Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.N DENGAN DIAGNOSA DIABETES MELITUS DI RUMKITAL


dr. F. X. SUHARDJO AMBON

DISUSUN OLEH :
Nama: Elsa Souhoka
Nim : 124

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


STIKES RUMKIT Prof.dr.J.A.LATUMETEN
AMBON
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

BAB I
Tinjauan Teori
A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis temasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi. Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau
resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak (Paramita, 2017).
B. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu: 1) Diabetes Tipe 1 (Insulin Dependent
Diabetes Melitus /DDM) Diabete yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-
sel beta pancreas disebabkan oleh:
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi
/kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang
mempunyai tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya. Respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan
b. Faktor Imunologi
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai
jaringan asing.

c. Faktor lingkungan
d. Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
2) Diabetes TipeII (Non Dependent DiabetesMelinus/NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan
yaitu:
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
e. Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II disbanding dengan
golongan Afro Amerika (Smeltzer and Bare, 2017). 3) Diabetes mellitus gestasional
Diabetes gestasional disebabkan oleh adanya gangguan pada resistensi insulin. Terjadi
penurunan sensitivitas insulin dan disfungsi pada sel-ẞ yang memicu terjadinya
intoleransi glukosa selama masa kehamilan. Genome-wide association study menyatakan
bahwa terdapat gen yang terlibat dalam peningkatan intoleransi glukosa, yaitu varian
glukokinase (GCK). Terjadi mutasi pada gen tersebut yang dapat memengaruhi produksi
insulin.

C. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2017), penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak
dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine).
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut. Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2
yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
a. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes, karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang
sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu,
tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga
timbulah perasaan selalu ingin makan.
b. Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi. untuk mengatasi hal
tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis,
minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar bersama urin,untu menjaga
agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak
mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering Jika
tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2017).

2) Gejala kronik penyekit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI.
2017) adalah:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c. Rasa tebal dikulit
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur
g. Biasanya sering ganti kaca mata
h. Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j. Kemampuan seksual menurun
k. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg

D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, Diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam
darah menimbulkan hiperglikemia prospandial. jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibamya glukosa
tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam
urine, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dal berkemih (poliurea) dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer 2017 dan
Bare,2017).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan, dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun
pada penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan
turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang
disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan
kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang
sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer 2017 dan Bare,2017).
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik
dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini
akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas
fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer 2017 dan Bare,2017).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer 2017 dan
Bare,2017).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian,
DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer 2017 dan Bare.2017).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun tahun) dan
progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi)
(Smeltzer 2017 dan Bare,2017)

E. Pathways

Kerusakan sel α dan β pankreas


Ulkus
diabetikum
m
F.Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan kadar serum glukosa
a. Gula darah puasa: glukosa <70-130 mg/dl pada 2x tes
b. Gula darah 2 jam pp: >200 mg/dl
c. Gula darah sewaktu: <200 mg/dl
2) Tes toleransi glukosa
Nilai darah diagnostik: kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu nilai lain lebih
dari 200 mg/dlsetelah beban glukosa 75 gr
3) HbAIC
>8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol
4) Pemeriksaan kadar glukosa urin
5) Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau menggunakan enzim glukosa.
Pemeriksaan reduksi urin positif jika didapatkan glukosa dalam urin.

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan,pemantauan,
terapi dan pendidikan kesehatan.
1) Penatalaksanaan diet
Prinsip umum: diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM. Tujuan penatalaksanaan nutrisi:

a. Memberikan semua unsur makanan esensial missal vitamin,mineral


b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energy
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap hari dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2) Latihan fisik
Latihan penting dalam penatalaksanaan DM karena dapat menurunkan kadar
glikosa darah dan mengurangi factor resiko kardiovaskuler, Latihan akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
olahraga.
3) Pemantauan
Pemantauan glukosa dan keton secara mandiri untuk deteksi dan pencegahan
hipoglikemi serta hiperglikemia.
4) Terapi
a. Insulin
Dosis yang diperlukan ditentukan oleh kadar glukosa darah
b. Obat oral anti diabetic
- Sulfonaria
- Asetoheksamid (250 mg, 500 mg)
- Clorpopamid (100 mg. 250 mg)
- Glipizid (5 mg, 10 mg)
- Glyburid (1.25 mg, 2,5 mg, 5 mg)
- Totazamid (100 mg, 250 mg, 500 mg) Tolbutamid (250 mg, 500 mg)
- Biguanid Metformin 500 mg
5) Pendidikan kesehatan
6) Informasi yang harus diajarkan pada pasien antara lain:
a. Patofisiologi DM sederhana, cara terapi termasuk efek samping obat,
pengenalan dan pencegahan hipoglikemi hiperglikemi
b. Tindakan preventif (perawatan kaki, perawatan mata, hygiene umum)
c. Meningkatkan kepatuhan program diet dan obat

H. Komplikasi
1) Akut
a. Ketoasidosis diabetic
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hyperosmolar d. Efek Somogyi (penurunan kadar
glukosa darah pada malam hari
diikuti peningkatan rebound pada pagi hari)
e. Fenomena fajar/down phenomenon (hiperglikemi pada pagi hari antara jam 5-9 pagi
yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian kadar glukosa pada pagi hari)
2) Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
- Penyakit arteri koroner (aterosklerosis)
- Penyakit vaskuler perifer
- Stroke
b. Mikroangiopati
- Retinopati
- Nefropati
- Neuropati diabetic

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian

1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum


Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda –
tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu
kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur
rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat
badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan
nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
kacau mental, disorientasi.
Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
B. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan

menggunakan glukose (tipe 1)

c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe

2)

d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme

pengaturan

e. PK: Hipoglikemia

PK: Hiperglikemi

f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

C.RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Nyeri akut 1. Manajemen nyeri :
berhubungan dengan Tingkat nyeri 2. Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injuri biologis Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi,
(penurunan perfusi Tingkat kenyamanan karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan perifer) Setelah dilakukan asuhan kualitas dan presipitasi.
keperawatan selama 3 x 24 jam, 3. Observasi  reaksi nonverbal dari
klien dapat : ketidaknyamanan.
4. Gunakan teknik komunikasi
 Mengontrol nyeri, dengan terapeutik untuk mengetahui
indikator : pengalaman nyeri klien
 Mengenal faktor-faktor sebelumnya.
penyebab 5. Kontrol lingkungan yang
 Mengenal onset nyeri mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
 Tindakan pertolongan non
kebisingan.
farmakologi
6. Kurangi presipitasi nyeri.
 Menggunakan analgetik
7. Pilih dan lakukan penanganan
 Melaporkan gejala-gejala nyeri (farmakologis/non
nyeri kepada tim farmakologis).
kesehatan. 8. Ajarkan teknik non farmakologis
 Nyeri terkontrol (relaksasi, distraksi dll) untuk
Menunjukkan tingkat nyeri, dengan mengetasi nyeri.
indikator: 9. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
 Melaporkan nyeri 10. Evaluasi tindakan pengurang
 Frekuensi nyeri nyeri/kontrol nyeri
 Lamanya episode nyeri 11. Kolaborasi dengan dokter bila
 Ekspresi nyeri; wajah ada komplain tentang pemberian
 Perubahan respirasi rate analgetik tidak berhasil.
 Perubahan tekanan darah 12. Monitor penerimaan klien
 Kehilangan nafsu makan tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

13. Cek program pemberian


analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
14. Cek riwayat alergi.
15. Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
16. Monitor TTV sebelum dan
sesudah pemberian analgetik.
17. Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
18. Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food and Fluid 1. Nutrition Management
nutrisi kurang dari Intake 2. Monitor intake makanan dan
kebutuhan tubuh b.d. minuman yang dikonsumsi klien
ketidakmampuan  Intake makanan peroral setiap hari
menggunakan glukose yang adekuat 3. Tentukan berapa jumlah kalori
(tipe 1)  Intake NGT adekuat dan tipe zat gizi yang dibutuhkan
 Intake cairan peroral dengan berkolaborasi dengan
ahli gizi
adekuat 4.
Dorong peningkatan intake
 Intake cairan yang adekuat kalori, zat besi, protein dan
 Intake TPN adekuat vitamin C
5. Beri makanan lewat oral, bila
memungkinkan
6. Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
7. Lepas NGT bila klien sudah bisa
makan lewat oral
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management
nutrisi lebih dari Kalori
kebutuhan tubuh b.d. Protein 1. Diskusikan dengan pasien tentang
kelebihan intake nutrisi Lemak kebiasaan dan budaya serta faktor
(tipe 2) Karbohidrat hereditas yang mempengaruhi berat
Vitamin badan.
Mineral 2. Diskusikan resiko kelebihan berat
Zat besi badan.
Kalsium 3. Kaji berat badan ideal klien.
4. Kaji persentase normal lemak tubuh
klien.
5. Beri motivasi kepada klien untuk
menurunkan   berat badan.
6. Timbang berat badan setiap hari.
7. Buat rencana untuk menurunkan
berat badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :


b.d Kehilangan volume Fluid balance Fluid management
cairan secara aktif, Hydration
Kegagalan mekanisme Nutritional Status : Food and Fluid 1. Timbang popok/pembalut jika
pengaturan Intake diperlukan
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
 Mempertahankan urine output 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban
sesuai dengan usia dan BB, BJ membran mukosa, nadi adekuat,
urine normal, HT normal tekanan darah ortostatik ), jika
 Tekanan darah, nadi, suhu diperlukan
tubuh dalam batas normal 4. Monitor vital sign
 Tidak ada tanda tanda 5. Monitor masukan makanan / cairan
dehidrasi, Elastisitas turgor dan hitung intake kalori harian
kulit baik, membran mukosa 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
lembab, tidak ada rasa haus 7. Monitor status nutrisi
yang berlebihan 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik
sesuai output
11. Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep….x24 jam 1. Managemen Hipoglikemia:
PK: Hiperglikemi diharapkan perawat akan menangani 2. Monitor tingkat gula darah sesuai
dan meminimalkan episode hipo/ indikasi
hiperglikemia. 3. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi
; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit
dingin, lembab pucat, tachikardi,
peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
4. Jika klien dapat menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
5. Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
6. K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.

7. Managemen Hiperglikemia
8. Monitor GDR sesuai indikasi
9. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
10. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
11. Berikan insulin sesuai order
12. Pertahankan akses IV
13. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
14. Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap
atau memburuk
15. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
16. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
17. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi perifer
dan kalium
18. Anjurkan banyak minum
19. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan

6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :


efektif b.d hipoksemia Circulation status Peripheral Sensation Management
jaringan. Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
Kriteria Hasil :
Tekanan systole dandiastole dalam 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
rentang yang diharapkan hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
 Tidak ada ortostatikhipertensi 2. Monitor adanya paretese
 Tidak ada tanda tanda 3. Instruksikan keluarga untuk
peningkatan tekanan mengobservasi kulit jika ada lsi atau
intrakranial (tidak lebih dari 15 laserasi
mmHg) 4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
 Mendemonstrasikan 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
kemampuan kognitif yang punggung
ditandai dengan: 6. Monitor kemampuan BAB
 Berkomunikasi dengan jelas 7. Kolaborasi pemberian analgetik
dan sesuai dengan kemampuan 8. Monitor adanya tromboplebitis
 Menunjukkan perhatian, 9. Diskusikan menganai penyebab
konsentrasi dan orientasi perubahan sensasi
 Membuat keputusan dengan
benar

D. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan.Pelaksanaan


memberikan asuhan keperawatan secara mandiri, kolaboratif dan delegatif Pada pelaksanaan
terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana
keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.

E EVALUASI

Evaluasi akhir asuhan keperawatan dilaksanakan mengacu pada tujuan dan alokasi waktu yang
ditentukan. Hasil yang di harapkan pada proses perawatan pasien dengan tumor tulang adalah: 1.
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah tidak terjadi

2. Kekurangan volume cairan akan teratasi

3. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

4. Integritas jaringan kulit membaik

5. Factor risiko infeksi tidak terjadi

6. Pengetahuan pasien meningkat


DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (2016). Definition of Diabetes Mellitus. www.diabetes.org.


diakses tanggal 10 November 2020

Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N., Maret, U. S., Putra,
S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes melitus untuk awam November, diakses
tanggal 20 November 2020

IDF. (2020. Prevalensi of Diabetes Mellitus. https://df.org/aboutdiabetes/what-is- diabetes.html.


diakses tanggal 20 November 2020

Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2015). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Majority 4(9). 8-12. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/
1401. diakses tanggal 20 November 2020

WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes Mellitus diakses pada
tanggal 20 Januari 2021 di http://www.who.int/healt

Anda mungkin juga menyukai