Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

Disusun guna memenuhi tugas :


Mata Kuliah : Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu : Ns. Siti Nurjanah M.Kep,Sp.Kep.J

Disusun Oleh :
Ikhfani Fadila Utami
2211040110
(Kelompok 32)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Halusinasi
B. Proses Terjadinya Masalah (Psikopatologis)
1. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan jiwa
mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, PK, & Nihayati,
2015).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang
nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015).
Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar
suara-suara, suara tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien sendiri. Isi
suara-suara tersebut mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut
memerintah klien untuk melakukan tindakan yang akan melukai klien atau
orang lain (Nyumirah, 2015).
2. Etiologi
Faktor predisposisi menurut Yosep (2011) :
a. Faktor pengembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol
emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang percaya diri.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi akan
membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan,
kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang maka di
dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia dan metytranferase sehingga terjadi
ketidaksembangan asetil kolin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah
terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien lebih memilih
kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
Faktor Presipitasi
Penyebab halusiansi dapat dilihat dari lima dimensi menurut (Rawlins, 1993
dalam Yosep, 2013).
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang
lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak
jarang akan mengobrol semua perilaku klien.
d. Dimensi sosial
Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat
membahayakan, klien asik dengan halusinasinya, seolah- olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi di jadikan sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika
perintah halusinasi berupa ancama, dirinya ataupun orang lain individu
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan
intervensi keperawatan klien dengan mengpayakan suatu prosesinteraksi
yang menimbulkan pengalam interpersonal yang memuaskan, serta
menguasakan klien tidak menyediri sehingga klien selalu berinteraksi
dengan lingkungan dan halusinasi tidak lagsung.
e. Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna,
hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rejeki, memyalahkan lingkungan dan orang lain yang
menyebabkan takdirnya memburuk.
C. Tanda dan Gejala
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden dalam
Yusalia (2015).
1. Halusinasi pendengaran
Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar karton
dan atau panorama yang luas dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu
yang menyenangkan /sesuatu yang menakutkan seperti monster.
3. Halusinasi penciuman
Membau bau-bau seperti bau darah, Urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke,
tumor, kejang / dernentia.
4. Halusinasi pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.
5. Halusinasi perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri), pencernaan
makanan.
7. Halusinasi kinestetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
D. Data dan Masalah Keperawatan
1. Data (Subjektif dan Objektif) dan Masalah Keperawatan
Data subjektif
a. Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan
b. Klien mengatakan mendengar suara yang
c. Mengajaknya untuk bercakap-cakap
d. Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya untuk melakukan
sesuatu yang berbahaya
e. Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam dirinya atau orang
lain
Data Objektif
a. Klien tampak bicara sendiri
b. Klien tampak tertawa sendiri
c. Klien tampak marah-marah tanpa sebab
d. Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu
e. Klien tampak menutup telinga
f. Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu
g. Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri

2. Masalah keperawatan :
a. Halusinasi Pendengaran
b. Risiko Perilaku Kekerasan
c. Isolasi Sosial
Pohon masalah :

Risiko Perilaku Kekerasan


(effect)

Halusinasi Pendengaran
(care problem)

Isolasi sosial
(causa)

3. Data yang perlu dikaji lebih lanjut


Diagnosa Keperawatan :
a. Halusinasi pendengaran berhubungan dengan isolasi sosial (Dx. Utama)
b. Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan isolasi sosial
c. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri (harga diri
rendah)

E. Rencana Tindakan Keperawatan (untuk diagnosa keperawatan utama saja)


TUM : Klien tidak mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
- Sapa klien di ramah baik verbal maupun non verbal.
- Perkenalkan diri dengan sopan.
- Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien.
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
- Buat kontrak waktu, topik dan tempat setiap kali berinteraksi dengan
klien.
TUK 2 : Klien mampu mengenal halusinasi
Intervensi
1. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2. Observasi tingkah laku klien yang terkait dengan halusinasinya, seperti bicara
dan tertawa tanpa sebab, memandang ke kiri/ke kanan/ke depan seolah-olah
ada teman bicara.
3. Bantu klien mengenal halusinasinya :
- Jika menemukan klien sedang berhalusinasi maka tanyakan apakah ada
suara yang di dengarnya.

- Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa yang di katakan suara itu.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi).
- Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
- Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4. Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi (jika sendiri,
jengkel, atau sedih).
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, dan malam,
terus-menerus, atau sewaktu-waktu).
5. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakannya jika terjadi halusinasi
(marah, sedih, takut, atau senang), beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya

TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasi


Intervensi
1. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi
(tidur, marah, menyibukkan diri).
2. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien jika bermanfaat, Beri
Pujian kepada klien.
3. Diskusikan dengan klien tentang cara baru mengontrol halusinasinya :
- Menghardik/mengusir/tidak memedulikan halusinasinya
- Bercakap-cakap dengan orang lain jika halusinasinya muncul.
- Melakukan kegiatan sehari-hari.
- Minum obat secara teratur
4. Beri contoh cara menghardik halusinasi : “Pergi-pergi, kamu suara palsu
jangan ganggu saya”
5. Minta klien mengikuti contoh yang diberikan dan minta klien mengulanginya.
6. Beri pujian atas keberhasilan klien
7. Susun jadwal latihan klien dan minta klien untuk mengisi jadwal kegiatan
harian.
8. Tanyakan kepada klien : Bagaimana perasaan Tn. B setelah menghardik?
Apakah halusinasinya berkurang?”
9. Berikan pujian

TUK 4 : Klien dapat mengontrol halusinasinya


Intervensi
1. Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum (nama, warna dan
besarnya) waktu minum obat, dosis dan cara pemakaian obatnya.
2. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur :
- Beda perasaan sebelum dan sesudah minum obat.
- Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter.
- Jelaskan tentang akibat minum obat tidak teratur (penyakit kambuh).
3. Diskusikan proses minum obat klien.
4. Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Tn.B dengan minum obat
secara teratur? Apakah keinginan marahnya berkurang?”

TUK 5 : Klien dapat mengontrol halusinasinya


Intervensi
1. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok,orientasi realita,
stimulasi persepsi.

Referensi

Keliat, B.A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic
Course). Jakarta: EGC.

Purba, T., Nauli, F.A. & Utami, S. (2014). Pengaruh terapi aktivitas kelompok
stimulasi persepsi terhadap kemampuan pasien mengontrol halusinasi di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Keperawatan
Universitas Riau

Stuart, G.W, 2016, Prinsip dan Praktik Keperawatan Jiwa Stuart Buku 2 : Edisi
Indonesia, Elseiver, Singapore

Yosep, I. (2013). Keperawatan jiwa edisi revisi. Bandung:Refika Editama


Yusnipah, Yuyun. 2012. “Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien
Halusinasi Di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor”.
Skripsi Publikasi. Universitas Indonesia.

Yusuf, A, H,. P, K, Rizky, Fitryasari & Nihayati, Hanik, Endang. 2015. Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai