Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dizaman modern yang canggih seperti saat ini, kemajuan akan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (yang kemudian disingkat IPTEK) dan seni, sangatlah berpengaruh terhadap
segala aspek dalam kehidupan manusia. Tidak dapat dipungkiri, keberadaan IPTEK dan
seni tidak pernah lepas dengan keberadaan manusia. Manusia sebagai subjek dari
berkembangnya ilmu pengetahuan itu sendiri. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan,
maka berkembanglah pula teknologi dan seni. Keberadaan yang tidak akan pernah
terpisahkan tersebut, kemudian memunculkan beberapa dampak terhadap kehidupan
manusia didunia. Dampak tersebut berupa dampak positif dan negatif. Adanya dampak
negatif terhadap kehidupan manusia ini, akan menimbulkan beberapa yang kurang di
inginkan.

Peran Islam dalam perkembangan IPTEK pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya
dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam
ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran (qa’idah fikriyah)
bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti bahwa Aqidah Islam sebagai sumber
segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan.
Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan,
sedang yang bertentangan dengannya, wajib Rditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua,
menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan
IPTEK dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang
digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang
ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan IPTEK,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh
memanfaatkan IPTEK jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek
IPTEK dan telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam

1
memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan
manusia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian ipteks ?

2. Apa Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan ipteks potensi yang
dimiliki manusia ?

3. Apa rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an ?

C. Tujuan masalah

1. Mengetahui pengertian ipteks

2. Mengetahui Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan ipteks


potensi yang dimiliki manusia

3. Mengetahui rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Paradigma

Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berfikir (kognitif), bersikap (afektif),
dan bertingkah laku (koanatif). Paradigm juga dapatberarti seperangkat basumsi, konsep,
nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas
yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.

Kata paradigm sendiri berasal dari abd pertengahan di inggris yang merupakan kata
serapan dari bahasa latin ditahun 1483 yaitu paradigm yang berarti suatu model atau pola
bahasa yunani paradigm (para=deiknunai) yang berarti untuk “ membandingkan”,
“bersebelahan” (para) dan memperlihatkan (deik).

Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik
tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra sebjektif seseorang + mengenai
realita + dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.

Pengertian paradigm secara etimologis paradigm berarti model teori ilmu pengetahuan
atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigm berarti pandangan
mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi poko kpersoalan yang semestinya
dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma ilmu pengetahuan adalah
model atau kerangka berfikir beberapa komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan
pendekatan fragmentarisme yang cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah
ilmiah menurut bidangnya masing-masing.

IPTEKS

Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau mengetahui. `Ilm menurut
bahasa berarti kejelasan, karena itu segala kata yang terbentuk dari akar katanya
mempunyai ciri kejelasan. Misalnya: `alam (bendera), `ulmat (bibir sumbing), a`lam

3
(gunung-gunung), `alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas
tentang segala sesuatu. Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari
pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui pendekatan
keilmuan akan didapatkan sejumlah pengetahuan atau juga dapat dikatakan ilmu adalah
sebagai pengetahuan yang ilmiah. Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa
pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) adalah pengetahuan yang diperoleh lewat
penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kepastian kebenaran yang
dicapai Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan sebutan science.

Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna mencapai
suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi adalah ilmu tentang penerapan
ilmu pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan. Teknologi adalah pengetahuan dan
ketrampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk
memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek. Berdasarkan beberapa definisi
di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu
cara menerapkan kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan
berdasarkan proses teknis tertentu untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan
terpenuhinya suatu tujuan.

B. Potensi Manusia (Jasmani dan Rohani) dalam Pengembangan IPTEKS potensi yang
dimiliki manusia

Dalam berbagai literature, khususnya dibidang filsafat dan antropologi dijumpai berbagai
pandangan para ahli tentang hakekat manusia. Sastraprateja, misalnya mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia itu sendiri adalah suatu sejarah,
suatu peristiwa yang semata-mata datum. Hakikat manusia hanya dilihat dalam
perjalanan sejarahnya, dalam sejarah perjalanan bangsa manusia. Saatraprateja lebih
lanjut mengatakan, bahwa apa yang kita peroleh dari pengamatan kita atas pengamatan
manusia adalah suatu rangkaian anthtropoligical constans, yaitu dorongan-dorongan dan
orientasi yang dimiliki manusia.

4
Lebih lanjut, Sastraprateja menambahkan ada sekurang-kurangnya 6 anthtropoligical
constans yang dapat di tarik dari pengalaman umat manusia, yaitu:

1. Relasi manusia dengan kejasmanian, alam, dan lingkungan ekologis

2. Keterlibatan dengan sesame

3. Keterkaitan dengan srtuktur sosial dan institional

4. Ketergantungan masyarakat dan kebudayaan pada waktu dan tempat hubungan


timbal balik antara teori dan praktis.

5. Kesadaran religious dan para religious

6. Merupakan satu sintesis dan masing-masing saling mempengaruhi.

Keenam masalah tersebut tampak merupakan rangkaian kegiatan yang tidak bisa
ditinggalkan oleh manusia, yang secara umum dapat dikatakan bahwa dalam
beresksistensinya manusia tidak bisa melepaskan dari ketergantungannya pada orang lain.

Dr. Alexis Carrel (seorang peletak dasar-dasar humaniora di Barat ) mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya
berbanding terbalik dengan perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada
luar dirinya. Pendapat ini menunjukkan tentang betapa sulitnya memahami manusia
secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga setiap kali seseorang selesai memahami dari satu
aspek tentang manusia, maka muncul pula aspek yang lainnya.

Manusia memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan social maupun perubahan alamiah. Manusia
menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan berbagai makhluk yang berbudaya.
Manusia tidak liar, baik secara social maupun alamiah.

Manusia yang baru lahir dari perut ibunya masih sangat lemah, tidak berdaya dan tidak
mengetahui apa-apa. Untuk menjadi hamba Allah yang selalu menyembah-Nya dengan
tulus dan menjadi khalifah-Nya dimuka bumi, anak tersebut membutuhkan perawatan,
bimbingan dan pengembangan segenap potensinya kepada tujuan yang benar. Ia harus
5
dikembangkan segala potensinya kearah yang positif melalui suatu upaya yang disebut
sebagai al-Tarbiyah, al-Ta’dib, al-Ta’lim atau yang kita kenal dengan “pendidikan”.

Karena pendidikan yang mengarahkan ke arah perkembangan yang optimal maka


pendidikan dalam mengembangkannya harus memperhatikan aspek-aspek kepentingan
yang antara lain :

1. Aspek Pedagogis

Dalam hal ini manusia dipandang sebagai makhluk yang disebut ‘Homo Educondum’
yaitu makhluk yang harus didik. Inilah yang membedakannya dengan makhluk yang
lain. Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiakan manusia tanpa pendidikan sama
sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia yang sebenarnya.

2. Aspek Psikologis

Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut ‘Psychophyisk Netral’
yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan
rohaniah. Didalam kemandirian itu manusia mempunyai potensi dasar yang
merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang.

3. Aspek Sosiologis Dan Kultural

Aspek ini memandang bahwa manusia adalah makhluk yang berwatak dan
berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.

4. Aspek Filosofis

Aspek ini manusia adalah makhluk yang disebut ‘Homo Sapiens’ yaitu makhluk yang
mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan.

Manusia sebagai makhluk paedagogik membawa potensi dapat dididik dan dapat
mendidik. Sehingga dengan potensi tersebut mampu menjadi khalifah di bumi,
pendukung dan pengembang kebudayaan. Ia dilengkapi dengan fitrah Allah berupa
keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk
yang mulia.
6
Fitrah manusia dapat tumbuh dan berkembang dengan baik melalui pendidikan. Oleh
karena itu pendidikan Islam bertugas membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan fitrah manusia tersebut sehingga terbentuk seorang yang berkepribadian
muslim. Potensi dasar tersebut atau lebih dikenal dengan istilah fitrah harus terpelihara
dan berkembang dengan baik. Sebab tugas pendidikan adalah menjadikan potensi dasar
itu lebih berdaya guna, berfungsi secara wajar dan manusiawi.

Dalam pandangan lain, Pendidikan merupakan upaya manusia yang diarahkan kepada
manusia lain dengan harapan mereka, ini berkat pendidikan (pengajaran) itu kelak
menjadi manusia yang shaleh, yang berbuat sebagai mana yang seharusnya diperbuat dan
menjauhi apa yang tidak patut dilakukannya.

HUBUNGAN FITRAH DENGAN PENDIDIKAN

Sebelum kita melihat hubungan fitrah dengan pendidikan maka dilihat dulu dari segi
pengertian.

1. Fitrah adalah : kemampuan dasar yang ada pada diri seseorang yang harus
dikembangkan secara optimal.

2. Pendidikan adalah : usaha sadar orang dewasa untuk mengembangkan kemampuan


hidup secara optimal, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta
memiliki nilai-nilai religius dan sosial sebagai pengarah hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa hubungan fitrah dengan pendidikan adalah potensi yang ada
atau kemampuan jasmani dan rohaniah yang dapat dikembangkan tersebut. Pendidikan
merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana tiitk optimal kemampuan-
kemampuan tersebut untuk mencapainya. Keutuhan terhadap pendidikan bukan sekedar
untuk mengembangkan aspek-aspek individualisasi dan sosialisasi, melainkan juga
mengarahkan perkembangan kemampuan dasar tersebut kepada pola hidup yang ukhawi.
Oleh karena itu diperlukan atau keharusan pendidikan.

Potensi fitrah yang diberikan Allah itu, menurut Abdullah Nashih Ulwan sebagi “fitrah
tauhid” aqidah iman kepada Allah dan atas dasar kesucian yang tidak ternoda. Menurut

7
H.M. Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang dianugerahkan Allah
kepadanya, yang di dalamnya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama
lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia.

Seiring dengan lajutnya pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi, peranan pendidikan akan menjadi semakin penting. Karena di samping
kemajuan ilmu pengetahuan yang menuntut sumber daya manusia yang berkualitas
(khalifah Allah dibumi). Juga pendidikan berperan sebagai pengarah dari lajunya
perkembangan pengetahuan itu sendiri, sehingga hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi itu tidak akan merusak nilai manusia itu sendiri.

Al-Quran sebagai tumpuan dasar hidup dan kehidupan manusia dan sekaligus sumber
ajaran Islam memuat begitu banyak segi kehidupan. Begitu banyak yang tercakup dalam
ayat-ayatnya, baik yang tersirat maupun yang tersurat, dari perihidup kemanusiaan
sampai menerobos keberbagai bidang ilmu pengetahuan.

Salah satu yang terpenting dalam ajaran Islam adalah pendidikan, yang merupakan faktor
fundamental dalam kehidupan manusia, telah menjadi salah satu bidang yang tercakup
dalam kandungan ayat-ayat suci al-Quran dan bahkan menjadi topik yang utama. Sebab
Rasulullah sendiri diutus oleh Allah untuk mengajarkan dan mendidik manusia untuk
dapat mengenal Allah dan Rasulnya.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang dibekali dengan berbagai potensi atau
fitrah yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Potensi istimewa ini dimaksudkan agar
mengemban dua tugas utama, yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan juga untuk
beribadah kepada Allah SWT. Manusia dengan berbagai potensi tersebut membutuhkan
suatu proses pendidikan, sehingga apa yang akan diembannya dapat terwujud.
Pendidikan islam bertujuan untuk mewujudkan manusia yang berkrebadian muslim baik
secara lahir maupun batin, mampu mengabdikan segala amal perbuatannya untuk
mencari keriddhaan Allah SWT. Pendidikan Islam harus menggunakan al-Quran sebagai
sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam. Dengan kata

8
lain, pendidikan Islam harus berlandaskan ayat-ayat al-Quran yang penafsirannya dapat
dilakukan berdasarkan ijtihad disesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.

Dengan demikian, hakikat cita-cita Pendidikan Islam adalah melahirkan manusia-


manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan, satu sama lain saling menunjang. Fitrah
adalah potensi diri manusia untuk lebih baik. Itulah sebabnya potensi untuk menjadi lebih
baik pada diri kita senantiasa dodorong dan dibangkitkan. Banyak sekali orang selalu
optimis, sehingga berbagai masalah dan rintangan mampu dihadapi dengan gembira yang
akhirnya mampu membuat orang-orang disekitarnya termotivasi untuk meningkatkan
kualitas hidup. Fitrah erat kaitannya dengan citra manusia yang merupakan gambaran
tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli manusiawi. Kualitas
tersebut merupakan sunnah Allah yang ada pada manusia sejak ia dilahirkan.

Kondisi citra manusia secara potensial tidak dapat dirubah, sebab jika berubah maka
eksistensi manusia menjadi hilang, namun secara actual citra tersebut dapat berubah
sesuai dengan kehendak dan pilihan manusia itu sendiri. Sebelum kita mengetahui fitrah
dan potensi manusia dalam pendidikan Islam. Kita lihat dulu pengetian dari Pendidikan
Islam itu sendiri apa?. Pendidikan Islam menurut Prof. Dr. Omar Muhammad Al-touny
al-Syaebani, diartikan sebagai ”usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui
proses kependidikan”. Dan dari hasil rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia
tahun 1960, Pendidikan Islam yaitu: sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan
jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih,
mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam”.

Adapun Pendidikan Islam menurut Dr. Muhammad Fadil Al-Djamaly, Pendidikan Islam
adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan yang
mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan
kemampua ajarannya (pengaruh dari luar). Dan Pendidikan Islam adalah pendidikan
manusia seutuhnya yang dilakukan seorang dewasa kepada anak didiknya untuk
mempersiapkan kehidupan yang lebih baik dan memiliki kepribadian muslim yang

9
mengimplemantasikan syari’at Islam dalam kehidupan sehari, serta hidup bahagia
didunia dan akhirat.

Dari beberapa defenisi tersebut, Pendidikan Islam, yakni pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan didalam diri manusia, tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing kearah
pengenalan dan pengakuan tempat tuhan yang tepat didalam tatanan wujud dan
kepribadian.

Dilihat dari penjelasan diatas, maka diperlukan pendidikan islam yang harus didasarkan
pada konsep dasar manusia yang berhubungan dengan kualitas-kulitas atau potensi
manusia, potensi yang memerlukan proses pembinaan yang mengacu ke arah yang
realisasi dan pengembangan individu yang berwawasan kepada Islam. Dalam hal ini
dengan berpandu kepada Al-quran dan Hadist sebagai sumbernya, sehingga akhir dari
tujuan pendidikan Islam dapat terwujud dan menciptakan insane Kamil bahagia di dunia
dan akhirat. Ada pun tujuan yang tertinggi dapat dirumuskan dalam istilah “insane kamil”
(manusia paripurna). Dalam tujuan pendidikan islam tujuan tertinggi atau terakhir ini
pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan peranannya sebagai mahkluk
ciptaan Allah.

Dengan demikian indikator dari insane kamil tersebut adalah: menjadi hamba Allah,
mengantarkan subjek didik menjadi khalifah Allah fi al-Ardh,yang mampu
memakmurkan bumi dan melestarikannya dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmat bagi
alam sekitarnya, sesuai dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai konsekuensi setelah
menerima Islam sebagai pedoman hidup, dan untuk memperoleh kesejahteraan
kebahagiaan hidup didunia sampai akhira, baik individu maupun masyarakat.

Allah SWT menciptakan manusia didunia kecuali bertugas pokok untuk menyembah
Khalik-Nya, juga bertugas untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan yang terdapat
di bumi agar mereka dapat hidup sejahtera dan makmur lahir batin. Manusia diciptakan
Allah selain menjadi Hamba-Nya, juga menjadi penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku
hamba dan “khalifah”, manusia telah diberi kelengkapan kemampuan

10
jasmaniah(fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis) yang dapat dikembangkan. Begitu
kompleks fitrah manusia, sehingga manusia pantas menerima amanah Tuhan untuk
menjadi khalifah dan hamba-Nya. Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling
baik dan ditumbuhkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya guna
dalam ikhtiar kemanusiaannya untuk melaksanakan tugas pokok kehidupannya didunia.
baik diantara makhluk Allah yang lain.

Struktur manusia terdiri dari unsure jasmaniah dan rohaniah atau unsur psiologis. Untuk
mengembangkan atau menumbuhkan kemampuan dasar jasmaniah dan rohaniah tersebut,
pendidikan merupakan sarana (alat) yang menentukan sampai dimana titik optimal
kemampuan tersebut dapat dicapai. Namun, proses pengembangan kemampuan manusia
melalui pendidikan tidaklah menjamin akan terbentuknya watak dan bakat seseorang
untuk menjadi baik menjadi baik menurut kehendak-Nya, mengingat Allah sendiri telah
menggariskan bahwa di dalam diri manusia terdapat kecenderungan dua arah, yaitu arah
perbuatan fasik (menyimpang dari peraturan) dan ke arah ketakwaan (menaati
peraturan/perintah). Seperti firman Allah dalam surat As Syams 7-10. Dalam firman
Allah tersebut menjelaskan bahwa, manusia di beri kemungkinan untuk mendidik diri dan
orang lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah melalui berbagai
metode ikhtairiah-Nya. Di sini tercermin bahwa manusia memiliki kemamuan bebas (free
will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya sendiri. Ia tak akan mendapatkan
sesuatu kecuali menurut usahnya.

Dapat dilihat dalam firman Allah yakni dalam surat An Najm, 39 dan 40. Disini
menjelaskan konsepsi Islam tentang hubungan Tuhan dan Manusia sebagai makhluk-Nya
yang mengandung nilai kasih sayang bersifat pendagogis (mendidik), yaitu tanpa ikhtiar,
manusia tidak akan memperoleh kasih sayamg Tuhan atau keberuntungan atau
keberhasilan. Dengan kata lain, rahmat dan hidayah serta taufik-Nya tidak akan diperoleh
manusia tanpa melalui ikhtiar yang benar dan sungguh di jalan Allah. Bilamana tujuan
pendidikan Islam diarahkan kepada pembentukan manusia yang seutuhnya, berarti proses
kependidikan yang harus dikelola oleh para pendidik harus berjalan di atas pola dasar
manusia dari fitrah yang telah dibentuk Allah dalam setiap pribadi manusia.

11
Pola dasar ini mengandung potensi psikologis yang kompleks, karena di dalamnya
terdapat aspek-aspek kemampuan dasar yang dapat dikembangkan secara dialektis-
interaksional (saling mengacu dan mempengaruhi) untuk terbentuknya kepribadian yang
serba utuh dan sempurna melalui arahan kependidikan. Salah satu aspek potensial dari
apa yang disebut “fitrah” adalah kemampuan berfikir manusia dimana rasio atau
intelegensia (kecerdasan) menjadi pusat perkembangannya. Para pendidik muslim sejak
dahulu menganggap bahwa kemampuan berpikir inilah yang menjadi kriterium
(pembeda) yang esensial antara manusia dan mahkluk-makhluk lainnya. Disamping itu,
kemampuan ini memiliki kapabilitas untuk berkembang seoptimal mungkin yang banyak
bergantung pada daya guna proses kependidikan.

Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memiliki
kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas yang menurut pandangan Islam
dinamakan “Fitrah”. Kata fitrah diambil dari kata fathara yang berarti mencipta.
Sementara pakar menambahkan, fitrah adalah mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada
contoh sebelumnya. Kata fitrah berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan”
secara etimologi fitrah berarti kejadian asli,agama, ciptaan, sifat semula jadi, potensi
dasar, dan kesucian. Menurut ibn al-Qayyim dan ibn al-Katsir, karena fatir artinya
menciptakan, maka fitrah artinya keadaan yang dihasilkan dari penciptaannya itu.

Menurut hadist yang diriwayatkan oleh ibnu Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan
manusia. Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Qur’an dalam konteksnya
selain dengan manusia. Dalam kamus susunan Mahmud Yunus, fitrah diartikan sebagai
agama, ciptaan, perangai, kejadian asli. Dalam kamus Munjid kata fitrah diartikan dengan
agama, sunnah, kejadian, tabiat. Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bahwa fitrah adalah
potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang
dibawanya sejak lahir.

Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan arti
fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum 30:

12
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan
kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manusia diatas
fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”

Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :

“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang
menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)

Bila di interpretasikan lebih lanjut dari istilah “Fitrah” sebagaimana tersebut dalam ayat
al-Qur’an dan Hadist, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Fitrah yang disebutkan dalam ayat tersebut mengandung implikasi pendidikan.Oleh


karena itu, kata fitrah mengandung makna “kejadian” yang didalamnya berisi potensi
dasar beragama yang benar dan lurus yaitu islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah
oleh siapa pun. Karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami
perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.

2. Fitrah berarti agama, kejadian. Maksudnya adalah agama Islam ini bersesuaian
dengan kejadian manusia. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama
(beribadah). Hal in dikuatkan oleh firman Allah dalam surat adz-Dzariyat(51):56.

3. Fitrah Allah berarti ciptaan Allah, Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama, yaitu agama Tauhid; maka hal itu tidak wajar kalau manusia tidak
beragama tauhid. Mereka tidak beragama tauhid itu hanya lantaran pengaruh
lingkungan. Tegasnya manusia menurut fitrah beragama tauhid.

4. Fitrah berarti ciptaan, kodrat jiwa, budi nurani. Maksudnya bahwa rasa keagamaan,
rasa pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa itu adalah serasi dengan budi nurani
manusia. Adapun manusia yang bertuhankan kepada yang lain-lain adalah menyalahi
kodrat kejiwaannya sendiri.

5. Fitrah berarti ikhlas. Maksudnya manusia lahir dengan berbagai sifat, salah satunya
adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan suatu aktivitas. Berkaitan dengan
makna ini ada hadist yaitu: “ Tiga perkara yang menjadikannya selamat adalah ikhlas,
13
berupa fitrah Allah, di mana manusia diciptakan darinya, sholat berupa agama, dan
taat berupa benteng penjagaan” (HR. abu Hamid dari Muadz)

6. Fitrah berarti potensi dasar manusia. Maksudnya potensi dasar manusia ini sebagai
alat untuk mengabdi dan ma’rifatullah.Para filosof yang beraliran empirisme
memandang aktivitas fitrah sebagai tolok ukur pemaknaannya.

7. Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, Fitrah itu dapat dilihat dari dua segi yakni; segi
naluri sifat pembawaan manusia atau sifat-sifat Tuhan yang menjadi potensi manusia
sejak lahir, dan segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya. Jadi
potensi manusia dan agama wahyu itu merupakan satu hal yang nampak dalam dua
sisi, ibarat mata uang logam yang mempunai dua sisi yang sama.Mata uang itulah kita
ibaratkan fitrah. Kemampuan menerima sifat-sifat Tuhan dan mengembangkan sifat-
sifat tersebut adalah merupakan potensi dasar manusia yang terbawa sejak lahir.

Ada pun macam-macam fitrah (potensi) dapat kita lihat sbb:

1. Potensi Fisik (Psychomotoric).

Merupakan potensi fisik manusia yang dapat diberdayakan sesuai fungsinya untuk
berbagai kepentingan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup.

2. Potensi Mental Intelektual (IQ).

Merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya : untuk merencanakan
sesuatu untuk menghitung, dan menganalisis, serta memahami sesuatu tersebut.

3. Potensi Mental Spritual Question (SP).

Merupakan potensi kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri manusia
yang berhubungan dengan jiwa dan keimanan dan akhlak manusia.

4. Potensi Sosial Emosional.

Yaitu merupakan potensi yang ada pada otak manusia fungsinya mengendalikan
amarah, serta bertanggung jawab terhadap sesuatu.

14
Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas dalam agama
Islam. Dengan kemampuan ini manusia dapat dididik menjadi beragama Yahudi,
Nasrani, ataupun Majusi, namun tidak dapat dididik menjadi atheis (anti Tuhan).
Pendapat ini diikuti oleh banyak ulama Islam yang berfaham ahli Mu’tazilah antara lain
Ibnu Sina dan Ibnu Khaldun. Aspek-aspek psikologis dalam fitrah adalah merupakan
komponen dasar yang bersifat dinamis, responsive terhadap pengaruh lingkungan sekitar,
termasuk pengaruh pendidikan.

Aspek-aspek tersebut adalah:

1. Bakat, suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan


akademis dan keahlian dalam bidang kehidupan. Bakat ini berpangkal pada
kemampuan Kognisi (daya cipta), Konasi (Kehendak) dan Emosi (rasa) yang disebut
dalam psikologi filosifis dengan tiga kekuatan rohaniah manusia.

2. Insting atau gharizah adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku dengan
tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting ini merupakan pembawaan sejak
lahir. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk kapabilitas yaitu
kemampuan berbuat sesuatu dengan tanpa belajar.

3. Nafsu dan dorongan-dorongan. Dalam tasawuf dikenal nafsu-nafsu lawwamah yang


mendorong kearah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain. Nafsu ammarah
yang mendorong kea rah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain.
Nafsu berahi (eros) yang mendorong ke arah perbuatan seksual untuk memuaskan
tuntutan akan pemuasan hidup berkelamin. Nafsu mutmainnah yang mendorong ke
arah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Menurut al-Ghazali, nafsu manusia
terdiri dari nafsu malakiah yang cenderung ke arah perbuatan mulia sebagai halnya
para malaikat, dan nafsu bahimiah yang mendorong ke arah perbuatan rendah
sebagaimana binatang.

4. Karakter adalah merupakan kemampuan psikologis yang terbawa sejak lahir.


Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang.

15
Karakter terbentuk oleh kekuatan dari dalam diri manusia, bukan terbentuk dari
pengaruh luar

5. Hereditas atau keturunan adalah merupakan factor kemampuan dasar yang


mengandung ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan oleh orang tua baik
dalam garis yang terdekat maupun yang telah jauh.

6. Intuisi adalah kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi
menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam
situasi khusus diluar kesadaran akal pikiran, namun mengandung makna yang bersifat
konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang
bersih jiwanya.

Implikasi Fitrah Manusia Terhadap Pendidikan

Alat-alat potensial dan berbagai potensial dasar atau fitrah manusia tersebut harus
ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang
hayatnya. Manusia diberikan kebebasan untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat
potensial dan potensi-potensi dasar atau fitrah manusia tersebut. Namun demikian, dalam
pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat lepas dari adanya batas-batas tertentu,
yaitu adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam, hukum yang
menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri, yang tidak tunduk dan
tidak pula bergantung pada kemauan manusia. Hukum-hukum inilah yang disebut dengan
taqdir (Keharusan universal).

Di samping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah manusia itu
juga dipengaruh oleh faktor-faktor hereditas, lingkngan alam, lingkungan sosial, sejarah.
Dalam ilmu-ilmu pendidikan ada 5 macam faktor-faktor yang menentukan keberhasilan
pelaksanaan pendidikan, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, dan
lingkungan. Karena itulah maka minat, bakat, kemampuan (skill), sikap manusia yang
diwujudkan dalam kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapai dari kegiatan ikhtiarnya
tersebut bermacam-macam.

16
Fitrah berisi daya-daya yang wujud dan perkembangannya tergantung pada usaha
manusia sendiri. Oleh karena itu fitrah harus dikembalikan dalam bentuk-bentuk
keahlian, laksana emas atau minyak bumi yang terpendam di perut bumi, tidak ada
gunanya kalau tidak digali dan diolah untuk manusia. Di sinilah letak tugas utama
pendidikan. Sedangkan pendidikan sangat dipengaruhi oleh factor pembawaan dan
lingkungan (nativisme dan empirisme). Namun ada perbedaan antara pendidikan Islam
dengan pendidikan umum. Pendidikan Islam berangkat dari filsafat pendidikan
theocentric, sedangkan pendidikan umum berangkat dari filsafat anthropocentric.

Theocentric memandang bahwa semua yang ada diciptakan oleh Tuhan, berjalan menurut
hukum-Nya. Filsafat ini memandang bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrah-Nya
dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang
diperoleh. Sedang seorang guru hanya bersifat membantu, serta memberikan penjelasan-
penjelasan sesuai dengan tahap perkembangan pemikiran serta peserta didik sendirilah
yang harus belajar.

Sedangkan filsafat anthropocentric lebih mendasarkan ajaran pada hasil pemikiran


manusia dan berorientasi pada kemampuan manusia dalam hidup keduniawian. Dalam
pendidikan Islam hidayah Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu
keberhasilan akhir dari proses ikhtiyariah manusia dalam pendidikan.

Fitrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan dapat dijelaskan lebih lanjut dengan:

1. Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis

2. Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai,
“Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral
memang belum selesai, “morally is unfinished”. Manusia tidak dapat dipandang
sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk
yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya
adalah pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.

17
3. Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris. Dengan bantuan kajian
psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan
bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh menyangkut development dan
becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam.

4. Konsep fitrah dan aliran konvergensi. Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat
dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya.
Adapun kedekatannya:

a. Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau


keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai
kemungkinan,

b. Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan
manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.

Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku
sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat
untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya,
lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak
berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang
dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensia.

Walaupun berfikir dan bernalar diakui sebagai salah satu kemampuan dasar manusia,
namun kemampuan untuk menemukan jalan kebenaran tidaklah mutlak tanpa petunjuk
Ilahi, pikiran dan penalaran dalam perkembangannya memerlukan pengarahan dan
latihan yang bersifat kependidikan yang sekaligus mengembangkan fungsi-fungsi
kejiwaan lainnya dalam pola keseimbangan dan keserasian yang ideal.

Oleh karena itu pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana
orientasinya hanya kepada intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada
pendidikan dimana sasarannya adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat
maka pendidikan Islam pada hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan

18
yang tuntas sesuai dengan firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an. Pendidikan Islam
tidak hanya menekankan pada pengajaran. Dimana orientasinya hanya kepada
intelektualisasi penalaran, tetapi lebih menekankan pada pendidikan dimana sasarannya
adalah pembentukan kepribadian yang utuh dan bulat maka pendidikan Islam pada
hakekatnya adalah menghendaki kesempurnaan kehidupan yang tuntas sesuai dengan
firman Allah dalam kitab suci Al-Qur’an

Dengan demikian proses pendidikan Islam demi mencapai tujuan yang total, menyeluruh
dan meliputi segenap aspek kemampuan manusia diperlukan landasan falsafah
pendidikan yang menjangkau pengembangan potensi kemanusiannya, falsafah
pendidikan yang demikian itu bercorak menyeluruh dimana iman melandasarinya.
Sehingga proses pendidikan yang berwatak keagamaan mampu mengarahkan kepada
pembentukan manusia yang mukmin, atau dengan filsafat pendidikan Islam bisa
memikirkan perkembangannya secara mendasar, sistematik, dan rasional yang
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits agar berkembang secara optimal dan bermanfaat untuk
kehidupan dunia dan akhirat.

C. Rambu-rambu Pengembangan IPTEKS dalam Al-Qur’an

Bagi ilmuwan al-Qur`an adalah inspirator, maknanya bahwa dalam al-Qur’an banyak
terkandung teks-teks (ayat-ayat) yang mendorong manusia untuk melihat, memandang,
berfikir, serta mencermati fenomena-fenomena alam semesta ciptaan Tuhan yang
menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al-Qur’an menantang manusia
untuk menggunakan akal fikirannya seoptimal mungkin.

Al-Qur`an memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah diketahui
maupun belum diketahui. Informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi pun
disebutkan berulang-ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk melakukan
nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi dan penelitian

19
ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini, juga terhadap
lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa-bangsa zaman dahulu.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Yunus ayat 101 yang artinya: “Katakanlah
(Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan metode ilmiah)
mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”

Artinya: “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)”. (QS. Ali Imran: 137)

Artinya:”Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”.
(QS. Az-Zariyat: 21).

Dalam al-Qur`an terdapat ayat-ayat yang memberikan motivasi agar manusia


menggunakan akal fikiran untuk membaca dan mengamati fenomena-fenomena alam
semesta. Teks-teks al-Qur’an yang terkait dengan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah
sebagai berikut:

1. Al-Qur`an Sebagai Produk Wujud Iptek Allah

Al-Qur`an menuntun manusia pada jalur-jalur riset yang akan ditempuh sehingga
manusia memperoleh hasil yang benar. Al-Qur`an juga sebagai hudan memberi
kecerahan pada akal manusia, kebenaran hasil riset dapat diukur dari kesesuaian
rumus baku, dan antara akal dengan naql.

Al-Qur`an merupakan rumus baku, alam semesta dengan segala perubahannya


sebagai persoalan yang layak dan perlu dijawab, maka al-Qur`an sebagai kamus alam
semesta. Solusi tentang teka-teki alam semesta akan terselesaikan dengan benar jika
digunakan formula yang tepat yaitu al-Qur`an. Dengan demikian ayat-ayat kauniyah
dan ayat-ayat Qur’aniyah akan berjalan secara pararel dan seimbang. Ilmu
pengetahuan seperti ini jika menjelma menjadi teknologi maka akan menjadikan
teknologi berbasiskan Qur’an atau teknologi yang Qur’anik.

20
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang pengembangan iptek, seperti
wahyu pertama QS. Al-`Alaq 1-5 menyuruh manusia untuk membaca, menulis,
melakukan penelitian dengan dilandasi iman dan akhlak yang mulia. Sedangkan
perintah untuk melakukan penelitian secara jelas terdapat dalam QS. Al-Ghasiyah,
ayat 17-20:

Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan?
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?” (QS. Al-Ghasiyah: 17-20)

Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan
observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat
kontemplatif seperti yang berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris
sehingga tersusunlah dasar-dasar sains.

Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu


mengingat kebesaran Allah”. (QS. Az Zariyat: 49)

Artinya: “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,


baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka sendiri maupun dari
apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin: 36)

Dari ayat di atas dinyatakan bahwa Allah SWT menciptakan makhluk secara
berpasang-pasangan, seperti ada siang dan malam, positif dan negatif, wanita dan
pria, elektron dan positron. Terjadinya pasangan elektron dan positron di dalam fisika
inti dikenal pembentukan ion (ion air production) di mana radiasi gelombang elektron
magnetik memiliki tenaga di atas 1.02 Mev. Ayat ini dapat diartikan sebagai perintah
untuk melakukan penelitian. Karena dengan melakukan penelitian hal-hal yang
tadinya belum terungkap menjadi terungkap.

2. Al-Quran Sebagai Prediktor

Beberapa ayat Al Quran menyatakan ramalannya kejadian pada masa yang akan
datang baik masa yang jauh maupun masa yang dekat, yang sebagian merupakan

21
mata rantai sebab akibat (kausalitas). Oleh sebab itu jika sebab ini merupakan data-
data yang dapat dirunut oleh manusia secara komprehensip, maka akibat yang
ditimbulkan kelak akan dapat diketahui sebelum terjadi dengan intensitas keyakinan
yang cukup tinggi.

Berikut ini contoh ayat-ayat tersebut:

Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan
tangan manusia...” (QS. Ar Rum: 41)

Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya)


sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya
kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun
yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya
(tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan. (QS. Yusuf: 47-
48)

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang
yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka
itu adalah seburuk-buruk makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di
sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang
takut kepada Tuhannya. (Qs. Bayinah: 6-8)

3. Al-Qur`an Sebagai Sumber Motivasi

Al Quran mendorong atau memberi motivasi kepada manusia untuk melakukan


penjelajahan angkasa luar dan di bumi, perhatikan firman Allah berikut ini:

Artinya: Hai sekumpulan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali
dengan kekuatan (sulthon). (QS. Ar Rahman: 33)

22
Kemudian tentang penjelajahan di bumi, perhatikan firman berikut ini:

Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya


kami tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik? (QS. As
Syu’ara: 7)

Islam tidak melarang untuk memikirkan masalah teknologi modern atau ilmu
pengetahuan yang sifatnya menuju modernisasi pemikiran manusia genius,
profesional, dan konstruktif serta aspiratif terhadap permaslahan yang timbul dalam
kehidupan sehari-hari.

4. Al-Quran dan Simplikasi (Penyederhanaan)

Alam semesta ini membentuk struktur yang sangat teratur, dan bergerak dengan
teratur. Keteraturan gerak alam semesta ini lebih memudahkan manusia untuk
menyederhanakan fenomena-fenomena yang terkait ke dalam bahasa ilmu
pengetahuan (matematika, fisika, kimia biologi dan lain-lain). Sehingga manusia
dapat menjadi operator yang mampu mewakili peristiwa yang terjadi di alam semesta.
Untuk meraih teknologi tinggi tidak perlu merasa tidak mampu, dengan semangat
tinggi dan tidak menganggap bahwa high tech merupakan sesuatu yang mustahil
untuk dicapai, maka high tech akan dapat diraih.

Perhatikan firman Allah berikut ini:

Artinya: Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air


(hujan) yang kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya) karena air
itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang
ternak. hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula)
perhiasannya dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya,
tiba-tiba datanglah kepadanya azab kami di waktu malam atau siang, lalu kami
jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan
belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah kami menjelaskan tanda-tanda
kekuasaan (kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus: 24)

23
5. Al-Quran Sumber Etika Pengembangan Iptek

Pada teknologi harus terkandung muatan etika yang selalu menyertai hasil teknologi
pada saat akan diterapkan. Sungguh pun hebat hasil teknologi namun jika diniatkan
untuk membuat kerusakan sesama manusia, menghancurkan lingkungan sangat
dilarang di dalam Islam. Jadi teknologi bukan sesuatu yang bebas nilai, demikian pula
penyalahgunaan teknologi merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai Allah
SWT. Perhatikan FirmanNya:

Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
(QS. Al Qashash: 77)

Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral atau bebas nilai.
Tetapi prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta pandangan terhadap dunia
merefleksikan kepentingan masyarakat dan kebudayaan Barat. Dalam kerangka ini sains
Barat semata-mata digunakan untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk
pengembangan militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi
ras manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk mendominasi alam. Dalam
sistem Barat sains itu sendiri merupakan nilai tertinggi, sehingga segala-galanya harus
dikorbankan demi sains dan teknologi.

Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk
meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa genetika, tidak mendorong
timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan
bahwa merekalah penguasa jagad raya ini.

Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat diawali dengan
penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953. Sejak saat itu berbagai macam
teknologi yang melibatkan perekayasaan sifat genetic makhluk hidup mulai bermunculan.
24
Beberapa diantaranya sangat menakjubkan dan memungkinkan manusia berperan sebagai
tuhan. Sementara sanat Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk
mencari karunia Allah, bukan untuk merusak sehingga menimbulkan bencana.

PERINTAH MEMPELAJARI ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Islam agama yang syamil, kamil dan mutakamil (menyeluruh, sempurna dan
menyempurnakan). Islam tidak hanya mengatur perihal ibadah vertikal saja, namun
seluruh aspek kehidupan, termasuk diantaranya mempelajari Iptek.

Al-Qur`an diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah tidak hanya memerintahkan untuk
sekedar dibaca, sesuai dengan wahyu yang pertama diturunkan dalam QS. 96: 1, tetapi
mengandung maksud lebih dari itu yaitu menghendaki seluruh umatnya membaca,
menggali, mendalami, meneliti apa saja yang ada di alam semesta ini dan mengambil
manfaat untuk kehidupan manusia dengan mengetahui ciri-ciri sesuatu seperti: bencana
alam, tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri yang tertulis maupun yang tidak tertulis
sehingga dapat menghadapi tantangan dan menjawab permasalahan-permasalahan dunia
modern yang diterapkan dalam segala aspek kehidupan.

Proses kehidupan manusia itu selalu mengalami perkembangan yang pesat dari awal
terbentuknya manusia, bayi, anak-anak, remaja, dewasa sampai tua dan alam semesta ini
dibuat Allah tidak sia-sia, tetapi ada hikmah didalamnya agar manusia dapat mempelajari
iptek, sesuai dalam QS. 3: 190-191yang berbunyi: Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang
berakal yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci
Engkau maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Dalam ayat ini mengandung maksud
perintah untuk mempelajari iptek karena manusia telah dipilih sebagai makhluk yang
memiliki kemampuan dan derajat tinggi, antara lain:

1. Manusia diperintahkan untuk menggunakan akal pikiran dengan membaca, belajar


dan meneliti alam semesta.
25
2. Manusia dijadikan khalifah di muka bumi, dibuktikan dengan Allah SWT memilih
nabi Adam sebagai pemimpin dibandingkan makhluk yang lain.

3. Manusia memiliki ilmu pengetahuan yang dapat memperkuat iman untuk menjadikan
dirinya memiliki derajat tinggi dunia akhirat

4. Manusia diperintahkan menjadi profesional terhadap bidang ilmu yang dimiliki.

D. Dampak IPTEKS

Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
dampak positif dan negatif. Penilaian positif maupun negatif ini bersifat subyektif,
tergantung kepada siapa yang menilainya. Yang dinilai negatif oleh bangsa Indonesia
belum tentu juga dinilai negatif oleh bangsa Amerika, misalnya.

Dampak positif kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dirasakan, misalnya,
dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi. Ditemukannya teknologi pesawat
terbang telah membuat manusia dapat pergi ke seluruh dunia dalam waktu singkat.
Perjalanan haji yang dulu dilakukan selama beberapa minggu melalui laut kini, dengan
makin lancarnya transportasi udara, dapat dilakukan hanya dalam waktu delapan jam
saja. Kemajuan di bidang televisi satelit telah memungkinkan kita melihat Olimpiade
Atlanta langsung tanpa harus keluar rumah. Penemuan telepon genggam telah
memungkinkan kita untuk menghubungi seseorang di mana saja ia berada atau dari mana
saja kita berada. Kemajuan di bidang penyimpanan data telah memungkinkan kita
memiliki seluruh jilid Ensiklopedia Britanica dalam satu keping Compact Disk yang
beratnya kurang dari satu ons. Kemajuan di bidang komputer telah menciptakan jaringan
internet yang memungkinkan kita mendapatkan informasi dari perpustakaan di seluruh
dunia tanpa harus keluar dari kamar. Kemajuan di bidang komunikasi juga telah
membuat perdagangan internasional menjadi semakin mudah dan cepat. Sekarang ini,
lewat bursa saham, orang dapat dengan mudah memiliki perusahaan di negara lain.

Singkat kata, kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi ini telah membuat
dunia terasa kecil dan batas antar negara menjadi hilang. Inilah yang disebut sebagai

26
globalisasi, suatu proses di mana orang tidak lagi berfikir hanya sebagai warga kampung,
kota, atau negara, melainkan juga sebagai warga dunia.

Dari sisi positifnya, proses ini membuat orang tidak lagi hanya berwawasan lokal. Dalam
usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke seluruh dunia guna menemukan
solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak lagi membatasi diri pada
pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya, propinsinya, atau negaranya
saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi kemungkinan tempat ia bekerja atau
mencari ilmu.

Dari sudut jati diri bangsa, proses ini dapat dianggap membawa dampak negatif. Hal ini
karena inovasi-inovasi di bidang iptek itu kebanyakan terjadi di negara lain yang
mempunyai nilai-nilai sosial, politik, dan budaya yang belum tentu sama dengan nilai
bangsa kita. Kendati teknologinya itu sendiri dapat dianggap sebagai netral atau bebas
nilai, penerapan dan pembawa ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat dikatakan
selalu bebas nilai. Sebagai contoh, kemajuan teknologi parabola telah memungkinkan
kita melihat siaran televisi Perancis tanpa ada sensor. Adegan seks dan pamer dada
wanita, yang di RCTI tidak mungkin keluar, dapat dilihat anak-anak tanpa terpotong
sensor lewat parabola itu. Banjirnya film asing di TV nasional juga dapat mempengaruhi
nilai budaya para pemirsanya. Telenovela dan film Barat yang amat populer di TV
swasta kita, secara tidak terasa, dapat mempengaruhi para pemirsanya bahwa
perselingkuhan dalam kehidupan suami istri itu adalah hal yang biasa, bahwa kekerasan
merupakan salah satu pemecahan masalah. Film detektif bahkan dapat menjadi 'guru'
bagi para maling.

Globalisasi cara berfikir, yang menjadi salah satu dampak kemajuan teknologi informasi
dan komunikasi, dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai tradisional
bangsanya belaka. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat
mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut
nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik. Sebagai bangsa yang sedang membangun
jati-dirinya, proses globalisasi ini jelas merupakan tantangan yang harus diatasi dalam
upaya pembentukan manusia Indonesia yang dicita-citakan.
27
Pada dasarnya sikap orang terhadap masalah globalisasi ini dapat dikelompokkan
menjadi tiga:

1. lari dari kenyataan dan bersembunyi atau menutup diri dari arus globalisasi itu

2. menghindar atau menganggap bahwa globalisasi itu tidak ada

3. menghadapi persoalan dengan berani. Pilihan pertama dilakukan apabila orang


tersebut merasa lemah dan tidak kuat untuk menanggulangi dampak negatif
globalisasi itu.

Dalam mempertimbangkan dampak positif dan negatif kemajuan iptek dan globalisasi, ia
melihat bahwa 'mudharat' globalisasi tersebut lebih besar daripada 'manfaatnya'.
Akibatnya, ia menolak kehadiran kemajuan iptek tersebut dan tidak mau bersentuhan
dengannya. Dalam kasus bangsa, pemerintah menutup masuknya informasi dari luar
tanpa pandang bulu karena takut kalau-kalau rakyatnya akan terpengaruh oleh nilai-nilai
dari luar yang mungkin akan berdampak negatif.

Pilihan ke dua dilakukan bila orang tersebut merasa bingung. Di satu pihak, ia
mengetahui dampak positifnya kemajuan teknologi komunikasi itu tetapi, di lain fihak, ia
juga mengetahui dampak negatif dari globalisasi tersebut. Ia tidak dapat memutuskan
apakah akan merangkul ataukah menolak kemajuan teknologi yang berdampak
globalisasi itu. Akibatnya, ia membiarkan saja kemajuan teknologi itu melanda
bangsanya dan berpura-pura yakin, atau berharap, bahwa globalisasi itu tidak membawa
dampak negatif bagi masyarakatnya.

Pilihan ke tiga dilakukan oleh orang yang tidak bingung. Ia menyadari akan dampak
positif dan negatif dari kemajuan iptek yang masuk ke negaranya, termasuk dampak
globalisasi masyarakatnya. Berbeda dengan pemilih skenario ke dua, ia dengan seksama
memilah-milah mana dampak positif dari kemajuan iptek dan globalisasi itu bagi dirinya
dan mana dampak negatifnya. Dengan mengetahui di bidang mana kemajuan iptek dan
globalisasi itu akan membawa dampak negatif, ia mempersiapkan diri agar tidak
terpengaruh oleh kemajuan iptek dan globalisasi itu secara negatif.

28
"Pembinaan dan pemantapan kepribadian bangsa senantiasa memperhatikan pelestarian
nilai luhur budaya bangsa yang bersumber pada kebhinekaan budaya daerah dengan tidak
menutup diri terhadap masuknya nilai positif budaya bangsa lain untuk mewujudkan dan
mengembangkan kemampuan dan jati diri serta meningkatkan harkat dan martabat
bangsa Indonesia. Pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam penyelenggaraan pembangunan harus meningkatkan kecerdasan dan
nilai tambah dengan mengindahkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa
serta kondisi lingkungan dan kondisi masyarakat." Menurut pernyataan itu, bangsa
Indonesia tidak perlu menutup diri terhadap masuknya nilai-nilai positif budaya bangsa
lain guna mengembangkan jati dirinya. Nilai-nilai agama, budaya bangsa, kondisi
lingkungan dan masyarakat Indonesia dipakai sebagai pagar atau rambu-rambu bagi
penerapan iptek di Indonesia hingga tak berdampak negatif pada masyarakat dan bangsa.

BAB III

29
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut pengertian Barat, ilmu adalah murni ciptaan manusia, tanpa adanya campur
tangan Allah. Sedangkan menurut al-Qur’an, ilmu adalah rangkaian keterangan teratur
dari Allah (Q.S. Al-Rahman : 1-13).

Orang Barat menganggap bahwa teknologi merupakan objek yang terlahir atas
kebudayaan perilaku manusia. Menurut al-Qur’an, teknologi tercipta karena adanya
kesadaran untuk menciptakannya, bukan sebagai ambisi tiap individu.

Sebelum Islam datang, Dr Muhammad Luthfi, ketua Kajian Timur Tengah Universitas
Indonesia, mengatakan bahwa Eropa berada dalam abad kegelapan. Tak satu pun bidang
ilmu yang maju, bahkan lebih percaya tahyul. Para ilmuwan Barat terinspirasi oleh
kemajuan IPTEK yang dibangun kaum muslimin.

Rahasia kemajuan peradaban Islam adalah karena Islam tidak mengenal pemisahan yang
kaku antara ilmu pengetahuan, etika, dan ajaran agama. Satu dengan yang lain, dijalankan
dalam satu tarikan nafas. Pengamalan syariat Islam, sama pentingnya dan memiliki
prioritas yang sama dengan riset-riset ilmiah.

Secara implisit, bangsa Indonesia menghendaki agar agama dapat berperan sebagai jiwa,
penggerak, dan pengendali ataupun sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi
pembangunan nasional, termasuk pembangunan bidang iptek tentunya. Dalam kaitannya
dengan pengembangan iptek nasional, agama diharapkan dapat menjiwai, menggerakkan,
dan mengendalikan pengembangan iptek nasional tersebut.

Pola hubungan antara agama dan iptek di Indonesia saat ini baru pada taraf tidak saling
mengganggu. Pengembangan iptek dan pengembangan kehidupan beragama diusahakan
agar tidak saling tabrak pagar masing-masing. Pengembangan agama diharapkan tidak
menghambat pengembangan iptek sedang pengembangan iptek diharapkan tidak

30
mengganggu pengembangan kehidupan beragama. Konflik yang timbul antara keduanya
diselesaikan dengan kebijaksanaan.

Seperti juga pada bidang lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai
dampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya, kemajuan iptek membuat orang tidak lagi
hanya berwawasan lokal. Dalam usahanya memecahkan persoalan, ia akan melihat ke
seluruh dunia guna menemukan solusi. Dalam mencari pekerjaan atau ilmu pun, ia tidak
lagi membatasi diri pada pekerjaan atau lembaga pendidikan di kampungnya, kotanya,
propinsinya, atau negaranya saja. Seluruh permukaan bumi ini dapat menjadi
kemungkinan tempat ia bekerja atau mencari ilmu. Dampak negatifnya adalah adanya
globalisasi cara berfikir, yang dapat membuat orang tidak lagi mengacu pada nilai-nilai
tradisional bangsanya. Kemudahan memperoleh informasi akan membuat ia dapat
mempelajari nilai-nilai yang ada pada masyarakat dan bangsa lain, baik yang menyangkut
nilai sosial, ekonomi, budaya, maupun politik.

Kondisi Indonesia sekarang sudah mengikuti pada gaya Barat. Kenyataan menyedihkan
tersebut sudah selayaknya menjadi cambuk bagi kita bangsa Indonesia yang mayoritas
Muslim untuk gigih memperjuangkan kemandirian politik, ekonomi dan moral bangsa
dan umat. Kemandirian itu tidak bisa lain kecuali dengan pembinaan mental-karakter dan
moral (akhlak) bangsa-bangsa Islam sekaligus menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi yang dilandasi keimanan-taqwa kepada Allah SWT. Serta melawan pengaruh
buruk budaya sampah dari Barat yang Sekular, Matre dan hedonis (mempertuhankan
kenikmatan hawa nafsu).

Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya
untuk kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan
pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim
kepada Allah SWT dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah) di
muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi seluruh
alam (Rahmatan lil ’Alamin).

31
Dalam perspektif Islam, antara iman, ilmu, amal, dan iptek tidak bisa dipisahkan. Disana
terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi kedalam suatu sistem
yang disebut Dinul Islam. Tauhid sebagai kunci pokok Islam, tidak mengakui adanya
pemisahan antara iman dan sains. Segala sesuatu yang ada di alam merupakan bukti
kehadiran Allah. Pengetahuan tentang alam adalah suatu bentuk amal shaleh yang dapat
mendekatkan diri manusia kepada Allah.

Para ilmuwan muslim lebih menjadikan keimanan sebagai landasan dalam


menegembangkan teori-teori ilmiah. Bagi mereka, alam adalah objek berfikir, manusia
sebagai subjeknya, dan Allah merupakan tujuan akhirnya. Inilah yang menjadi landasan
utama para ilmuwan muslim dalam mengembangkan sains.

B. Saran

Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan tak akan bernilai ibadah dan tak akan
menghasilkan manfaat bagi manusia dan lingkungan. Sebaliknya, pengembangan IPTEK
yang didasari etika Islam akan memberikan orientasi dan arah yang jelas, serta mampu
mengoptimalkan manfaat IPTEK dan meminimalisir dampak negatif IPTEK bagi
manusia dan alam. Orang yang melandaskan ilmunya dengan keimanan, pengembangan
dan pemanfaatan IPTEK tidaklah ditujukan sebagai tuntutan hidup semata, tetapi juga
merupakan refleksi dari ibadah kepada Allah. Ia menjadi sarana peningkatan rasa syukur
dan ketakwaan kepada Allah. Oleh karena itu, kita harus sebisa mungkin
menyeimbangkan antara iptek dan agama.

32
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

Nizar, Samsul, Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Padang: IAIN Imam Bonjol
Press, 1999

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Medis
Pratama, 2001

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), Cet. Ke-5, h. 14

Samsul Nizar, Peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam, (Padang:IAIN Imam Bonjol
Press, 1999), h. 59

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), h. 118

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 28

33

Anda mungkin juga menyukai