusiaan yang
bersifat fundamental dalam hal memahami dan mengerjakan pikiran, yang merupakan salah
satu ciri keberadaan yang khas manusia itu. Intinya pada analisis diri dan pemahaman diri
untuk mencapai pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik. Manusia, melalui
pengetahuannya itu, memperoleh keuatan, tanggung jawab, kesadaran bati, kematangan
,pemikiran atau intelektual dan rasa percaya diri untuk membangun dirinya sebagai makhluk
beradab yang makin matang (dewasa), tahu diri, dan berendah hati. Manusia, disamping
membutuhkan kerendahan hati, juga membutuhkan kesabaran, ketekunan, dan keteguhan
batin untuk menegur dan mendididk diri. Ia butuh kedisiplinan, tanggung jawab, dan optimis
hidup didalam mengejar pengetahuan atau kearifan dimaksud. Filsafat, hendak menunjukkan

3
manusia bukan hanya bertugas mengisi “ingin tahu-nya dengan pikiran dan keterampilan-
keterampilan teknologis (praktis operasional yang sempit atau terbatas). Justru sebaliknya,
filsafat ingin melampauinya dan menempatkkan perjuangan manusia yang berpengatahuan
itu pada ini pergumulan dan tugas memanusiakan manusia sebagai manusia beradab dan
berbudaya didalam keutuhan eksistensinya. Manusia, secara eksistensial “multidimensi”, dan
karenanya, pengembangan pikiran dan pengetahuannya pun, hendaknya merupakan sebuah
tugas eksistensial yang utuh dalam keberbagaian dimensinya itu.
2. Maieutica-tachnic
Pandangan Socrates yang terpenting adalah bahwa pada diri setiap manusia
terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam dunia nyata. Karena itu setiap orang
sesungguhnya bisa menjawab semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada
orang-orang itu, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam
jawaban-jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu menurut Socrates,
perlu ada orang lain yang ikut mendorong mengeluarkan ide-ide atau jawaban yang masih
terpendam. dengan perkataan lain perlu semacam bidan untuk membantu kelahiran sang ide
dari dalam kalbu manusia. Maka pekerjaan Socrates sehari-hari adalah berjalan-jalan di
tengah kota, berkeliling di pasar-pasar untuk berbicara dengan semua orang yang dijumpai
untuk menggali jawaban-jawaban terpendam mengenai berbagai persoalan. Dengan metode
tanya jawab yang disebut metode Socrates ini akan timbul pengertian yang disebut
“maieutics” (menarik keluar seperti yang dilakukan bidan). Pengertian tetang diri sendiri ini
menurut Socrates sangat penting buat tiap-tiap manusia Adalah kewajiban setiap orang untuk
mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ia ingin mengerti tentang hal-hal lain diluar
dirinya. Ia mempunyai semboyan “belajar yang sesungguhnya pada manusia adalah belajar
tentang manusia”
3. Dialektica
a. Pengertian dialektika
Dialektika adalah Ilmu Pengetahuan tentang hukum yang paling umum yang
mengatur perkembangan alam, masyarakat dan pemikiran. Sedangkan metode dialektis
berarti investigasi dan interaksi dengan alam, masyarakat dan pemikiran.Pengertian
dialektika menurut Aristoteles dalam buku Cecep Sumarna (2006:132) adalah “Menyelidiki
argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak pasti
kebenarannya” Cecep Sumarna (2006 : 132). Pada dasarnya menurut K. Bertens (1989:137-
138) logika dimaknai sebagai seni berdebat dan muncul pada era Zeno da Citium. (Cecep

4
Sumarna, 2006: 131). Logika pada masa Aritoteles belum dikenal namun, logika pada masa
ini sering disebut dengan analitik dan istilah lainnya adalah dialektika.
Metode dialektika – dialog dari Socrates merupakan metode atau cara memahami
suatu dengan melakukan dialog. Dialog berarti komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara
dan ada seseorang lain yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan
mendalam diharapkan orang dapat menyelesaikan probelem yang ada. Ada proses pemikiran
seseorang yang mengalami perkembangan karena mempertemukan ide yang satu dengan ide
yang lain antara orang yang berdialog. Tujuannya mengembangkan cara berargumentasi agar
posisi yang bersifat dua arah dapat diketahui dan diharapkan satu sama lain. Metode
dialektika menurut Hegel adalah suatu metode atau cara memahami dan memecahkan
persoalan atau problem berdasarkan tiga elemen yaitu tesa, antitesa dan sintesa. Tesa adalah
suatu persoalan atau problem tertentu, sedangkan antitesa adalah suatu reaksi, tanggapan,
ataupun komentar kritis terhadap tesa (argumen dari tesa). Dari dua elemen tersebut
diharapkan akan muncul sintesa, yaitu suatu kesimpulan. Metode ini bertujuan untuk
mengembangkan proses berfikir yang dinamis dan memecahkan persoalan yang muncul
karena adanya argumen yang kontradiktif atau berhadapan sehingga dicapai kesepakatan
yang rasional (Irmayanti, M Budianto, 2002:14 dalam Joko Suwarno).
Dialektika tumbuh dari logika formal di dalam perkembangan sejarah. Logika formal
adalah sistem pengetahuan ilmiah besar pertama dari proses pemikiran. Adalah puncak karya
filosofis dari Yunani Kuno, mahkota kejayaan pemikiran bangsa Yunani. Pemikir- pemikir
Yunani awal membuat banyak penemuan penting tentang alam dari proses berpikir dan hasil-
hasilnya. Pesintesa pemikiran Yunani, Aristoteles, mengumpulkan, mengklasifikasikan,
mengkritik, mensistematiskan hasil-hasil positif dari pemikiran tentang pikiran, dan lalu
menciptakan logika formal. Euclides melakukan hal yang sama untuk geometri dasar.
Archimedes untuk mekanik dasar. Ptolomeus dari Alexandria kemudian untuk astronomi dan
geografi. Untuk mendapat pengetahuan yang dikemukakan benar atau logis ada tiga faktor
yang diperhatikan yaitu memiliki pengetahuan (menguasai masalah), mengambil keputusan
(menyampaikan pikiran dengan lancar), memberi pembuktian (argumentasi atas pendapat).
Ketiga faktor diatas merupakan bagian dari filsafat yang disebut logika formal atau berpikir
logik. Logika formal disebut juga logika minor atau dialektika.

b. Dialektika materialisme
Dialektika dimulai dengan materialisme, oleh karenanya, sangat tidak mungkin untuk
mengerti dialektika tanpa mengerti dulu pandangan materialis. Dan tidak mungkin untuk

5
mengerti cara berfungsi suatu materi tanpa mengerti dialektika. Dan tanpa dialektika,
materialisme tidak dapat menerangkan dunia realis yang tidak idealis. Dialektika menjelaskan
alam suatu materi (benda). Khususnya mempelajari fenomena akan 'pergerakan' dan
'interelasi' mereka, bukannya keterasingan dan kestatisannya. 'Pergerakan' dan 'interrelasi'
(saling berhubungan) adalah dua prinsip paling general dari dialektika. Konsep 'interelasi'
adalah prinsip paling umum untuk menerangkan tentang perkembangan dan fungsi suatu
materi. Bahwa sifat saling bergantungan adalah bentuk universal dari semua kenyataan.
Semua yang nampak di dunia ini merupakan rangkaian dari satu materi. Misalnya, perbedaan
fenomena alam atau sosial, saling bergantung dengan perbedaan alam atau masyarakatnya.
Baru pada abad 19, seorang filsuf Jerman, Hegel, Berhasil menemukan semua hukum
dasar dialektika, dengan studinya tentang Logika. Dan dipakainya untuk menyerang metode
Metafisik dan kaum borjuis dan feodal. Metafisik dapat digunakan sebagai studi atau
pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature) dari keadaan atau kenyataan
yang tampak nyata dan variatif. Melalui pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika,
manusia akan dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup. Oleh karena itu tidak
salah jika K. Bertens (1975:154) menyebut metafisika sebagai kebijaksanaan (Sophia)
tertinggi (Cecep Sumarna, 2006:64-65). Yaitu tentang perubahan hukum kwantitatif menjadi
kwalitatif, hukum kontradiksi sebagai motif prinsip untuk semua perkembangan dan hukum
spiral, yang menangkap semua arah maju dari proses sejarah dunia. Menurut Engels, tentang
penemuan Hegel: “untuk pertama kali di seluruh dunia, alam, sejarah, intelektual, dinyatakan
sebagai proses, misalnya, seperti dalam gerakan, perubahan, transformasi, perkembangan
yang konstan dan kecenderungan untuk dibuat untuk menemukan hubungan internal yang
membentuk keseluruhan gerakan dan perkembangan yang berkesinambungan.” (Engels, anti-
Duhring, p. 37-38) sebenarnya Hegel seorang Idealis, dan tidak pernah mengungkapkan ini
secara eksplisit. Dia percaya bahwa dasar pergerakan dan interelasi adalah konsep pikiran
(mind), yang pada akhirnya menjadi gerakan perkembangan alam dan masyarakat. Tapi ide
ini justru akhirnya bertentangan dengan pandangan idealis. Yang pada akhirnya, dipakai oleh
Marx dan Engels untuk membangun dasar metode dialektika dan fondasi materialis. Marx
dan Engels mampu mengkritik Metode dialektis Hegel. Mereka menunjukkan bahwa hukum
dialektik pertama-tama beroperasi dalam alam, termasuk masyarakat, lalu kemudian pikiran
manusia sebagai refleksi akan realitas material. Engels menyimpulkan : "Tidak akan ada
pertanyaan lagi tentang pembangunan hukum-hukum dialektik kedalam alam (seperti yang
dilakukan Hegel), tapi adalah penemuan mereka didalam alam dan keterlibatan mereka dari
alam". Maka metode dialektis dari Marx dan Engels disebut Dialektis 'Materialis'. Marx

6
berpendapat bahwa dialektika merujuk pada pertentangan, kontadiksi, anagonism, atau
konflik antara tesis dengan antitesis yang kemudian melahirkan sintesis. Pandangan Karl
Marx hampir sama dengan Hegel, perbedaannya bahwa proses dialektis itu terjadi bukan di
dunia gagasan atau ide melainkan di dunia material.

c. Ciri Dialektika Material


 Perubahan Kuantitatif Ke Perubahan  Kualitatif
Hukum umum Dialektika yang kedua ini menyatakan, bahwa proses
perkembangan dunia material atau dunia kenyataan objektip terdiri dari dua
tahap. Tahap pertama adalah perubahan kuantitatif yang berlangsung secara
perlahan, berangsur atau evolusioner. Kemudian meningkat ketahap kedua,
yaitu perubahan kualitatif yang berlangsung dengan cepat, mendadak dalam
bentuk lompatan dari satu keadaan ke keadaan lain, atau revolusioner.
Perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif merupakan dua macam bentuk
dasar dari segala perubahan. Segala perubahan yang terjadi dalam dunia
kenyataan objektif itu kalau bukan dalam bentuk perubahan kuantitatif, maka
dalam bentuk kualitatif.
 Materialisme Dialektika
Berbarengan dengan cara pandang materialis dan pengetahuan ilmiah bergerak
maju dan menjadi penting pada waktu kebangkitan kapitalisme (abad 17 dan
18). Materialisme mengambil bentuk Materialisme mekanis. Yakni bahwa
alam dan masyarakat dilihat sebagai sebuah mesin raksasa dimana bagian-
bagiannya bekerja secara mekanis. Pandangan ini memudahkan orang
memahami bagian-bagian dari suatu hal dan bagaimana mereka bekerja, tetapi
hal ini tidak mampu menjelaskan asal-usul perkembangan suatu hal.

d. Kegunaan dialektika
Plato terkesan sangat idealistik dan meyakini sejatinya esksistensi berada diluar aspek
fisik. Sementara bagi muridnya, Aristoteles sejatinya eksistensi itu melekat pada sesuatu yang
fisik. Bagi Plato kebenaran yang ditangkap oleh pancaindera dan dibenarkan secara rasional
oleh rasio, tidak lebih dari jarak sebuah bayang-bayang yang bukan saja memiliki nilai jarak
dengan sejatinya kebenaran, tetapi bahkan bukan kebenaran itu sendiri. (Cecep Sumarna,
2006:11-12)

7
Dialektika antara Plato dan Aristoteles, penting untuk disebut sebagai pendorong
lahirnya ilmu di Yunani, sebab melalui dialektika ini, ilmu bukan saja menjadi lebih dinamis,
tetapi juga dari setiap wacana dialektik, pasti akan menghasilkan sesuatu yang baru. Sifat ini
pula dalam perkembangannya akan melahirkan wacana keilmuan. Tinggi rendahnya
dialektika keilmuan dalam suatu negara, akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
kemungkinan suatu negara yang dimaksud dalam melahirkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. (Cecep Sumarna 2006:12)
“Georg Wilhelm Friederich Hegel menggunakan metode dialektis yang berupaya
memahami realitas dengan mengikuti gerakan pikiran atau konsep asal berpangkal pada
pemikiran yang benar sehingga pemahaman akan dibawa oleh dinamika pikiran itu sendiri”
(Hakim, A.A. & Saebani, B.A. 2008: 38). Pemikiran Hegel yang senantiasa berdialektika
terhadap realitas dan memandang adanya realitas mutlak atau roh mutlak atau idealisme
mutlak dalam kehidupan, sangat mempengaruhi dalam memandang sejarah secara global. Hal
itu terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan pertentangan di dalam sejarah. Pada
dasarnya dialektika digunakan untuk mencari kebenaran dalam teori Socrates maupun
Aristoteles. Namun dalam perkembangannya dialektika digunakan oleh Hegel untuk
menentang ajaran metafisika. Ajaran Hegel kemudian ditentang oleh Marx dan melahirkan
dialektika materialisme.

e. Pentingnya dialektika
Dialektika digunakan untuk mencari kebenaran melalui diskusi atau tanya jawab.
Dialektika berguna sebagai pemerdalam dalam memahami masalah dan dalam pemecahan
masalah. Dialektika menghasilkan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan penambahan-
penambahan dialog. Dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dari yang belum mengerti menjadi
mengerti.

C. Kebenaran Universal

Sebagaimana para Sofis, Sokrates pun berbalik dari filsafat alam. Sebagaimana juga
para Sofis, Sokrates pun memilih manusia sebagai objek penyelidikannya dan ia memandang
manusia lebih kurang dari segi yang sama seperti mereka: sebagai makhluk yang mengenal,
yang harus mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat.
Sebagaimana para Sofis, Sokrates pun memulai filsafatnya dengan bertitik tolak dari
pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret. Tetapi ada satu perbedaan yang

8
penting sekali antara Sokrates dan kaum Sofis, yaitu Sokrates tidak menyetujui relativisme
yang dianut oleh kaum Sofis. Menurut Sokrates ada kebenaran objektif, yang tidak
tergantung pada saya atau pada kita. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak memandang keyakinan
Sokrates itu dari sudut “kebenaran” saja. Kebenaran tidak diperoleh begitu saja sebagai ayam
panggang terlompat kedalam mulut yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan
seperti memperoleh segala barang yang tertinggi nilainya. Socrates memandang akan adanya
kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya (individu) atau kita (kelompok). Dalam
pembuktian hal ini Socrates menggunakan beberapa metode. Metode tersebut bersifat praktis
dan dijalankan melalui percakapan-percakapan atau disebut juga dengan dialog yang
kemudian dianalisis.

Metode ini dianggap memiliki peranan penting dalam menggali kebenaran objektif.
Contoh, ketika Ia ingin menemukan makna adil, dia bertanya kepada pedagang, prajurit,
penguasa dan guru. Dari semua penjelasan yang diberikan oleh lapisan masyarakat itu dapat
ditarik sebuah benang merah yang bersifat universal tentang keadilan, dari sinilah menurut
Socrates kebenaran universal ditemukan. Atau menghasilkan jawaban pertama (hipotesis
pertama). Jika jawaban pertama menghasilkan konsekuensi yang mustahil maka hipotesis itu
diganti dengan hipotesis lain dan begitulah selanjutnya. Dan diskusi itu biasanya berakhir
dengan aporia (kebingungan) dan terkadang juga menghasilkan suatu defenisi yang dianggap
berguna. Dan metode ini disebut dialektika (dialog), yang berasal dari bahasa yunani yakni
dialeghesthai.
Orang sofis berpendapat bahwa semua pengetahuan adalah relatif keadaannya. Yang
benar ialah pengetahuan yang umum ada dan pengetahuan yang khusus ada. Dan
pengetahuan yang khusus itulah yang relatif. Mari kita ambil contoh ini: Apakah kursi itu?
Kita menemukan kursi hakim, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan
jati; kita lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua, dari rotan; kita lihat
kursi makan, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya tiga, dari besi; bagitulah seterusnya.
Jadi ada dua hal yang selalu ada pada tiap kursi tempat duduk dan sandaran. Maka semua
orang sepakat bahwa kursi adalah suatu benda yang memiliki tempat duduk dan sandaran.
Ciri-ciri yang lain tidak dimiliki oleh semua kursi tadi, berarti ini merupakan kebenaran yang
objektif-umum, tidak subjektifrelatif.
Mengenai kaki, bahan merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan
yang umum, itulah defenisi. Dengan mengajukan defenisi Socratres tersebut mengakibatkan
berhentinya laju dominasi relatifisme kaum sofis. Sehingga pengikut Socrates menjadi lebih

9
dominan dibandingkan pengikut kaum sofis. Plato memperkokoh tesis socrates itu dengan
mengatakan bahwa kebenaran umum itu telah ada di alam idea tanpa harus melakukan
induksi. Gerakan pendidikan yang dilakukan oleh Socrates yang dikenal dengan Metode
Socratic: gnotiseauton, maieutica-technic, dan dialektika.
Socrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhnic) dalam berfilsafat.
Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Socrates (sebagai sang
bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang
itu. Dengan demikian Socrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. Pemikiran
Socrates dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang
menamakan diri sebagai "sophis" ("yang bijaksana dan berapengetahuan"), Socrates lebih
berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-
kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani).
Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates "menurunkan filsafat dari langit,
mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah". Karena itu dia
didakwa "memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum muda" dan dibawa ke
pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia
sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun
setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk
mengakhiri hidupnya.
Sokrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sengaja dimaksud untuk
membingungkan orang-orang itu. Karena jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu
menjadi saling bertentangan, sehingga para penjawab ditertawakan orang banyak. Metode ini
oleh Sokrates disebut metode ironi (eironeia). Segi positif dari metode ini terletak dalam
usahanya untuk mengupas kebenaran dari kulit “pengetahuan semu” orang-orang itu.
Cara pengajaran Sokrates pada umumnya disebut dialektika, karena di dalam pengajaran
itu dialog memegang peranan penting. Sebutan yang lain ialah maieutika, dan dari metode
pengajaran inilah melahirkan filosuf-filosuf terkenal Yunani dikemudian hari yang salah
satunya adalah Plato.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Socrates adalah sorang filsuf Yunani yang hidup pada tahun 469-399 sebelum
Masehi. Ia memiliki pendapat bahwa membangkitkan dalam diri manusia rasa cinta akan
kebenaran dan kebaikan (Philosophia) yang membantu manusia berpikir dan hidup lurus.
Socrates memiliki dua kebijakan, yaitu Gnotie-Seauton atau kenalilah dirimu dan Maieutica-
Technic atau seni kebidanan.
Gnotie-Seauton, dalam hal ini, menunjukkan sebuah kepentingan kemanusiaan yang
bersifat fundamental dalam hal memahami dan mengerjakan pikiran, yang merupakan salah
satu ciri keberadaan yang khas manusia itu. Intinya pada analisis diri dan pemahaman diri
untuk mencapai pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik.
Maieutica-Technic, dalam pemikiran Socrates adalah bahwa pada diri setiap manusia
terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam dunia nyata. Karena itu setiap orang
sesungguhnya bisa menjawab semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada
orang-orang itu, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam
jawaban-jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena itu menurut Socrates,
perlu ada orang lain yang ikut mendorong mengeluarkan ide-ide atau jawaban yang masih
terpendam. dengan perkataan lain perlu semacam “bidan” untuk membantu kelahiran sang
ide dari dalam kalbu manusia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebeni, 2008, Filsafat Umum Dari Metologi sampai
Teofilosofi, Pustaka Setia, Bandung.
Ahmad Tafsir, 2009, Filsafat Ilmu mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Pengetahuan, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung.
Asmoro Hadi, 2013, Filsafat Umum, PT. Raja Grafindo Pesada, Jakarta.

Idzam Fautanu, 2012, Filsafat Umum Teori & Aplikasinya, Referensi, Jakarta.

Karel Karsten Himawan, 2013, Pemikiran Magis Ketika Batas Antara Magis dan Logis
Menjadi Bias, Indeks, Jakarta. K. Bertens, 2005, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius,
Jogjakarta.

Muhammad Alfan, 2013, Pengantar Filsafat Nilai, CV. Pustaka Setia, Bandung. Masykur
Arif Rahman, 2013, Sejarah Filsafat Barat, IRCiSoD, Jogjakarta.

Nurani Soyomukti, 2011, Pengantar Filsafat Umum, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta. Sutardjo
Adisusilo, 2013, Sejarah Pemikiran Barat Dari yang klasik sampai yang modern, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Wahyu Murtiningsih, 2012, Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah, IRCiSoD, Jogjakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai