Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi didunia semakin lama semakin pesat dan menyentuh

hampir semua aspek kehidupan manusia. Dengan demikian setiap individu harus

mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menggunakan teknologi tersebut,

agar mudah beradaptasi terhadap perkembangan tersebut. Hal ini juga berlaku

untuk profesi keperawatan, khususnya tenaga keperawatan di ruang perawatan

intensif (intensif care unit/ICU).

Di ruang perawatan kritis, pasien yang dirawat adalah pasien-pasien yang

memerlukan penggunaan teknologi yang dapat menyokong kelangsungan hidup

mereka, seperti misalnya : mesin ventilator, monitoring, infus pump, syringe pump,

dan lain-lain. Dengan adanya situasi dan kondisi tersebut maka tenaga kesehatan

khususnya perawat yang ada di ruang perawatan kritis, seharusnya mampu dan

menguasai untuk dapat menggunakan teknologi yang sesuai dengan mesin-mesin

tersebut, karena perawat lebih banyak ada di sisi pasien selama 24 jam.

Penggunaan teknologi di area perawatan kritis terjadi dengan dua proses yaitu

transfer dan transform teknologi dari teknologi medis menjadi teknologi

keperawatan. Transfer teknologi adalah pengalihan teknologi yang mengacu pada

tugas, peran atau penggunaan peralatan yang sebelumnya dilakukan oleh satu

kelompok profesional kepada kelompok yang lain. Sedangkan transform

(perubahan) teknologi mengacu pada penggunaan teknologi medis menjadi bagian

1
2

dari teknologi keperawatan untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang

diberikan dan hasil yang akan dicapai oleh pasien.

Ventilasi mekanik atau yang lebih dikenal dengan ventilator merupakan teknologi

medis yang ditransfer oleh dokter kepada perawat dan selanjutnya ditransform oleh

keperawatan sehingga menjadi bagian dari keperawatan. Perawat pemula dengan

pengetahuan dan pengalaman teknologi yang masih kurang akan menganggap

ventilator sebagai beban kerja tambahan, karena mereka hanya bisa melakukan

monitoring dan merekam hasil observasi pasien. Tetapi bagi perawat yang memiliki

pengalaman akan memanfaatkan dan menggunakan ventilator sebagai bagian dari

keperawatan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan kepada pasien di

ruang perawatan intensif dan akan berdampak positif terhadap profesi keperawatan.

Ventilator merupakan mesin teknologi yang digunakan untuk membantu fungsi

pernapasan. Indikasi penggunaan ventilasi mekanik yaitu untuk pasien dengan

hipoksemia, hiperkapnea dan gagal pernapasan. Sejalan dengan penggunaan

ventilasi mekanik juga dilakukan tindakan intubasi. Intubasi endotracheal adalah

memasukan sehingga ujung kira-kira berada dipertengahan trachea antara pita suara

dan bifurkasio trachea (Baker, 2013). Ventilasi mekanik merupakan salah satu

aspek yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang kritis di

Intensive Care Unit (ICU), dengan penggunaan di Amerika Serikat mencapai 1,5

juta per tahun (Clare, 2008).

Pasien yang dirawat di ICU memiliki resiko kematian tidak hanya dari penyakit

kritisnya akan tetapi juga karena proses sekunder seperti infeksi nosokomial.

Infeksi nosokomial yang sering diderita pasien adalah pneumonia nosocomial.


3

Jenis infeksi ini merupakan penyebab kematian kedua tersering pada pasien dengan

kondisi kritis. Dari semua kejadian infeksi pneumonia nosocomial, 86 % terkait

dengan penggunaan ventilasi mekanik, yang dikenal dengan Ventilator Associated

Pneumonia (Waghray, 2015).

VAP atau (Ventilator Associated Pneumonia) adalah pneumonia yang merupakan

infeksi nosokomial yang terjadi setelah 48 jam pada pasien dengan bantuan

ventilasi mekanik, baik melalui pipa endotrakeal maupun pipa trakeostomi. VAP

didefinisikan suatu proses inflamasi pada parenkim paru-paru yang ditimbulkan

oleh infeksi dari agen-agen yang tidak ada atau belum ada pada masa inkubasi pada

saat pemasangan ventilasi mekanik (Rashmi, 2014). Ventilator Associated

Pneumonia (VAP) banyak terjadi di ruang Intensive Care Unit (ICU) (Japoni,

2011). Menurut International nosocomial control consortium (INICC) VAP terjadi

dengan rata-rata 13,6 per 1000 pengguna ventilasi mekanik perhari. Angka

mortalitas terjadi 24-76 % terutama pada pasien dengan penyakit kritis. Sedangkan

menurut Centers for Disease Control and Prevention (2015) menyebutkan 157.000

pasien di ICU mengalami VAP selama perawatan. Angka kejadian berkisar 0,01-

4,4 per 1000 pasien setiap hari di berbagai unit rumah sakit di dunia pada tahun

2012.

Kejadian VAP di Indonesia dari beberapa penelitian menunjukkan insiden yang

tinggi. Prevalensi pneumonia di Indonesia meningkat dari 1,6 % menjadi 2,0 %

(RISKESDES, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Budiono (2013) di

ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang menunjukkan sebesar 36,8%. Penelitian yang

dilakukan Rahmawati (2014) di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang juga


4

menyebutkan kejadian pneumonia pada pasien ICU sebesar 42%, dan dari jumlah

tersebut ditemukan pasien meninggal 86,8% dan 13,2% hidup. Di Provinsi Banten

angka kejadian pneumonia meningkat dari 1,5 % menjadi 2 % ( RISKESDES,

2018). Di Rumah Sakit Provinsi Banten dalam satu tahun jumlah pasien yang

dirawat dengan pneumonia nosokomial berjumlah 98 pasien (Data Rekam Medis

RSU Provinsi Banten, 2018).

VAP dapat didiagnosis apabila terdapat tanda diagnosis standar seperti demam,

takikardi, leukositosis, sputum yang purulent dan konsolidasi pada gambaran

radiografi thoraks. Diagnosis VAP agak sulit dilakukan jika hanya melihat

penampilan klinis pasien. Diagnosis pasien dapat dibantu dengan Critical

Pulmonary Infection Score (CPIS). Score CPIS 0-12. Penentuan CPIS berdasarkan

pada 6 variabel, yaitu suhu tubuh, jumlah leukosit, volume dan tingkat kekentalan

secret dalam trakea, oxigenasi, foto thorax dan analisa semi kuantitatif cairan

endotrakeal dengan pewarnaan gram. Pasien dengan score CPIS lebih dari 6

mengindikasikan kecurigaan VAP. Papzainand dan kawan-kawan melakukan

penelitian lebih lanjut dan menemukan bahwa score CPIS lebih dari 6 memiliki

sensitifitas 72-85% dan spesivisitas 85-91% (Charles, 2014).

Beberapa faktor risiko dicurigai dapat memicu terjadinya VAP, faktor tersebut

antara lain: usia lebih dari 60 tahun, derajat keparahan penyakit, penyakit paru akut

atau kronik, sedasi yang berlebihan, nutrisi enteral, luka bakar yang berat, posisi

tubuh yang supine, Glasgow Coma Scale (GCS) kurang dari 9, penggunaan obat

pelumpuh otot, perokok dan lama pemakaian ventilator.


5

Faktor usia sangat mempengaruhi kejadian VAP, penelitian Susanti dkk, (2015)

yang berjudul “Identifikasi Faktor Resiko Kejadian Infeksi Nosokomial Pneumonia

pada Pasien yang Terpasang Ventilator di Ruang Intensive Care RS Eka Hospital

Pekanbaru”, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan usia di atas

60 tahun memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita pneumonia pada

pemakaian ventilator mekanik di ICU, sedangkan pasien dewasa dengan ventilator

mekanik mudah terjangkit pneumonia.

Penelitian tentang VAP juga sudah cukup banyak dilakukan di Indonesia, salah

satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nur Imama Pranita R. disebuah

rumah sakit di Surabaya. Penelitian ini mengkaji beberapa faktor risiko yang terkait

dengan kejadian VAP, seperti metode suction, umur, riwayat penyakit paru,

diabetes mellitus dan merokok, termasuk lama pemakaian ventilator.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas terkait prevalensi infeksi nosocomial dari

beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

VAP, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor apa saja yang

dapat menimbulkan kejadian VAP. Maka dari itu, peneliti ingin meneliti lebih

lanjut tentang “ Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Ventilation Associated

Pneumonia Pada Pasien yang Terpasang Ventilasi Mekanik di ICU RSU Provinsi

Banten”. Namun penelitian ini lebih menitikberatkan pada adakah faktor usia, lama

penggunaan ventilator, oral hygiene, suction, cuci tangan, serta penggunaan sedasi

terhadap kejadian VAP.


6

B. Rumusan Masalah

Dari beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya infeksi nosokomial pada

pasien dengan ventilasi mekanik, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Ventilation

Associated Pneumonia Pada Pasien Yang Terpasang Ventilasi Mekanik di ICU

RSU Provinsi Banten”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah faktor usia dapat mempengaruhi terjadinya Ventilation Association

Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik?

2. Apakah lama penggunaan ventilator dapat mempengaruhi terjadinya

Ventilation Association Pneumonia (VAP) pada pasien yang terpasang

ventilasi mekanik?

3. Apakah tindakan oral hygiene dapat mempengaruhi kejadian VAP pada

pasien yang terpasang ventilator?

4. Apakah tindakan suction dapat mempengaruhi kejadian VAP pada pasien

yang terpasang ventilator?

5. Apakah tindakan cuci tangan dapat mempengaruhi kejadian VAP pada

pasien yang terpasang ventilator?

6. Apakah tindakan penggunaan sedasi dapat mempengaruhi kejadian VAP

pada pasien yang terpasang ventilator?


7

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan angka kejadian

VAP pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui gambaran diagnosa medis pasien yang terpasang ventilator

b) Mengetahui gambaran usai pasien yang terpasang ventilator

c) Mengetahui gambaran jenis kelamin pasien yang terpasang ventilator

d) Mengetahui gambaran lama penggunaan ventilator pasien yang dirawat

di ICU

e) Mengetahui gambaran oral hygiene petugas pada pasien yang terpasang

ventilator

f) Mengetahui gambaran suction pada pasien yeng terpasang ventilator

g) Mengetahui gambaran cuci tangan petugas pada pasien yang terpasang

ventilator

h) Mengetahui gambaran penggunaan sedasi pasien yang terpasang

ventilator.

i) Mengetahui hubungan faktor usia dengan VAP pada pasien yang

terpasang ventilator.

j) Mengetahui hubungan faktor lama penggunaan ventilator dengan VAP .

k) Mengetahui hubungan oral hygiene dengan VAP pada pasien yang

terpasang ventilator.
8

l) Mengetahui hubungan suction dengan VAP pada pasien yang terpasang

ventilator.

m) Mengetahui hubungan cuci tangan dengan VAP pada pasien yang

terpasang ventilator.

n) Mengetahui hubungan penggunaan sedasi dengan VAP pada pasien yang

terpasang ventilator.

E. Manfaat Penelitian.

1. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau sumber informasi serta

dasar pengetahuan bagi para mahasiswa keperawatan dan dapat dijadikan

landasan penanganan pasien yang terpasang ventilator pada pasien dengan

ventilasi mekanik agar tidak terjadi infeksi nosokomial atau VAP.

2. Manfaat Bagi Institusi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bukti nyata tentang efek

penggunaan ventilator pada pasien dengan dengan ventilasi mekanik,

sehingga meminimalkan resiko atau kerugian yang dialami pasien dengan

adanya infeksi VAP.

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya dan

menjadi referensi, khususnya yang mengangkat topik faktor yang

berhubungan dengan VAP pada pasien dengan ventilasi mekanik.


9

4. Manfaat Bagi Pasien

Hasil penelitian ini dapat mengurangi resiko dari pemsangan ventilasi

mekanik, dari segi perawatan yang lama, serta biaya pengobatan yang mahal.
10

Anda mungkin juga menyukai