(DIABETES MELLITUS)
Dosen Pengampu
H. Muhammad Asikin, S.Pd, S.SiT, M.Si, M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Tingkat III B
1. Pengertian
2. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam
2 kategori klinis yaitu:
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik
kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan
pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan
bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
3. Manifestasi Klinik
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal
yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis
yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air
seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
A. Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam
sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
B. Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis
akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
C. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .
4. Patofisiologis
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada
dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa
daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine(glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dal berkemih(poliurea),dan rasa haus
(polidipsi). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori.
Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan
subtansi lain).
Namun pada penderita difisiensi insulin,proses ini akan terjadi tampa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat
menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi,mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum
jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam
munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor
lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan
tingginya kadar asam lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi
insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor
khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang
tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK).
5. Pemerikaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
No Pemerikaan Normal
6. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
A. Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
I. Memperbaiki kesehatan umum penderita
II. Mengarahkan pada berat badan normal
III. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
IV. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
C. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes
D. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan
d) Prosedur Pelaksanaan
Tahap pra interaksi
Melakukan Verifikasi program terapi
Mencuci tangan
Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Tahap orientasi
Memberikan salam dan menyapa nama pasien
Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
Tahap kerja o Menjaga Privacy
Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
Membuka peralatan
Memakai sarung tangan
Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka
dengan menggunakan pinset
Membuka balutan lapis terluar
Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
Membuka balutan lapis dalam
Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
Melakukan debridement o Membersihkan luka dengan
menggunakan cairan NaCl
Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
Memasang plester atau verband
Merapikan pasien
Tahap Terminasi
Melakukan evaluasi tindakan yang dilakuka
Berpamitan dengan klien
Membereskan alat-alat
Mencuci tangan
Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan
4. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik
dan dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR
alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk
pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun,
harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II
akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi
menjadi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)
a. Komplikasi Akut
Ketoasidosis Diabetik (KAD) KAD merupakan komplikasi akut DM
yang di tandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI,2015).
Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
hingga mencapai <60mg/dl. Gejala hipoglikemi terdiri dari gejala
adrenergic (berdebar, banyak keringat, gemeter, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, geliah, keadaran menurun sampai
koma) (PERKENI, 2015)
Hiperomolar Non Ketonik (HBK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600- 1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas
plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-),
anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).
2. Diagnosa keperawatan
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023):
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan; Defenisi:
Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraselular;
Penyebab: kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi,
peningkatan, kekurangan intake cairan, Evaporasi; Gejala dan tanda mayor:
Subjektif (tidak tersedia), Objektif: 1). Frekuensi nadi meningkatkan; 2). Nadi
teraba lemah; 3). Tekanan nadi menyempit; 4). Turgor kulit menurun; 5).
membram mukosa kering; 6). Volume urin menurun; 7). Hematokrit
meningkat. Gejala dan tanda minor: subjektif: merasa lemah, mengeluh haus.
Objektif: 1). pengisian vena menurun; 2). Status mental berubah; 3). Suhu
tubuh meningkat; konsentrasi urin meningkat; 5). Berat badan turun tiba-tiba.
3. Intervensi Keperawatan
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023).
Luaran utama: Status cairan. (SLKI: L.03028); Defenisi: Kondisi volume
cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler.
Ekspektasi: membaik.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
2. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kgBB pada
anak
3. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Luaran utama: Status nutrisi (SLKI: L. 03030)
Defenisi: Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Ekspetasi: membaik
2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Luaran utama: Manajemen nutrisi (I. 03119)
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang
Tindakan
Observasi:
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet.
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang di programkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiametik), jika perlu
Terapeutik:
1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perluh
2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
(mis. Makanan dengan tekstur halus, makanan yang
diblender, makanan cair yang di berikan melalui NGT
atau gastrotomi, total parental nutrition sesuai
indikasi)
3. Hidangkan makanan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang di
capai Edukasi:
1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan
kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit
kambuhan).
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
(mis. Polyuria, polydipsia, kelemahan malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor in take dan output
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
eletrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
nadi
Terapeutik:
1. Berikan asupan cairan
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
1. Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih
dari 250
mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Aajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine,
jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Luaran utama: Manajemen hipoglikemia(SIKI: I. 03115)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar
glukosa darah rendah.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
3. Terapeutik:
4. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
5. Berikan glucagon, jika perluh
6. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
7. Pertahankan kepatenan jalan napas
8. Pertahankan akses IV, jika perlu
Edukasi:
1) Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
2) Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
3) Anjurkan monitor kadar glukosa darah
4) Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan
diabetes penyusuaian program pengobatan.
5) Ajelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral dan
olahraga
Tindakan
Observasi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, insensitas, nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di
berikan
9. Monitor efek samping penggunaan obat analgesic
Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesic
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Tindakan
Observasi :
Terapeutik:
1. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau
bolus obloid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak di inginkan
Edukasi: Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai
indikasi
Terapeutik:
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut disekitar area luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih non
toksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/harridan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit A, vit B, vit
C, zinc, asam amino). sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS ( stimulus saraf transcutaneous), jika
perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, outolitik), jika perlu
2. Kolaborasipemberian antibiotic
Tindakan
Observasi: Monitor dan dan gejala infeksi local dan sistemtik
Terapeutik:
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Implementasi Keperawatan
5.Evaluasi Keperawatan
PENGKAJIAN
A. BIODATA
a. Identitas pasien :
Nama :
Usia :
Tempat/tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Suku/bangsa :
Agama :
Pekerjaan :
Diagnosa medis :
No. RM :
Tanggal masuk RS :
Tanggal pengkajian :
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Nyerinya sudah berapa lama? Berapa skala nyerinya?
Apakah nyerinya terus menerus? Atau nyerinya hilang
timbul?
2. Riwayat penyakit sekarang
Apakah lukanya terdapat pus? Atau tampak bengkak?
Adakah keluhan lain? Seperti rasa kesemutan, rasa ingin
muntah, sakit kepala?
C. Aktivitas Sehari-hari
a. Pola nutrisi
Apa jenis makanan yang dikonsumsi?
Apakah mengalami anoreksia?
Apakah mengalami mual dan muntah?
Apakah jenis cairan yang diminum (air putih, jus, soft drink,
kopi, teh)
Berapa banyak cairan yang diminum setiap hari?
b. Pola Eliminasi
Bagaimanakah pola eliminasi BAB? Frekuensi?
Konsistensi? Bau? Warna? Kesulitan?
Bagaimanakah pola eliminasi BAK? Frekuensi? Jumlah?
Warna? Bau?
Apakah ada perubahan jumlah urin?
Apakah ada masalah defekasi?
d. Pola aktivitas
Apakah aktivitas dibantu oleh orang lain?
e. Pola personal hygiene
Bagaimanakah frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok
gigi, gunting kuku selama sakit?
D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah
atau sakit berat
2. Kesadaran : apakah kesadaran normal atau mengalami
penurunan kesadaran?
3. TTV :
Tekanan darah : apakah tekanan darah klien meningkat?
Nadi : apakah frekuensi nadi meningkat ?
Respirasi : apakah pernapasan klien meningkat?
Suhu : apakah suhu tubuh klien meningkat?
4. Pemeriksaan head to toe :
a. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
b. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
c. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,
sklera ikterik/tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada
gangguan dalam penglihatan
d. Telinga
Bentuk telinga, tidak ada pengeluaran cairan serumen, tidak
ada penumpukan serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
e. Hidung
Bentuk hidung, keadaaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/tidak dan apakah
ada gangguan dalam penciuman
f. Mulut
Bentuk mulut, membran mukosa kering/lembab, lidah
kotor/tidak, apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah
ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam
berbicara
g. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tiroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
h. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernapasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan
dalam pernapasan
i. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/tidak,
apakah terdapat bising usus, apakah terjadi peningkatan bising
usus/tidak
j. Ekstremitas
Apakah ada luka atau tidak, tremor atau tidak, kelemahan
fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk
k. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit
teraba panas
l. Genetalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin,
warna rambut kelamin
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan Normal
Gangguan suplai
darah
Luka
Tidak mendapat
suplai darah (nutrisi,
oksigen, leukosit)
Hipoksia jaringan
Kerusakan dan
kematian jaringan
Nyeri akut
Kerusakan pembuluh
darah perifer
Gangguan suplasi
darah (nutrisi, oksigen,
leukosit)
Hipoksia jaringan
Risiko infeksi
Gangguan fungsi
imun
Infeksi, gangguan
penyembuhan luka
Gangguan integritas
kulit
Glukosuria
Diuresis osmotic
Poliurea
Dehidrasi
Hipovolumia
Hiperglikemia
Metabolisme
meningkat
Mempengaruhi berat
badan
Defisit nutrisi
Hiperglikemia
Tubuh gagal
meregulasi hiperglikemi
Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Terapeutik
Edukasi :
Kolaborasi
Edukasi
Kolaborasi
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan jika pelu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
4. Berikan makanan tinggi kalori
dan protein
Edukasi
Kolaborasi
Terapeutik
Edukasi
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat glukosa darah
lebih dari 250 mg/dl
2. Anjukan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urin, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes
(misal : penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
Kolaborasi :
EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap untuk melihat hasil atau menilai sejauh mana
tercapainya suatu intervensi yang dilakukan dan respon klien terhadap
pemberian asuhan keperawatan yang diberikan (Perry Potter, 2005)
a. Nyeri akut
b. Hipertensi
c. Resiko infeksi
d. Kerusakan integritas kulit
e. Gangguan perfusi jaringan perifer
4. Seorang wanita berusia 55 tahun dirawat di ruang penyakit dalam
dengan diagnosa medis diabetes mellitus. Saat pengkajian didaptkan
keluar banyak keringat, tremor dan mual muntah, dengan indeks
massa tubuh 17. Hasil pemeriksaan didapatkan GDS 50 mg/dl.
Apakah masalah keperawatan pada kasus di atas?
a. Penurunan curah jantung
b. Peningkatan suhu tubuh
c. Risiko kekurangan volume cairan
d. Perubahan perfusi jaringan serebral
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf