DALAM ISLAM
Pertama - tama penulis memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan segala nikmat dan karuniaNya, karena berkat karunianya penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah AIK. Shalawat serat salam senantiasa kita panjatkan kepada
Rasulullah SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan tugas makalah ini. Rekan – rekan yang senantiasa mendukung dan memotivasi
serta memberi masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian tugas makalah ini.
Makalah ini berjudul “PARADIGMA PERKEMBANGAN IPTEK DALAM ISLAM “ yakni
makalah yang menerangkan tentang potensi manusia dalam perkembangan iptek dan rambu-
rambu perkembangan iptek.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
memohon maaf, apabila didalam tulisan kami ini ada kekurangan dalam penulisan dan
sebagainya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulisan
kedepannya.
Metro,2022
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
B. PERMASALAHAN.
C. TUJUAN
A. Pengertian Paradigma
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang terhadap diri dan
lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan
bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan
praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama,
khususnya, dalam disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata
serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola;
bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan",
"bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik).
Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak
pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang – mengenai realita – dan
akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu.
Pengertian Paradigma secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan
atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar
para ilmuan tentang apa yang menjadi poko kpersoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu
cabang ilmu pengetahuan. Jadi,paradigma ilmu pengetahuan adalah model atau kerangka
berpikir beberapa komunitas ilmuan tentang gejala-gejala dengan pendekatan fragmentarisme
yang cenderung terspesialisasi berdasarkan langkah-langkah ilmiah menurut bidangnya masing-
masing.
-Iptek
Ilmu dalam bahasa Arab `ilm berarti memahami, mengerti atau mengetahui.`Ilm menurut
bahasa berarti kejelasan, karena itu segala kata yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri
kejelasan.Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang segala sesuatu.
Ilmu atau sains memiliki arti lebih spesifik yaitu usaha mencari pendekatan rasional dan
pengumpulan fakta-fakta empiris, dengan melalui pendekatan keilmuan akan didapatkan
sejumlah pengetahuan atau juga dapat dikatakan ilmu adalah sebagai pengetahuan yang ilmiah.
Menurut Jan Hendrik Rapar menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah (scientific knowledge)
adalah pengetahuan yang diperoleh lewat penggunaan metode-metode ilmiah yang lebih
menjamin kepastian kebenaran yang dicapai Pengetahuan yang demikian dikenal juga dengan
sebutan science.
Teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan masalah guna mencapai
suatu tujuan tertentu, atau dapat dikatakan juga teknologi adalah ilmu tentang penerapan ilmu
pengetahuan untuk memenuhi suatu tujuan. Teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan
yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia sehari-
hari.Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas,
memperdalam, dan mengembangkan iptek.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan teknik yang berlandaskan ilmu
pengetahuan dan berdasarkan proses teknis tertentu untuk memanfaatkan alam bagi
kesejahteraan dan terpenuhinya suatu tujuan
Ada beberapa pendapat yang membahas tentang potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, di
antaranya adalah sebagai berikut. Jalaluddin, ada tiga potensi yang dimiliki oleh manusia, yaitu potensi
ruh,jasmani(fisik),danrohaniah.
1. Pertama, ruh; berisikan potensi manusia untuk bertauhid, yang merupakan kecenderungan untuk
mengabdikan diri kepada Sang Pencipta.
2. Kedua, jasmani; mencakup konstitusi biokimia yang secara materi teramu dalam tubuh.
3. Ketiga, rohani; berupa konstitusi non-materi yang terintegrasi dalam jiwa, termasuk ke dalam naluri
penginderaan, intuisi, bakat, kepribadian, intelek, perasaan, akal, dan unsur jiwa yang lainnya.
1. pertama, qalb : merupakan suatu unsur yang halus, berasal dari alam ketuhanan, berfungsi untuk
merasa, mengetahui, mengenal, diberi beban, disiksa, dicaci, dan sebagainya yang pada hakikatnya
tidak bisa diketahui.
2. kedua, ruh : yaitu sesuatu yang halus yang berfungsi untuk mengetahui tentang sesuatu dan merasa,
ruh juga memiliki kekuatan yang pada hakikatnya tidak bisa diketahui
3. ketiga, nafs : yaitu kekutan yang menghimpun sifat-sifat tercela pada manusia
4. keempat, aql: yaitu pengetahuan tentang hakikat segala keadaan, maka akal ibarat sifat-sifat ilmu yang
tempatnya di hati.
Jalaluddin dan Usman Said, secara garis besar manusia memiliki empat potensi dasar, yaitu :
1. pertama, hidayah al-ghariziyyah (naluri), yaitu kecenderungan manusia untuk memenuhi kebutuhan
biologisnya, seperti, makan, minum, seks, dan lain-lain, dalam hal ini antara manusia dengan
binatang sama
2. kedua, hidayah al-hisiyyah (inderawi), yaitu kesempurnaan manusia sebagai makhluk Allah SWT
(ahsan at-taqwim)
3. ketiga, hidayah al-aqliyyah, yaitu bahwa manusia merupakan makhluk yang dapat dididik dan
mendidik (animal educandum); dan keempat, hidayah diniyyah, yaitu bahwa manusia merupakan
makhluk yang mempunyai potensi dasar untuk beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
IPTEK silahkan dikembangkan sampai mencapai puncaknya, akan tetapi ada rambu-rambu yang
tidak boleh dilanggar, yaitu :
1. Pengembangan IPTEK harus berujung pada bertambah kuatnya keyakinan akan keberadaan
Allah swt, Keesaan dan KekuasaanNya yang pada gilirannya akan meningkatkan
ketakwannya pada Allah swt.
2. Pengembangan IPTEK harus mengarah pada kemaslahatan umum umat manusia sebagai
mahluk sosial, mahluk individual dan sebagai mahluk beragama.
Perhatikan sabda Nabi saw. berikut :
ِ ْاواتِ َواَأْلر
ض َ قُاِل ْنظُرُوا َما َذافِيال َّس َم
Artinya: “Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan
metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ...”( QS. Yunus ayat 101)
َ) َوِإلَى ْال ِجبَا ِل َك ْيف18( ت ْ ََأفَالَ يَ ْنظُرُوْ نَ ِإلَى ْاِإل بِ ِل َك ْيفَ ُخلِق
ْ ) َوِإلَى ال َّس َما ِء َك ْيفَ ُرفِ َع17( ت
)20( ت ْ ُط َحِ ض َك ْيفَ سِ ْ) َوِإلَى اَْألر19( ت ْ َصب
ِ ُن
Artinya: ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana
ia dihamparkan?”(QS. Al-Ghasiyah: 17-20)
Dari ayat-ayat tersebut, maka munculah di lingkungan umat Islam suatu kegiatan
observasional yang disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat kontemplatif
seperti yang berkembang di Yunani, melainkan memiliki ciri empiris sehingga tersusunlah dasar-
dasar sains.
) ثُ َّم يَْأتِي ِم ْن47( َص ْدتُ ْم فَ َذرُوْ هُ فِي ُس ْنبُلِ ِه ِإالَّ قَلِ ْيالً ِم َّما تَْأ ُكلُوْ ن َ ال ت َْز َر ُعوْ نَ َس ْب َع ِسنِ ْينَ َدَأبَا فَ َما َح
َ َق
)48( َصنُوْ ن ِ ْبَ ْع ِد ذلِكَ َس ْب ٌع ِشدَا ٌد يَْأ ُك ْلنَ َما قَ َّد ْمتُ ْم لَه َُّن ِإالَّ قَلِ ْيالً ِم َّما تُح
Artinya: "Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa;
Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu
simpan.(QS. Yusuf: 47-48)
ِ ك َوالَ تَ ْبـ
ـغ َ ك ِمنَ ال ُّد ْنيَا َوَأحْ ِس ْن َكمَا َأحْ َسـنَ هللاُ ِإلَ ْيـ
َ ََص ْيب َ َوا ْبت َِغ فِ ْي َما َآتَاكَ هللاُ ال َّدا َر ْاَآل ِخ َرةَ َوالَ تَ ْن
ِ سن
َض ِإ َّن هللاَ الَ يُ ِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِد ْين ِ ْْالفَ َسا َد فِي اَْألر
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash: 77)
Demikian pula sains dan teknologi modern (Barat) tidak ada yang netral atau bebas
nilai.Tetapi prioritas, penekanan, metode dan prosesnya, serta pandangan terhadap dunia
merefleksikan kepentingan masyarakat dan kebudayaan Barat.Dalam kerangka ini sains Barat
semata-mata digunakan untuk mengejar keuntungan dan sejumlah produksi, untuk
pengembangan militer dan perlengkapan-perlengkapan perang, serta untuk mendominasi ras
manusia terhadap ras manusia lainnya, sebagaimana untuk mendominasi alam.Dalam sistem
Barat sains itu sendiri merupakan nilai tertinggi, sehingga segala-galanya harus dikorbankan
demi sains dan teknologi.
Dalam kaitan ini munculnya disiplin baru seperti sosiobiologi, eugenics (ilmu untuk
meningkatkan kualitas-kualitas spesies manusia) dan rekayasa genetika, tidak mendorong
timbulnya persaudaraan dan tanggungjawab tapi memberi kesan bagi kaum ilmuwan bahwa
merekalah penguasa jagad raya ini.
Kemudian dalam bidang biologi, perkembangan teknologi yang pesat diawali dengan
penemuan DNA oleh Watson dan Crick pada Tahun 1953.Sejak saat itu berbagai macam
teknologi yang melibatkan perekayasaan sifat genetic makhluk hidup mulai bermunculan.
Beberapa diantaranya sangat menakjubkan dan memungkinkan manusia sebagai tuhan.
Sementara sanat Islam berbeda, ilmu yang dicari semata-mata hanya untuk mencari karunia
Allah, bukan untuk merusak sehingga menimbulkan bencana.
A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan :
1. Pengertian Ilmu pengetahuan dan Teknologi adalah suatu cara menerapkan kemampuan
teknik yang berlandaskan ilmu pengetahuan dan berdasarkan proses teknis tertentu untuk
memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan terpenuhinya suatu tujuan.
2. Persepektif Islam tentang teknologi, menurut hukum asalnya segala sesuatu itu mubah
termasuk segala apa yang disajikan berbagai peradaban, semua tidak ada yang haram kecuali
jika terdapat nash atau dalil yang tegas dan pasti, karena Islam bukan agama yang sempit.
Manusialah yang bertanggung jawab atas penggunaan produk teknologi, bermanfaatkah
atau sebaliknya mendatangkan dosa dan malapetaka bila tidak dilakukan dengan baik. Hal
ini sesuai dengan dasar al-Qur`an yang memberi motivasi bagi manusia dalam menggunakan
akal pikirannya sehingga tercipta teknologi yang canggih, yang meliputi :
a. Al-Qur`an sebagai produk wujud Iptek Allah
b. Al-Qur`an sebagai prediktor
c. Al-Qur`an sebagai sumber motivasi
d. Al-Qur`an dan simplikasi
e. Al-Qur`an sumber etika pengembangan Iptek.
3. Peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua).Pertama,
menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan.Jadi,
paradigma Islam, dan bukannya paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat
Islam dalam membangun struktur ilmu pengetahuan.Kedua, menjadikan syariah Islam
sebagai standar penggunaan iptek. Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat yang
seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek. Jika dua peran ini
dapat dimainkan oleh umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari
Allah kepada umat Islam dan juga seluruh umat manusia. Sebagaimana firman Allah SWT :
Kalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan(ayat-
ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Qs. al-A’raaf : 96).
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Nizar, Samsul, Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Padang: IAIN
Imam Bonjol Press, 1999
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
h. 28