Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN GANGGUAN

HALUSINASI

Disusun Oleh :

Nama Mahasiswa : ANISA MA’MUNATU ROUDOH

Kelas : 2A

NIM : 8801200031

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TRTAYASA


TAHUN AJARAN 2021-2022
I. Konsep Dasar Teori
A. Pengertian
Direja (2011) berpendapat bahwa gangguan persepsi sensori halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori, seperti
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghiduan.
Gangguan persepsi sensori halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam
membedakan rangsangan internal ( pikiran ) dan rangsangan eksternal ( dunia luar ). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata (Kusumawati & Hartono, 2012).

B. Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Menarik diri dari orang lain.
6. Berusaha untuk menghindari orang lain.
7. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
8. Sulit berhubungan dengan orang lain.
9. Ekspresi muka tegang.
10. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
11. Tampak tremor dan berkeringat.
12. Perilaku panik.
13. Curiga dan bermusuhan.
14. Ketakutan.
15. Tidak dapat mengurus diri. (Damaiyanti, 2012)

C. Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut (Kusumawati, 2012) yaitu
sebagai berikut:
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya : Klien mengalami stress,
cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak
dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang
menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri
jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.

3. Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah.

4. Fase Keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.

D. Penatalaksanaan Medis
Menurut (Maramis, 2005) Pengobatan harus secepat mungkin, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapat perawatan RSJ dan klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien,
menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
1. Neuroleptika dengan dosis efektif rendah bermanfaat pada penderita Schizofrenia
yang menahun, hasilnya lebih baik jika mulai diberi dalam dua tahun penyakit.
2. Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi lebih bermanfaat pada penderita dengan
psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi Kejang Listrik / Electro Convulsion Therapy (ECT)
Cara kerja elektro konvulsi belum diketahui dengan jelas, dapat dikatakan bahwa
terapi konvulsi dapat memperpendek serangan Schizofrenia dan mempermudah
kontak dengan klien.
3. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja
sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan
dokter. Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat membentuk kebiasaan
yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama,
seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu menikmati
dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh.
3)Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
4)Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5)Terapi kelompok
(a) Group Therapy (Terapi kelompok)
(b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
(c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
6)Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga ( home like
atmosphere).
E. Pengkajian
Proses keperawatan merupakan wahana/ sarana kerjasama dengan klien, yang
umumnya pada tahap awal peeran perawat lebih besar dari pada peran klien, namun
pada proses akhirnya diharapkan peran klien lebih besar dari peran perawat, sehingga
kemandirian klien dapat dicapai.
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan menjadi
optimal. Kebutuhan dan masalah klien dapat diidentifikasi, diprioritaskan untuk
dipenuhi, serta diselesaikan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat
dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi, dan tidak unik
bagi individu klien (Direja, 2011) :
1. Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status
perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi: keluhan utama dan riwayat penyakit keluhan utama berisi
tentang sebab klien atau keluarga datang kerumah sakit dan keluhan klien saat
pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor predisposisi dan faktor
presipitasi. Pada faktor predisposisi mencakup factor yang mempengaruhi jenis
dan sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress (factor
pencetus/penyebab utama timbulnya gangguan jiwa). Faktor presipitasi mencakup
stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman atau
tuntutan dan memerlukan energi ekstra untuk mengatasinya/faktor yang
memberat/meperparah terjadinya gangguan jiwa (Azizah, 2011).
c) Pemeriksaan fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ tubuh /dengan cara
observasi, auskultasi, palpasi, perkusi, dan hasil pengukuran (Azizah, 2011).
d) Pengkajian psikososial:
1) Genogram
Genogram dapat dikaji melalui 3 jenis kajian (Azizah, 2011) yaitu :
(a) Kajian Adopsi yang membandingkan sifat antara anggota keluarga
biologis/satu keturunan dengan keluarga adopsi.
(b) Kajian Kembar yang membandingkan sifat antara anggota keluarga yang
kembar identik secara genetik dengan saudara kandung yang tidak
kembar.
(c) Kajian Keluarga yang membandingkan apakah suatu sifat banyak
kesamaan antara keluarga tingkat pertama (seperti orang tua, saudara
kandung) dengan keluarga yang jail.
2) Konsep diri
(a) Citra Tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari terhadap tubuhnya termasuk
persepsi masa lalu/sekarang, perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan
dan potensi dirinya.
(b) Ideal diri
Perspesi individu tentang bagaimana seharusnya ia berprilaku berdasarkan
standar aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
(c) Harga diri
Penelitian tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa
seberapa baik prilaku seseorang sesuai dengan ideal dirinya. Harga diri
tinggi merupakan perasaan yang berakar dalam menerima dirinya tanpa
syarat, meskipun telah melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, ia
tetap merasa sebagai orang yang penting dan berharga.
(d) Penampilan peran
Serangkaian prilaku yang di harapkan oleh lingkungan social
berhubungan dengan fungsi individu diberbagai kelompok sosial.

(e) Identitas diri


Pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung jawab
terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi dan keunikan individu
(Azizah, 2011).
3) Hubungan social
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari luasnya dunia
kehidupan klien, memahami pentingnya kekuatan sosial dan budaya bagi
klien, mengenal keunikan aspek ini dan menghargai perbedaan klien. Berbagai
faktor sosial budaya klien meliputi usia, suku bangsa, gender, pendidikan,
penghasilan dan sistem keyakinan.
4) Spritual
Keberadaan individu yang mengalami penguatan kehidupan dalam hubungan
dengan kekuasaan yang lebih tinggi sesuai nilai individu, komunitas dan
lingkungan yang terpelihara (Azizah, 2011)
e) Status mental
1) Penampilan
Area observasi dalam penampilam umum klien yang merupakan karakteristik
fisik klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian, kebersihan, sikap tubuh,
cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata, dilatasi/kontruksi pupil, status
gizi/keshatan umum (Azizah, 2011).
2) Pembicaraan
Cara berbicara digambarkan dalam frekuensi (kecepatan, cepat/lambat),
volume (keras/lembut), jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan karakternya
seperti: gugup, kata-kata bersambung serta aksen tidak wajar (Azizah, 2011).
(3) Aktivitas motorik
Aktivitas motorik berkenan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal
tingkat aktivitas (letargik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringai, tremor)
dan isyarat tubuh yang tidak wajar (Azizah, 2011).
(4) Afek dan Emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif lama dan dengan sedikit
komponen fisiologis/fisik, seperti kebanggaan, kekecewaan. Sedangkan alam
perasaan (emosi) adalah manifestasi efek yang ditampilkan/diekspresikan ke
luar disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung (waktunya) relative
lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, khawatir atau
gembira berlebihan (Azizah, 2011).
5) Interaksi selama wawancara
Jelaskan keadaan yang ditampilkan klien saat waawancara seperti bermusuhan,
tidak kooperatif, mudah tersinggung, kontak mata kurang (tidak mau manatap
lawan bicara), defensif (selalu berusaha mempertahankan pendapat dan
kebenaran dirinya) atau curiga yang sering menunjukkan sikap/perasaan tidak
percaya pada orang lain (Azizah, 2011).
6) Persepsi-Sensorik
Persepsi adalah daya mengenal barang, kualitas, hubungan, perbedaan sesuatu,
hal tersebut melalui proses mengamati, mengetahui dan mengartikannya
setelah panca indra mendapatkan rangsangan.
(a) Isi halusinasi yang dialami klien
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi pendengaran, atau
bentuk bayangan yang dilihat oleh klien bila halusinasinya adalah
halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu,
rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa
yang dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.
(b) Waktu dan Frekuensi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman
halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu atau sebulan pengalaman
halusinasi itu muncul. Bila memungkinkan klien diminta menjelaskan
kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut. Informasi ini penting
untuk mengidentifikasikan pencetus halusinasi dan menentukan bila mana
klien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi.
(c) Situasi Pencetus Halusinasi
Perawat mengidentifikasi situasi yang dialami klien sebelum mengalami
halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kejadian
yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga dapat
mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk
memvalidasi pernyataan klien.
(d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa
dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien mampu mengontrol stimulasi
halusinasi atau sudah tidak berdaya terhadap stimulasi.
7) Tingkat kesadaran
Kemampuan individu melakukan hubungan dengan lingkungan dan dirinya
(melalui panca indra), mengatakan pembatasan terhadap lingkungan/dirinya
(melalui perhatian). Kesadaran yang baik biasanya dimanifestasikan dengan
orientasi yang baik dalam hal waktu, tempat, orang dan lingkungan sekitarnya
(Azizah, 2011).
8) Memori (Daya Ingat)
Bagaimana daya ingat klien atau kemampuan meningkatkan hal-hal yang telah
terjadi (jangka panjang/pendek/sesaat) dan apakah ada gangguan pada daya
ingat. Gangguan ini dapat terjadi pada salah satu diantara komponen daya
ingat yaitu pencatatn/registrasi, penahanan/retensi atau memanggil
kembali/recall sesuatu yang terjadi sebelumnya (Azizah, 2011).
9) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Konsentrasi adalah kemampuan klien untuk memperhatikan selama
wawancara/kontrak dan kalkulasi. Kalkulasi adalah kemampuan klien untuk
mengerjakan hitungan baik sederhanan maupun kompleks. Bagaimana klien
berkonsentrasi dan kemampuannya dalam berhitung, apakah normal atau ada
gangguan seperti mudah beralih, tidak mampu berkonsentrasi, tidak mampu
berhitung sederhana ataulainnya (Azizah, 2011).
10) Kemampuan penilaian/Mengambil keputusan
Penilaian melibatkan pembuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif,
kemampuan mengerti fakta dan menarik kesimpulan dari hubungan. (Azizah,
2011).
11) Daya tilik diri
Daya tilik diri/penghayatan, merujuk pada pemahaman klien tentang sifat
suatu penyakit/gangguan. Penghayatan ini biasanya mengalami gangguan pada
kelainan mental organik, prikosis dan retardasi mental (Azizah, 2011).

12) Kebutuhan persiapan pulang


Kebutuhan persiapan pulang data yang perlu dikaji antara lain: makan dan
minum, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat tidur, penggunaan obat,
pemeliharaan kesehatan, kegiatan di dalam rumah, kegiatan di luar rumah,
mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan, aspek
medik.
2. Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data untuk
merumuskan masalah-masalah yang dihadapi klien. Data tersebut diklasifikasikan
menjadi data subyektif dan obyektif:
a) Data Subyektif
Menyatakan mendengar suara-suara dan melihat sesuatu yang tidak nyata, tidak
percaya terhadap lingkungan, sulit tidur, tidak dapat memusatkan perhatian dan
konsentrasi, rasa berdosa, menyesal dan bingung terhadap halusinasi, perasaan
tidak aman, merasa cemas, takut dan kadang-kadang panik kebingungan.
b) Data Obyektif
Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata, pembicaraan kacau
kadang tidak masuk akal, sulit membuat keputusan, tidak perhatian terhadap
perawatan dirinya, sering manyangkal dirinya sakit atau kurang menyadari
adanya masalah, ekspresi wajah sedih, ketakutan atau gembira, klien tampak
gelisah, insight kurang, tidak ada minat untuk makan.

3. Rumusan Masalah ( Fitria, 2012).


a) Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain
b) Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
c) Kerusakan interaksi sosial: menarik diri
d) Harga diri rendah

4. Pohon masalah
Pohon masalah adalah kerangka berpikir logis yang berdasarkan prinsip sebab
dan akibat yang terdiri dari masalah utama, penyebab dan akibat (Fitria, 2012).

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis


Gambar 2. Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

F. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
klien/proses kehidupan (Direja, 2011).
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi adalah : ( Fitria, 2012).
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.

H. Tindakan Keperawatan
Implementasi tindak keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan
keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh
klien saat ini (here and now) perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal yang diperlukan untuk
melaksanakan tindakan. Perawat juga menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien.
Setelah tidak ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat
akan melakukan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak dengan klien yang
isinya menjelaskan apa yang akan dilakukan dan peran serta yang diharapkan klien.
Dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien. (Direja,
2011).

1. Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi


Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang yang dialami pasien beserta proses
menimbulkan halusinasi terjadinya.
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap 3. Menjelaskan cara – cara merawat
halusinasi pasien halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik 1.
halusinasi 2.
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p SP II k
1. Mengevaluasi 1. Melatih
jadwal kegiatan harian pasien keluarga mempraktikkan cara
2. Melatih pasien merawat pasien halusinasi
mengendalikan halusinasi dengan cara 2. Melatih
bercakap-cakap dengan orang lain keluarga melakukan cara merawat
3. Menganjurkan langsung kepada pasien halusinasi
pasien memasukkan kegiatan bercakap-
cakap ke dalam jadwal kegiatan harian
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas termasuk minum
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi obat.
dengan melakukan kegiatan (kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien
yang biasa dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
ke dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
aktivitas minum obat ke dalam jadwal
kegiatan harian
(Keliat, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Damaiyanti, M. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Fitria, Nita. 2012. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).

Jakarta: EGC

Kusumawati & Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai