Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Masalah Keperawatan

1. Pengertian ketidakstabilan kadar glukosa darah

Ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah variasi kadar glukosa darah naik atau turun

dari rentang normal (SDKI, 2017).

2. Penyebab

a. Hiperglikemia:

1) Disfungsi pankreas

2) Resistensi insulin

3) Gangguan toleransi glukosa darah

4) Gangguan glukosa darah puasa

b. Hipoglikemia:

1) Penggunaan insulin atau obat glikemik oral

2) Hiperinsulinemia (misal insulinoma)

3) Endokrinopati (misal Kerusakan adrenal atau pituitari)

4) Disfungsi hati

5) Disfungsi ginjal kronis

6) Efek agen farmakologis

7) Tindakan pembedahan neoplasma

8) Gangguan metabolik bawaan (misal gangguan penyimpanan lisosomal,

galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen) (SDKI, 2017).


3. Tanda dan gejala mayor

a. Subjektif

Hipoglikemia:

1) Mengantuk

2) Pusing

Hiperglikemia:

1) Lelah atau lesu

b. Objektif

Hipoglikemia:

1) Gangguan koordinasi

2) Kadar glukosa dalam darah/urin rendah

Hiperglikemia:

1) Kadar glukosa dalam darah/urin rendah (SDKI, 2017).

4. Tanda dan gejala minor

a. Subjektif

Hipoglikemia:

1) Palpitasi

2) Mengeluh lapar

Hiperglikemia:

1) Mulut kering

2) Haus meningkat

b. Objektif

Hipoglikemia:
1) Gemetar

2) Kesadaran menurun

3) Prilaku aneh

4) Sulit bicara

5) Berkeringat

Hiperglikemia:

1) Jumlah urin meningkat (SDKI, 2017).

B. Tinjauan Teori

1. Pengertian

Menurut American Diabetes Assoclation ADA (2013) diabetes melitus mrupakan

penyakit metabolik yang bersifat kronik, ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa

darah sebagai akibat dari adanya gangguan penggunaan insulin, sekresi insulin, atau

keduanya. Insulin adalah hormon yang disekresi dari pankreas dan di butuhkan dalam

proses metabolisme glukosa. Insulin tidak bekerja sebagaimana fungsinya maka terjadi

penumpukan glukosa di sirkulasi darah atau hiperglikemia (Wijaya & Putri, 2015).

Diabetes melitus merupakan kondisi kronis yang ditandai dengan peningkatan

konsentrasi glukosa darah disertai munculnya gejala utama yang khas, yakni urin yang

berasa manis dalam jumlah yang besar. Istilah “diabetes” berasal dari bahasa Yunani

yang berarti “shipon”, ketika tubuh menjadi suatu saluran untuk mengeluarkan cairan

yang berlebihan, dan “mellitus” berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti

madu. Kelainan yang menjadi defisiensi relatif atau absolut dari hormon insulin. Insulin

merupakan satu-satunya hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah

(Bilous & Donelly, 2014).


Diabetes melitus tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel

terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang

normal. Insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes melitus tipe 2

dianggap sebagai noninsulin dependen diabetes melitus itu gangguan metabolik yang

ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta

pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Fatimah, 2015).

Diabetes melitus tipe II adalah diabetes melitus yang tidak bergantung insulin, karena

tubuh masih mampu mensekresi insulin namun dalam kondisi kurang sempurna karena

adanya resistensi insulin dan keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia dan resistensi insulin

yang terjadi secara berkepanjangan dapat meningkatkan aktivitas koagulasi dari sistem

hemostasis. Perubahan keseimbangan hemostasis ini menyebabkan penderita diabetes

melitus berada dalam keadaan hiperkoagulasi (Benyamin, 2016).

Keadaan ini menyebabkan kelainan trombosit yaitu perubahan patologi pada

pembuluh darah yang mengakibatkan penyumbatan arteria dan abnormalitas trombosit

sehingga memudahkan terjadinya adhesi dan agregasi di dalam darah.

2. Penyebab diabetes melitus tipe 2

Mekanisme yang menyebabkan retensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada

diabetes melitus tipe 2 masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam

proses terjadinya resistensi insulin. Penyebab diabetes melitus tipe II sebagai berikut:

a. Obesitas

Obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin dari sel target diseluruh tubuh, insulin

yang tersedia menjadi kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik. Orang

yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecendrungan lebih


besar untuk terserang diabetes melitus dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk

(Wijaya & Putri, 2015).

b. Usia

Usia cenderung meningkat diatas 65 tahun (Wijaya & Putri, 2015).

c. Riwayat keluarga

Sesorang yang diwarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua (Wijaya &

Putri, 2015).

d. Riwayat etnik/genetik

Diabetes melitus tipe II berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental.

Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko

emperis dalam hal terjadinya diabetes melitus tipe II akan meningkat dua sampai

enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit ini

(Fatimah, 2015).

3. Manifestasi klinis

Wijaya & Putri (2015) manifestasi atau tanda dan gejala diabets melitus sebagai berikut:

a. Banyak kencing (Poliuria)

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membran dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiper

osmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan

intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiper osmolariti

dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotik (Poliuria).

b. Banyak minum (Polidipsia)


Meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari

dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

seseorang haus terus dan ingin selalu minum (Polidipsia).

c. Banyak makan (Poliphagia)

Glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin maka

produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar. Reaksi

yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (Poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Glukosa tidak dapat di angkut kedalam sel maka sel kekurangan cairan dan

tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan menciut,

sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofi dan penurunan secara

otomatis. Penurunan berat badan yang berlangsung dalam relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat akan menyebabkan penurunan

prestasi dan lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam

darah tidak dapat masuk kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk

menghasilkan tenaga. Sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel

lemak dan otot, akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga

menajdi kurus.

e. Malaise atau kelemahan

Lelah dan kelemahan otot akibat gangguan ilmiah darah pada pasien diabetes

melitus tipe II kronik, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian

besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.


f. Kesemutan

Pada penderita diabetes melitus tipe II regenerasi sel pernafasan mengalami

gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.

Akibat banyak sel persarafan terutama perifer mengalami kerusakan.

g. Mata kabur

Mata kabur yang disebabkan oleh katarak atau gangguan refraksi akibat

perubahan pada lensa oleh hipeglikemi.

4. Anatomi fisiologi

Wijaya & Putri (2015) menyebutkan anatomi fiologi pada diabetes melitus yaitu

pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster di retroperitoneal.

Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kraniodorsal. Bagian atas kiri

kaput pankreas dihubungankan dengan korpus pankreas oleh leher pankreas yaitu

bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm. Arteri dan vena

mesenterika superior berada di dorsal leher pankreas. Duodenum bagian horisotal dan

bagian dari penonjolan posterior bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut prosesus

unsinatus pankreas, melingkari arteri dan vena tersebut.

Pankreas adalah organ pipih yang terletak dibelakang dan sedikit dibawah lambung

dan abdomen. Didalam nya terdapat kumpulan sel yang terbentuk seperti pulau pada

peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan

hormon insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar glukosa darah, sel beta
mensekresi insulin yang menurunkan kadar glukosa darah, juga sel delta yang

mengeluarkan somatostatin (Wijaya & Putri, 2015).

Pankreas manusia secara anatomi letaknya menempel pada duodenum dan terdapat

kurang lebih 200.000-1.800.000 pulau Langerhans. Jumlah sel beta dalam pulau

Langerhans normal pada manusia antara 60%-80% dari populasi sel pulau Langerhans.

Pankreas berwarna putih keabuan hingga kemerahan. Organ ini merupakan kelenjar

majemuk yang terdiri atas jaringan eksokrin dan jaringan endokrin. Jaringan eksonkrin

menghasilkan enzim pankreas seperti amilase, peptidase dan lipase, sedangkan jaringan

endokrin menghasilkan hormon seperti insulin, glukosa dan somatostatin (Damayanti,

2015).

Gambar 2.1 Anatomi Pankreas


Sumber: Damayanti (2015)

5. Patofisiologi

Wijaya & Putri (2015) menyebutkan sebagian besar gambaran patologik dari

diabetes melitus dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya

insulin sebagai berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsistensi glukosa darah setinggi 300-1200 mg/dl.

Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan

terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada

dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan

kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada

hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa

darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus

renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan

mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan polyuria disertai kehilangan

sodium, klorida, potassium dan pospat.

Polyuria menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Glukosa yang keluar

bersama urin, maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat

badan menurun serta cenderung terjadi poliphagi. Akibat yang lain adalah asthenia atau

kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan

oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan

karbohidrat untuk energi.

Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran

basalis dan perubahan pada saraf perifer. Hal ini akan memudahkan terjadinya

gangrene pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan

kadar glukosa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat, jika

hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal, maka timbul glukosuria.


Glukosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan

mengeluarkan kemih (poliuria) harus terstimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam

jumlah banyak karena glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami

keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar

(poliphagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori.

Wijaya & Putri (2015) patofisiologi pada diabetes melitus tipe II adalah terdapat

dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan

sel. Akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi

dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes melitus tipe II

disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Insulin menjadi efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan.

Intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes

melitus tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala tersebut sering bersifat ringan dan

dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang sembuh, infeksi

vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Penyakit

diabetes membuat gangguan atau komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh darah

di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua

yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati,

dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati.

Wijaya & Putri (2015) tiga masalah utama yang akan terjadi bila kekurangan insulin

atau tanpa insulin yaitu:

a. Penurunan gangguan glukosa.


b. Peningkatan mobilisasi lemak.

c. Peningkatan pengguanaan protein.

Menurut American Diabetes Assoclation (ADA) resistensi insulin pada otot dan

liver serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan

sentral dari diabetes melitus tipe 2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta

terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain

seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel

alpha pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak

(resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan terjadinya gangguan

toleransi glukosa pada diabetes melitus tipe II (ADA, 2016).


6. Pathway Diabetes Melitus

Diabetes melitus tipe I


Diabetes melitus tipe II

Reaksi autoimun Idiopatik, usia, genetik, dan


lain-lain

Sel B pankreas hancur Jumlah sel pankreas menurun

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis


meningkat meningkat

Pembatasan diit Penurunan BB

Fleksibilitas darah Intake tidak


Resiko nutrisi kurang
merah adekuat

Pelepasan O2 Poluria Defisit volume cairan

Perfusi jaringan perifer


Hipoksia perifer
tidak efektif

Nyeri

Gambar 2.2 Pathway Diabetes Melitus


Sumber: Debra (2011)

7. Pemeriksaan penunjang

Wijaya & Putri (2015) pemerikasaan penunjang pada diabetes melitus sebagai

berikut:

a. Kadar glukosa

1) Gula darah sewaktu / random >200 mg/dl

2) Gula darah puasa / nuchter >140 mg/dl

3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) >200 mg/dl

b. Aseton plasma

Hasil positif mencolok

c. Aseton lemak bebas

Peninggkatan lipid dan kolesterol

d. Osmolaritas serum (>330 osm/l)

e. Urinalisis: Proteinuria, ketonuria dan glukosuria

Gejala diabetes melitus positif jika terjadi salah satu dari gula darah (puasa >140

mg/dl, 2 jam PP >200 mg/dl, random >200 mg/dl) dan apabila tidak terdapat gejala

diabetes melitus tetapi terdapat 2 hasil dari gula darah (puasa >140 mg/dl, 2 jam PP

>200 mg/dl, random >200 mg/dl).

8. Komplikasi diabetes melitus

Wijaya & Putri (2015) mengatakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita

penyakit diabetes melitus tipe II sebagai berikut:

a. Komplikasi metabolik
Komplikasi ini terjadi pabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba, dapat

berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya antara lain seperti:

1) Ketoadosis diabetik

2) HHNK (Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik)

b. Komplikasi kronis

1) Mikrovaskular kronik (penyakit ginjal dan mata) dan neuropati

Adalah komplikasi yang terutama terjadi pada diabetes melitus tipe II seperti

nefropati dan diabetik retinopati (kebutaan).

2) Makrovaskular (MCI, Stroke, Penyakit vaskular perifer)

Komplikasi ini berkembang pada penderita diabetes melitus adalah trombosit otak

(pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner,

gagal jantung kongestif dan stroke.

9. Penatalaksanaan

Menurut Wijaya & Putri (2015) penatalaksanaan diabetes melitus adalah:

a. Jangka panjang: mencegah komplikasi

b. Jangka pendek: menghilangkan keluhan atau gejala diabetes melitus

1) Diet

Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Diabetik Amerika

merekomendasikan 50-60% kalori yang berasal dari:

a) Karbohidrat 60-70%

b) Protein 12-20%

c) Lemak 20-30%

2) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


a) Sulfoniluera, obat golongan ini bekerja dengan cara :

- Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.

- Menurunkan ambang sekresi insulin.

- Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b) Binguad

Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal.

c) Inhibitor glukosidase

Menghambat kerja enzim glukosidase di dalam saluran cerna, sehingga

menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca

prandial.

d) Insulin sensiting agent

Meningkatkan sensitivitas insulin, sehingga bisa mengatasi masalah resistensi

insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia, tetapi obat ini belum beredar di

Indonesia.

e) Insulin

Indikasi gangguan:

- Diabetes melitus dengan berat badan menurun dengan cepat.

- Ketoasidosis asidosis laktat dengan koma hiperosmolar.

- Diabetes melitus yang mengalami stres berat (infeksi sistemik dan lain-

lain).

- Diabetes melitus dengan kehamilan atau diabetes melitus gastasional yang

tidak terkendali dalam pola makan.


- Diabetes melitus tidak berhasil dengan dengan obat hipoglikemik oral

dengan dosis maksimal (kontraindikasi dengan obat tersebut).

Insulin oral atau suntikan dimulai dari dosis rendah, lalu dinaikkan

perlahan, sedikit demi sedikit sesuai dengan hasil pemeriksaan gula darah

pasien.

3) Latihan

Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metabolisme

istirahat, menurunkan berat badan (BB), stress dan menyegarkan tubuh.

4) Pemantauan

Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri.

5) Terapi (jika diperlukan)

6) Pendidikan kesehatan.

C. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah serangkaian tindakan untuk memberikan pelayanan

keperawatan yang professional dan berkualitas. Proses keperawatan lamgsung mengarah

pada kegiatan keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, tindakan dan evaluasi.

Proses keperawatan dasar cara berpikir kritis dalam memberikan asuhan keperawatan

(Delaune, dkk., 2013).

1. Pengkajian

a. Pengertian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian

merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan


mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan

diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain

perencanaan yang ditetapkan. Tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti

perencanaan yang dibuat. Pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat

sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi (Rohmah &

Walid, 2014).

Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah

kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien. Status

kesehatan klien yang normal maupun senjang hendaknya dapat dikumpulkan.

Tujuannya untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif

optimal maupun yang bermasalah (Rohmah & Walid, 2014).

Rohmah & Walid (2014), macam-macam data sebagai berikut:

1) Data dasar

Data dasar adalah seluruh informasi tentang setatus kesehatan klien. Data dasar

ini meliputi data umum, data demografi, riwayat keperawatan, pola fungsi

kesehatan, dan pemeriksaan. Data dasar yang menunjukan pola fungsi kesehatan

efektif atau optimal merupakan data yang dipakai dasar untuk menegakkan

diagnosis keperawatan sejahtera.

2) Data fokus

Data fokus adalah informasi tentang status kesehatan klien yang menyimpang

dari keadaan normal. Data fokus dapat berupa ungkapan klien maupun hasil

pemeriksaan langsung oleh perawat. Data ini yang nantinya mendapat porsi

lebih banyak menjadi dasar timbulnya masalah keperawatan. Segala


penyimpangan yang berupa keluhan hendaknya dapat divalidasi dengan data

hasil pemeriksaan. Pada bayi atau klien yang tidak sadar banyak menekankan

pada data fokus yang berupa hasil pemeriksaan.

3) Data subjektif

Data yang merupakan ungkapan keluhan klien secara langsung dari klien

maupun tak langsung melalui media orang lain yang mengetahui keadaan klien

secara langsung dan menyampaikan masalah yang terjadi kepada perawat

berdasarkan keadaan yang terjadi pada klien.

4) Data objektif

Data yang diperoleh oleh perawat secara langsung melalui observasi dan

pemeriksaan pada klien. Data objektif harus dapat diukur dan diobservasi, bukan

merupakan interpretasi atau asumsi dari perawat.

Menurut Rohmah & Walid (2014) sumber data pada tahap pengakjian meliputi:

1) Sumber data primer

Sumber data primer adalah klien. Sumber data primer, bila klien dalam keadaan

tidak sadar, mengalami gangguan bicara atau pendengaran, klien masih bayi,

atau karena beberapa sebab klien tidak dapat memberikan data subjektif secara

langsung, perawat dapat menggunakan data objektif untuk menegakan diagnosis

keperawatan. Klasifikasi data subjektif, hendaknya perawat melakukan

anamnesis pada keluarga.

2) Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh selain klien, yaitu keluarga,

orang terdekat, teman, dan orang lain yang tahu tentang status kesehatan klien.
Selain itu, tenaga kesehatan yang lain seperti dokter, ahli gizi, ahli fisioterapi,

laboratorium, radiologi, juga termasuk sumber data sekunder.

Rohmah & Walid (2014) menyatakan bahwa teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

1) Anamnesis

Anamnesis adalah tanya jawab atau komunikasi secara langsung dengan

klien (autoanamnesi) maupun tidak langsung (alloanamnesis) dengan

keluarganya untuk menjadi informasi tentang status kesehatan klien. Komunikasi

yang digunakan disini adalah komunikasi terapeutik, yaitu suatu pola hubungan

interpersonal antara klien dan perawat yang bertujuan untuk menggali informasi

mengenai status kesehatan klien dan membantu menyelesaikan masalah yang

terjadi.

2) Observasi

Observasi adalah tindakan mengamati secara umum terhadap perilaku dan

keadaan klien. Observasi memerlukan keterampilan, disiplin, dan praktik klinik.

3) Pemeriksaan fisik

Empat cara pemeriksaan fisik dilakukan sebagai berikut:

a) Inspeksi

Proses observasi yang dilakukan dengan cara melihat. Inspeksi digunakan

untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik.

Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi ukuran tubuh, warna,
bentuk, posis, simetris, luka, perubahan yang terjadi pada kulit, dan kelainan

anatomi.

b) Palpasi

Suatu bentuk pemeriksaan dengan cara perabaan. Tangan dan jari-jari adalah

instrumen yang sensitif untuk merasakan adanya suatu perubahan yang

terjadi pada tubuh. Palpasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang

temperatur, turgor, bentuk dan ukuran, massa, kelembapan, vibrasi dan

tekstur.

c) Perkusi

Metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuannya adalah untuk

menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan

vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan kebawah

jaringan. Perkusi kita membedakan apa yang ada dibawah jaringan (udara,

cairan, atau zat padat).

d) Auskultasi

Metode pemeriksaan dengan cara mendengar yang dibantu dengan stetoskop.

Tujuannya adalah untuk mendengarkan bunyi jantung, suara nafas, bunyi

usus, denyut jantung janin, dan mengukur tekanan darah.

4) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi. Contoh: foto thoraks,

laboratorium, rekam jantung dan lain-lain.


Debra (2011) pengkajian khusus pada pasien dengan diabetes melitus tipe II yaitu

melakukan pemeriksaan fisik karena biasanya klien mengeluh nyeri daerah perifer,

kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan

bola mata cekung. Penderita mengeluh sakit kepala, mau muntah, kesemutan, lemah

otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. Pada saat dilakukan pengkajian terkait

riwayat kesehatan lalu biasanya klien diabetes melitus mempunyai riwayat hipertensi,

penyakit jantung seperti infark miokard. Pada pengkajian riwayat kesehatan keluarga

biasanya ditemukan riwayat anggota keluarga yang menderita diabetes melitus.

2. Diagnosis keperawatan

a. Pengertian

Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respon klien

terhadap masalah kesehatan (SDKI, 2017). Diagnosis keperawatan adalah pernyataan

yang menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi

aktual atau potensial) dari individu atau kelompok tempat perawat secara legal

mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah

peubahan (Rohmah & Walid, 2014).

b. Tujuan

Menurut Rohmah & Walid (2014) tujuan diagnosis keperawatan sebagai berikut:

1) Tujuan diagnosa keperawatan adalah memungkinkan perawat untuk menganalisis

dan mensistensi data yang telah dikelompokkan dibawah pola kesehatan.


2) Diagnosa keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi masalah, faktor

penyebab masalah, dan kemampuan klien untuk dapat mencegah atau

memecahkan masalah.

c. Langkah-langkah

Rohmah dan Walid (2014) menyebutkan langkah-langkah menentukan diagnosa

keperawatan sebagai berikut:

1) Klasifikasi data

Klasifikasi data adalah aktivitas mengelompokkan data-data klien atau keadaan

tertentu temapt klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan

berdasarkan kriteria permasalahannya. Klasifikasi ini berdasarkan pada

kebutuhan dasar manusia yang dikelompokan dalam data subjektif dan data

objektif.

2) Interpretasi data

Perawat bertugas untuk membuar interpretasi atas data yang sudah dikelompokan

dalam bentuk masalah keperawatan atau masalah kolaboratif.

3) Menentukan hubungan sebab akibat

Masalah keperawatan yang telah ditentukan kemudian, perawat menentukan

faktor-faktor yang berhubungan atau faktor resiko yang menjadi kemungkinan

penyebab dari masalah yang terjadi. Kemungkinan penyebab harus mengacu

pada kelompok data yang sudah ada.

4) Merumuskan diagnosa keperawatan

Perumusan diagnosa keperawatan didasarkan pada identifikasi masalah dan

kemungkinan penyebab.
d. Merumuskan diagnosa keperawatan

Perumusan diagnosis keperawatan menurut Rohmah dan Walid (2014) adalah

diagnosa keperawatan biasanya terdiri dari 3 komponen yaitu: respon manusia

(masalah), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda dan gejala.

1) P (problem/masalah) : menjelaskan status kesehatan dengan singkat dan jelas

2) E (etiologi/penyebab) : penyebab masalah yang meliputi faktor penunjang dan

faktor resiko yang terdiri dari :

a) Patofisologi: semua proses penyakit yang dapat menimbulkan tanda/gejala

yang menjadi penyebab timbulnya masalah keperawatan.

b) Situasional: situasi personal (berhubungan dengan lingkungan yang

berinteraksi dengan klien).

c) Maturasional: tingkat kematangan atau kedewasaan klien, dalam hal ini

berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan.

d) Medikasi/treatment: pengobatan atau tindakan yang diberikan yang

memungkinkan terjadinya efek yang tidak menyenangkan yang dapat

diantisipasi atau dicegah dengan tindakan keperawatan.

3) S (simptom/tanda) definisi karateristik tentang data subjektif atau objektif

sebagai pendukung diagnosis aktual.

Wijaya & Putri (2015) menyebutkan bahwa diagnosis keperawatan yang lazim muncul

pada pasien dengan diabetes melitus sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidara fisiologis (misal Inflamasi, iskemia

dan neoplasma)
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (mual muntah).

Ibu diagnose sudah saya cek dan cocokan lagi sama sdki. Hanya diagnose ini saya

tidak dapat di sdki bu, di sdki cuman ada resiko ketidakstabilan volume cairan.

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme dan

ketidakmampuan menelan makanan.

d. Perfusi jarinagn perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia

e. Defisit pengetahuan tentang diabetes melitus tipe II dan hipertensi berhubungan

dengan ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan

penyakit diabetes melitus dan hipertensi.

f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi.

3. Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam diagnosis

keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu

menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah &Walid,

2014). Kegiatan dalam tahap perencanaan meliputi 1) Menentukan prioritas masalah

keperawatan, 2) Menetapkan tujuan dan kriteria hasil, 3) Merumuskan rencana tindakan

keperawatan, 4) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan.

Menentukan prioritas masalah keperawatan kegiatan pertama adalah menentukan

prioritas masalah keperawatan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan masalah

yang akan terjadi skala prioritas untuk diselesaikan atau diatasi terlebih dahulu. Tidak

berarti bahwa dalam menyelesaikan masalah, perawat menunggu sampai satu masalah

selesai sampai tuntas baru menyelesaikan masalah lainnya. Prioritas pertama di artikan
bahwa masalah ini perlu mendapat perhatian perawat karena dapat mempengaruhi status

kesehatan klien secara umum dan memperlambat penyelasaian masalah yang lain.

Pelaksanaan prioritas masalah kedua dan seterusnya dapat diatasi secara bersama-sama

dan berkesinambungan. Beberapa teknik membuat skala prioritas antara lain : (Rohmah

& Walid, 2014)

a. Standar asuhan keperawatan

Standar asuhan keperawatan, prioritas dititikberatkan pada masalah yang

mengancam kehidupan. Skala prioritasnya ditentukan dengan konsep berikut:

1) Prioritas pertama masalah yang mengancam kehidupan.

2) Prioritas kedua masalah yang mengancam kesehatan.

3) Prioritas ketiga masalah yang mempengaruhi perilaku manusia.

b. Menetapkan tujuan dan kriteria hasil

1) Pengertian

Tujuan adalah perubahan perilaku pasien yang diharapkan oleh perawat

setelah tindakan berhasil dilakukan.

2) Kriteria tujuan

Menurut Dermawan (2012), Pedoman penulisan tujuan dan kriteria hasil

berdasarkan SMART yaitu:

a) Specific

Tujuan harus spesifik tidak boleh memiliki arti ganda, tujuan dan hasil

difokuskan kepada klien yang mencerminkan perilaku serta respon klien yang

dapat diperkirakan sebagai hasil dari intervensi keperawatan

b) Measureable
Tujuan dapat di ukur khususnya pada prilaku klien yang dapat dirasakan,

dilihat dan diraba.

c) Achievable

Tujuan yang harus dicapai dituliskan dalam istilah yang dapat di ukur

sehingga memungkinkan perawat dapat mengukur serta menilai secara

objektif perubahan status klien.

d) Realistic

Tujuan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secra ilmiah diharapkan

singkat dan jelas dengan ceeoat dapat memberikan perawat serta klien bisa

merasakan pencapaian

e) Time

Batasan waktu yang dapat membantu perawat dank lien dalam menetukan

kemajuan dengan cepat dan jelas.

Kriteria hasil perencanaan keperawatan mempunyai ciri-ciri menurut

Dermawan (2012) yaitu setiap kriteria hasil berhubungan dengan tujuan yang

telah ditetapkan, hasil yang ditetapkan dalam kriteria hasil, memungkinkan

untuk dicapai, setiap kriteria hasil adalah pernyataan satu hal yang spesifik,

kriteria harus sekonkrit mungkin untuk memudahkan pengukuran, kriteria

cukup besar atau dapat diukur, kriteria menggunakan kata-kata positif bukan

menggunakan kata negatif.

Pedoman penulisan kriteria hasil menurut Setiadi (2012) adalah berfokus

pada pasien, singkat dan jelas, dapat diobservasi dan dapat diukur, ada batas

waktu, ditentukan oleh perawat dan pasien..


3) Menetapkan kriteria hasil

a) Kriteria hasil adalah batasan karakteristik atau indikator keberhasilan dari

tujuan yang telah diterapkan.

b) Berorientasi pada masalah dan kemungkinan penyebab dan merujuk pada

simptom.

c) Empat aspek :

(1) Kognitif (pengetahuan).

(2) Afektif (perubahan status emosi).

(3) Perubahan fungsi tubuh.

4) Merumuskan rencana tindakan keperawatan

Rencana tindakan keperawatan adalah desain spesifik untuk membantu

pasien dalam mencapai tujuan dan kriteria hasil. Karakteristik rencana tindakan

keperawatan berdasarkan standar asuhan keperawatan.

a) Berdasarkan tujuan.

b) Merupakan alternatif tindakan terbaik.

c) Melibatkan pasien dan keluarga.

d) Mempertimbangkan latar belakang budaya.

e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku, lingkungan,

sumber daya, dan fasilitas.

f) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.

g) Berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas, dan penulisan menggunakan bahasa

yang mudah dimengerti.


h) Menggunakan formulir yang baku.

5) Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan

Rasional rencana tindakan keperawatan adalah dasar pemikiran atau alasan

ilmiah yang mendasari ditetapkannya rencana tindakan keperawatan. Kegiatan ini

pada umumnya diperlukan untuk proses pembelajaran, dengan harapan

mahasiswa dapat menerapkan prinsip dan konsep ilmiah yang mendasari

ditetapkannya rencana keperawatan. Rasional rencana tindakan keperawatan

menerapkan berpiikir kritis dan bertanggung jawab terhadap pengambilan

keputusan dalam menyelesaikan masalah klien (Rohmah & Walid, 2014).

Berdasarkan buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia atau SIKI (2016)

rencana tindakan pada diagnosis yang terdapat pada SDKI untuk diagnosa yang didapat

pada kasus diabetes militus sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis (missal Inflamasi,

iskemia dan neoplasma)

1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri.

2) Identifikasi skala nyeri.

3) Identifikasi respon nyeri non verbal.

4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misalnya: terapi

musik, kompres hangat/dingin, terapi bermain, relaksasi nafas dalam dan

imajinasi).

5) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyri (misalnya suhu ruangan,

pencahayaan, dan kebisingan).

6) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri.


7) Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.

8) Anjurkan menggunakan alergik secara tepat.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (mual muntah)

1) Monitor status dehidrasi (misalnya: frekuensi nadi, kekuatan nadi, pengisian

kapiler, turgor kulit dan tekanan darah).

2) Monitor berat badan harian.

3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis.

4) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam.

5) Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan.

6) Berikan cairan intravena jika perlu.

7) Kolaborasi pemberian diuretik jika perlu.

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolismme dan

ketidakmampuan menelan makanan.

1) Identifikasi kebiasaan makan dan prilaku makan yang akan diubah.

2) Identifikasi kemajuan modifikasi diet secara regular.

3) Monitor intake-output cairan.

4) Gunakan standar nutrisi sesuai program diet dalam mengevaluasi kecukupan

asupan makan.

5) Rujuk pada ahli gizi jika perlu.

d. Defisit pengetahuan tentang Diabetes Militus Tipe II dan hipertensi berhubungan

dengan ketidaktahuan menekan sumber informasi.

1) Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan.

2) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi.


3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan.

4) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan.

5) Ajarkan prilaku hidup bersih dan sehat.

e. Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipertensi

1) Identifikasi risiko biologis, lingkungan dan prilaku

2) Identifikasi risiko baru sesuai perencanaan yang telah ditetapkan

3) Tentukan pengelolaan risiko yang baik dan ekonomis

4) Lakukan pengelolaan risiko secara efektif

1. Pelaksanaan keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah suatu catatan yang memuat seluruh data yang

dibutuhkan untuk menentukan diagnosis keperawatan, perencanaan keperawatan,

tindakan keperawatan, dan penilaian keperawatan yang disusun secara sistematis, valid,

dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hokum. Dokumentasi keperawatan

tidak hanya sebagai persyaratan untuk akreditasi, tetapi juga merupakan catatan

permanen tentang apa yang terjadi pada klien (Ali, 2009).

Nursalam (2008) menyebutkan Instrumen studi dokumentasi penerapan standar asuhan

keperawatan meliputi:

a. Standar I: Pengkajian keperawatan

b. Standar II: Diagnosa keperawatan

c. Standar III: Perencanaan keperawatan

d. Standar IV: Implementasi keperawatan

e. Standar V: Evaluasi keperawatan


f. Standar VI: Catatan asuhan keperawatan

Dalam pendokumentasian ada 3 teknik, yaitu:

a. Teknik naratif, pencatatan tradisonal dan dapat bertahan paling lama serta merupakan

sistem pencatatan yang fleksibel

b. Teknik flowsheet (bentuk grafik), cara tercepat dan paling efisien untuk mencatat

informasi

c. Teknik checklist, tinggal mengisi item yang sesuai dengan keadaan pasien dengan

mencentang.

Aziz Alimul (2001) mengemukakan ada lima bentuk format yang lazim digunakan:

a. Format naratif

Format yang dipakai untuk mencatat perkembangan pasien dari hari ke hari dalam

bentuk narasi

b. Format Soapier

Format ini dapat digunakan pada catatan medic yang berorientasi pada masalah

(problem oriented medical record) yang mencerminkan masalah yang di identifikasi

oleh semua anggota tim perawat. Format soapier terdiri dari:

1) S = Data Subjektif

Masalah yang dikemukakan dan dikeluhkan atau yang dirasakan sendiri oleh

pasien.

2) O = Data Objektif

Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnose keperawatan

meliputi data fisiologis dan informasi dari pemeriksaan. Data info dapat diperoleh
melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic

laboratorium.

3) A = Pengkajian (Assesment)

Analisis data subjektif dan objektif dalam menentukan masalah pasien.

4) P = Perencanaan

Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi

tindakan untuk mencapai status kesehatan optimal.

5) I = Intervensi

Tindakan yang dilakukan oleh perawat.

6) E = Evaluasi

Merupakan analisis respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.

7) R = Revisi

Data pasien yang mengalami perubahan berdasarkan adanya respon pasien

terhadap tindakan keperawatan merupakan acuan perawat dalam melakukan revisi

atau modifikasi rencana asuhan kepeawatan.

c. Format fokus/DAR

Semua masalah pasien diidentifikasi dalam catatan keperawatan dan terlihat pada

rencana keperawatan. Kolom focus dapat berisi: masalah pasien (data), tindakan

(action) dan respon (R)

d. Format DAE

Sistem dokumentasi dengan konstruksi data tindakan dan evaluasi dimana setiap

diagnose keperawatan diidentifikasi dalam catatan perawatan, terkait pada rencana


keprawatan atau setiap daftar masalah dari setiap catatan perawat dengan suau

diagnosa keperawatan.

e. Catatan perkembangan ringkas

Dalam menuliskan catatan perkembangan diperlukan beberapa hal yang perlu

diperhatikan antara lain adanya perubahan kondisi pasien, berkembangnya masalah

baru, pemecahan masalah lama, respon pasien terhadap tindakan, kesediaan pasien

terhadap tindakan, kesediaan pasien untuk belajar, perubahan rencana keperawatan,

adanya abnormalitas atau kejadian yang tidak diharapkan

Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan keperawatan juga meliputi

pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah

pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Walid, 2014).

Tahap-tahap pelaksanaaan atau implementasi yaitu: (Setiadi, 2012)

a. Tahap persiapan

1) Review rencana keperawatan.

2) Analisis pengatahuan dan keterampilan yang diperlukan.

3) Mengatahui akan yang timbul.

4) Mempersiapkan peralatan yang diperlukan.

5) Memepersiapkan lingkungan yang kondusif.

6) Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.

b. Tahap intervensi

1) Berfokus pada klien.

2) Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil.


3) Memperhatikan keamanan fisik dan sikologis klien.

4) Kompeten.

c. Tahap dokumentasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan

akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

2. Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Rohmah & Walit, 2014).

a. Tujuan evaluasi

1) Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.

2) Memodifikasi rencana tindakan keperawatan.

3) Meneruskan rencana tindakan keperawatan.

b. Komponen SOAP Untuk memudahkan perawat untuk mengevaluasi dan memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP. Penggunaannya tergantung dari

kebujakan setempat.

1) Pengertian SOAP

a) S: data subjektif

Perawat menuliskan keluahan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

b) O: data objektif
Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat

secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan

tindakan keperawatan.

c) A: analisis

Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. Analisis merupakan suatu

masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat

dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status

kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan data

objektif.

d) P: planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau

ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan

sebelumnya. Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan

tidak memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang

perlu dilanjutkan adalah tindakan yang masih komponen untuk menyelesaikan

masalah klien dan membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannya.

Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan yang dirasakan dapat

membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya

atau mempunyai alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat membantu

mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, rencana tindakan yang

baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul masalah baru atau

rencana tindakan yang ada sudah tidak kompeten lagi untuk menyelesaikan

masalah yang ada.


Evaluasi keperawatan merupakan tindakan intelektual yang bertujuan untuk

melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan keperawatan, dan pelaksanaannya sudah berhasil

dicapai. Perawat dapat memonitor apa saja yang terjadi selama tahap pengkajian,

diagnosa, perencanaan, dan pelaksanaan keperawatan yang telah dilakukan terhadap

pasien yang ditangani. Lingkup evaluasi pengetahuan terhadap penyakit Diabetes

Militus, mengontrol gejala–gejala yang ditimbulkan oleh Diabetes Militus, pengobatan,

diet, dan aktivitas fisik yang akan dilakukan (untuk referensi ini saya dapat jurnal tapi

tahunnya tidak tertera bu, jadi bagaimana ya bu).

Anda mungkin juga menyukai