Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas laporan stase Keperawataan Jiwa

Disusun Oleh :
Novianti Masrukha
Profesi Ners
0432950921040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH


BEKASI 2022
I. KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, pengelihatan, pengecapan,
perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
(Damaiyanti, 2012).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar.
Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan
bagian dari kehidupan mental penderita yang “teresepsi” (Yosep,2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, atau distorsi terhadaP stimulus tersebut (Nanda-I, 2012).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa, klien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. (Keliat Budi Anna, 2012)
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang
nyata, artinya klien mengidentifikasi sesuatu yang nyata tanpa stimulus dari luar.
(Stuart and Laraia, 2005).
B. POHON MASALAH
Pohon masalah berdasarkan (Fitria, 2009) adalah sebagai berikut :

Effect Resiko Tinggi Prilaku Kekerasan

Core problem Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis


C. ETIOLOGI

Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua (Yosep, 2010) yaitu :

1. Faktor predisposisi

a. Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan


kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya kepercayaan diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor sosiokultural

Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor biokimia

Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan


dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan terakitvasinya neurotransmitter otak. Misalnya tejadi
ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh

Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami gangguan jiwa
cenderung mangalami gangguan jiwa dan factor keluarga menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor presipitasi

a. Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan


yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinai dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi


akan memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan impuls yang
menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol
semua perilaku klien
d. Dimensi social

Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual

Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup,


rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang
berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki
takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan memburuk.

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.


Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien dan
keluarga pasien (O’brien, 2014). Pengkajian awal mencakup :
a. Keluhan atau masalah utama

b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional

c. Riwayat pribadi dan keluarga

d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas

e. Kegiatan sehari-hari

f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan

g. Pemakaian obat yang diresepkan

h. Pola koping

i. Keyakinan dan nilai spiritual

Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan wawancara.


Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara observasional.
Menurut Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap klien halusinasi
yaitu:
a. Data Subjektif

1. Mendengar suara menyuruh

2. Mendengar suara mengajak bercakap-cakap

3. Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan

4. Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan

5. Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin

6. Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah sesuatu

b. Data Objektif

1. Mengarahkan telinga pada sumber suara

2. Bicara atau tertawa sendiri

3. Marah-marah tanpa sebab


4. Tatapan mata pada tempat tertentu

5. Menunjuk-nujuk arah tertentu

6. Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian


wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu
a. Jenis Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
b. Isi Halusinasi

Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui


halusinasi yang dialami klien.
c. waktu Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul
d. Frekuensi Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
e. Situasi Munculnya Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.
f. Respon terhadap Halusinasi

Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui


respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi itu.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi
menurut (Yosep, 2014) yaitu :
a. Resiko Perilaku Kekerasan

b. Perubahan persepsi sensori halusinasi


c. Isolasi Sosial

C. INTERVENSI

Diagnosa 1. Resiko perilaku kekerasan

TUM : Klien tidak menciderai orang lain.


TUK 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria hasil :

a. Ekspresi wajah bersahabat

b. Menunjukan rasa senang.

c. Ada kontak mata atau mau jabat tangan.

d. Mau mrnyebutkan nama.

e. Mau menyebut dan menjawab salam.

f. Mau duduk dan berdampingan dengan perawat.

g. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.

a. Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal.

b. Perkenalkan diri dengan sopan.

c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d. Jelaskan tujuan pertemuan.

e. Jujur dan menepati janji.

f. Tunjukan sikap empati dan terima klien apa adanya.

g. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuan dasar klien.

Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan


interaksi selanjutnya.
TUK 2. Klien dapat mengenal halusinasi dengan kriteria hasil:
a. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnuya halusinasi.

b. Klien dapat mengungkapkan perasaanya terhadap halusinasi.

c. Bantu klien mengenal halusinasinya :

1. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apa yang sedang
dilihat.

2. Katakan bahwa perawat percaya klien melihat itu namun perawat sendiri
tidak melihatnya.
3. Katakan bahwa klien lain juga yang seperti klien.

4. Katakan bahwa perawat siap membantu klien.

d. Diskusikan dengan klien

1. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.

2. Waktu dan frekuensinya terjadi halusinasi.

e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi


halusinasi.

TUK 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan kriteria hasil


:

a. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan


halusinasinya.
b. Klien dapat menyebutkan cara baru.

c. Klien dapat memilih cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasi.

d. Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.

Intervensi:
a. Identifikasi bersama klien cara yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
Rasional: merupakan upaya untuk memutus siklus halusinasi.
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri pujian.
Rasional : reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi.

1. Melatih menghardik

2. Menemui orang lain untuk bercakap-cakap.

3. Melihat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.

4. Meminta perawat /teman/keluarga untuk menyapa jika klien melamun.

Rasional : memberi alternative pikiran bagi klien

d. Bantu klien melatih dan memutus halusinasi secara bertahap.

Rasional : Memotivasi dapat meningkatkan keinginan klien untuk mencoba memilih


salah satu cara pengendalian halusinasi.
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan
beri pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien untuk mengikuti TAK, orientasi realita.

Rasional : Stimulasi persepsi dapat mengurangi perubahan interpretasi realita klien.

TUK 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan


kriteria hasil :
a. Klien dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat

b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan


halusinasi

Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga sedang halusinasi.
Rasional : untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang

1. Gejala halusinasi yang dialami klien.

2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarag untuk memutus halusinasi.

3. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan


jangan biarkan sendiri.
4. Beri informasi tentang kapan pasien memerluakan bantuan.
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi.
TUK 5. Klien memanfaatkan obat dengan baik. Dengan kriteria hasil :

a. Klien dan keluarga mampu menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping

b. Klien dapat menginformasikan manfaat dan efek samping obat

c. Klien dapat memahami akibat pemakaina obat tanpa konsultasi

d. Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar pengunaan obat.

Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.

b. Anjurkan klien untuk minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.

c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat obat dan efek samping obat
yang dirasakan.
Rasional : dengan mengetahui efek samping obat klien tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
d. Diskusikan bahayanya obat tanpa konsultasi.

Rasional : Pengobatan dapat berjalan sesuai dengan rencana.

e. Bantu klien menggunakan prinsip lama benar.

Rasional : dengan mengetahui prinsip maka kemandirian klien tentang pengobatan


dapat ditingkatkan secara bertahap.
Bagan Strategi pelaksanaan

SP (Strategi Pelaksanaan) untuk Pasien SP (Strategi Pelaksanaan) untuk Keluarga


SP I SP I

1. Mengidentifikasi jenis halusinasi Pasien. 1. Mendiskusikan masalah yang


dirasakankeluarga dalam merawat Pasien.
2. Mengidentifikasi isi halusinasi Pasien.
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi Pasien.
halusinasi dan jenis halusinasi yang
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi dialami Pasien beserta proses terjadinya.
Pasien. 3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
5. Mengidentifikasi situasi yang halusinasi.
menimbulkan halusinasi.
6. Mengidentifikasi respon pasien terhadap
Haluisinasi.
7. Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi.
8. Menganjurkan pasien memasukan cara
menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
SP II SP II

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktekan cara


pasien. merawat pasien halusinasi.
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat
dengan cara bercakapcakap dengan orang langsung pasien halusinasi.
lain.
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam

jadwal kegiatan harian.


SP III SP III

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat jadwal


pasien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi (discharge planning
dengan melakukan kegiatan (kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien setelah
yang
pulang.
biasa dilakukan).
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam

jadwal kegiatan harian.


SP IV

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian


pasien.
2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang
penggunaan obat secara teratur.
3. Menganjurkan pasien memasukan dalam

jadwal kegiatan harian.


DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, M. Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama


Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Keliat, B. A., 2004, Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.

Trimelia. 2011. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Cetakan 1. Jakarta : Trans Info
Medika. Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Adita

Anda mungkin juga menyukai