Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

OLEH
AMELIA
NIM : 21292014006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FAATHIR HUSADA
TANGGERANG
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Diabetes melitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan


peningkatan kadar glukosa darah(hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya (smeltzel dan Bare,2015).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit atau gangguan metabolik dengan
karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau
kedua – duanya (ADA,2017).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya
hiperglikemia yang dikarenakan organ pankreas tidak mampu memproduksi insulin atau
kurangnya sensitivitas insulin pada sel target tersebut. Abnormalitas yang di temukan pada
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ada pada penderita penyakit diabetes melitus
dikarenakan aktivitas insulin pada target sel kurang (Kerner and Bruckel, 2014).

B. Etiologi

Menurut Smeltzer (2015), Diabetes Melitus dapat diklasifikasikan kedalam 2


kategori klinis yaitu:
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DM TIPE 1)
a. Genetik
Umunya penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 namun mewarisi sebuah
predisposisis atau sebuah kecendurungan genetik kearah terjadinya diabetes type 1.
Kecendurungan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki type antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA ialah kumpulan gen yang bertanggung jawab
atas antigen tranplantasi & proses imunnya. (Smeltzer 2015 dan bare,2015)
b. Imunologi
Pada diabetes type 1 terdapat fakta adanya sebuah respon autoimum. Ini adalah
respon abdomal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh secara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya sebagai jaringan asing. (Smeltzer 2015
dan bare,2015)
c. Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta. (Smeltzer 2015 dan bare,2015).
2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (DM TIPE II)
Menurut Smeltzel 2015 Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Faktor-faktor resiko :

a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)


b) Obesitas
c) Riwayat keluarga

C. Patofisiologi Dan Pathway


1) Patofisiologi
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan karena
menurunnya insulin atau defisiensi insulin (Fatimah, 2015). Defisiensi insulin terjadi
karena :
a. Kerusakan
b. Menurunnya reseptor insulin pada jaringan perifer
c. Menurunnya reseptor glukosa di kelenjar pankreas

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena sel-sel insulin gagal karena tidak mampu
merespons dengan baik atau biasa disebut dengan resistensi insulin (Teixeria, 2011).
Resistensi insulin disebabkan karena faktor genetik dan lingkungan juga bisa menjadi
penyebab terjadinya DM. Pasien DM tipe 2 produksi glukosa dalam hati berlebihan akan
teteapi tidak terjadi kerusan sel beta langrhans secara autoimun (Fatimah, 2015). Pada
perkembangan awal DM tipe 2 sel beta akan mengalami gangguan sekresi insulin,
apabila tidak segera ditangani makan akan menyebabkan kerusakan pada sel beta
pankreas. Ketika kadar gula dalam darah meningkat, pankreas akan mengelurkan
hormon yang dinamakan insulin sehingga memungkinkan sel tubuh akan akan menyerap
glukosa tersebut sebagi energi. Hiperglikemia pada pasien dm terjadi karena
menurunnya penyerapan glukosa oleh sel yang di ikuti dengan meningkatnya
pengeluran glukosa dalam hati. Pengeluaran glukosa dalam hati akan meningkat
karena adanya proses yang menghasilkan glukogenolisis dan glukoneogenesis tanpa
hambatan karena insulin tidak diproduksi (Sherwood, 2011).
2) Pathway
D. Manifestasi Klinis

Menurut PERKENI (2015) , penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis
yang mengandung gula (glucose),sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Menurut
PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2 yaitu:

1) Gejala akut penyakit DM


Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap, bahkan mungkin tidak menunjukan gejala apapun
sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
a) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes,karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang
sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu,
tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga
timbulah perasaan selalu ingin makan
b) Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi.untu mengatasi hal
tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis,
minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c) Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal , maka gula darah akan keluar bersama urin,untu menjaga
agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air
sebanyak mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun
sering.Jika tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu
makan mulai berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4
minggu), mudah lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2015) .

2) Gejala kronik penyekit DM


Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI, 2015) adalah:
a) Kesemutan
b) Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c) Rasa tebal dikulit
d) Kram
e) Mudah mengantuk
f) Mata kabur
g) Biasanya sering ganti kaca mata
h) Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i) Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j) Kemampuan seksual menurun
k) Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan
atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg

E. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama

Pada pasien dengan diabetes melitus biasanya akan merasakan badannya lemas dan mudah
mengantuk terkadang juga muncul keluhan berat badan turun dan mudah merasakan haus. Pada
pasien diabetes dengan ulkus diabetic biasanya muncul luka yang tidak kunjung sembuh.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien biasanya merasakan nyeri, merasakan paresthesia ekstremitas bawah, luka yang susah untuk
sembuh, turgor kulit jelek, mata cekung, nyeri kepala, mual dan muntah, kelemahan otot, letargi,
mengalami kebingungan dan bisa terjadi koma.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya hipertensi dan penyakit jantung. Gejala yang muncul pada pasien DM tidak terdeteksi,
pengobatan yang di jalani berupa kontrol rutin ke dokter maupun instansi kesehatan terdekat.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Muncul akibat adanya keturunan dari keluarga yang menderita penyakit DM.

b. Pengkajian Pola Sehari-hari


1) Pola persepsi

Persepsi pasien ini biasanya akan mengarah pada pemikiran negative terhadap dirinya yang
cenderung tidak patuh berobat dan perawatan
2) Pola nutrisi metabolik

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya kurang insulin maka kadar gula darah
tidak bisa dipertahankan sehingga menyebabkan keluhan sering BAK, banyak makan, banyak
minum, BB menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
gangguan nutrisi dan metabolisme yang mempengaruhi status kesehatan.

3) Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien


sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.

4) Pola aktivitas dan latihan

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,


tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya
luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak
mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.

5) Pola tidur dan istirahat

Istirahat kurang efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki diabetic, sehingga klien mengalami
kesulitan tidur.

6) Kognitif persepsi

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa pada luka sehingga tidak peka
terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .

7) Persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami
gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).

8) Peran hubungan

Luka gangren yang susah sembuh dan berbau menjadikan penderita kurang percaya diri dan
menghindar dari keramaian.
9) Seksualitas

Menyebabkan gangguan kualitas ereksi, gangguan potensi seks, adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.

10) Koping toleransi

Waktu peraatan yang lama, perjalanan penyakit kronik, tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif seperti marah, cemas,mudah tersinggung,
dapat mengakibatkan penderita kurang mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.

11) Nilai keprercayaan

Perubahan status kesehatan, turunnya fungsi tubuh dan luka pada kaki tidak menghambat
penderita dalam melakukan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadahnya.

F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang untuk DM dilakukan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah
puasa, kemudian dilanjutkan dengan Tes Toleransi Glukosa Oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi
DM, seperti usia dewasa tua, tekanan darah tinggi, obesitas, riwayat keluarga, dan menghasilkan hasil
pemeriksaan negatif, perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun. Bagi pasienberusia tua tanpa
faktor resiko pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Yunita, 2015). Hasil pemeriksaan
yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok
prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Pertama Glukosa darah puasa terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl. Kedua Toleransi
glukosa terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140- 199
mg/dl Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c 5,7-6,4%.

G. Farmakologi
a. Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak berbeda dengan pasien dewasa
sesuai dengan algoritma, dimulai dari monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal dalam mengontrol
glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan
insulin pada pasien lanjut usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi
dari faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat menjadi masalah bagi
penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang digunakan untuk menentukan dosis insulin
yang tepat yaitu dengan menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang
dapat digunakan dalam terapi insulin. 16 Lama kerja insulin beragam antar individu
sehingga diperlukan penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan
frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya pasien diabetes melitus
memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya, kemudian ditambahkan insulin kerja
singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien
untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R)
dan insulin kerja sedang ,Idealnya insulin digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis
tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin
prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat
divariasikan sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan
fisiologis.

b. Obat Antidiabetik Oral

1) Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi kedua yaitu glipizid
dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena adanya non ionic-binding dengan albumin
sehingga resiko interaksi obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih dianjurkan karena
metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit gliburid bersifat aktif.Glipizide dan
gliklazid memiliki sistem kerja metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif
yang lebih sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru sulfoniluera
ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel beta pankreas juga memiliki
tambahan efek ekstrapankreatik.

2) Golongan Biguanid Metformi


Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika digunakan tanpa
obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati pada pasien lanjut usia karena dapat
menyebabkan anorexia dan kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus
memeriksakan kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan karena
massa otot yang rendah pada orangtua.

3) Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose


Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase, suatu enzim pada lapisan
sel usus, yang mempengaruhi digesti sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga
mengurangi absorb karbohidrat dan menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial.Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat yang lain, obat tersebut
dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia yang mengalami diabetes 19 ringan.
Efek samping gastrointestinal dapat membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka
yang menderita sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal tersebut
tidak menjadi masalah klinis.

4) Thiazolidinediones Thiazolidinediones
Memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan dapat meningkatkan efek insulin dengan
mengaktifkan PPAR alpha reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk
pasien lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus dihindari pada
pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones adalah obat yang relatif .

H. Analisa Data

No Data Senjang Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS : Factor penyebab : obesitas, gaya Ketidakstabilan kadar
• Mengantuk hidup, kurang aktivitas glukosa darah
• Pusing
• Lelah atau lesu Retensi insulin
• Palpitasi
Hiperglikemia
• Mengeluh lapar
Kadar gula darah tidak stabil
DO :
• Gangguan koordinasi
• Kadar glukosa dalam
darah/urin rendah
• Gemetar
• Kesadaran menurun
• Perilaku aneh
• Sulit bicara
• Berkeringat

2 DS : Eritema local pada kulit Gangguan Integritas kulit


dan jaringan
DO : Lesi kuit dan jaringan
• Kerusakan jaringan dan/
atau lapisan kulit Kerusakan pada kulit dan jaringan
• Nyeri
• Perdarahan
• Kemerahan
• Hematoma
3 DS : Proses penyakit : Peningkatan Defisit pengetahuan
Menanyakan masalah yang kadar glukosa darah
dihadapi
DO : Kurang informasi tentang penyakit
• Menunjukan perilaku dan penatalaksanaannya
tidak sesuai anjuran
• Menunjukan persepsi Defisit pengetahuan
yang keliru terhadap
masalah
• Menjalani pemeriksaan
yang tidak tepat
• Menunjukan perilaku
berlebihan (mis :
apatis,bermusuhan,
agitasi, hysteria)
4 DS : Eritema local pada kulit Nyeri akut
Mengeluh nyeri
Edema, reaksi inflamasi
DO :
• Tampak meringis Sekresi mediator inflamasi ;
• Bersikap protektif histamine, bradykinin.
• Gelisah
• Frekuensi nadi Stimulus nyeri pada reseptor
meningkat syaraf nyeri
• Sulit tidur
• Tekanan darah Nyeri akut
meningkat
• Pola nafas berubah
• Nafsu makan berubah
• Proses berfikir terganggu
• Menarik diri
• Berfokus pada diri
sendiri
• Diaphoresis
5 Factor resiko : Kerusakan kulit dan jaringan Resiko infeksi
• Penyakit kronis
• Efek prosedur invasive Mekanisme pertahanan tubuh
• Malnutrisi terhadap mikroorganisme
• Peningkatan paparan pathogen terganggu/menurun
organisme pathogen
lingkungan Resiko infeksi
• Ketidakadekuatan
pertahanan primer
• Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder

I. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pancreas, resistensi insulin,
gangguan toleransi glukosa, gangguan glukosa darah puasa
b. Gangguan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan perubahan hormonal,
kekurangan/kelebihan volume cairan, perubahan status nutrisi (kelebihan/kekurangan)
c. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, ketidaktahuan menemukan
sumber informasi
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, kimiawi, dan fisik
e. Resiko infeksi dengan factor resiko penyakit kronis (DM), peningkatan paparan mikroorganisme
patogen
J. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosis Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN HIPERGLIKEMIA
berhubungan dengan disfungsi pancreas, keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
resistensi insulin, gangguan toleransi masalah Ketidakstabilan kadar gula  Identifikasi kemungkinan penyebab
glukosa, gangguan glukosa darah puasa darah meningkat dengan kriteria hiperglikemia
ditandai dengan : hasil :  Identifikasi situasi yang menyebabkan
DS :  Koordinasi meningkat kebutuhan insulin meningkat (mis:
• Mengantuk  Kesadaran meningkat penyakit kambuhan)
• Pusing  Mengantuk menurun  Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
• Lelah atau lesu  Pusing menurun  Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
 Lelah/lesu menurun (mis: polyuria, polydipsia, polifagia,
• Palpitasi
 Keluhan lapar menurun kelemahan, malaise, pandangan kabur,
• Mengeluh lapar sakit kepala)
 Rasa haus menurun
 Monitor intake dan output cairan
DO :  Kadar glukosa dalam darah
 Monitor keton urin, kadar Analisa gas
membaik
• Gangguan koordinasi darah, elektrolit, tekanan darah
• Kadar glukosa dalam darah/urin rendah ortostatik dan frekuensi nadi
• Gemetar
TERAPEUTIK
• Kesadaran menurun
 Berikan asupan cairan oral
• Perilaku aneh  Konsultasi dengan medis jika tanda dan
• Sulit bicara gejala hiperglikemia tetap ada atau
• Berkeringat memburuk
 Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi
ortostatik

EDUKASI
 Anjurkan menghindari olahraga saat
kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL
 Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
 Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
olahraga
 Ajarkan indikasi dan pentingnya
pengujian keton urin, jika perlu
 Ajarkan pengelolaan diabetes (mis:
penggunaan insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional kesehatan

KOLABORATIF
 Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian cairan IV, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
2 Gangguan integritas kulit dan jaringan Setelah dilakukan intervensi PERAWATAN INTEGRITAS KULIT
berhubungan dengan perubahan hormonal, keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
kekurangan/kelebihan volume cairan, masalah Kerusakan integritas kulit  Identifikasi penyebab gangguan
perubahan status nutrisi dan jaringan meningkat dengan integritas kulit (mis. Perubahan
(kelebihan/kekurangan) ditandai dengan : kriteria hasil : sirkulasi, perubahan status nutrisi,
DS :  Elastisitas menigkat peneurunan kelembaban, suhu
 Hidrasi meingkat lingkungan ekstrem, penurunan
DO :  Perfusi jaringan meningkat mobilitas)
• Kerusakan jaringan dan/ atau lapisan  Kerusakan jaringan menurun
kulit  Kerusakan lapisan kulit TERAPEUTIK
• Nyeri menurun  Ubah posisi setiap 2 jam jika tirah
• Perdarahan  Nekrosis menurun baring
• Kemerahan  Lakukan pemijatan pada area
 Sensasi membaik
• Hematoma penonjolan tulang, jika perlu
 Tekstur membaik
 Bersihkan perineal dengan air hangat,
 Pertumbuhan rambut terutama selama periode diare
membaik  Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering
 Gunakan produk berbahan ringan/alami
dan hipoalergik pada kulit sensitif
 Hindari produk berbahan dasar alkohol
pada kulit kering

EDUKASI
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang cukup
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Anjurkan meningkat asupan buah dan
saur
 Anjurkan menghindari terpapar suhu
ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
minimal 30 saat berada diluar rumah
3 Deficit pengetahuan berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi EDUKASI KESEHATAN
kurang terpapar informasi, ketidaktahuan keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
menemukan sumber informasi ditandai masalah Defisit pengetahuan  Identifikasi kesiapan dan kemampuan
dengan : membaik dengan kriteria hasil : menerima informasi
DS :  Perilaku sesuai anjuran  Identifikasi faktor-faktor yang dapat
Menanyakan masalah yang dihadapi meningkat meningkatkan dan menurunkan
DO :  Kemampuan menjelaskan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
• Menunjukan perilaku tidak sesuai pengetahuan tentang suatu
anjuran topik meningkat TERAPEUTIK
• Menunjukan persepsi yang keliru  Perilaku sesuai dengan  Sediakan materi dan media Pendidikan
terhadap masalah pengetahuan meningkat Kesehatan
• Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat  Pertanyaan tentang masalah  Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai
Menunjukan perilaku berlebihan (mis : yang dihadapi menurun kesepakatan
apatis,bermusuhan, agitasi, hysteria)  Perilaku membaik  Berikan kesempatan untuk bertanya

EDUKASI
 Jelaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi Kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat digunakan
untuk meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
4 Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN NYERI
pencedera fisiologis, kimiawi, dan fisik keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
ditandai dengan : masalah nyeri akut menurun dengan  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
DS : kriteria hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Mengeluh nyeri  Kemampuan menuntaskan  Identifikasi skala nyeri
aktivitas meningkat  Idenfitikasi respon nyeri non verbal
DO :  Keluhan nyeri menurun  Identifikasi faktor yang memperberat
• Tampak meringis  Meringis menurun dan memperingan nyeri
• Bersikap protektif  Sikap protektif menurun  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
• Gelisah tentang nyeri
• Frekuensi nadi meningkat  Ketegangan otot menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
• Sulit tidur  Frekuensi nadi membaik respon nyeri
• Tekanan darah meningkat  Identifikasi pengaruh nyeri pada
• Pola nafas berubah kualitas hidup
• Nafsu makan berubah  Monitor keberhasilan terapi
• Proses berfikir terganggu komplementer yang sudah diberikan
• Menarik diri  Monitor efek samping penggunaan
analgetik
• Berfokus pada diri sendiri
• Diaphoresis
TERAPEUTIK
 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (mis: TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

EDUKASI
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk
mengurangi nyeri
KOLABORASI
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
5 Resiko infeksi dengan factor resiko Setelah dilakukan intervensi PENCEGAHAN INFEKSI
penyakit kronis (DM), peningkatan paparan keperawatan selama ……x…. Jam OBSERVASI
mikroorganisme pathogen ditandai dengan : masalah resiko infeksi menurun  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Factor resiko : meningkat dengan kriteria hasil : dan sistemik
• Penyakit kronis  Demam menurun
• Efek prosedur invasive  Kemerahan menurun TERAPEUTIK
• Malnutrisi  Nyeri menurun  Batasi jumlah pengunjung
• Peningkatan paparan organisme  Bengkak menurun  Berikan perawatan kulit pada area
pathogen lingkungan  Kadar sel darah putuh edema
• Ketidakadekuatan pertahanan primer membaik  Cuci tangan sebelum dan sesudah
• Ketidakadekuatan pertahanan tubuh kontak dengan pasien dan lingkungan
sekunder pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi

EDUKASI
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

KOLABORASI
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
K. Daftar Pustaka
ADA (2017) Standards of Medical Care in Diabetes, The Journal of Clinical and Applied Research and
Education. American Diabetes Association. doi: 10.2337/dc16-S003.
Becker, F. G., Kilic, I., Aydin, G., Puarungroj, W., Boonsirisumpun, N., Gerrikagoitia, J. K., … Ying, C.
(2018). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus Dalam Masalah Pemenuhan Kebutuhan
Nutrisi Di Ruang Laika Waraka Interna Rsud Bahteramas Prov.Sultra. Procedia Computer
Science, 2(1), 1–5
Fatimah, R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Jakarta: J MAJORITY. Vol. 4, No. 5:93-99
PERKENI. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. In Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (1st ed.). PB. PERKENI.
https://caiherang.com/wp-content/uploads/2019/10/Konsensus-DMT2- Perkeni-2015.pdf
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1
Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1
Cetakan II. Jakarta: PPNI.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. (vol. 2). Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai