DIABETES MELLITUS
OLEH
AMELIA
NIM : 21292014006
A. Definisi
B. Etiologi
Faktor-faktor resiko :
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena sel-sel insulin gagal karena tidak mampu
merespons dengan baik atau biasa disebut dengan resistensi insulin (Teixeria, 2011).
Resistensi insulin disebabkan karena faktor genetik dan lingkungan juga bisa menjadi
penyebab terjadinya DM. Pasien DM tipe 2 produksi glukosa dalam hati berlebihan akan
teteapi tidak terjadi kerusan sel beta langrhans secara autoimun (Fatimah, 2015). Pada
perkembangan awal DM tipe 2 sel beta akan mengalami gangguan sekresi insulin,
apabila tidak segera ditangani makan akan menyebabkan kerusakan pada sel beta
pankreas. Ketika kadar gula dalam darah meningkat, pankreas akan mengelurkan
hormon yang dinamakan insulin sehingga memungkinkan sel tubuh akan akan menyerap
glukosa tersebut sebagi energi. Hiperglikemia pada pasien dm terjadi karena
menurunnya penyerapan glukosa oleh sel yang di ikuti dengan meningkatnya
pengeluran glukosa dalam hati. Pengeluaran glukosa dalam hati akan meningkat
karena adanya proses yang menghasilkan glukogenolisis dan glukoneogenesis tanpa
hambatan karena insulin tidak diproduksi (Sherwood, 2011).
2) Pathway
D. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis
yang mengandung gula (glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Menurut
PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:
E. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan badannya lemas dan mudah
mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada
pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak kunjung sembuh.
Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia ekstremitas bawah, luka yang susah untuk
sembuh, turgor kulit jelek, mata cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan otot, letargi,
mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.
Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada pasien DM tidak terdeteksi,
pengobatan yang di jalani berupa kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.
Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita penyakit DM.
Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran negative terhadap dirinya yang
cenderung tidak patuh berobat dan perawatan
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang insulin maka kadar gula darah
tidak bisa dipertahankan sehingga menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak
minum, BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi status kesehatan.
3) Pola eliminasi
Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic, sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.
6) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
8) Peran hubungan
Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan penderita kurang percaya diri dan
menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas
Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks, adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung,
dapat mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.
Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka pada kaki tidak menghambat
penderita dalam melakukan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang untuk DM dilakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah
puasa, kemudian dilanjutkan dengan Tes Toleransi Glukosa Oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi
DM, seperti usia dewasa tua, tekanan darah tinggi, obesitas, riwayat keluarga, dan menghasilkan hasil
pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun. Bagi pasienberusia tua tanpa
faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Yunita, 2015). Hasil pemeriksaan
yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Pertama Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl. Kedua Toleransi
glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140- 199
mg/dl Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.
G. Farmakologi
a. Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan pasien dewasa
sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol
glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan
insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi
dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi
penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin
yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang
dapat digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan
frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus
memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja
singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien
untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R)
dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis
tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin
prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat
divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan
fisiologis.
1) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu glipizid
dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin
sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena
metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan
gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif
yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera
ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki
tambahan efek ekstrapankreatik.
4) Thiazolidinediones Thiazolidinediones
Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan efek insulin dengan
mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk
pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada
pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .
H. Analisa Data
I. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pancreas, resistensi insulin,
gangguan toleransi glukosa, gangguan glukosa darah puasa
b. Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan hormonal,
kekurangan/kelebihan volume cairan, perubahan status nutrisi (kelebihan/kekurangan)
c. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan
sumber informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, kimiawi, dan fisik
e. Resiko infeksi dengan factor resiko penyakit kronis (DM), peningkatan paparan mikroorganisme
patogen
J. Rencana Asuhan Keperawatan
EDUKASI
Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urin, jika perlu
Ajarkan pengelolaan diabetes (mis:
penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional kesehatan
KOLABORATIF
Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
2 Gangguan integritas kulit dan jaringan Setelah dilakukan intervensi PERAWATAN INTEGRITAS KULIT
berhubungan dengan perubahan hormonal, keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
kekurangan/kelebihan volume cairan, masalah Kerusakan integritas kulit Identifikasi penyebab gangguan
perubahan status nutrisi dan jaringan meningkat dengan integritas kulit (mis. Perubahan
(kelebihan/kekurangan) ditandai dengan : kriteria hasil : sirkulasi, perubahan status nutrisi,
DS : Elastisitas menigkat peneurunan kelembaban, suhu
Hidrasi meingkat lingkungan ekstrem, penurunan
DO : Perfusi jaringan meningkat mobilitas)
• Kerusakan jaringan dan/ atau lapisan Kerusakan jaringan menurun
kulit Kerusakan lapisan kulit TERAPEUTIK
• Nyeri menurun Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
• Perdarahan Nekrosis menurun baring
• Kemerahan Lakukan pemijatan pada area
Sensasi membaik
• Hematoma penonjolan tulang, jika perlu
Tekstur membaik
Bersihkan perineal dengan air hangat,
Pertumbuhan rambut terutama selama periode diare
membaik Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
Gunakan produk berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
EDUKASI
Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
Lotin, serum)
Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkat asupan buah dan
saur
Anjurkan menghindari terpapar suhu
ektrime
Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada diluar rumah
3 Deficit pengetahuan berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi EDUKASI KESEHATAN
kurang terpapar informasi, ketidaktahuan keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
menemukan sumber informasi ditandai masalah Defisit pengetahuan Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dengan : membaik dengan kriteria hasil : menerima informasi
DS : Perilaku sesuai anjuran Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Menanyakan masalah yang dihadapi meningkat meningkatkan dan menurunkan
DO : Kemampuan menjelaskan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
• Menunjukan perilaku tidak sesuai pengetahuan tentang suatu
anjuran topik meningkat TERAPEUTIK
• Menunjukan persepsi yang keliru Perilaku sesuai dengan Sediakan materi dan media Pendidikan
terhadap masalah pengetahuan meningkat Kesehatan
• Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat Pertanyaan tentang masalah Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
Menunjukan perilaku berlebihan (mis : yang dihadapi menurun kesepakatan
apatis,bermusuhan, agitasi, hysteria) Perilaku membaik Berikan kesempatan untuk bertanya
EDUKASI
Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi Kesehatan
Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
4 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN NYERI
pencedera fisiologis, kimiawi, dan fisik keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
ditandai dengan : masalah nyeri akut menurun dengan Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
DS : kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Mengeluh nyeri Kemampuan menuntaskan Identifikasi skala nyeri
aktivitas meningkat Idenfitikasi respon nyeri non verbal
DO : Keluhan nyeri menurun Identifikasi faktor yang memperberat
• Tampak meringis Meringis menurun dan memperingan nyeri
• Bersikap protektif Sikap protektif menurun Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
• Gelisah tentang nyeri
• Frekuensi nadi meningkat Ketegangan otot menurun Identifikasi pengaruh budaya terhadap
• Sulit tidur Frekuensi nadi membaik respon nyeri
• Tekanan darah meningkat Identifikasi pengaruh nyeri pada
• Pola nafas berubah kualitas hidup
• Nafsu makan berubah Monitor keberhasilan terapi
• Proses berfikir terganggu komplementer yang sudah diberikan
• Menarik diri Monitor efek samping penggunaan
analgetik
• Berfokus pada diri sendiri
• Diaphoresis
TERAPEUTIK
Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
EDUKASI
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri
KOLABORASI
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
5 Resiko infeksi dengan factor resiko Setelah dilakukan intervensi PENCEGAHAN INFEKSI
penyakit kronis (DM), peningkatan paparan keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
mikroorganisme pathogen ditandai dengan : masalah resiko infeksi menurun Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Factor resiko : meningkat dengan kriteria hasil : dan sistemik
• Penyakit kronis Demam menurun
• Efek prosedur invasive Kemerahan menurun TERAPEUTIK
• Malnutrisi Nyeri menurun Batasi jumlah pengunjung
• Peningkatan paparan organisme Bengkak menurun Berikan perawatan kulit pada area
pathogen lingkungan Kadar sel darah putuh edema
• Ketidakadekuatan pertahanan primer membaik Cuci tangan sebelum dan sesudah
• Ketidakadekuatan pertahanan tubuh kontak dengan pasien dan lingkungan
sekunder pasien
Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
EDUKASI
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan
KOLABORASI
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
K. Daftar Pustaka
ADA (2017) Standards of Medical Care in Diabetes, The Journal of Clinical and Applied Research and
Education. American Diabetes Association. doi: 10.2337/dc16-S003.
Becker, F. G., Kilic, I., Aydin, G., Puarungroj, W., Boonsirisumpun, N., Gerrikagoitia, J. K., … Ying, C.
(2018). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Dalam Masalah Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi Di Ruang Laika Waraka Interna Rsud Bahteramas Prov.Sultra. Procedia Computer
Science, 2(1), 1–5
Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. Vol. 4, No. 5:93-99
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. In Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (1st ed.). PB. PERKENI.
https://caiherang.com/wp-content/uploads/2019/10/Konsensus-DMT2- Perkeni-2015.pdf
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1
Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: PPNI.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. (vol. 2). Jakarta :
EGC