Anda di halaman 1dari 66

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ENDOKRIN

(DIABETES MELLITUS)

Dosen Pengampu
H. Muhammad Asikin, S.Pd, S.SiT, M.Si, M.Kes

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Tingkat III B

A. SALSABILA SAFFANAH WAHYUDDIN (PO713202201033)


AMANDA (PO713202201036)
PUTRI OKTAVIANI. T (PO713202201058)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PAREPARE
T.A 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Pengertian

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang


ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat
kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya (smelzel dan
Bare,2015).

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan


metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi ketika


pankreas tidak cukup dalam memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak
efisien menggunakan insulin itu sendiri. Insulin adalah hormon yang
mengatur kadar gula darah. Hiperglikemia atau kenaikan kadar gula darah,
adalah efek yang tidak terkontrol dari diabetes dan dalam waktu panjang
dapat terjadi kerusakan yang serius pada beberapa sistem tubuh, khususnya
pada pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), mata (dapat terjadi
kebutaan), ginjal (dapat terjadi gagal ginjal) (WHO, 2011)

Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan


peningkatan glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya
oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas (Shadine, 2010).

2. Etiologi
Menurut Smeltzer 2015 Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam
2 kategori klinis yaitu:
1) Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun
mewarisi sebuah predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik
kearah terjadinya diabetes type 1. Kecendurungan genetik ini ditentukan
pada individu yang memiliki type antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan
bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon
autoimum. Ini adalah respon abdomal dimana antibodi terarah pada
jaringan normal tubuh secara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)

2) Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)


Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih
belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
 Obesitas
 Riwayat keluarga

3. Manifestasi Klinik
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada
awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal
yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis
yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air
seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan
menjadi 2 yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM
Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang
ditunjukan meliputi:
A. Lapar yang berlebihan atau makan banyak(poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam
sel sel tubuh kurang sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun
sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu, tubuh berusaha
meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar
sehingga timbulah perasaan selalu ingin makan
B. Sering merasa haus(polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau
dehidrasi.untu mengatasi hal tersebut timbulah rasa haus sehingga
orang ingin selalu minum dan ingin minum manis, minuman manis
akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
C. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak(poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar
bersama urin,untu menjaga agar urin yang keluar, yang mengandung
gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak mungkin ke
dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum,
banyak kencing, nafsu makan mulai berkurang atau berat badan turun
dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah
dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .

2) Gejala kronik penyekit DM


Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015)
adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau
kematian janin dalam kandungan atau dengan bayi berat
lahir lebih dari 4kg

4. Patofisiologis
Menurut Smeltzer,Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun.Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada
dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial.jika kosentrasi glukosa
daram darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine(glikosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine,ekresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik,sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien akan mengalami peningkatan dal berkemih(poliurea),dan rasa haus
(polidipsi). (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunan simpanan kalori.
Gejala lainya kelelahan dan kelemahan . dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis(pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
glukoneogenesis(pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan
subtansi lain).
Namun pada penderita difisiensi insulin,proses ini akan terjadi tampa
hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk smping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh
apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat
menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi,mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan penurunan kesadaran,koma bahkan kematian. Pemberian
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering
merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015)
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum
jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam
munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinterksi dengan faktor faktor
lingkungan seperti gaya hidup, obesitas,rendah aktivitas fisik,diet, dan
tingginya kadar asam lemak bebas(Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi
insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor
khusus pada permukaan sel.sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut,terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa
didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan
mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,harus terjadi peningkatan
jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer 2015 dan Bare,2015).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya, karena itu ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang
tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik(HHNK).

(Smeltzer 2015 dan Bare,2015) Akibat intoleransi glukosa yang


berlangsung lambat(selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas,
poliuria,polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer 2015 dan
Bare,2015)

5. Pemerikaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah

No Pemerikaan Normal

1 Glukosa darah >200mg/dl


sewaktu

2 Glukosa darah >100mg/dl


puasa

3 Glukosa darah 2 >200mg/dl


jam setelah makan

2) Pemeriksaan fungsi tiroid


Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
3) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),
merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
4) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.

6. Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut PERKENI 2015 komponen dalam penatalaksan DM yaitu:
A. Diet
Syarat diet hendaknya dapat:
I. Memperbaiki kesehatan umum penderita
II. Mengarahkan pada berat badan normal
III. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
IV. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita

Prinsip diet DM,adalah:

1) Jumlah sesuai kebutuhan


2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/ tidak
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari hari hendaknya diikuti
pedoman 3 J yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis,jangan dikurangi atau
ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi
penderita,penetuan gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of
relative body weight( BPR=berat badan normal) dengan rumus:
BPR = BB(Kg) X 100%
TB(cm)-10%
Keterangan :
1) Kurus (underweight) :BPR110%
2) Normal (ideal) :BPR 90% -110%
3) Gemuk (overweight) :BPR >110%
4) Obesitas apabila :BPR> 120%
a) Obesitas ringan :BPR 120% -130%
b) Obesitas sedang :BPR 130% - 140%
c) Obesitas berat :BPR 140 – 200%
d) Morbid :BPR > 200%
B. Olahraga

Beberapa kegunaan olahraga teratur setiap hari bagi penderita DM


adalah:

1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 11/2


jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya
2) Mencegah kegemukan bila ditambah olahraga pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menanbah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolestrol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka olahraga
akan dirangsang pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol(total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik

C. Edukasi/penyuluhan
Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan
pencegahannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada
dokter, mencari artikel mengenai diabetes

D. Pemberian obat-obatan
Pemberian obat obatan dilakukan apabila pengcegahan dengan cara
(edukasi,pengaturan makan,aktivitas fisik) belum berhasil, bearti harus
diberikan obat obatan

E. Pemantauan gula darah


Pemantauan gula darah harus dilakukan secara rutin ,bertujuan
untuk mengevaluasi pemberian obat pada diabetes. Jika dengan
melakukan lima pilar diatas mencapai target,tidak akan terjadi
komplikasi.

F. Melakukan perawatan luka


a) Pengertian Melakukan tindakan perawatan menganti balutan,
membersihkan luka pada luka kotor
b) Tujuan
 Mencegah infeksi
 Membantu penyembuhan luka
c) Peralatan
 Bak Instrumen yang berisi
 Pinset Anatomi
 Pinset Chirurgis
 Gunting Debridemand
 Kasa Steril
 Kom: 3 buah
 Peralatan lain terdiri dari:
 Sarung tangan
 Gunting Plester
 Plester atau perekat
 Alkohol 70%/ wash bensin
 Desinfektant
 NaCl 0,9%
 Bengkok: 2 buah,1 buah berisi larutan desinfektan
 Verband
 Obat luka sesuai kebutuhan

d) Prosedur Pelaksanaan
 Tahap pra interaksi
 Melakukan Verifikasi program terapi
 Mencuci tangan
 Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

 Tahap orientasi
 Memberikan salam dan menyapa nama pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan.
 Tahap kerja o Menjaga Privacy
 Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
 Membuka peralatan
 Memakai sarung tangan
 Membasahi plaster dengan alkohol/wash bensin dan buka
dengan menggunakan pinset
 Membuka balutan lapis terluar
 Membersihkan sekitar luka dan bekas plester
 Membuka balutan lapis dalam
 Menekan tepi luka (sepanjang luka) untuk mengeluarkan pus
 Melakukan debridement o Membersihkan luka dengan
menggunakan cairan NaCl
 Melakukan kompres desinfektant dan tutup dengan kassa
 Memasang plester atau verband
 Merapikan pasien
 Tahap Terminasi
 Melakukan evaluasi tindakan yang dilakuka
 Berpamitan dengan klien
 Membereskan alat-alat
 Mencuci tangan
 Mencatat kegiatan dalam lembar/ catatan keperawatan

G. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital


H. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
I. Mengelola pemberian obat sesuai program
B. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak
berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai
dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral
gagal dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti
menjadi insulin setiap harinya.
Meskipun aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut usia
tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari
faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat
menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat
yang digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu
dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau
predrawn yang dapat digunakan dalam terapi insulin.
Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan
penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin
dan frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual.
Umumnya pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja
sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja singkat
untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena
tidak mudah bagi pasien untuk mencampurnya sendiri, maka
tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan
insulin kerja sedang ,
Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis
tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan
tiga kali dengan insulin prandial untuk kebutuhan setelah makan.
Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan
sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin
mendekati kebutuhan fisiologis.

b. Obat Antidiabetik Oral


1. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD
generasi kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih
cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga
resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi
dan hipoglikemia lebih rendah.
Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan
karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid
bersifat aktif.Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja metabolit
yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih sesuai
digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel
beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstrapankreatik.

2. Golongan Biguanid Metformi


pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-
hati pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia
dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus
memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang
rendah disebakan karena massa otot yang rendah pada orangtua.

3. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose


Obat ini merupakan obat oral yang menghambat
alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan sel usus, yang
mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks.
Sehingga mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan
penurunan peningkatan glukosa postprandial.Walaupun kurang
efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut dapat
dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami
diabetes 19 ringan. Efek samping gastrointestinal dapat
membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang
menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis
tinggi, tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah klinis.

4. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik
dan dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR
alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk
pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun,
harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung.
Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

7. Komplikasi
Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada penderita DM tipe II
akan menyebabkan berbagai komplikasi. Komplikasi DM tipe II terbagi
menjadi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi akut dan
komplikasi kronik (Smeltzel dan Bare, 2015; PERKENI , 2015)
a. Komplikasi Akut
 Ketoasidosis Diabetik (KAD) KAD merupakan komplikasi akut DM
yang di tandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang
tinggi (300-600 mg/dl), disertai dengan adanya tanda dan gejala
asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma
meningkat (300-320 mOs/Ml) dan terjadi peningkatan anion gap
(PERKENI,2015).
 Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah
hingga mencapai <60mg/dl. Gejala hipoglikemi terdiri dari gejala
adrenergic (berdebar, banyak keringat, gemeter, rasa lapar) dan
gejala neuroglikopenik (pusing, geliah, keadaran menurun sampai
koma) (PERKENI, 2015)
 Hiperomolar Non Ketonik (HBK)
Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi
(600- 1200 mg/dl), tanpa tanda dan gejala asidosis,osmolaritas
plasma sangat meningkat (330-380 mOs/ml),plasma keton (+/-),
anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2015).

b. Komplikasi Kronis (Menahun) Menurut Smeltzer 2015,kategori umum


komplikasi jangka panjang terdiri dari
 Makroangiopati: pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi,
pembuluh darah otak
 Mikroangiopati: pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati
diabetik) dan Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
 Neuropatid : suatu kondisi yang mempengaruhi sistem saraf, di
mana serat-serat saraf menjadi rusak sebagai akibat dari cedera
atau penyakit
 Komplikasi dengan mekanisme gabungan: rentan infeksi,
contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,infeksi kulit dan
infeksi kaki. dan disfungsi ereksi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan sekarang :

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada


kulit, bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur,
kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi,
anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri
perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit kepala
(Bachrudin dan Najib, 2016)

Riwayat kesehatan dahulu :

Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional,


riwayat ISK berulang, penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid),
dilantin dan penoborbital, riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat
berlebihan (Bachrudin dan Najib, 2016). Riwayat kesehatan keluarga: adanya
riwayat anggota keluarga yang menderita DM. Pemeriksaan Fisik: neuro
sensori (disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang), kardiovaskuler
takikardia/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, gagal jantung, pernafasan (takipnoe pada keadaan
istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent
dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika
kadar kalium menurun tajam), RR>24 x/menit, nafas berbau aseton, gastro
intestinal: muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun, eliminasi: urine
encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif), reproduksi/sexualitas, rabbas vagina (jika terjadi infeksi),
keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita, muskulo
skeletal, tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai integumen, kulit
panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran
tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus
(Bachrudin dan Najib, 2016).
Aspek psikososial (stress, anxientas, depresi, peka rangsangan,
tergantung pada orang lain).
Pemeriksaan diagnostic :
Gula darah meningkat >200 mg/dl, aseton plasma (aseton): positif
secara mencolok, smolaritas serum: meningkat tapi< 330 mosm/lt, gas darah
arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik), alkalosis
respiratorik, trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeeksi,
ureum/kreatini: mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal,
amelase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut sulin darah: mungkin
menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe
II yang mengindikasikan insufisiensi insulin. Pemeriksaan fungsi tiroid:
peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin, urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas
mungkin meningkat, kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi
pada saluran kemih, infeksi pada luka (Bachrudin dan Najib, 2016).

2. Diagnosa keperawatan
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023):
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan; Defenisi:
Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraselular;
Penyebab: kehilangan cairan aktif, kegagalan mekanisme regulasi,
peningkatan, kekurangan intake cairan, Evaporasi; Gejala dan tanda mayor:
Subjektif (tidak tersedia), Objektif: 1). Frekuensi nadi meningkatkan; 2). Nadi
teraba lemah; 3). Tekanan nadi menyempit; 4). Turgor kulit menurun; 5).
membram mukosa kering; 6). Volume urin menurun; 7). Hematokrit
meningkat. Gejala dan tanda minor: subjektif: merasa lemah, mengeluh haus.
Objektif: 1). pengisian vena menurun; 2). Status mental berubah; 3). Suhu
tubuh meningkat; konsentrasi urin meningkat; 5). Berat badan turun tiba-tiba.

2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)

Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan; Defenisi:


asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolism;
Penyebab: ketidakmampuan menelan makanan, ketidakmampuan mencerna
makanan, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient, peningkatan kebutuhan
metabolisme, factor ekonomi (mis. Stress, keengganan untuk makan). Gejala
dan tanda mayor: subjektif:-, Objektif: berat badan menurun minimal 10%
dibawah rentang ideal. Gejala dan tanda minor: subjektif: cepat kenyang
setelah makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun. Objektif: 1).
Bising usus hiperaktif; 2). Otot pengunyah lemah; 3). Membrane mukosa
pucat; 4). Sariawan; 5). Serum albumin turun; 6). Rambut rontok berlebihan;
7). Diare.
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nutrisi dan Cairan; Defenisi:
variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal; Penyebab:
hiperglikemia: Disfungsi pancreas, resistensi insulin, gangguan toleransi
glukosa darah, gangguan glukosa darah puasa; hipoglikemia: penggunaan
insulin/obat glikemia oral, hiperinsulinemia (mis. Insulinoma), endokrinopati
(mis. Kerusakan adrenal atau pituitari), disfungsi hati, disfungsi ginjal kronis,
efek agen farmakologi, tindakan pembedahan neoplasma, gangguan
metabolikbawaan (mis. Gangguan penyimpanan lisosomal, galaktosemia,
gangguan penyimpan glikogen). Gejala dan tanda mayor: subjektif
(hipoglikemia): mengantuk, pusing. Hiperglikemia: lelah atau lesa Objektif:
(hipoglikemia): gangguan koodinasi, kadar glukosa dalam/urin tinggi atau
rendah. Hiperglikemia: kadar glukosa dalam darah/urin tinggi. Tanda dan
gejala minor, subjektif (hipoglikemia): palpitasi, mengeluh lapar.
Hiperglikemia: mulut kering, haus meningkat Objekti (hipoglikemia)
gemetar kesadaran menurun, perilaku ane, sulit bicara, berkeringat banyak.
Hiperglikemia: jumlah urin meningkat.
4. Nyeri akut (SDKI: D. 0077)
Kategori: Fisiologis, Subkategori: Nyeri dan kenyamanan; Defenisi:
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan;
Penyebab: agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma),
agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan), agen pencedera
fisik (abses. amputasi, trauma, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan; Gejala dan tanda
mayor. Subjektif: mengeluh nyeri, objektif: tampak meringis, bersikap protektif
(mis. Waspada, posisi menghindari nyeri), gelisa, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur. Gejala dan tanda minor. Subjekti:-, objektif: tekanan darah
meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri, diaphoresis.
5. Gangguan intergritas kulit (SDKI: D.0129)
Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan proteksi;
Defenisi: kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan
(membram mukosa, kornea, fasia otot, tendon, tulang kartilago, kapsul sendi
dan atau ligament); Penyebab: perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi
(kelebihan atau kekurangan), kekurangan/ kelebihan volume cairan,
penurunan mobilitas, bahan kimia iritatif, suhu lingkungan yang eksrem,
factor mekanis ( mis. Penekanan pada tonjolantulang, gesekan) atau factor
eletris ( eletrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi), efek samping terapi
radiasi, kelembaban, proses penuaan, neuropati perifer, perubahan
pigmentasi, perubahan hormonal, kurang terpapar informasi tentang upaya
mempertahankan/ melindungi integritas jaringan. Gejala dan tanda mayor.
Subjektif:-; Objektif: kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit. Gejala dan
tanda minor. Subjectif:-,Objectif: nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma.
6. Resiko infeksi (SDKI: D. 0142)
Kategori: Lingkungan, Subkategori: Keamanan dan Proteksi;
Defenisi: Beresiko mengalamipeningkatan terserang organisme patogenik,
Faktor resiko: penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus), efek prosedur invasif,
malnutrisi, peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan,
ketidakadekuatan pertahan tubuh primer: (gangguan peristaltic, kerusakan
integritas kulit, penurunan sekresi pH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah
lama, ketuban pecah waktunya, merokok, status cairan tubuh ),
ketidakadekuatan pertahan tubuh sekunder: (penurunan hemoglobin,
imununosupresi, leukopenia, supresi respon inflamasi, vaksinasi tidak
adekuat).

3. Intervensi Keperawatan
1. Hipovolemia (SDKI: D. 0023).
Luaran utama: Status cairan. (SLKI: L.03028); Defenisi: Kondisi volume
cairan intravaskuler, interstisial, dan/atau intraseluler.
Ekspektasi: membaik.

Intervensi: 1). Manajemen hipovolemia (SIKI: I.03116).


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan
Intravaskuler.
Tindakan
Observasi:
1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia. ( mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
turgor kulit menurun, membrane mukosa kering,
volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus,
lemah)
2. Monitor intake dan output cairan. Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenbung
3. Berikan asupan cairan oral Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCI, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. Glukosa 2,5%,
NaCI 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah.
2. Manajemen Syok Hipovolemik (SIKI: I. 02050)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola
ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrien
untuk mencukupikebutuhan jaringan akibat kehilangan
cairan/darah berlebih.
Tindakan:
Observasi:
1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD)
2. Monitor status oksigenasi
3. Monitor status cairan
4. Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
5. Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
(deformity defomitas, open wound/ luka, tendermess/nyeri
tekan, swelling/bengkak
Terapeutik:
1. Pertahankan jalan napas
2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen>94%
3. Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perluh
4. Lakukan penekanan langsung pada pendarahan eksternal
5. Berikan posisi syok
6. Pasang jalur IV berukuran besar (mis. No 14 atau 16)
7. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine
8. Pasang selang nasogastric untuk dekomprelambung
9. Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan eletrolit

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa
2. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 ml/kgBB pada
anak
3. Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Luaran utama: Status nutrisi (SLKI: L. 03030)
Defenisi: Keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme. Ekspetasi: membaik
2. Defisit nutrisi (SDKI: D. 0019)
Luaran utama: Manajemen nutrisi (I. 03119)
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang

Tindakan

Observasi:

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi kebutuhan kalori dan Janis nutrient
4. Identifikasi perluhnya penggunaan selang nasogastric
5. Monitoring asupan makanan
6. Monitoring berat badan
7. Monitoring hasil pemeliharaan laboratorium

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet.
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi.
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika perlu
2. Ajarkan diet yang di programkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiametik), jika perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentuhkan jumlah kalori dan


jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
2. Luaran utama Promosi berat badan( SIKI: I. 03136) Defenisi:
memfasilitasi peningkatan berat badan
Tindakan
Observasi:

1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang


2. Monitor adanya mual dan muntah
3. Monitor jumlah kalori yang dikomsumsi sehari-hari
4. Monitor berat badan

Terapeutik:
1. Berikan perawatan mulut sebelum pemberian makan, jika perluh
2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
(mis. Makanan dengan tekstur halus, makanan yang
diblender, makanan cair yang di berikan melalui NGT
atau gastrotomi, total parental nutrition sesuai
indikasi)
3. Hidangkan makanan secara menarik
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/ keluarga untuk peningkatan yang di
capai Edukasi:
1. Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi, namun tetap
terjangkau
2. Jelaskan peningkatan asupan kalori yang dibutuhkan.

3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D. 0027) Kategori:


Fisiologis
Subkategori: Nutrisi dan Cairan
Defenisi: variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang
normal. Penyebab: hiperglikemia: Disfungsi pancreas, resistensi
insulin, gangguan toleransi glukosa darah, gangguan glukosa
darah puasa; hipoglikemia: penggunaan insulin/ obat glikemia
oral, hiperinsulinemia (mis. Insulinoma), endokrinopati (mis.
Kerusakan adrenal atau pituitari), disfungsi hati, disfungsi ginjal
kronis, efek agen farmakologi, tindakan pembedahan neoplasma,

gangguan metabolikbawaan (mis. Gangguan penyimpanan


lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpan glikogen). Gejala
dan tanda mayar: subjektif (hipoglikemia): mengantuk, pusing.
Hiperglikemia:lelah atau lesa Objektif: (hipoglikemia): gangguan
koodinasi, kadar glukosa dalam/ urin tinggi rendah. Hiperglikemia:
kadar glukosa dalam darah/urin tinggi. Tanda dan gejala minor,
subjektif (hipoglikemia): palpitasi, mengeluh lapar. Hiperglikemia:
mulut kering, haus meningkat Objekti (hipoglikemia) gemetar
kesadaran menurun, perilaku ane, sulit bicara, berkeringat
banyak. Hiperglikemia: jumlah urin meningkat.
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah (SDKI: D.0027)
Luara utama: Kestabilan kadar glukosa
darah (SLKI: L. 03022)

Definisi: kadar gula darah, berada pada rentang normal.


Ekspektasi: meningkat

Luaran utama: Manajemen Hiperglikemia (SIKI: I. 03115)


Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar
glukosa darah di atas normal.

Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
2. Identifikasi situasi yang menyebabkan
kebutuhan insulin meningkat (mis. Penyakit
kambuhan).
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
(mis. Polyuria, polydipsia, kelemahan malaise,
pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor in take dan output
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
eletrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
nadi
Terapeutik:
1. Berikan asupan cairan
2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
Edukasi:
1. Anjurkan menghindari olahraga saat glukosa darah lebih
dari 250
mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Aajarkan indikasi dan pentingnya pengujian keton urine,
jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis. Penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan profesional kesehatan)
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
Luaran utama: Manajemen hipoglikemia(SIKI: I. 03115)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola kadar
glukosa darah rendah.

Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
3. Terapeutik:
4. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
5. Berikan glucagon, jika perluh
6. Berikan karbohidrat kompleks dan protein sesuai diet
7. Pertahankan kepatenan jalan napas
8. Pertahankan akses IV, jika perlu

Edukasi:
1) Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap saat
2) Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
3) Anjurkan monitor kadar glukosa darah
4) Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan
diabetes penyusuaian program pengobatan.
5) Ajelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral dan
olahraga

6) Ajarkan pengelolaan hipglikemia (mis. Tanda


dan gejala, factor resiko, dan pengobatan
hipoglikemia)
7) Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia(mis. Mengurangi insulin/agen oral
dan/atau meningkatkan asupan makanan
untuk berolahraga).
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian glucagon, jika perlu
4. Nyeri akut (SDKI: D. 0077) Tingkat nyeri (SLKI: L. 08066)
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat dan konsten.
Ekspektasi: menurun
Luaran utama: Manajemen Nyeri (SIKI: I.14518)
Defenisi: mengidentifikasi dan mengelola sensorik atau
emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.

Tindakan

Observasi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas, insensitas, nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaru nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah di
berikan
9. Monitor efek samping penggunaan obat analgesic

Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesic
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgesic.


Luaran utama: pemberian analgesic (SIKI: I.08243)
Defenisi: menyiapkan dan memberikan agen
farmakologis untuk mengurangi atau menghilangkan
rasa sakit.

Tindakan

Observasi :

1. Identifikasi karakteristik nyeri


2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesic
5. Monitor efektifitas analgesic

Terapeutik:
1. Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal,jika perlu
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau
bolus obloid untuk mempertahankan kadar
dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
4. Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak di inginkan
Edukasi: Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi: Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesic, sesuai
indikasi

5. Gangguan integritas kulit (SDKI: D.0129)


Luaran utama: Integritas Kulit dan jaringan (SLKI: L. 14125)
Defenisi: keluhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau
jaringan (membram mukosa, kornea, fasia, otot, tenton,
tulang, kartilego, kapsul sendi, dan /atau ligament).

Perawatan kulit (SIKI: I. 11353)


Defenisi: mengidentifikasi dan merawat kulit untuk
menjaga keutuhan, kelembaban dan mencegah
perkembangan mikroorganisme.
Tindakan
Observasi:
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
(mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
ekstrim, penurunan mobilitas)
Terapeutik:
1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang. Jika perlu
3. Bersihkan perineal dengan air hangat , terutama selama
periode diare
4. Gunakan produk berbagan petroleum atau minyak pada
kulit kering
5. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalengik pada kulit sensitive
6. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi:
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lation, serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan buah dan sayuran
4. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstriem
5. Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada di luar rumah
6. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.
Luaran utama: Perawatan luka (SIKI: I. 14564)
Defenisi: mengidentifikasi dan meningkatkan penyembuhan luka
serta mencegah, terjadinya komplikasi luka.
Tindakan
Observasi:
1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase, ukuran,
warna,ukuran, bau).
2. Monitor tanda-tanda infeksi.

Terapeutik:
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut disekitar area luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih non
toksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai
kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/harridan
protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit A, vit B, vit
C, zinc, asam amino). sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS ( stimulus saraf transcutaneous), jika
perlu
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2. Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri

Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik,
biologis, mekanis, outolitik), jika perlu
2. Kolaborasipemberian antibiotic

6. Resiko infeksi (SDKI: D. 0142) Kategori: Lingkungan


Subkategori: Keamanan dan Proteksi
Defenisi: Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
Faktor resiko: penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus), efek
prosedur invasif, malnutrisi, peningkatan paparan organisme
pathogen lingkungan, ketidakadekuatan pertahan tubuh primer:
(gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, penurunan sekresi
pH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah lama, ketuban pecah
waktunya, merokok, status cairan tubuh ), ketidakadekuatan
pertahan tubuh sekunder: (penurunan hemoglobin, imununosupresi,
leukopenia, supresi respon inflamasi, vaksinasi tidak adekuat).
Luaran utama : Tingkat infeksi (L.141337)
Defenisi: derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber
informasi.

Resiko Infeksi (SDKI: D. 0142)


Luaran utama: Pencegahan Infeksi (SIKI: I.14539)

Defenisi: mengidentifikasi dan menurunkan risiko terserang organisme


palogenik

Tindakan
Observasi: Monitor dan dan gejala infeksi local dan sistemtik
Terapeutik:
1. Batasi jumlah pengunjung
2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien resiko tinggi
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

4. Implementasi Keperawatan

Melakukan tindakan keperawatan hipovolemik sesuai dengan


rencana yang telah ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan cairan,
melakukan tindakan keperawatan devisit nutrisi sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan untuk memenuhi nutrisi, melakukan tindakan keperawatan
ketidakstabilan glukosa dalam darah sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan untuk menstabilkan kadar gula dalam darah, melakukan tindakan
keperawatan nyeri sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk
mengurangi nyeri,m elakukan tindakan keperawatan gangguan integritas
kulit sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk mengurangi
kerusakan integritas kulit, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan untuk mencega resiko infeksi.

5.Evaluasi Keperawatan

Setelah melaksanakan tahapan dalam proses keperawatan yang


meliputi pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, menentukan
rencana/intervensi dan implementasi, tahapan terakhir adalah melakukan
evaluasi atas rencana yang sudah dilaksanakan. Evaluasi dalam bentuk
catatan perkembangan yang terdiri dari: subyektif yaitu keluhan yang
dirasakan oleh pasien, obyektif yaitu data yang diperoleh melalui observasi
langsung, assessment dan plenning adalah merupakan tindak lanjut yang
akan dilakukan bila masalah belum teratasi.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

DIABETES MELLITUS (DM)

PENGKAJIAN

A. BIODATA
a. Identitas pasien :
Nama :
Usia :
Tempat/tanggal lahir :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Suku/bangsa :
Agama :
Pekerjaan :
Diagnosa medis :
No. RM :
Tanggal masuk RS :
Tanggal pengkajian :

b. Identitas penanggung jawab


Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Agama :
Pekerjaan :
Hubungan dengan pasien :

B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
 Nyerinya sudah berapa lama? Berapa skala nyerinya?
 Apakah nyerinya terus menerus? Atau nyerinya hilang
timbul?
2. Riwayat penyakit sekarang
 Apakah lukanya terdapat pus? Atau tampak bengkak?
 Adakah keluhan lain? Seperti rasa kesemutan, rasa ingin
muntah, sakit kepala?

3. Riwayat penyakit dahulu


 Apakah pernah terdapat luka sebelumnya?
 Apakah mempunyai riwayat hipertensi?
 Sebelumnya sudah ke dokter? Apa kata dokter?
 Pernah minum obat apa? Bagaimana efeknya?
 Pernah melakukan pemeriksaan gula darah?
4. Riwayat penyakit keluarga
 Apakah keluarga memiliki penyakit keturunan atau riwayat
penyakit menular?

C. Aktivitas Sehari-hari
a. Pola nutrisi
 Apa jenis makanan yang dikonsumsi?
 Apakah mengalami anoreksia?
 Apakah mengalami mual dan muntah?
 Apakah jenis cairan yang diminum (air putih, jus, soft drink,
kopi, teh)
 Berapa banyak cairan yang diminum setiap hari?

b. Pola Eliminasi
 Bagaimanakah pola eliminasi BAB? Frekuensi?
Konsistensi? Bau? Warna? Kesulitan?
 Bagaimanakah pola eliminasi BAK? Frekuensi? Jumlah?
Warna? Bau?
 Apakah ada perubahan jumlah urin?
 Apakah ada masalah defekasi?

c. Pola istirahat dan tidur


 Bagaimana jam tidur siang dan malam?
 Apakah ada masalah selama tidur?

d. Pola aktivitas
 Apakah aktivitas dibantu oleh orang lain?
e. Pola personal hygiene
 Bagaimanakah frekuensi mandi, mencuci rambut, gosok
gigi, gunting kuku selama sakit?

D. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah
atau sakit berat
2. Kesadaran : apakah kesadaran normal atau mengalami
penurunan kesadaran?
3. TTV :
 Tekanan darah : apakah tekanan darah klien meningkat?
 Nadi : apakah frekuensi nadi meningkat ?
 Respirasi : apakah pernapasan klien meningkat?
 Suhu : apakah suhu tubuh klien meningkat?
4. Pemeriksaan head to toe :
a. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk
kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
b. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
c. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak,
sklera ikterik/tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada
gangguan dalam penglihatan
d. Telinga
Bentuk telinga, tidak ada pengeluaran cairan serumen, tidak
ada penumpukan serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
e. Hidung
Bentuk hidung, keadaaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/tidak dan apakah
ada gangguan dalam penciuman
f. Mulut
Bentuk mulut, membran mukosa kering/lembab, lidah
kotor/tidak, apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah
ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam
berbicara
g. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tiroid, apakah
ditemukan distensi vena jugularis
h. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola
pernapasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan
dalam pernapasan
i. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/tidak,
apakah terdapat bising usus, apakah terjadi peningkatan bising
usus/tidak
j. Ekstremitas
Apakah ada luka atau tidak, tremor atau tidak, kelemahan
fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk
k. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit
kering/tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit
teraba panas
l. Genetalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin,
warna rambut kelamin
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan darah

No Pemeriksaan Normal

1 Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl

2 Glukosa darah puasa >140 mg/dl

3 Glukosa darah 2 jam setelah >200 mg/dl


makan

Menurut World Health Organization (WHO) , 2015

2. Pemeriksaan fungsi tiroid


Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
3. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
4. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
DATA FOKUS

Data Subjektif Data Objektif

 Mengeluh nyeri pada luka  Terdapat luka diabetik


 Mengeluh kulit gatal-gatal  Tampak meringis
 Kesemutan/rasa berat  Kulit merah
 Mata kabur  Takikardi
 Kelemahan tubuh  Tekanan darah meningkat
 Mengatakan mual dan  Gelisah
muntah  Tampak lemas
 Mengatakan diare  Poliurea
 Mengatakan sering BAK  Polidipsi
 Mengatakan sering haus  Tampak mual dan muntah
 Mengatakan pola makan  Makan tampak tidak
tidak teratur terkontrol
 Hasil pemeriksaan gula
darah meningkat
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah

1 DS : Mengeluh Diabetes Mellitus Nyeri akut


nyeri pada luka
DO :
 Terdapat luka Viskositas darah
diabetik meningkat
 Tampak
meringis
 Takikardi Kerusakan pembuluh
 Tekanan darah darah perifer
meningkat

Gangguan suplai
darah

Luka

Tidak mendapat
suplai darah (nutrisi,
oksigen, leukosit)

Hipoksia jaringan

Iskmeik dan infeksi

Kerusakan dan
kematian jaringan

Nyeri akut

2 DS : Mengeluh Diabetes Mellitus Risiko infeksi


nyeri pada luka
DO : Terdapat luka
diabetic Viskositas darah
meningkat

Kerusakan pembuluh
darah perifer

Gangguan suplasi
darah (nutrisi, oksigen,
leukosit)

Hipoksia jaringan

Risiko infeksi

3 DS : Mengeluh kulit Diabetes Mellitus Gangguan


gatal-gatal integritas kulit
DO :
 terdapat luka Peningkatan gula
diabetik darah kronik
 kulit merah

Gangguan fungsi
imun

Infeksi, gangguan
penyembuhan luka

Gangguan integritas
kulit

4 DS : Diabetes Mellitus Hipovolumia


 Mengatakan
mual dan
muntah Glukosa darah tidak
 Mengatakan
diare
 Mengatakan dapat masuk sel
sering haus
DO :
 Tampak mual Hiperglikemik
dan muntah
 Tampak lemas
 Polidipsi Ambang ginjal
terlampaui
 Poliurea

Glukosuria

Diuresis osmotic

Poliurea

Dehidrasi

Hipovolumia

5 DS : mengatakan Diabetes Mellitus Defisit nutrisi


pola makan tidak
teratur
DO : makan tampak Peningkatan gula
tidak terkontrol darah

Hiperglikemia

Metabolisme
meningkat

Pola makan tidak


teratur

Mempengaruhi berat
badan

Defisit nutrisi

6 DS : Faktor risiko Ketidakstabil


 Mengatakan (genetik, life style) an kadar
kesemutan/ras glukosa darah
a berat
 Kelemahan Sel β pankreas
tubuh terganggu
DO :
 Tampak lemas
 Hasil Produksi insulin
pemeriksaan menurun
gula darah
meningkat
Glikogen meningkat

Hiperglikemia

Tubuh gagal
meregulasi hiperglikemi

Ketidakstabilan
kadar glukosa darah
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada pasien


Diabetes Mellitus yaitu :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


2. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
4. Hipovolumia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan
mengabsorbsi nutrien
6. Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
hiperglikemia
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan


(SIKI)

Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


agen pencedera fisik keperawatan ...x... jam, diharapkan
nyeri akut dapat teratasi dengan Observasi :
kriteria hasil :
1. Identifikasi lokasi,
Keluhan nyeri menurun, tidak karakteristik, durasi, frekuensi,
meringis, tekanan darah normal. kualitas, insensitas, nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non
verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
9. Monitor efek samping
pengunaan obat analgesik

Terapeutik

1. Berikan teknik nonfarmakologi


untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi :

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

Kolaborasi dalam pemberian


analgesik

Risiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi


dengan kerusakan integritas keperawatan selama ...x... jam,
kulit diharapkan risiko infeksi dapat 1. Monitor tanda dan gejala
berkurang dengan kriteria hasil : infeksi lokal dan sistemik
2. Berikan perawatan kulit pada
 Tidak ada kemerahan area luka
 Tidak ada pus 3. Cuci tangan sebelum dan
 Tidak ada nyeri sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisiko tinggi
Terapeutik

1. Batasi jumlah pengunjung


2. Tingkatkan asupan nutrisi
3. Tingkatkan asupan cairan

Edukasi

1. Jelaskan tanda dan gejala


infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi

Kolaborasi

Kolaborasi dalam pemberian


antibiotik

Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan Observasi


berhubungan dengan faktor keperawatan selama ...x... jam,
1. Monitor karakteristik luka
mekanis diharapkan gangguan integritas kulit (drainase, warna, ukuran,
membaik dengan kriteria hasil : bau)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
 Penyembuhan luka
membaik
 Perfusi perifer membaik
 Status sirkulasi membaik Terapeutik

1. Batasi jumlah pengunjung


2. Tingkatkan asupan nutrisi
3. Tingkatkan asupan cairan

Edukasi

1. Edukasi pencegahan infeksi


2. Edukasi perawatan kulit

Kolaborasi

1. Kolaborasi dalam pemberian


obat kulit
2. Kolaborasi dalam pemberian
obat topikal
Hipovolumia Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan selama ...x... jam,
diharapkan status cairan membaik 1. Periksa tanda dan gejala
dengan kriteria hasil : hipovolemia (misalnya :
frekuensi nadi meningkat,
 Frekuensi nadi membaik nadi teraba lemah, tekanan
 Tekanan darah membaik darah tidak normal, turgor kulit
 Keluhan haus menurun menurun, membran mukosa
kering, haus, lemah)
2. Monitor intake dan output
cairan

Terapeutik

1. Hitung kebutuhan cairan


2. Berikan asupan cairan oral

Edukasi

1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
2. Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan


IV isotonis (misal : NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis (misal : Glukosa
2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian cairan
koloid (misal : Albuin,
plasmanate)

Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Observasi


dengan ketidakmampuan keperawatan selama ...x... jam,
mengabsorbsi nutrien diharapkan status nutrisi membaik 1. Identifikasi status nutrisi
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan
intoleransi makanan
 Asupan nutrisi seimbang 3. Identifikasi kebutuhan kalori
 Nafsu makan membaik dan jenis nutrient
 Berat badan membaik 4. Monitoring asupan makanan
5. Monitoring berat badan

Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan jika pelu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
4. Berikan makanan tinggi kalori
dan protein

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika


perlu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang dibutuhkan

Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan asuhan Observasi


glukosa dalam darah keperawatan selama ...x... jam,
berhubungan dengan diharapkan kadar glukosa dalam
hiperglikemia darah membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemungkinan
penyebab hiperglikemia
 Lelah/lesu menurun 2. Identifikasi situasi yang
 Hasil pemeriksaan kadar menyebabkan kebutuhan
glukosa dalam darah insulin meningkat
menurun 3. Monitor kadar glukosa darah
4. Monitor tanda dan gejala
hiperglikemia (misal : poliuria,
polidipsi, kelemahan malaise,
pandangan kabur, sakit
kepala)
5. Monitor intake dan output
6. Monitor keton urin, kadar
analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan
frekuensi nadi

Terapeutik

1. Berikan asupan cairan


2. Konsultasi dengan medis jika
tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi jika ada
hipotensi ortostatik

Edukasi

1. Anjurkan menghindari
olahraga saat glukosa darah
lebih dari 250 mg/dl
2. Anjukan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urin, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan diabetes
(misal : penggunaan insulin,
obat oral, monitor asupan
cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)
Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian insulin


2. Kolaborasi pemberian cairan
IV
3. Kolaborasi pemberian kalium,
jika perlu
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi adalah tindakan yang harus dilakukan atau penatalaksanaan


dari sebuah intervensi yang telah ditentukan sebelumnya pada intervensi
berdasarkan diagnosa keperawatan.

Penatalaksanaan dilaksanakan dengan tindakan secara mandiri,


melakukan observasi, melakukan edukasi dan kolaborasi dengan tenaga
medis lainnya.

EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi merupakan tahap untuk melihat hasil atau menilai sejauh mana
tercapainya suatu intervensi yang dilakukan dan respon klien terhadap
pemberian asuhan keperawatan yang diberikan (Perry Potter, 2005)

Dalam evaluasi keperawatan terdapat beberapa langkah untuk mengevaluasi


keperawatan yang sudah dilakukan, yakni :

1. Mengumpulkan data-data dalam pemberian asuhan keperawatan.


2. Membandingkan data dari hari ke hari dari sebelum pemberian asuhan
keperawatan hingga sesudah pemberian asuhan keperawatan sesuai
dengan rencana tindakan yang sudah ditetapkan.
3. Melihat perkembangan pasien setelah diberikan asuhan keperawatan.
4. Mengukur dan membandingkan hasil perkembangan pasien dengan
standar normal yang sudah ada.
SOAL UKOM

1. Seorang klien remaja dengan diabetes mellitus tipe 1 dirawat di


gawat darurat karena diabetic ketoasidosis. Apakah hasil
pengkaJian yang seharusnya perawat catat?
a. Berkeringat dan tremor 
b. Kelaparan dan hipertensi
c. Pilek, kulit basah dan mudah tersinggung
d. Napas berbau buah dan penurunan tingkat kesadaran
e. Kebingungan dan sakit kepala.

2. Perawat melakukan pemeriksaanfisikpadakliendengan DM tipe 2.


Hasilnya antara lain glukosa darah puasa 120mg/dL, suhurubuh
38, 4 C, nadi 88x/menit, frekuensi napas 22x/ menit, dan tekanan
darah 100/70 mmHG. Manakah hasil yang paling akan
menjadi perhatian perawAt?
a. Nadi
b. Pernapasan
c. Suhu tubuh
d. Tekanan darah
e. Gula darah puasa

3. Seorang laki-laki berumur 53 tahun dirawat dengan keluhan luka


pada kaki kanan.
Diagnosa diabetes mellitus. Nyeri tekan pada pangkal ibu jari.
Skala nyeri 3(1-10) luka dengan diameter 1x1 cm dengan luka
berwarna hitam, berbau. Tekanan darah 130/90 mmHg.
Frekuensi nadi 90X/menit, frekuensi napas 18X/menit suhu
37,50C. Apakah masalah keperawatan pada klien tersebut?

a. Nyeri akut
b. Hipertensi
c. Resiko infeksi
d. Kerusakan integritas kulit
e. Gangguan perfusi jaringan perifer
4. Seorang wanita berusia 55 tahun dirawat di ruang penyakit dalam
dengan diagnosa medis diabetes mellitus. Saat pengkajian didaptkan
keluar banyak keringat, tremor dan mual muntah, dengan indeks
massa tubuh 17. Hasil pemeriksaan didapatkan GDS 50 mg/dl.
Apakah masalah keperawatan pada kasus di atas?
a. Penurunan curah jantung
b. Peningkatan suhu tubuh
c. Risiko kekurangan volume cairan
d. Perubahan perfusi jaringan serebral
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

5. seorang wanita berusia 34 tahun, BB 60 Kg dirawat di ruang penyakit


dalam dengan diagnosa medis diabetes mellitus. Saat pengkajian
didapatkan penurunan kesadaran secara tiba-tiba saat istirahat,
berkeringat. Hasil pemeriksaan didapatkan pernafasan lambat, nadi
dalam dan lemah, tekanan darah 90/70 mmHg, suhu 37C, GDS 30
mg/dl.
Berapakah IWL (Insensible Water Loss)
a. 15 cc/jam
b. 20 cc/jam
c. 25 cc/jam
d. 30 cc/jam
e. 35 cc/jam

6. Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke poli klinik penyakit dalam


dengan keluhan utama luka pada tumit. Lama luka kurang lebih 2
bulan. Klien menyatakan memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus
sudah 10 tahun. Apakah pengkajian selanjutnya yang harus dilakukan
oleh perawat?
a. Kaji tipe DM
b. Kaji kondisi luka
c. Kaji penyebab luka
d. Kaji lamanya menderita DM
e. Kaji terapi DM yang didapat
7. Seorang klien dengan diabetes mellitus bahwa amputasi kaki
diperlukan untuk mempertahankan hidup. Klien sangat marah dan
berkata kepada perawat, “ini semua kesalahan penyedia layanan
kesehatan. Saya telah melakukan semua yang telah diminta!”,
manakah interpretasi keperawatan yang baik untuk situasi ini?
a. Mekanisme koping yang diduga/diharapkan
b. Mekanisme koping tidak efektif
c. Kebutuhan untuk memberitahu pengacara rumah sakit
d. Eksplorasi kesalahan pada klien
e. Ekpresi kemarahan

8. Seorang pasien perempuan berumur 62 tahun dirawat di ruang


interna. Pasien masuk rumah sakit dengan riwayat telah menderita
diabetes mellitus selama 6 tahun terakhir dan terdapat luka pada
telapak kaki kanan. Setelah 3 minggu perawatan, luka pasien sembuh
dan sekarang pasien sedang bersiap-siap untuk pulang. Saat ini
pasien mengatakan masih sering merasa haus dan lapar. Hasil
pemeriksaan GDS terakhir 345 mg/dL.
Apakah pendidikan kesehatan yang sebaiknya diberikan oleh
perawatan sebelum pasien pulang
a. Cara mencegah timbulnya luka diabetik
b. Diet pada pasien diabetes mellitus
c. Cara melakukan perawatan luka
d. Pengobatan diabetes mellitus
e. Pencegahan diabetes mellitus

9. Seorang prempuan 50 tahun dirawat di Rumah Sakit dengan riwayat


DM tipe 2. Hasil pengkajian : pasien mengalami penurunan kesadaran,
glukosa darah sewaktu 634 gr/dl, tampak adanya pernapasan
kusmaull, bau keto (+), terdengar suara snoring dan frekuensi napas
28x/menit. Apakah tindakan yang tepat dilakukan pada pasien
a. Memberikan terapi oksigen
b. Mengatur posisi semi fowler
c. Memasang Gudel/OPA
d. Memberikan terapi insulin
e. Melakukan suction
10. Seorang perempuan berusia 45 tahun datang ke IGD dengan riwayat
Diabetes Mellitus sejajk 2 tahun yang lalu. Pasien mengeluh dada
berdebar-debar dan badannya terasa lemah, keluar keringat dingin di
seluruh badan dan pasien tampak gelisah. Dari hasil pemeriksaan
GDS didapatkan hasil 40 mg/dl.
Apakah implementasi keperawatan kolaboratif yang paling tepat
dilakukan oleh perawat pada kondisi tersebut ?
a. Memberikan glukosa 40% sebanyak 2 flakon melalui intravena
setiap 10-20 menit
b. Memberikan cairan intravena dengan kecepatan yang cepat
c. Memberikan makanan yang mengandung karbohidrart tinggi
d. Memberikan posisi tidur dengan bagian kepala ditinggikan
e. Memerikan cairan Dextrose 5% hingga pasien pulih
DAFTAR PUSTAKA

Malo Felisitas N. (2021). “Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan


pada Ny. E. K dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus...” diakses
pada tanggal 16 Agustus 2022 dari
http://repository.poltekeskupang.ac.id/3156/1/KARYA%20TULIS
%20ILMIAH.pdf

(IDF). (2015) . Idf diabetes altassixthedition. Diakses pada tanggal 15


april 2016 dari

http://www.idf.org/sites/default/files/Atlas-poster-2015_EN.pdf

PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes


Melitus Tipe 2

di Indonesia. Jakarta :PERKERNI

Anda mungkin juga menyukai