Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam dunia yang semakin mengecil sebagai akibat dari pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini, persaingan global berlangsung sangat ketat,
baik dilapangan ekonomi, politik, maupun kebudayaan. Dalam persaingan global itu, hanya
bangsa – bangsa yang mampu menguasai IPTEK yang akan bertahan dan memelihara
kemandirian bangsanya serta mengambil peran dalam melalui proses-pross ekonomi, politik
dan kebudayaan global. Untuk dapat memainkan peran itu secara tepat, ummat islam dari
berbagai Negara di dunia dituntut untuk melakukan lang kah-langkah yang runut dan
sistematis serta bersungguh-sungguh dalam upaya penguasaan, pemanfaatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Kita menyadari bahwa perkembangan IPTEK telah banyak memberikan dampak positif
bagi peningkatan kualitas dan kesejahteraan kehidupan umat manusia di dunia. Bersamaan
dengan itu, penerapan dan pemanfaatan hasil-hasil perkembangan IPTEK yang pesat selama
ini telah melahirkan tuntutan dan ksadaran baru akan pentingnya landasan etika dan dimensi
spiritualitas serta moralitas dalam pengalaman pembangunan di banyak Negara maju. Oleh
karena itu penguasaan IPTEK, di satu pihak merupakan prasyarat bagi negeri-ngeri yang
sedang berkembang untuk memenangkan persaingan global yang semakin ketat. Tetapi di
pihak lain, penguasaan dan penerapan IPTEK itu perlu dikembangkan di atas landasan etika,
moralitas dan spiritualitas dalam pembangunan.

Bagi umat islam, kesadaran akan Iman dan Taqwa (IMTAQ) dan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi(IPTEK) berkaitan erat dengan keyakinan terhadap Al-Quran yang diwahyukan
serta pemahaman mengenai kehidupan alam semesta yang diciptakan. Di dalam keduanya
terkandung ketentuan-ketentuan Allah yang bersifat absolute, yang satu disebut kebenaran
Qur’ani dan yang lainnya disebut kebenaran kauni. Kebenaran Quar’aniyah dan kauniya itu
hanya dapat didekati oleh manusia melalui proses aproksimasi yang bersifat terus menerus
dengan menggunakan model yang patut diteladani, yaitu Sunnah Rasulullah, sehingga
semakin mendekati kebenaran absolute tersebut. Karena itu, upaya manusia tersebut bersifat
relative, terutama melalui proses pendidikan dan pembudayaan secara berkesinambungan.

Karena itu, sangatlah penting bagi masyarakat-masyarakat muslim yang sedang


membangun untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia seutuhnya yang

1
berkeunggulan, baik dari segi IMTAQ maupun IPTEK dengan berpegang teguh pada nilai-
nilai budaya bangsa masing-masing yang berciri khas isalm. Hanya dengan bermodalkan
sumber daya manusia yang berkeunggulan itulah, masyarakat islam dapat diharapkan mampu
berperan di garis depan dalam upaya mengembangkan IPTEK dan upaya perdamaian serta
pembangunan yang makin merata dan berkeadilan secara berkesinambungan diatas muka
Bumi yang semakin lama semakin mengecil akibat pesatnya perkembangan IPTEK pada
abad-abad mendatang.

1.2. Rumusan masalah


 Apa konsep IPTEK menurut Islam?
 Bagaimana Peran Islam dalam perkembangan IPTEK?
 Bagaimana keselarasan antara IMTAQ dan IPTEK?
 Apa- apa saja keutamaan Orang yang berilmu?
 Siapa saja tokoh ilmuan muslim yang dapat dijadikan tauladan?
 Apa- apa saja tanggung jawab ilmuwan terhadap lingkungannya?

1.3. Tujuan

Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka secara umum tujuan dari
pembutan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami dan mengembangkan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologibyang bermanfaat bagi dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar,
menjauhkan diri dari kesombongan intelektual dan menyadari akan urgensi Ilmu tersebut dan
senantiasa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari- hari karena ilmu merupakan amanat
dai Allah.

Adapun tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

 Menjelaskan konsep IPTEK menurut Islam


 Menjelaskan peran Islam dalam perkembagan IPTEK
 Menjelaskan keutamaan orang yang berilmu dan menghindari diri dari
kesombongan intelktual
 Menjelaskan cara berprilaku bijaksana dalam mengembangkan dan memanfaatkan
produk teknologi dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam.
 Menjelaskan bberapa tokoh ilmuan muslim yang dapat dijadikan tauladan.

2
1.4. Metode Penulisan
Penulis menggunakan studi kepustakaan (metode literatur) dari berbagai sumber berupa
media elektronik dan buku yang memuat informasi berkaitan dengan IPTEK dalam
perspektif Islam.
1.5. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis terdiri dari 3 bab :
BAB I Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
BAB II Pembahasan yang terdiri dari Konsep IPTEK menurut Islam, Peran Islam
dalam perkembangan IPTEK, keselarasan antara IMTAQ dan IPTEK,
keutamaan Orang yang berilmu, tokoh ilmuan muslim yang dapat dijadikan
tauladan, tanggung jawab ilmuwan terhadap lingkungannya.
BAB III Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Konsep IPTEK dalam Islam

Pengetahuan yang dimiliki manusia ada dua jenis, yaitu:

1. Dari luar manusia, ialah wahyu, yang hanya diyakini bagi mereka yang beriman
kepada Allah swt. Ilmu dari wahyu diterima dengan yakin, sifatnya mutlak.

2. Dari dalam diri manusia, dibagi dalam tiga kategori : pengetahuan, ilmu
pengetahuan, dan filsafat. Ilmu dari manusia diterima dengan kritis, sifatnya nisbi.

Dalam sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan dengan ilmu sangat berbeda
maknanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan
pancaindra, intuisi dan firasat sedangkan, ilmu adalah pengetahuan yang sudah diklasifikasi,
diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif,
sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Secara etimologis kata ilmu
berarti kejelasan, oleh karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri
kejelasan. Dalam Al-Qur’an, ilmu digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan
obyek pengetahuan sehingga memperoleh kejelasan. Dalam kajian filsafat, setiap ilmu
membatasi diri pada salah satu bidang kajian. Sebab itu seseorang yang memperdalam ilmu
tertentu disebut sebagai spesialis, sedangkan orang yang banyak tahu tetapi tidak mendalam
disebut generalis.

Pengetahuan pada hakikatnya adalah satu sarana untuk mendekatkan diri kepada
Allah. Pengetahuan tinggi yang dimiliki seseorang bukan untuk kesombongan tetapi untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan. Agar ilmu pengetahuan itu dapat berguna, maka pengisian
diri dengan ilmu tersebut harus dengan unsure-unsur fitrah manusia seperti roh,kalbu,akal,
dan nafsu.

Istilah teknologi merupakan ilmu tentang cara menerapkan sain untuk memanfaatkan
alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan manusia..Teknologi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai kemampuan teknik yang berlandaskan pengetahuan ilmu eksakta
dan berdasarkan proses teknis. Dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu
unsur budaya sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan. Meskipun pada
dasarnya teknologi juga memiliki karakteristik obyektif dan netral. Dalam situasi tertentu
teknologi tidak netral lagi karena memiliki potensi untuk merusak dan potensi kekuasaan. Di

4
sinilah letak perbedaan ilmu pengetahuan dengan teknologi. Teknologi dapat membawa
dampak positif berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi manusia juga sebaliknya dapat
membawa dampak negatif berupa ketimpangan-ketimpangan dalam kehidupan manusia dan
lingkungannya yang berakibat kehancuran alam semesta.

Dalam pemikiran Islam, ada dua sumber ilmu yaitu akal dan wahyu. Keduanya tidak
boleh dipertentangkan. Manusia diberi kebebasan dalam mengembangkan akal budinya
berdasarkan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam pemikiran
Islam ada yang bersifat abadi (perennial knowledge) tingkat kebenarannya bersifat mutlak,
karena bersumber dari Allah. Ada pula ilmu yang bersifat perolehan (aquired knowledge)
tingkat kebenarannya bersifat nisbi, karena bersumber dari akal pikiran manusia .

Dalam pemikiran sekuler perennial knowledge yang bersumber dari wahyu Allah
tidak diakui sebagai ilmu, bahkan mereka mempertentangkan antara wahyu dengan akal,
agama dipertentangkan dengan ilmu. Sedangkan dalam ajaran Islam wahyu dan akal, agama
dan ilmu harus sejalan tidak boleh dipertentangkan. Memang demikian adanya karena hakikat
agama adalah membimbing dan mengarahkan akal.

Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sumber Islam yang isi keterangannya mutlak dan
wajib diyakini (QS. Al-Baqarah/2:1-5 dan QS. An-Najm/53:3-4).

Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk
memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.

2.2. Peran Islam dalam perkembangan IPTEK

Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada 2 (dua).

Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma


inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada
sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan
pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti
menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi
standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah
Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan
tidak boleh diamalkan.

5
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi
pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya
yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti
yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek,
didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam).

Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam.
Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat
Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi
kebutuhan manusia.PengantarPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di satu
sisi memang berdampak positif, yakni dapat memperbaiki kualitas hidup manusia.

Berbagai sarana modern industri, komunikasi, dan transportasi, misalnya, terbukti


amat bermanfaat. Dengan ditemukannya mesin jahit, dalam 1 menit bisa dilakukan sekitar
7000 tusukan jarum jahit. Bandingkan kalau kita menjahit dengan tangan, hanya bisa 23
tusukan per menit (Qardhawi, 1997). Dahulu Ratu Isabella (Italia) di abad XVI perlu waktu 5
bulan dengan sarana komunikasi tradisional untuk memperoleh kabar penemuan benua
Amerika oleh Columbus .

Lalu di abad XIX Orang Eropa perlu 2 minggu untuk memperoleh berita
pembunuhan Presiden Abraham Lincoln. Tapi pada 1969, dengan sarana komunikasi
canggih, dunia hanya perlu waktu 1,3 detik untuk mengetahui kabar pendaratan Neil
Amstrong di bulan (Winarno, 2004). Dulu orang naik haji dengan kapal laut bisa memakan
waktu 17-20 hari untuk sampai ke Jeddah. Sekarang dengan naik pesawat terbang, kita hanya
perlu 12 jam saja.

Tapi di sisi lain, tak jarang iptek berdampak negatif karena merugikan dan
membahayakan kehidupan dan martabat manusia. Bom atom telah menewaskan ratusan ribu
manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Pada tahun 1995, Elizabetta, seorang
bayi Italia, lahir dari rahim bibinya setelah dua tahun ibunya (bernama Luigi) meninggal.
Ovum dan sperma orang tuanya yang asli, ternyata telah disimpan di “bank” dan kemudian
baru dititipkan pada bibinya, Elenna adik Luigi (Kompas, 16/01/1995).

Bayi tabung di Barat bisa berjalan walau pun asal usul sperma dan ovumnya bukan
dari suami isteri (Hadipermono, 1995). Bioteknologi dapat digunakan untuk mengubah
mikroorganisme yang sudah berbahaya, menjadi lebih berbahaya, misalnya mengubah sifat

6
genetik virus influenza hingga mampu membunuh manusia dalam beberapa menit saja
(Bakry, 1996). Kloning hewan rintisan Ian Willmut yang sukses menghasilkan domba
kloning bernama Dolly, akhir-akhir ini diterapkan pada manusia (human cloning).
Lingkungan hidup seperti laut, atjosfer udara, dan hutan juga tak sedikit mengalami
kerusakan dan pencemaran yang sangat parah dan berbahaya.

Beberapa varian tanaman pangan hasil rekayasa genetika juga diindikasikan


berbahaya bagi kesehatan manusia. Tak sedikit yang memanfaatkan teknologi internet
sebagai sarana untuk melakukan kejahatan dunia maya (cyber crime) dan untuk mengakses
pornografi, kekerasan, dan perjudian.

Di sinilah, peran agama sebagai pedoman hidup menjadi sangat penting untuk
ditengok kembali. Dapatkah agama memberi tuntunan agar kita memperoleh dampak
iptek yang positif saja, seraya mengeliminasi dampak negatifnya semiminal mungkin?

Sejauh manakah agama Islam dapat berperan dalam mengendalikan perkembangan


teknologi modern?

Bagian ini bertujuan menjelaskan peran Islam dalam perkembangan dan pemanfaatan
teknologi tersebut.). Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran
untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek (Agus, 1999). Agama yang
dimaksud di sini, adalah agama Islam, yaitu agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi
Muhammad Saw, untuk mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya (dengan aqidah
dan aturan ibadah), hubungan manusia dengan dirinya sendiri (dengan aturan akhlak,
makanan, dan pakaian), dan hubungan manusia dengan manusia lainnya (dengan aturan
mu’amalah dan uqubat/sistem pidana) (An-Nabhani, 2001).

Bagaimana hubungan agama dan iptek?

Secara garis besar, berdasarkan tinjauan ideologi yang mendasari hubungan


keduanya, terdapat 3 (tiga) jenis paradigma (Lihat Yahya Farghal, 1990: 99-119):

Pertama, paradagima sekuler, yaitu paradigma yang memandang agama dan iptek
adalah terpisah satu sama lain. Sebab, dalam ideologi sekularisme Barat, agama telah
dipisahkan dari kehidupan (fashl al-din ‘an al-hayah). Agama tidak dinafikan eksistensinya,
tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan pribadi manusia dengan tuhannya. Agama
tidak mengatur kehidupan umum/publik. Paradigma ini memandang agama dan iptek tidak

7
bisa mencampuri dan mengintervensi yang lainnya. Agama dan iptek sama sekali terpisah
baik secara ontologis (berkaitan dengan pengertian atau hakikat sesuatu hal), epistemologis
(berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan), dan aksiologis (berkaitan dengan cara
menerapkan pengetahuan)

. Paradigma ini mencapai kematangan pada akhir abad XIX di Barat sebagai jalan
keluar dari kontradiksi ajaran Kristen (khususnya teks Bible) dengan penemuan ilmu
pengetahuan modern. Semula ajaran Kristen dijadikan standar kebenaran ilmu pengetahuan.
Tapi ternyata banyak ayat Bible yang berkontradiksi dan tidak relevan dengan fakta ilmu
pengetahuan. Contohnya, menurut ajaran gereja yang resmi, bumi itu datar seperti halnya
meja dengan empat sudutnya. Padahal faktanya, bumi itu bulat berdasarkan penemuan ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari hasil pelayaran Magellan. Dalam Bible
dikatakan:“Kemudian daripada itu, aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru
angin bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di
darat, atau di laut, atau di pohon-pohon.” (Wahyu-Wahyu 7:1) Kalau konsisten dengan teks
Bible, maka fakta sains bahwa bumi bulat tentu harus dikalahkan oleh teks Bible (Adian
Husaini, Mengapa Barat Menjadi Sekular-Liberal, www.insistnet.com) Ini tidak masuk akal
dan problematis. Maka, agar tidak problematis, ajaran Kristen dan ilmu pengetahuan akhirnya
dipisah satu sama lain dan tidak boleh saling intervensi.

Kedua, paradigma sosialis, yaitu paradigma dari ideologi sosialisme yang


menafikan eksistensi agama sama sekali. Agama itu tidak ada hubungan dan kaitan apa pun
dengan iptek. Iptek bisa berjalan secara independen dan lepas secara total dari agama.
Paradigma ini mirip dengan paradigma sekuler di atas, tapi lebih ekstrem.

Dalam paradigma sekuler, agama berfungsi secara sekularistik, yaitu tidak dinafikan
keberadaannya, tapi hanya dibatasi perannya dalam hubungan vertikal manusia-tuhan.
Sedang dalam paradigma sosialis, agama dipandang secara ateistik, yaitu dianggap tidak ada
(in-exist) dan dibuang sama sekali dari kehidupan.Paradigma tersebut didasarkan pada
pikiran Karl Marx (w. 1883) yang ateis dan memandang agama (Kristen) sebagai candu
masyarakat, karena agama menurutnya membuat orang terbius dan lupa akan penindasan
kapitalisme yang kejam.

Karl Marx mengatakan:“Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of
the heartless world, just as it is the spirit of a spiritless situation. It is the opium of the
people.” (Agama adalah keluh-kesah makhluk tertindas, jiwa dari suatu dunia yang tak

8
berjiwa, sebagaimana ia merupakan ruh/spirit dari situasi yang tanpa ruh/spirit. Agama
adalah candu bagi rakyat) (Lihat Karl Marx, Contribution to The Critique of Hegel’s
Philosophy of Right, termuat dalam On Religion, 1957:141-142) (Ramly, 2000: 165-166).

Berdasarkan paradigma sosialis ini, maka agama tidak ada sangkut pautnya sama
sekali dengan iptek. Seluruh bangunan ilmu pengetahuan dalam paradigma sosialis
didasarkan pada ide dasar materialisme, khususnya Materialisme Dialektis (Yahya Farghal,
1994: 112). Paham Materialisme Dialektis adalah paham yang memandang adanya
keseluruhan proses perubahan yang terjadi terus menerus melalui proses dialektika, yaitu
melalui pertentangan-pertentangan yang ada pada materi yang sudah mengandung benih
perkembanganitu sendiri (Ramly, 2000: 110).

Ketiga, paradigma Islam, yaitu paradigma yang memandang bahwa agama adalah
dasar dan pengatur kehidupan. Aqidah Islam menjadi basis dari segala ilmu pengetahuan.
Aqidah Islam –yang terwujud dalam apa-apa yang ada dalam al-Qur`an dan al-Hadits
menjadi qa’idah fikriyah (landasan pemikiran), yaitu suatu asas yang di atasnya dibangun
seluruh bangunan pemikiran dan ilmu pengetahuan manusia (An-Nabhani, 2001).

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya


berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepas dari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang
pertama kali turun (artinya) :“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan.” (Qs. sl-‘Alaq [96]: 1).Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk
membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya
itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu
tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam (Al-Qashash,
1995: 81).

Paradigma Islam ini menyatakan bahwa kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan
berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu
Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu (Yahya Farghal, 1994: 117).

Firman Allah SWT:“Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.”
(Qs. an-Nisaa` [4]: 126).“Dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu.” (Qs. ath-Thalaq [65]: 12).

Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah Saw (w 632 M) yang meletakkan Aqidah
Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan.

9
Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah
tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan
misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Saw terjadi gerhana matahari, yang
bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “Gerhana matahari
ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka Rasulullah Saw segera
menjelaskan:“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau
kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah.
Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya…” [HR. al-Bukhari dan an-Nasa`i]
(Al-Baghdadi, 1996: 10).

Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Saw telah meletakkan Aqidah Islam sebagai
dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda
keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini
sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam al-Qur`an:“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 190).

Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala
pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang
taat dan shaleh tapi sekaligus cerdas dalam iptek. Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari
paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun
700 – 1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia
termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w.
858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran,
ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan
masih banyak lagi (Tentang kejayaan iptek Dunia Islam lihat misalnya M. Natsir Arsyad,
1992; Hossein Bahreisj, 1995; Ahmed dkk, 1999; Eugene A. Myers 2003; A. Zahoor, 2003;
Gunadi dan Shoelhi, 2003).

Aqidah Islam Sebagai Dasar Iptek inilah peran pertama yang dimainkan Islam dalam
iptek, yaitu aqidah Islam harus dijadikan basis segala konsep dan aplikasi iptek. Inilah
paradigma Islam sebagaimana yang telah dibawa oleh Rasulullah Saw. Paradigma Islam
inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan paradigma sekuler
seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah telah terjerumus dalam

10
sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup, gaya
hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.

Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam


sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang
pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula
mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan
keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak belakang
dengan Aqidah Islam. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan
fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat
ini, dengan paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham
sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan
manusia.Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam
dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an
dan al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep iptek harus distandardisasi benar salahnya
dengan tolok ukur al-Qur`an dan al-Hadits dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya
(Al-Baghdadi, 1996: 12).

Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan iptek, bukan berarti bahwa ilmu
astronomi, geologi, agronomi, dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis
tertentu. Kalau pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti
keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (Qs. an-Nisaa` [4]:126 dan Qs. ath-Thalaq
[65]: 12), bukan berarti konsep iptek harus bersumber pada ayat atau hadis tertentu. Misalnya
saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari sebagai pancaran cahaya
dan panas (Qs. Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam semesta) berasal dari asap (gas)
sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari kondensasi (pemekatan) gas tersebut (Qs. Fushshilat
[41]: 11-12), dan seterusnya. Ada sekitar 750 ayat dalam al-Qur`an yang semacam ini ( Al-
Baghdadi, 2005: 113).

Ayat-ayat ini menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala
sesuatu, dan menjadi tolok ukur kesimpulan iptek, bukan berarti bahwa konsep iptek wajib
didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam sebagai
landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada al-Qur`an dan al-
Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada al-Qur`an dan al-Hadits.
Ringkasnya, al-Qur`an dan al-Hadits adalah standar (miqyas) iptek, dan bukannya sumber

11
(mashdar) iptek. Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan al-
Qur`an dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits itu. Jika
suatu konsep iptek bertentangan dengan al-Qur`an dan al-Hadits, maka konsep itu berarti
harus ditolak.

Misalnya saja Teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi
dari organisme sederhana yang selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi
organisme yang lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia
sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari evolusi
organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang menegaskan, Adam
AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia sekarang adalah keturunan Adam
AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya sebagaimana fantasi Teori Darwin (Zallum, 2001).
Firman Allah SWT:“(Dialah Tuhan) yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian
Dia menciptakan keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (Qs. as-Sajdah [32]:
7).“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal mengenal.” (Qs. al-Hujuraat [49]: 13).Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu al-Qur`an
dan al-Hadits hanyalah standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam
boleh mengambi iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir).

Dulu Nabi Saw menerapkan penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi
militer itu berasal dari tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi Saw juga
pernah memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman, padahal
di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin Khatab pernah
mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas Negara), yang berasal dari
Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah
Islam, iptek dapat diadopsi dari kaum kafir.

Syariah Islam Standar Pemanfaatan IptekPeran kedua Islam dalam perkembangan


iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan
halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan
iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah
dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang
telah diharamkan syariah Islam.

12
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang
mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan
ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:“Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad)
sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan…” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).“Ikutilah
apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-
pemimpin selain-Nya…[i/]” (Qs. al-A’raaf [7]: 3).Sabda Rasulullah Saw:“[i]Barangsiapa
yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu
tertolak.” [HR. Muslim].Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga
negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta.

Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan
pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat
memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan.
Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama. Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat
menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak
berperikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom
atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa
melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia
(berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara
serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.

Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan
standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya
meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi
manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala
perintah dan larangan Allah SWT yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah
Islam.

2.3. Keselarasan antara Iman dan Taqwa (IMTAQ) dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)

“Barang siapa ingin menguasai dunia dengan ilmu, barang siapa ingin
menguasai akhirat dengan ilmu, dan barang siapa ingin menguasai kedua-duanya juga
harus dengan ilmu” (Al-Hadist).

13
Perubahan lingkungan yang serba cepat dewasa ini sebagai dampak globalisasi dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), harus diakui telah memberikan
kemudahan terhadap berbagai aktifitas dan kebutuhan hidup manusia.

Di sisi lain, memunculkan kekhawatiran terhadap perkembangan perilaku khususnya


para pelajar dan generasi muda kita, dengan tumbuhnya budaya kehidupan baru yang
cenderung menjauh dari nilai-nilai spiritualitas. Semuanya ini menuntut perhatian ekstra
orang tua serta pendidik khususnya guru, yang kerap bersentuhan langsung dengan siswa.

Dari sisi positif, perkembangan iptek telah memunculkan kesadaran yang kuat pada
sebagian pelajar kita akan pentingnya memiliki keahlian dan keterampilan. Utamanya untuk
menyongsong kehidupan masa depan yang lebih baik, dalam rangka mengisi era milenium
ketiga yang disebut sebagai era informasi dan era bio-teknologi. Ini sekurang-kurangnya telah
memunculkan sikap optimis, generasi pelajar kita umumya telah memiliki kesiapan dalam
menghadapi perubahan itu.

Don Tapscott, dalam bukunya Growing up Digital (1999), telah melakukan survei
terhadap para remaja di berbagai negara. Ia menyimpulkan, ada sepuluh ciri dari generasi 0
(zero), yang akan mengisi masa tersebut. Ciri-ciri itu, para remaja umumnya memiliki
pengetahuan memadai dan akses yang tak terbatas. Bergaul sangat intensif lewat internet,
cenderung inklusif, bebas berekspresi, hidup didasarkan pada perkembangan teknologi,
sehingga inovatif, bersikap lebih dewasa, investigative arahnya pada how use something as
good as possible bukan how does it work. Mereka pemikir cepat (fast thinker), peka dan kritis
terutama pada informasi palsu, serta cek ricek menjadi keharusan bagi mereka.

Sikap optimis terhadap keadaan sebagian pelajar ini tentu harus diimbangi dengan
memberikan pemahaman, arti penting mengembangkan aspek spiritual keagamaan dan aspek
pengendalian emosional. Sehingga tercapai keselarasan pemenuhan kebutuhan otak dan hati
(qolbu). Penanaman kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan kepada siswa
akan kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di dunia tapi juga kelak di
akhirat.

Jika hal itu dilakukan, tidak menutup kemungkinan para siswa akan terhindar dari
kemungkinan melakukan perilaku menyimpang, yang justru akan merugikan masa depannya
serta memperburuk citra kepelajarannya. Amatilah pesta tahunan pasca ujian nasional, yang

14
kerap dipertontonkan secara vulgar oleh sebagian para pelajar. Itulah salah satu contoh potret
buram kondisi sebagian komunitas pelajar kita saat ini.

Untuk itu, komponen penting yang terlibat dalam pembinaan keimanan dan
ketaqwaan (IMTAQ) serta akhlak siswa di sekolah adalah guru. Kendati faktor lain ikut
mempengaruhi, tapi dalam pembinaan siswa harus diakui guru faktor paling dominan. Ia
ujung tombak dan garda terdepan, yang memberi pengaruh kuat pada pembentukan karakter
siswa.

Kepada guru harapan tercapainya tujuan pendidikan nasional disandarkan. Ini


sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 Undang-undang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Intinya, para pelajar kita disiapkan agar menjadi manusia beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri. Sekaligus jadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan sebenarnya mengisyaratkan, proses dan hasil harus


mempertimbangkan keseimbangan dan keserasian aspek pengembangan intelektual dan aspek
spiritual (rohani), tanpa memisahkan keduanya secara dikhotomis. Namun praktiknya, aspek
spiritual seringkali hanya bertumpu pada peran guru agama. Ini dirasakan cukup berat,
sehingga pengembangan kedua aspek itu tidak berproses secara simultan.

Upaya melibatkan semua guru mata ajar agar menyisipkan unsur keimanan dan
ketakwaan (imtak) pada setiap pokok bahasan yang diajarkan, sesungguhnya telah digagas
oleh pihak Departeman Pendidikan Nasional maupun Departemen Agama.

Survei membuktikan, mengintegrasikan unsur ‘imtaq’ pada mata ajar selain


pendidikan agama adalah sesuatu yang mungkin. Namun dalam praktiknya, target kurikulum
yang menjadi beban setiap guru yang harus tuntas serta pemahaman yang berbeda dalam
menyikapi muatan-muatan imtaq yang harus disampaikan, menyebabkan keinginan
menyisipkan unsur imtak menjadi terabaikan.

Memang tak ada sanksi apapun jika seorang guru selain guru agama tidak
menyisipkan unsur imtaq pada pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Jujur saja guru
umumnya takut salah jika berbicara masalah agama, mereka mencari aman hanya
mengajarkan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

15
Sesungguhnya ia bukan sekadar tanggung jawab guru agama, tapi tanggung jawab
semuanya. Dalam kacamata Islam, kewajiban menyampaikan kebenaran agama kewajiban
setiap muslim yang mengaku beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

2.4. Keutamaan Orang yang Berilmu

Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan Allah


dalam ayat-ayat berikut:

“Katakanlah: ‘Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?’
Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-
Zumar [39] : 9).

“Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan) kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu, benar-benar ia telah
dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil
pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] : 269).

“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS Mujaadilah [58] :11)

Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya
dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat
menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.” (Al-Hadits Nabi saw).
“Menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para
penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).

Terdapat tiga alasan pokok mengapa kita harus menguasai IPTEK, yakni:

1. Ilmu pengetahuan yg berasal dari dunia Islam sudah diboyong oleh negara-negara barat.
Ini fakta, tdk bisa dipungkiri.

2. Negara-negara barat berupaya mencegah terjadinya pengembangan IPTEK di negara-


negara Islam. Ini fakta yang tak dapat dipungkiri.

16
3. Adanya upaya-upaya untuk melemahkan umat Islam dari memikirkan kemajuan IPTEK-
nya, misalnya umat Islam disodori persoalan-persoalan klasik agar umat Islam sibuk sendiri,
ramai sendiri dan akhirnya bertengkar sendiri.

Menjelaskan keutamaan orang-orang berilmu, membimbing manusia dan


memenfaatkan ilmu bagi orang lain. Karena didalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa
“khairun naas anfa’un naas” Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
Akal adalah perimbangan antara intelek (budi) dan intuisi (hati manusia), antara pikiran dan
emosi manusia. Intelek adalah akal untuk memperoleh pengetahuan alam nyata. Dalam
membentuk pengetahuan, intelek terikat oleh yang komplit, Oleh karena itu ia hanya
mungkin berjalan selangkah demi selangkah, menyelesaikan arah demi arah. Intuisi adalah
alat untuk alam tidak nyata. Dalam membentuk pengetahuan ia dapat melakukan lompatan
dari tidak tahu menjadi tahu.

Orang yang berilmu itu adalah orang yang mampu melihat kebenaran yang
disampaikan Tuhan melalui para rasul-Nya dan mereka menyadari bahwa apa saja yang
diturunkan Allah kepada Rasul-Nya tersebut mengandung kebenaran.

Islam menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu bagai cahaya yang menyinari
hidup manusia sehingga sehingga hidupnya menjadi cerah dan sejahtera.Sedangkan
kebodohan dilambangkan dengan kegelapan. Perumpaan itu menjelaskan bahwa betapa
pentingnya ilmu dan betapa terhormatnya orang-orang yang berilmu, dan sebaliknya
kebodohan menimbulkan kesulitan dan penderitaan dan betapa rugi dan malangnyaorang
yang tidak berilmu itu.

2.5. Beberapa tokoh ilmuwan muslim pada bidang IPTEK yang dapat dijadikan tauladan

Adapun beberapa tokoh ilmuwan muslim pada bidang IPTEK adalah sebagai berikut :

1. Ibnu Hayyan (731 M – 815 M)

Beliau adalah seorang filosof dan ahli logika, yang bekerja di bidang fisika dan
kedokteran. Namun, selain itu beliau juga memiliki keahlian yang luar biasa di bidang kimia.
Beliau sangat mahir dalam perkara proses-proses pemisahan zat kimia, seperti : kristalisasi,
destilasi, kalsinasi, ekstraksi, dan sebagainya.

17
2. Al Khawarizmi (768 M – 840 M)

Beliau sangat terkenal dalam ilmu hitung atau aritmatika (ilmu deret), yang merupakan
bagian dari ilmu matematika. Beliau memiliki sebuah buku yang sangat terkenal yaitu
Aljabar wal Muqobalah yang sangat terkenal di Eropa.

Adapun bentuk karya beliau yang fenomenal antara lain :

• Algorithm atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Algoritma yang dapat
diartikan secara umum sebagai urutan langkah yang harus ditempuh dalam memecahkan
suatu permasalahan. Algoritma merupakan jantung ilmu informatika / komputer, tanpa beliau
sudah pasti dapat diketahui bahwa tidak akan ada tekhnologi komputer di zaman modern ini.

• Dalam bidang keilmuan geografi dan perbintangan (astronomi), beliau juga memiliki karya
yang fenomenal hal ini dibuktikan dengan adanya karya beliau dalam bidang tabel
astronomis.

3. Al Kindi (801 M – 873 M)

Beliau adalah seorang filosof, namun juga memiliki keahlian di berbagai macam
bidang sains, seperti : kimia, fisika, geografi, kedokteran dan matematika. Karya-karya beliau
yang fenomenal, terdapat dalam bidang keilmuan sains berikut : 

• Dalam bidang optika geometrik, sebenarnya beliaulah yang membahas hukum pemantulan
cahaya pertama kali sebelum disempurnakan dengan sebuah persamaan matematis oleh
matematikawan berkebangsaan Belanda Willebrord Snellius (1580 M – 1626 M) pada tahun
1621 (kurang lebih delapan abad setelahnya). Alkindus telah berhasil menemukan hukum
pemantulan cahaya, yang berbunyi : ”sudut datang sama besarnya dengan sudut pantul”, yang
mana penemuan beliau merupakan dasar ilmu penemuan dan pengembangan alat-alat optik di
zaman-zaman selanjutnya, termasuk di zaman modern saat ini, seperti : teropong (teleskop),
kacamata, proyektor, mikroskop, lup dan sebagainya.

• Dalam bidang fenomena gelombang beliau juga memiliki sejumlah karya yang fenomenal,
yang banyak terpakai dalam pengembangan ilmu pengetahuan di zaman modern ini, semua
karya beliau tentang optika geometrik dan fenomena gelombang telah terintegrasi dalam ilmu
fisika di zaman modern ini. Tampaknya, kita semua harus bersyukur dengan kehadiran beliau

18
dalam percaturan ilmu sains. Jika beliau tidak ada, maka di zaman modern ini, tidak akan ada
: Teropong, Slide, OHP, Hand Phone, Telepon, Televisi, Radio, Sistem Navigasi dan
sebagainya.

• Dalam bidang kimia, beliau telah berhasil mematahkan ajaran Mesir kuno tentang
transmutasi logam-logam menjadi emas. Terbukti hingga saat ini tidak ada eksperimen kimia
yang berhasil merubah sebuah logam menjadi emas.

• Dan masih banyak lagi.

3. Ibnu Qurroh (826 M – 901 M)

Beliau adalah ahli ilmu perbintangan (astronomi) dan matematika. Selain ahli matematika
dan astronomi, beliau banyak menulis di bidang kedokteran, fisika dan ilmu filsafat

4. Al Battani (858 M – 929 M)

Beliau adalah ahli matematika dan astronom. Beliau mamiliki dua karya yang fenomenal
dalam matematika dan astronomi, yaitu :

• Dalam bidang matematika, sebenarnya beliaulah yang pertama kali memperkenalkan fungsi
trigonometri, berupa : sinus, cosinus, tangens, secan, cosecan dan cotangens.

• Dalam bidang astronomi, beliaulah yang paling pertama sekali yang berhasil mengukur
lamanya waktu dalam satu tahun masehi secara teliti, yaitu : 365 hari 5 jam 46 menit 24
detik. Sehingga dari hasil pengukuran beliau inilah, terdapat suatu perhitungan yang
menyatakan bahwa sekali dalam kurun waktu 4 tahun adanya satu tahun kabisat dalam tahun
masehi.

6. Ar Razi (865 M – 925 M)

Beliau adalah ahli kedokteran klinis dan kimia. Karya beliau yang paling fenomenal
adalah di bidang kimia, yang dapat dikatakan sebagai penerus kiprah Ibnu Hayyan. Beliau
mempergunakan peralatan yang canggih, sehingga bisa mengamati dan mencatat perlakuan
kimiawi kepada objek eksperimen yang ditelitinya di laboraturium. Sehingga, semua hasil
eksperimen beliau telah dibukukan dalam bentuk sebuah buku karangan beliau, berupa buku

19
manual laboraturium dan berhasil menjadi buku pegangan untuk setiap objek eksperimen
kimia di sejumlah laboraturium terkemuka di Eropa, selama berabad-abad.

 7. Al Farabi (870 M – 950 M)

Beliau adalah seorang filosof terkemuka. Namun, demikian beliau juga ahli dalam
bidang : sosial politik, matematika, farmasi dan fisika. Karya beliau yang paling fenomenal
dalam ilmu fisika adalah mengenai fenomena gelombang bunyi yang dipergunakan dalam not
nada musik, yang dimulai dengan nada dasar pada frekuensi 440 Hz hingga kenaikkan dalam
frekuensi tertentu, yang dapat menghasilkan bunyi not nada secara bertingkat. Semua hasil
karya beliau telah terdokumentasi dalam bukunya yang berjudul Kitab Al Musiqa.

8. Az Zahrawi (936 M – 1013 M)

Beliau adalah ahli kedokteran dan kedokteran gigi terkemuka, yang banyak
membidani lahirnya ilmu kedokteran dalam spesialisasi ilmu bedah dan ilmu kedokteran gigi.

Adapun hasil karya Beliau, antara lain :

• Karena beliau ahli bedah tersohor di zamannya, di dalam bukunya yang berjudul At Tasif,
yang merupakan ensiklopedi medis raksasa yang terdiri atas 30 jilid, terdapat uraian tekhnik
tentang pengambilan batu ginjal lewat bedah, bedah mata, bedah telinga dan bedah
tenggorokkan. Selain itu, dalam buku tersebut beliau juga menampilkan bagaimana tekhnik
membedah dan mengambil janin yang telah mati di dalam rahim seorang ibu dan tekhnik
amputasi bagian tubuh manusia. Dalam buku tersebut dilengkapi dengan diagram kerja
praktis dan macam-macam peralatan yang akan dipergunakan dalam proses pembedahan.

• Dalam ilmu kedokteran gigi, beliau juga berhasil mematenkan tekhnik pembuatan protese
dan cara memperbaiki gigi-geligi yang bengkok.

  9. Al Buzjani (940 M – 997 M)

Beliau adalah penerus Al Battani, yang memiliki keahlian dalam bidang matematika
dan astronomi. Bukunya yang terkenal yaitu : ’Ilm Al Hisab (aritmatika) dan ’Ilm Al
Handasah (geometri). Beliau juga telah berhasil membuat tabel zhil dan meneruskan kiprah

20
Al Battani dalam rangka pengembangan ilmu trigonometri, menjadi trigonometri sferik yang
membidani banyaknya lahir teori dalam ilmu astronomi hingga zaman sekarang.

10. Ibnu Al Haitham (965 M – 1039 M)

Beliau adalah sosok intelektual muslim sangat jenius yang memiliki banyak keahlian
di bidang : matematika, fisika, astronomi dan kedokteran, sehingga banyak menghasilkan
banyak karya yang sangat fenomenal yang merupakan dasar pengembangan ilmu sains
hingga saat ini, terutama di bidang : matematika, fisika, astronomi dan kedokteran.

Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hasil karya beliau, antara lain :

• Dalam bidang matematika, beliaulah ilmuwan pertama yang berhasil menggabungkan


aljabar dengan geometri, sehingga menghasilkan cabang ilmu geometri analitik. 

• Dalam bidang kedokteran dalam sebuah bukunya Kitab Al Manazhir beliau berhasil
membahas secara tuntas mengenai anatomi mata manusia, yang merupakan dasar ilmu
mutlak yang harus dipelajari bagi mahasiswa kedokteran hingga saat ini.

• Dalam sains fisika beliau memiliki sangat banyak karya yang fenomenal, diantaranya : 
a) Dalam melanjutkan kiprah Al Kindi di bidang optika geometrik beliau berhasil melakukan
berbagai macam analisis tentang pemantulan cermin dan lensa, meneliti tentang pemantulan
pada cermin sferis dan parabolis, meriset pembiasan lensa.

b) Dalam mekanika klasik beliau telah berhasil membahas mengenai gaya aksi-reaksi antara
dua benda yang saling berinteraksi, dimana dalam hal ini beliau sangat jauh mendahului Sir
Isaac Newton (1642 M - 1727) selama 6 abad, yang baru mengemukakan salah satu
postulatnya tentang hal ini, dalam sebuah postulat yang dikenal dengan Hukum III Newton.

c) Karya beliau dalam mekanika klasik adalah yang masih terpakai hingga saat ini, yaitu
tentang konsep kelembaman benda yang dikenal dengan momen inersia dan konsep torka
(momen gaya).

d) Dan masih banyak lagi karya beliau yang terpakai dalam pengembangan ilmu fisika
hingga saat ini.

21
11. Al Bairuni (937 M – 1048 M)

Beliau adalah seorang ilmuwan muslim yang cukup kompleks, yang memiliki banyak
keahlian di bidang : geografi, matematika, fisika, geologi, farmasi, kedokteran dan astronomi.
Dari sosok beliau yang sangat cerdas, telah mampu menghasilkan beberapa karya fenomenal,
antara lain :

• Dalam keilmuan geologi beliau telah menulis sebuah buku yang berjudul Kitab Al Jamahir.
Buku ini banyak berisikan tentang mineral yang terkandung di dalam lapisan tanah.

• Dalam bidang astronomi beliau juga telah menulis sebuah buku yang berjudul Qanun Al
Mas’udi, dimana dalam buku inilah yang menjadikan beliau sebagai orang pertama yang
berhasil menceritakan tentang perputaran bumi mengelilingi sumbunya. Disamping itu,
secara spektakuler dalam buku ini pula beliau berhasil menyatakan bahwa universalitas gaya
tarik menarik yang sama antara benda yang ada dilangit dan di bumi, yang selanjutnya di
kenal dengan hukum gravitasi Newton.

• Dalam bidang keilmuan farmasi dan kedokteran, beliau juga memiliki sebuah karya yang
sangat fenomenal yang terdapat dalam buku beliau yang berjudul Kitab As Saidina, yang
berisikan segala macam pengobatan berbagai macam penyakit secara komplit pada waktu itu.

  12. Ibnu Sina (980 M – 1037 M)

Beliau adalah sosok intelektual muslim yang sangat super jenius yang nyaris tidak ada
tandingannya hingga sekarang, terbukti saat berusia 10 tahun beliau telah hafal Al Qur’an
sebanyak 30 juz dan pada umur 18 tahun beliau telah menguasai semua ilmu pengetahuan
yang ada pada saat itu (baik sains maupun sosial), terlihat bahwa Ibnu Sina adalah sosok yang
berwawasan sangat luas. Beliau adalah bapak kedokteran sedunia, terbukti beliau sangat
banyak membidani kelahiran ilmu-ilmu kedokteran yang dimanfaatkan oleh banyak kaum
terpelajar yang mendalami ilmu kedokteran hingga saat ini dan tak lekang oleh waktu dan
zaman. Bukunya yang terkenal di bidang kedokteran yaitu Qanun Fi At Thibb, yang telah
barabad-abad menjadi pegangan di universitas-universitas di Eropa. Selain itu beliau juga
menulis buku dalam jumlah kurang lebih sekitar 500 buah buku, dalam bidang keilmuan :
Matematika, Astronomi, Fisika, Mineralogi, Ekonomi dan Politik. Namun, sayang hampir

22
separuh buku karya beliau telah lenyap saat ini, pasca tentara Mongol meyerbu kota
Baghdad.

13. Az Zarqali (1025 M – 1087 M)

Beliau sangat jauh mendahului Johannes Keppler (1571 M – 1630 M) bersama Tycho Brahe,
dalam masalah teori garis edar planet dalam rangka mengelilingi matahari. Dimana 500 tahun
(lima abad) sebelum Keppler merumuskan dan mengumumkan tiga postulatnya, beliau telah
mengeluarkan teori yang berbunyi ”planet-planet beredar mengelilingi matahari berada
dalam lintasan berbentuk elips.”

14. Al Khayyam (1038 M – 1148 M)

Beliau adalah sosok seorang ilmuwan di bidang : matematika dan fisika yang jenius,
dengan beberapa karya fenomenal, antara lain :

• Dalam bidang matematika, beliau merupakan ahli aljabar dengan penemuan paling
fenomenal adalah berupa koefisien binomial, yang sangat jauh (sekitar 6 abad) mendahului
Blaise Pascal (1623 M – 1662 M) sebelum menemukan segitiganya yang terkenal yang
disebut dengan segitiga Pascal, dan sangat jauh (sekitar 6 abad) mendahului Sir Isaac Newton
(1642 M - 1727) sebelum mengeluarkan konsep binomial Newtonnya.

• Disamping itu masih ada karya beliau yang cukup fenomenal dalam bidang matematika
yaitu, berupa kemampuannya dalam memecahkan masalah-masalah kubik, dan perhitungan
yang akurat dalam perhitungan luas bangun datar bidang dua dimensi dan volume bangun
ruang benda tiga dimensi, yang mengilhami lahirnya teori integral pada abad-abad
setelahnya. 

• Selain itu masih ada beberapa karya beliau yang terkenal lagi, yaitu di bidang : sya’ir, sufi
dan fisika.

23
15. Al Ghazzali (1058 M – 1111 M)

Beliau adalah seorang guru sufi yang terlahir di zaman puncak keemasan umat.
Selain sebagai seorang guru sufi, beliau juga menguasai ilmu logika dan ilmu filsafat dengan
baik. Ketika melihat penyimpangan-penyimpangan perkembangan sains di lingkungan umat,
beliau langsung melontarkan kritik tajam terhadap mereka yang menyeleweng. 

16. Ibnu Zuhr (1091 M – 1161 M)

Beliau adalah seorang ahli di dalam bidang : kedokteran, psikologi dan parasitologi
terkemuka di zaman puncak keemasan umat. Dalam kegiatan pengobatannya beliau selalu
mempergunakan prinsip psikologi dan merupakan ilmuwan pertama yang mempelopori
penerapan diet (dilengkapi dengan cara yang terbaik) bagi para pasien yang
membutuhkannya. Bukunya yang terkenal yaitu At Taisir Fi Al Mudawat Wa At Tadbir. 

17. Al Idrisi (1099 M – 1166 M)

Beliau adalah sosok ilmuwan biologi dan geografi yang sangat cerdas di zaman
puncak keemasan umat. Spesialisasi yang paling menonjol dari beliau adalah botani. Terbukti
beliau punya pengetahuan yang banyak dalam bidang tetumbuhan. Adapun karya beliau
antara lain :

• Dalam bidang botani beliau punya pengetahuan yang banyak tentang tumbuh-tumbuhan
berkhasiat yang bisa di proses menjadi bahan baku obat-obatan, yang semuanya telah
dituliskan dalam bukunya yang berjudul Kitab Al Jami’li Shifati Al Asytat Al Nabatat. 

• Dalam bidang geografi, dalam sebuah bukunya yang berjudul Kitab Al Mamalik Wa Al
Masalik, beliau juga telah mampu menceritakan sejumlah kawasan di benua Asia, Afrika dan
Eropa, yang berkaitan dengan faktor : ekonomi, fisis dan kebudayaan daerah setempat, yang
dapat dipakai sebagai pedoman untuk mempelajari kebudayaan dan kondisi masyarakat
setempat, dalam rangka menyiarkan dakwah bagi para saudagar dari gujarat arab dan persia
yang akan menyiarkan islam di berbagai belahan bumi pada waktu itu, termasuk Indonesia.

24
Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasarkan
paradigma Al -Quran akan memperkaya hasanah ilmu pengetahuan umat manusia. Dengan
demikian ketika menaruh perhatian serius pada ayat-ayat Al-Quran dan Hadits tentang ilmu
pengetahuan, maka kita akan memiliki sejumlah ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
tersebut berarti Al-Quran telah membuka nuansa berfikir kita untuk menciptakan Iptek.
Disinilah kelebihan manusia, dengan akal dan pikirannya berjihad dan berijtihad untuk
kepentingan umat dengan menggunakan Iptek sebagai mediatornya. Adapun pemberdayaan
iptek untuk memperkuat posisi kita sebagai Khalifah Tuhan di muka bumi dengan tugas
utamanya adalah untuk beribadah kepada Allah, dan untuk kemakmuran ( Qs Hud/11:61).
Bukan untuk hal-hal yang dilarang Alloh (Qs Al Qashash/28:77).

Dari prestasi-prestasi yang telah diraih oleh tokoh-tokoh ilmuwan tersebut dapat
disimpulkan bahwa Al Quran dan Sains telah menjadi penggerak utama manusia untuk
mengeksplorasi ilmu pengetahuan. Adapun pemberdayaan Iptek menurut Islam adalah
bagaimana mewujudkan kemakmuran bagi umat manusia. Karena itu pemanfaatan Iptek
tidak boleh dipisahkan dari agama. Bahkan harus sejalan dengan moralitas dan etika Islam.

2.6. Tanggung jawab ilmuwan terhadap lingkungannya.

Ilmuwan muslim merupakan aset yang sangat berharga bagi umat dan ini adalah hal
yang harus dipikirkan secara serius bagi keberlangsungan peradaban umat. Hasil dari suatu
pekerjaan sangat ditentukan oleh siapa pelakunya. Identitas diri sebagai muslim bukan hanya
sekedar identitas simbol atau label semua umat yang mengaku Islam, tapi dia harus
terinternalisasi dalam ruang-ruang kepribadian yang tercermin dalam value and action-nya
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika perbaikan diri ilmuwan muslim
secara personal dilakuakn secara berkelanjutan dan berkesinambungan, niscaya perbaikan
dan pengembangan khasanah ilmu dan teknologi akan segera terwujud. Dengan kata lain
lewat sosok ini telah mulai dibangun kembali peradaban untuk menciptakan peradaban baru
bagi kebangkitan umat Islam. Harus diingat bahwa setiap disiplin ilmu akan memiliki norma-
norma (etika) tertentu yang harus diterima begitu saja tanpa verifikasi lebih lanjut. Paradigma
ini memetakan arah semua penyelidikan ilmiah yang terkait. Oleh karena itu, dibutuhkan
sebuah proses penanaman etika (akhlak) khusus untuk para ilmuwan serta bagaimana
seharusnya mereka berperan dalam lingkungan sekitar.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai abdun atau hamba Allah dan
sebagai khalifah Allah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan
25
kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggungjawab
terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan
alam.

Dalam konteks abdun, manusia menempati posisi sebagai ciptaan Allah. Posisi ini
memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada penciptanya.
Keengganan manusia menghambakan diri kepada Allah sebagai pencipta akan
menghilangkan rasa syukur atas anugerah yang diberikan sang pencipta berupa potensi yang
sempurna yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya yaitu potensi akal. Dengan hilangnya
rasa syukur mengakibatkan ia menghambakan diri kepada hawa nafsunya. Keikhlasan
manusia menghambakan dirinya kepada Allah akan mencegah penghambaan manusia kepada
sesama manusia termasuk pada dirinya. Manusia diciptakan Allah dengan dua kecenderungan
yaitu kecenderungan kepada ketakwaan dan kecenderungan kepada perbuatan fasik (QS.
Asy-Syams/91:8). Dengan kedua kecenderungan tersebut, Allah memberikan petunjuk
berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan
dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu amarah.

Fungsi yang kedua sebagai khalifah atau wakil Allah di muka bumi. Manusia
diberikan kebebasan untuk mengeksplorasi, menggali sumber-sumber daya serta
memanfaatkannya dengan sebesar-besar kemanfaatan untuk kehidupan umat manusia dengan
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, karena alam diciptakan untuk
kehidupan manusia sendiri. Untuk menggali potensi alam dan memanfaatkannya diperlukan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Allah menciptakan alam, karena Allah
menciptakan manusia. Oleh karena itu, manusia mendapat amanah dari Allah untuk
memelihara alam, agar terjaga kelestariannya dan keseimbangannya untuk kepentingan umat
manusia.

26
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan dalam sudut pandang filsafat adalah segala sesuatu yang diketahui
manusia melalui tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat yang sudah diklasifikasi,
diorganisasi, disistematisasi dan diinterpretasi sehingga menghasilkan kebenaran obyektif,
sudah diuji kebenarannya dan dapat diuji ulang secara ilmiah. Sedangkan ilmu pengetahuan
dalam Al-Qur’an adalah proses pencapaian segala sesuatu yang diketahui manusia melalui
tangkapan pancaindra, intuisi dan firasat dan obyeknya sehingga memperoleh kejelasan.
Teknolgi adalah dalam sudut pandang budaya, teknologi merupakan salah satu unsur budaya
sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan yang berkarakteristik netral dan
obyektif.
Dalam pandangan Islam, antara iman, ilmu pengetahuan, teknologi dan seni terdapat
hubungan yang harmonis dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem yang disebut
Dienul Islam. Di dalam Dienul Islam terkandung tiga unsur pokok yaitu aqidah, syari’ah dan
akhlak, dengan kata lain iman, ilmu dan amal shaleh atau ikhsan. Pengembangan IPTEK
yang lepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan
menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan alam lingkungannya. Peran Islam yang utama
dalam perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam
sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Jadi, paradigma Islam, dan bukannya
paradigma sekuler, yang seharusnya diambil oleh umat Islam dalam membangun struktur
ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek. Jadi,
syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan
tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.Jika dua peran ini dapat dimainkan oleh
umat Islam dengan baik, insyaallah akan ada berbagai berkah dari Allah kepada umat Islam
dan juga seluruh umat manusia.
Fungsi utama manusia yaitu, abdun: ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada
kebenaran dan keadilan, dan khalifah: tanggungjawab terhadap diri sendiri dan alam
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Allah memberikan petunjuk
berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan potensinya kepada keimanan
dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang selalu didorong oleh nafsu amarah. Manusia
mendapat amanah dari Allah untuk memelihara alam, agar terjaga kelestariannya dan
keseimbangannya untuk kepentingan umat manusia.

27
3.2. Saran
Menyadari akan pentingnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam Islam,
hendaknya kita sebagai ummat islam hendaknya dapat lebih memotivasi kita untuk lebih giat
lagi menuntut, menguasai, mengembangkan dan memanfaatkan IPTEK dengan sebaik-
baiknya. Pemanfaatan IPTEK hendaknya didasarkan kepada Al-Quran dan Sunnah agar tidak
melenceng dari jalur- jalur yang telah ditntukan.Jika dilandaskan pada ayat-ayatNya. Tentu
saja dia akan dapat menjadi lebih kokoh dan komprehensif jika diintegrasikan dengan filsafat
dasar sains yang juga dilandaskan pada ayat-ayat relevan yang tercantum dalam Al-Quran al-
Karim.

Saya berharap ada di antara para pembaca makalah ini yang bisa
menyempurnakannya, sehingga wawasan Islam rahmatan li al-’alamin juga mempunyai
makna aktual pada segala dimensi peradaban termasuk sains dan teknologi dalam
memecahkan problematika global di abad ke-21 ini. Insya Allah. Amin ya Rabb al-’ alamin

28

Anda mungkin juga menyukai