Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

Disusun Oleh

Ni Made Dwi Putri Mulyani 19J10187

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TENOLOGI DAN KESEHATAN BALI

2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PASIEN
DENGAN MASALAH HALUSINASI

I Masalah Utama

Ganggguan Persepsi sensori: Halusinai

II Proses terjadinya masalah

Pada gangguan jiwa, Halusinasi pendengaran merupakan hal yang paling sering
terjadi,dapat berupa suara suara bising atau kata kata yang dapat mempengaruhi
perilaku sehingga dapat menimbulkan respon tertentu seperti berbicara
sendiri,marah,atau berespon lain yang membahayakan diri sendiri orang lain dan
lingkungan. (Yudi Hartono ;2012;108). Tahap halusinasi yaitu :

a. Sleep desorder
Sleep desorder adalah halusinasi tahap awal seseorang sebelum muncul
halusinasi

1. Karakteristik : Seseorang merasa banyak masalah,ingin menghindar dari


lingkungan takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah.
2. Perilaku : Klien susah tidur dan berlangsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal dan menganggap hayalan awal sebagai pemecah masalah
b. Comforthing
Comforthing adalah halusinasi tahap menyenangkan.cemas sedang

1. Karakteristik : Klien mengalami perasaan yang mendalam seperti


cemas,kesepian,rasa bersalah,takut,dan mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan cemas.
2. Perilaku : Klien terkadang tersenyum,tertawa sendiri,menggerakan bibir
tanpa suara,pergerakan mata yang cepat respon verbal yang lambat,diam dan
berkonsentrasi
c. Condeming
Condeming adalah tahap halusinasi menjadi menjijikan : Cemas berat

1. Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan.Klien mulai


lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang presepsikan.Klien mungkin merasa dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain
2. Perilaku : Ditandai dengan meningkatnya tanda tanda sistem syaraf otonom
akibat ansietas otonom seperti peningkatan denyut jantung,pernafasan dan
tekanan darah,rentang perhatian dengan lingkungan berkurang dan
terkadang asyik dengan pengalaman sendori dan kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
d. Controling
Controling adalah tahap pengalaman halusinasi yang berkuasa : Cemas berat

1. Karakteristik : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap


halisinasi dan menyerah pada halusinasi trsebut.
2. Perilaku : Perilaku klien taat pada perintah halusinasi,sulit berhubungan
dengan orang lain,respon perhatian terhadap lingkungan
berkurang,biasanya hanya beberapa detik saja.
e. Conquering
Concuering adalah tahap halusinasi panik umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi

Karakteristik : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika mengikuti


perintah halusinasi.

Perilaku : Perilaku panik,resiko tinggi mencederai,bunuh diri atau


membunuh orang lain.(Yudi Hartono ;2012;108)

III A. Pohon Masalah


Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip
sebab dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria,
2012).

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial


Gambar 2. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Harga Diri Rendah Kronis


B. Data Yang Perlu Dikaji
Proses Keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan
optimal. Dengan menggunakan proses keperawatan dapat terhindar dari
tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi tidak unik bagi individu
klien. Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar
utama dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
jiwa. Hal ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa
adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah dengan
kemampuan yang dimiliki. Proses Keperawatan terdiri atas 5 langkah
menurut Direja (2011) yang sistematis yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan
klien, yang umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari
pada peran klien, namun pada proses akhirnya diharapkan peran klien
lebih besar dari peran perawat, sehingga kemandirian klien dapat dicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu
pelayanan keperawatan menjadi optimal. Kebutuhan dan masalah klien
dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk dipenuhi, serta diselesaikan.
Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat dapat terhindar dari
tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik bagi
individu klien (Direja, 2011) :
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien dengan
penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan
utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit
dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat
faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Pada faktor predisposisi
mencakup factor yang mempengaruhi jenis dan sumber yang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (factor
pencetus/penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi
mencakup stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman atau tuntutan dan memerlukan energi ekstra untuk
mengatasinya/faktor yang memberat/meperparah terjadinya gangguan
jiwa (Azizah, 2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh
/dengan cara observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil
pengukuran (Azizah, 2011).
d) Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2011) yaitu :
(a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota
keluarga biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi.
(b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota
keluarga yang kembar identik secara genetik dengan saudara
kandung yang tidak kembar.
(c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat
banyak kesamaan antara keluarga tingkat pertama (seperti
orang tua, saudara kandung) dengan keluarga yang jail.
2) Konsep diri
(a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya
termasuk persepsi masa lalu/sekarang, perasaan tentang
ukuran, fungsi, penampilan dan potensi dirinya.
(b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku
berdasarkan standar aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu.
(c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan
menganalisa seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan
ideal dirinya. Harga diri tinggi merupakan perasaan yang
berakar dalam menerima dirinya tanpa syarat, meskipun telah
melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia tetap
merasa sebagai orang yang penting dan berharga.
(d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social
berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok
sosial.
(e) Identitas diri
Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung
jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan
keunikan individu (Azizah, 2011).
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari
luasnya dunia kehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan
sosial dan budaya bagi klien, mengenal keunikan aspek ini dan
menghargai perbedaan klien. Berbagai faktor sosial budaya klien
meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan, penghasilan dan
sistem keyakinan.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam
hubungan dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu,
komunitas dan lingkungan yang terpelihara (Azizah, 2011)

e) Status mental
1) Penampilan
Area observasi dalam penampilam umum klien yang merupakan
karakteristik fisik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian,
kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, kontak
mata, dilatasi/kontruksi pupil, status gizi/keshatan umum (Azizah,
2011).
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan,
cepat/lambat), volume (keras/lembut), jumlah (sedikit, membisu,
ditekan) dan karakternya seperti: gugup, kata-kata bersambung
serta aksen tidak wajar (Azizah, 2011).
(3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat
dalam hal tingkat aktivitas (letargik, tegang, gelisah, agitasi), jenis
(tik, seringai, tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar (Azizah,
2011).
(4) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung
relatif lama dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik, seperti
kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan alam perasaan (emosi) adalah
manifestasi efek yang ditampilkan/diekspresikan ke luar disertai
banyak komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir
atau gembira berlebihan (Azizah, 2011).
5) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti
bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata
kurang (tidak mau manatap lawan bicara), defensif (selalu berusaha
mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya) atau curiga yang
sering menunjukkan sikap/perasaan tidak percaya pada orang lain
(Azizah, 2011).
6) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan,
perbedaan sesuatu, hal tersebut melalui proses mengamati,
mengetahui dan mengartikannya setelah panca indra mendapatkan
rangsangan.
(a) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,
berkata apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi
pendengaran, atau bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila
halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa yang
tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap
untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa yang
dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
(b) Waktu dan Frekuensi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan
pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu
atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Bila
memungkinkan klien diminta menjelaskan kapan persisnya
waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini penting untuk
mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bila
mana klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
(c) Situasi Pencetus Halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum
mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan
kepada klien kejadian yang dialami sebelum halusinasi
muncul. Selain itu perawat juga dapat mengobservasi apa yang
dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi
pernyataan klien.
(d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah
mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan menanyakan apa yang
dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien mampu mengontrol stimulasi halusinasi atau
sudah tidak berdaya terhadap stimulasi.
7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan
dirinya (melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap
lingkungan/dirinya (melalui perhatian). Kesadaran yang baik
biasanya dimanifestasikan dengan orientasi yang baik dalam hal
waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya (Azizah, 2011).
8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal
yang telah terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada
gangguan pada daya ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah
satu diantara komponen daya ingat yaitu pencatatn/registrasi,
penahanan/retensi atau memanggil kembali/recall sesuatu yang
terjadi sebelumnya (Azizah, 2011).
9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan
klien untuk mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun
kompleks. Bagaimana klien berkonsentrasi dan kemampuannya
dalam berhitung, apakah normal atau ada gangguan seperti mudah
beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu berhitung
sederhana ataulainnya (Azizah, 2011).
10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan
adaptif, kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari
hubungan. (Azizah, 2011).
11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien
tentang sifat suatu penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya
mengalami gangguan pada kelainan mental organik, prikosis dan
retardasi mental (Azizah, 2011).
12) Kebutuhan persiapan pulang
Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain:
makan dan minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam
rumah, kegiatan di luar rumah, mekanisme koping, masalah
psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek medik.
2. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa
data untuk merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data
tersebut diklasifikasikan menjadi data subyektif dan obyektif:
a) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak
nyata, tidak percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat
memusatkan perhatian dan konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan
bingung terhadap halusinasi, perasaan tidak aman, merasa cemas,
takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
b) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata,
pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal, sulit membuat
keputusan, tidak perhatian terhadap perawatan dirinya, sering
manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari adanya masalah,
ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak gelisah,
insight kurang, tidak ada minat untuk makan.

IV. Diagnosa Keperawatan ( Fitria, 2012).


Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari
pengkajian setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respon aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat
terhadap masalah kesehatan klien/proses kehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan
Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi adalah : ( Fitria, 2012).
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.
V. Rencana Tindakan Keperawatan
Nama Pasien :

No. Rekam Medik :

Diagnosa Perencanaan
No Tgl
Keperawatan Tujuan (Tuk/Tum) Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan

Gangguan TUM : 1.1 Ekspresi wajah bersahabat, 1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan mengemukakan
perubahan menunjukkan rasa senang, prinsip komunikasi terapeutik :
persepsi Klien tidak mencederai
diri sendiri, orang lain, ada kontak mata, mau a. Sapa klien dengan ramah baik verbal ataupun non
sensori:
halusinasi dan lingkungan. berjabat tangan, mau verbal
menyebutkan nama, mau b. Perkenalkan diri dengan sopan,

TUK : menjawab salam, klien c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan
mau duduk berdampingan yang disukai klien
1. Klien dapat membina
dengan perawat, mau d. Jelaskan tujuan pertemuan
hubungan saling
mengutarakan masalah e. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
percaya
yang dihadapinya. adanya

f. Beri perhatian kepada klien dan perhatian


kebutuhan dasar klien.
2. Klien dapat mengenal 2.1 Klien dapat menyebutkan 2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
halusinasinya waktu, isi, dan frekuensi
timbulnya halusinasi. 2.2.1 Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan
2.2 Klien dapat halusinasinya: bicara dan tertawa tanpa stimulus dan
mengungkapkan memandang ke kiri/kanan seolah-olah ada teman
bagaimana perasaannya bicara
terhadap halusinasi 2.2.2 Bantu klien mengenal halusinasinya
tersebut. a. Jika menemukan klien sedang berhalusinasi:
tanyakan apakah ada suara yang didengarnya.
b. Jika klien menjawab ada, lanjutkan: apa yang
dikatakan suara itu.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat sendiri tidak
mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa
menuduh/ menghakimi).
d. Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti
klien.
e. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
2.2.3 Diskusikan dengan klien:
Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan
halusinasi (jika sendiri, jengkel, atau sedih), waktu
dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore
dan malam: terus – menerus atau sewaktu-waktu).

2.2.4 Diskusikan dengan klien tentang apa yang


dirasakannya jika terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih dan senang), beri kesempatan pada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.

3. Klien dapat 3.1 Klien dapat menyebutkan 3.1.1 Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan
mengontrol tindakan yang biasanya jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri,
halusinasinya. dilakukan untuk dll).
mengendalikan
halusinasinya

3.2 Klien dapat menyebutkan 3.2.1 Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien
cara baru mengontrol jika bermanfaat beri pujian kepada klien.
3.2.2 Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol
halusinasi.
halusinasinya :
a. menghardik/ mengusir/ tidak memedulikan
halusinasinya
b. Bercakap – cakap dengan orang lain jika
halusinasinya muncul
c. Melakukan kegiatan sehari-hari.
3.3.1 Beri contoh cara menghardik halusinasi: “Pergi! Saya
3.3 Klien dapat
tidak mau mendengar kamu, saya mau mencuci piring/
mendemonstrasikan cara
bercakap-cakap dengan suster”.
menghardik/ mengusir/
3.3.2 Beri pujian atas keberhasilan klien.
tidak memedulikan
3.3.3 Minta klien mengikuti contoh yang diberikan dan
halusinasinya
minta klien mengulanginya.
3.3.4 Susun jadwal latihan klien dan minta klien untuk
mengisi jadwal kegiatan (self-evaluation).
I.4.5 Tanyakan kepada klien: “Bagaimana perasaan anda
setelah menghardik? Apakah halusinasinya
berkurang?” lalu berikan pujian.
3.4.1 Beri contoh percakapan dengan orang lain: “suster,
3.4 Klien dapat saya dengar suara-suara, temani saya bercakap-cakap.
mendemonstrasikan 3.4.2 Minta klien mengikuti contoh percakapan dan
bercakap-cakap dengan mengulanginya.
orang lain. 3.4.3 Beri pujian atas keberhasilan klien.
3.4.4 Susun jadwal klien untuk melatih diri, mengisi
kegiatan dengan bercakap-cakap dan mengisi jadwal
kegiatan self-evaluation.
3.4.5 Tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan anda
setelah latihan bercakap-cakap? Apakah halusinasinya
berkurang?” berikan pujian.

3.5 Klien dapat 3.5.1 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan harian yang
mendemonstrasikan dapat dilakukan di rumah dan di rumah sakit (untuk
pelaksanaan kegiatan klien halusinasinya dengan perilaku kekerasan sesuai
sehari – sehari. dengan kontrol perilaku kekerasan).
Latih klien untuk melakukan kegiatan yang disepakati
dan masukkan ke dalam jadwal kegiatan. Minta klien
mengisi jadwal kegiatan self evaluation).
3.5.2 Tanyakan kepada klien: “bagaimana perasaan anda
setelah melakukan kegiatan harian? Apakah
halusinasinya berkurang?“, berikan pujian.

3.6 Klien dapat mengikuti 3.6.1 Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas
aktivitas kelompok kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.

3.7 Klien dapat 3.7.1 Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, dan waktu
mendemonstrasikan minum obat serta manfaat obat tersebut (prinsip 5
kepatuhan minum obat benar : benar orang, benar obat, benar dosis, benar
untuk mencegah waktu, dan benar cara pemberian).
halusinasi. 3.7.2 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
diminum (nama, warna, dan besarnya): waktu minum
obat (jika 3x: pukul 07.00, 13.00, dan 19.00) dosis,
cara.
3.7.3 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
dengan teratur :
a. Beda perasaan sebelum dan sesudah minum obat
b. Jelaskan bahwa dosis hanya bisa dirubah oleh
dokter
3.7.4 Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat
sesuai jadwal yang ditentukan.
3.7.5 Diskusikan proses minum obat:
a. Klien meminta obat kepada perawat (jika dirumah
sakit), kepada keluarga (jika dirumah)
b. Klien memeriksa obat sesuai dosisnya
c. Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
3.7.6 Susun jadwal minum obat bersama klien.
3.7.7 Klien mengevaluasi kemampuannya dalam mematuhi
minum obat.
3.7.8 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian atau (self evaluation).
3.7.9 Validasi pelaksanaan minum obat.
3.7.10 Beri pujian atas keberhasilan klien.
3.7.11 Tanyakan kepada klien: ”bagaimana perasaan anda
dengan minum obat secara teratur, apakah keinginan
marahnya berkurang?”

4.1 Keluarga dapat 4.1.1 Diskusikan dengan keluarga (pada saat


menyebutkan pengertian, berkunjung/pada saat kunjungan rumah) :
tanda, dan tindakan untuk
a. Gejala halusinasi yang dialami klien
mengendalikan halusinasi
b. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga
untuk memutuskan halusinasi
c. Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasinya di rumah: beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama, berpergian
bersama, jika klien sedang sendiri di rumah,
lakukan kontak dengan via telpon
d. Beri informasi tentang tindak lanjut (follow up)
atau kapan perlu mendapatkan bantuan: halusinasi
tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain

4.1 Keluarga dapat


4.2.1 Diskusikan dengan keluarga tentang jenis, dosis,
menyebutkan jenis, dosis,
waktu pemberian, manfaat, dan efek samping obat.
waktu pemberian, manfaat,
4.2.2 Anjurkan kepada keluarga untuk berdiskusi dengan
serta efek samping obat.
dokter tentang manfaat dan efek samping obat.
4.2.3 Diskusikan akibat tentang berhenti minum obat tanpa
berkonsultasi terlebih dahulu.
IV Diagnosa Medis
a. Konsep Dasar Skizofrenia

a. Pengertian

Skizofrenia (schizophrenial) merupakan suatu gangguan yang

terjadi pada fungsi otak dan melibatkan banyak sekali faktor. Faktor -

faktor itu meliputi perubahan struktur fisik, otak, perubahan struktur

kimia otak dan faktor genetik. (Yosep, 2011, hal. 211)

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan

gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan,

perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi kemauan dan psikomotor

disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi,

asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.

(Direja, 2011, hal. 95)

b. Penyebab

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab yang pasti mengapa

seseorang menderita skizofreni, padahal orang lain tidak. Ternyata dari

penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan faktor

tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir

(Yosep, 2011, hal. 59) antara lain:

1. Faktor genetik yaitu pewarisan sifat dari gen kepada turunannya,

jika sebelumnya terdapat keluarga yang mengalami skizofrenia,

kemungkinan anak turunannya juga akan mengalami hal yang

sama.

2. Virus

3. Auto antibody

4. Malnutrisi dapat menyebabkan skizofrenia terutama jika

mengalami kekurangan gizi pada masa kehamilan.


c. Tanda dan Gejala

Secara umum gejala serangan skizofrenia dibagi menjadi 2 yaitu

gejala positif dan gejala negatif (Yosep, 2011, hal. 212) yaitu:

1. Gejala positif :

Halusinasi selalu terjadi saat rangsangan terlalu kuat dan otak tidak

mampu menginterprestasikan dan merespon pesan atau rangsangan

yang datang. Penderita skizofrenia mungkin mendengar suara-suara

atau melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, atau mengalami

suatu sensasi yang tidak biasa pada tubuhnya. Gejala yang biasanya

timbul yaitu klien merasakan ada suara dari dalam dirinya. Kadang

suara itu dirasakan menyejukkan hati, memberi kedamaian, tapi

kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang sangat

berbahaya seperti bunuh diri.

2. Gejala negatif

Penderita skizofrenia kehilangan motivasi dan apatis berarti

kehilangan energi dan minat dalam hidup yang membuat klien

menjadi orang yang malas. Karena penderita skizofrenia hanya

memiliki energi yang sedikit, mereka tidak bisa melakukan hal-hal

yang lain selain tidur dan makan. Perasaan yang tumpul membuat

emosi penderita skizofrenia menjadi datar. Penderita skizofrenia

tidak memiliki ekspresi baik dari raut muka maupun gerakan

tangannya, seakan-akan dia tidak memiliki emosi apapun. Tapi ini

tidak berarti bahwa penderita skizofrenia tidak bisa merasakan

perasaan apapun. Mereka mungkin bisa menerima pemberian dan

perhatian orang lain, tetapi tidak bisa mengekspresikan perasaan

mereka.
d. Jenis-jenis skizofrenia

1. Skizofrenia simplek dengan gejala utama kedangkalan emosi dan

kemunduran kemauan.

2. Skizofrenia hebefrenik gejala utama gangguan proses pikir,

gangguan kemauan, dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham

dan halusinasi.

3. Skizofrenia katatonik, dengan gejala utama pada psikomotor

seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik.

4. Skizofrenia paranoid, dengan gejala utama kecurigaan, yang

ekstrim disertai waham kejar atau kebesaran.

5. Episode skizoprenia akutadalah kondisi akut mendadak yang

disertai dengan perubahan kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.

6. Skizofrenia psiko-aktif, yaitu adanya gejala utama skizofrenia yang

menonjol dengan disertai gejala depresi atau mania.

7. Skizofrenia residual adalah skizoprenia dengan gejala-gejala

primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.

b. Konsep Dasar Halusinasi

Pengertian
Direja (2011) berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori halusinasi
adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan.
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah suatu keadaan dimana
seseorang mengalami perubahan pada pola stimulus yang mendekat (yang
diprakarsai secara internal dan eksternal) disertai dengan suatu pengurangan
berlebih-lebihan atau kelainan berespons terhadap stimulus (Fitria, 2012).
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan
eksternal ( dunia luar ). Klien member persepsi atau pendapat tentang
lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Kusumawati &
Hartono, 2012).
Rentang Respon Neurobiologis
Trimelia (2011) menyatakan bahwa berbagai respon perilaku klien yang
terkait dengan fungsi otak disebut dengan respon neurobiologist. Gangguan
respons neurobiologist ditandai dengan gangguan sensori persepsi halusinasi.
Gangguan respons neurobiologist atau respons neurobiologist yang maladatif
ini terjadi karena adanya :
1. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbik sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada otak dalam memproses informasi.
2. Ketidakmampuan otak untuk menyeleksi stimulus
3. Ketidakseimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lainnya.
Rentang respon neurobiologis ( Direja, 2011) dapat digambarkan sebagai berikut :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - Kadang-kadang - Waham


- Persepsi Akurat proses pikir - Halusinasi
- Emosi Konsisten terganggu - Kerusakan proses
dengan - Ilusi emosi
pengalaman - Emosi berlebihan - Perilaku tidak
- Perilaku cocok - Perilaku yang terorganisasi
- Hubungan social tidak biasa - Isolasi sosial
harmonis - Menarik diri

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang respon neurobiologist pada gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai


berikut :
1. Respon Adaptif
Respon Adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam
batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut , adapun bagian dari respon adaptif meliputi:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi Akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
2. Respon Psikososial
Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan
panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap atau tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
3. Respon Maladatif
Respon maladatif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan lingkungan ,
adapun respon maladatif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
e. Isolasi social adalah upaya menghindari suatu hubungan komunikasi
dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan.
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa halusinasi merupakan
respon persepsi yang maladaptive. Jika klien sehat, persepsinya akurat,
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan
informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya
stimulus tidak ada.
Etiologi
1. Faktor Predisposisi (Fitria, 2012)
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Faktor predisposisi
dapat meliputi : faktor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis
dan genetic.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan
yang membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berlebihan maka di dalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada
gangguan orientasi realitas.
2. Faktor Presipitasi (Fitria, 2012)
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy
ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan,
seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak
berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan juga suasana sepi atau
terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut
dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Penggerakan mata yang cepat.
6. Respon verbal yang lambat.
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkata denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa
detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang (Damaiyanti,
2012)
Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif
Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif
pada klien dengan halusinasi menurut (Direja, 2011).

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar - Bicara atau tertawa -Mendengar suara-
(Klien mendengar sendiri. suara atau
suara/bunyi yang tidak ada - Marah-marah tanpa kegaduhan.
hubungannya dengan sebab. -Mendengar suara
stimulus yang - Mendekatkan telinga yang mengajak
nyata/lingkungan). ke arah tertentu. bercakap-cakap.
- Menutup telinga. -Mendengar suara
menyuruh melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Penglihatan - Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan,
(Klien melihat gambaran arah tertentu. sinar, bentuk
yang jelas/samar terhadap - Ketakutan pada geometris, kartun,
adanya stimulus yang nyata sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
dari lingkungan dan orang jelas. monster.
lain tidak melihatnya).

Halusinasi Penciuman - Mengendus-endus Membaui bau-bauan


(Klien mencium suatu bau seperti sedang seperti bau darah,
yang muncul dari sumber membaui bau-bauan urine, feses, dan
tertentu tanpa stimulus yang tertentu. terkadang bau-bau
nyata). - Menutup hidung. tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi Pengecapan - Sering meludah. Merasakan rasa
(Klien merasakan sesuatu - Muntah. seperti darah, urine,
yang tidak nyata, biasanya atau feses.
merasakan rasa makanan
yang tidak enak).

Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk -Mengatakan ada


(Klien merasakan sesuatu permukaan kulit. serangga di
pada kulitnya tanpa ada permukaan kulit.
stimulus yang nyata). -Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya Mengatakan
(Klien merasakan badannya yang dianggapnya badannya melayang
bergerak dalam suatu bergerak sendiri. di udara.
ruangan atau anggota
badannya bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu timbul yang dianggapnya menjadi mengecil
dalam tubuhnya). berubah bentuk dan setelah minum soft
tidak normal seperti drink.
biasanya.
Penatalaksanaan Medis
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini
peran keluarga sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan
klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga
yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
a. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita
Schizofrenia yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam
dua tahun penyakit.
b. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada
penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan
bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan
mempermudah kontak dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke
masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien
bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter. Diharapkan
klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan yang
kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan
bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu
menikmati dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan
tubuh.
3)Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam
kehidupan.
4)Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5)Terapi kelompok
(a) Group Therapy (Terapi kelompok)
(b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
(c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas
Kelompok)
6)Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga
( home like atmosphere).

VI Daftar Pustaka

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Damaiyanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan

dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba

Medika.

Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic

Course). Jakarta: EGC

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba

Medika.

Maramis, W.F. 2005. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga

University Press.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info

Media.
LEMBAR PENGESAHAN

Mengetahui, Denpasar, November 2019


Pembimbing Praktik Mahasiswa,

NIM:

Mengetahui,

Pembimbing Akademik,

Anda mungkin juga menyukai