DISUSUN OLEH :
Nama: Elsa Souhoka
Nim : 1240212021027
BAB I
Tinjauan Teori
A. Definisi
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan klinis temasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemi. Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi atau
resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak (Paramita, 2017).
B. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu: 1) Diabetes Tipe 1 (Insulin Dependent
Diabetes Melitus /DDM) Diabete yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-
sel beta pancreas disebabkan oleh:
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi
/kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang
mempunyai tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya. Respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan
b. Faktor Imunologi
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
d. Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.
2) Diabetes TipeII (Non Dependent DiabetesMelinus/NIDDM)
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan
yaitu:
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
e. Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II disbanding dengan
golongan Afro Amerika (Smeltzer and Bare, 2017). 3) Diabetes mellitus gestasional
Diabetes gestasional disebabkan oleh adanya gangguan pada resistensi insulin. Terjadi
penurunan sensitivitas insulin dan disfungsi pada sel-ẞ yang memicu terjadinya
intoleransi glukosa selama masa kehamilan. Genome-wide association study menyatakan
bahwa terdapat gen yang terlibat dalam peningkatan intoleransi glukosa, yaitu varian
glukokinase (GCK). Terjadi mutasi pada gen tersebut yang dapat memengaruhi produksi
insulin.
C. Manifestasi Klinis
Menurut PERKENI (2017), penyakit diabetes melitus ini pada awalnya seringkali tidak
dirasakan dan tidak disadari penderita. Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang
menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine).
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut. Menurut PERKENI gejala dan tanda tanda DM dapat digolongkan menjadi 2
yaitu:
1) Gejala akut penyakit DM Gejala penyakit DM bervariasi pada setiap bahkan mungkin tidak
menunjukan gejala apapun sampai saat tertentu. Pemulaan gejala yang ditunjukan meliputi:
a. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (poliphagi)
Pada diabetes, karena insulin bermasalah pemaasukan gula kedalam sel sel tubuh kurang
sehingga energi yang dibentuk pun kurang itun sebabnya orang menjadi lemas. Oleh karena itu,
tubuh berusaha meningkatkan asupan makanan dengan menimbulkan rasa lapar sehingga
timbulah perasaan selalu ingin makan.
b. Sering merasa haus (polidipsi)
Dengan banyaknya urin keluar, tubuh akan kekurangan air atau dehidrasi. untuk mengatasi hal
tersebut timbulah rasa haus sehingga orang ingin selalu minum dan ingin minum manis,
minuman manis akan sangat merugikan karena membuat kadar gula semakin tinggi.
c. Jumlah urin yang dikeluarkan banyak (poliuri)
Jika kadar gula melebihi nilai normal, maka gula darah akan keluar bersama urin,untu menjaga
agar urin yang keluar, yang mengandung gula,tak terlalu pekat, tubuh akan menarik air sebanyak
mungkin ke dalam urin sehingga volume urin yang keluar banyak dan kencing pun sering Jika
tidak diobati maka akan timbul gejala banyak minum, banyak kencing, nafsu makan mulai
berkurang atau berat badan turun dengan cepat (turun 5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah
lelah dan bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual (PERKENI, 2017).
2) Gejala kronik penyekit DM Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM (PERKENI.
2017) adalah:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum
c. Rasa tebal dikulit
d. Kram
e. Mudah mengantuk
f. Mata kabur
g. Biasanya sering ganti kaca mata
h. Gatal disekitar kemaluan terutama pada wanita
i. Gigi mudah goyah dan mudah lepas
j. Kemampuan seksual menurun
k. Dan para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg
D. Patofisiologi
Menurut Smeltzer, Diabetes tipe 1. Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam
darah menimbulkan hiperglikemia prospandial. jika kosentrasi glukosa daram darah cukup tinggi
maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibamya glukosa
tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam
urine, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dal berkemih (poliurea) dan rasa haus (polidipsi) (Smeltzer 2017 dan
Bare,2017).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabilisme protein dalam lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan, dalam
keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan
gluconeogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun
pada penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi tampa hambatan dan lebih lanjut akan
turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang
disebabkan dapat menyebabkan tanda tanda gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah,
hiperventilasi mafas berbaun aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan
kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang
sering merupakan komponen terapi yang penting (Smeltzer 2017 dan Bare,2017).
DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama adalah
terjadinya hiperglikemia kronik. Meskipun pula pewarisannya belum jelas, faktor genetik
dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini
akan berinterksi dengan faktor faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas
fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer 2017 dan Bare,2017).
Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer 2017 dan
Bare,2017).
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian,
DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom
Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK) (Smeltzer 2017 dan Bare.2017).
Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun tahun) dan
progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalannya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit
yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi)
(Smeltzer 2017 dan Bare,2017)
E. Pathways
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadi komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapetik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan,pemantauan,
terapi dan pendidikan kesehatan.
1) Penatalaksanaan diet
Prinsip umum: diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan DM. Tujuan penatalaksanaan nutrisi:
H. Komplikasi
1) Akut
a. Ketoasidosis diabetic
b. Hipoglikemi
c. Koma non ketotik hiperglikemi hyperosmolar d. Efek Somogyi (penurunan kadar
glukosa darah pada malam hari
diikuti peningkatan rebound pada pagi hari)
e. Fenomena fajar/down phenomenon (hiperglikemi pada pagi hari antara jam 5-9 pagi
yang tampaknya disebabkan peningkatan sikardian kadar glukosa pada pagi hari)
2) Komplikasi jangka panjang
a. Makroangiopati
- Penyakit arteri koroner (aterosklerosis)
- Penyakit vaskuler perifer
- Stroke
b. Mikroangiopati
- Retinopati
- Nefropati
- Neuropati diabetic
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka
yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
B. Diagnosa
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe
2)
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme
pengaturan
e. PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
C.RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Nyeri akut 1. Manajemen nyeri :
berhubungan dengan Tingkat nyeri 2. Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injuri biologis Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi,
(penurunan perfusi Tingkat kenyamanan karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan perifer) Setelah dilakukan asuhan kualitas dan presipitasi.
keperawatan selama 3 x 24 jam, 3. Observasi reaksi nonverbal dari
klien dapat : ketidaknyamanan.
4. Gunakan teknik komunikasi
Mengontrol nyeri, dengan terapeutik untuk mengetahui
indikator : pengalaman nyeri klien
Mengenal faktor-faktor sebelumnya.
penyebab 5. Kontrol lingkungan yang
Mengenal onset nyeri mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan,
Tindakan pertolongan non
kebisingan.
farmakologi
6. Kurangi presipitasi nyeri.
Menggunakan analgetik
7. Pilih dan lakukan penanganan
Melaporkan gejala-gejala nyeri (farmakologis/non
nyeri kepada tim farmakologis).
kesehatan. 8. Ajarkan teknik non farmakologis
Nyeri terkontrol (relaksasi, distraksi dll) untuk
Menunjukkan tingkat nyeri, dengan mengetasi nyeri.
indikator: 9. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Melaporkan nyeri 10. Evaluasi tindakan pengurang
Frekuensi nyeri nyeri/kontrol nyeri
Lamanya episode nyeri 11. Kolaborasi dengan dokter bila
Ekspresi nyeri; wajah ada komplain tentang pemberian
Perubahan respirasi rate analgetik tidak berhasil.
Perubahan tekanan darah 12. Monitor penerimaan klien
Kehilangan nafsu makan tentang manajemen nyeri.
Administrasi analgetik :.
7. Managemen Hiperglikemia
8. Monitor GDR sesuai indikasi
9. Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300
mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul,
anoreksia, mual dan muntah,
tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
10. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
11. Berikan insulin sesuai order
12. Pertahankan akses IV
13. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
14. Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap
atau memburuk
15. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
16. Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
17. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna kulit,
waktu pengisian kapiler, nadi perifer
dan kalium
18. Anjurkan banyak minum
19. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
D. IMPLEMENTASI
E EVALUASI
Evaluasi akhir asuhan keperawatan dilaksanakan mengacu pada tujuan dan alokasi waktu yang
ditentukan. Hasil yang di harapkan pada proses perawatan pasien dengan tumor tulang adalah: 1.
Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah tidak terjadi
Febrinasari, R. P., Maret, U. S., Sholikah, T. A., Maret, U. S., Pakha, D. N., Maret, U. S., Putra,
S. E., & Maret, U. S. (2020). Buku saku diabetes melitus untuk awam November, diakses
tanggal 20 November 2020
Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2015). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Majority 4(9). 8-12. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/
1401. diakses tanggal 20 November 2020
WHO. (2020). Definition of Diabetes Mellitus and Prevalence of Diabetes Mellitus diakses pada
tanggal 20 Januari 2021 di http://www.who.int/healt