Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI

DI PANTI GRAMESIA KEDAWUNG


TAHUN 2021

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase jiwa program profesi
Ners STIKes Kuningan
Dosen Pembimbing :
TIM

Disusun Oleh:
GINA FADILA SARI
JNR0200106

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KASUS (MASALAH UATAMA)

Halusinasi
B. Pengertian, Etiologi, Tanda Dan Gejala

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien


mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu
(Prabowo, 2014).

Halusinasi adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perubahan sensori


persepsi yang disebabkan stimulus yang sebenarnya itu tidak ada (Sutejo,
2017). Halusinasi pendengaran lisan Auditory Verbal Halusinasi (AVH)
adalah suara-suara yang dirasakan tanpa ada stimulasi eksternal. Prevalensi
tertinggi fenomena ini adalah pada pasien yang didiagnosis dengan
skizofrenia yaitu 70 - 80%. Dimana cenderung dapat menyebabkan perilaku
destruktif, seperti bunuh diri dan pembunuhan, (Dellazizzo et al., 2018).

Jenis Halusinasi

Menurut Yosep dalam Prabowo, 2014 halusinasi terdiri dari beberapa jenis
dengan karakteristik tertentu, diantaranya a.

1. Halusinasi pendengaran (audotorik) Gangguan stimulus dimana pasien


mendengar suara-suara terutama suara orang. Biasanya mendengar suara
orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi pengelihatan (visual) Stimulus visual dalam bentuk beragam
seperti bentuk pancaran cahaya,gambaran geometric, gambar kartun,
panorama yang luas dan bayangan yang menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (Olfaktori) Gangguan stimulus pada penghidu, yang


ditandai dengan adanya bau busuk, amis, dan bau menjijikan, tapi kadang
terhidu bau harum.
4. Halusinasi peraba (taktil) Gangguan stimulusyang ditandai dengan
adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatorik) Gangguan stimulus yang ditandai
dengan merasaan sesuatuyang busuk, amis, dan menjijikan
6. Halusinasi sinestetik Gangguan stimulus yang ditandai dengan
merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri,
makanan dicerna atau pembentuan urine

Etiologi

Penyebab terjadinya halusinasi disebabkan oleh beberapa faktor :


1. Faktor Predisposisi :
a) Biologis
b) Psikologis
c) Sosikultural
d) Faktor perkembangan
2. Stressor presipitasi
3. Penilaian terhadap stressor (respon)
4. Sumber Koping
5. Mekanisme KopingGangguan sensori persepsi: halusinasi terdiri dari dua
faktor penyebab yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi
(Damaiyanti; 2014)
Tanda dan gejala

Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:

1. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri


2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
3. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
4. Disorientasi
5. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
6. Cepat berubah pikiran
7. Alur pikiran kacau
8. Respon yang tidak sesuai
9. Menarik diri
10. Sering melamun
C. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres,
faktor predisposisi terjadinya halusinasi adalah:
1. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri
sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan dan lebih rentan
terhadap stress.
2. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi
(unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya
pada lingkungannya.
3. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti
buffofenon dan Dimentytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktifasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi
ketidakseimbangan acetycholin dan dopamine.
4. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
5. Faktor genetik dan pola asuh.
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang di asuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini

D. Faktor Presipitasi (Biologi, Psikologi, Dan Sosial Budaya)


Menurut Rawlins dan Heacock dalam Yosep (2014) dalam hakekatnya
seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar unsur bio-psiko-
sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu
Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium
dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
1. Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem
yang tidak dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memasa dan
menakutkan. Klien tida sanggup menentang sehingga klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
2. Dimensi Intelektual Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami
penurunan fungsi ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
3. Dimensi Sosial Klien mengalami gangguan interaksi sosialdi dalam fase
awal dan comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.

4. Dimensi Spiritual Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan


kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas
beribadah. Klien halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya.
E. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji
Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien
dan keluarga pasien (O‟brien, 2014). Pengkajian awal mencakup :

1. Keluhan atau masalah utama


2. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional
3. Riwayat pribadi dan keluarga
4. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas
5. Kegiatan sehari-hari
6. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan
7. Pemakaian obat yang diresepkan
8. Pola koping Keyakinan dan nilai spiritual Dalam proses pengakajian
dapat dilakukan secara observasional dan wawancara.

Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara observasional.


Menurut Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap klien
halusinasi yaitu :
Data Subjektif :

1. Mendengar suara menyuruh


2. Mendengar suara mengajak bercakap-cakap
3. Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan
4. Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan
5. Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin
6. Merasakan makanan tertentu, rasa tertentu, atau mengunyah

sesuatu Data Objektif :

1. Mengarahkan telinga pada sumber suara


2. Bicara atau tertawa sendiri
3. Marah-marah tanpa sebab
4. Tatapan mata pada tempat tertentu
5. Menunjuk-nujuk arah tertentu
6. Mengusap atau meraba-raba permukaan kulit tertentu
Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian
wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu

1. Jenis Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien.
2. Isi Halusinasi
Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui
halusinasi yang dialami klien.
3. Waktu Halusinasi Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara
dengan tujuan untuk mengetahui kapan saja halusinasi itu mncul
4. Frekuensi Halusinasi
Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk
mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.
5. Situasi Munculnya Halusinasi Data yang dikaji ini didapatkan melalui
wawancara dengan tujuan untuk mengetahui klien ketika munculnya
halusinasi itu.
6. Respon terhadap Halusinasi
Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui
respon halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi itu.
F. Pohon Masalah
Dalam proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan diagnosa
keperawatan. Adapun pohon masalah untuk mengetahui penyebab, masalah
utama dan dampak yang ditimbulkan. Menurut (Yosep, 2014) yaitu :

Effect
Resiko perilaku kekerasan

Core problem
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Causa
Isolasi sosial : Menarik diri

Pohon Masalah Gangguan persepsi sensori Diagnosa keperawatan


yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi menurut (Yosep, 2014)
yaitu:

1. Resiko Perilaku Kekerasan


2. Gangguan persepsi sensori halusinasi
3. Isolasi Sosial
G. Diagnosa Keperawatan
1. Kategori Lingkungan
Subkategori Keamanan dan Proteksi
Risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi, disorientasi
atau konfusi (D.0146)

2. Kategori Psikologis

Subkategori integritas Ego

Gangguan persepsi sensori : halusinasi berhubungan dengan gangguan


pendengaran : melihat kesatu arah, mondar mandir, berbicara sendiri
(D.0085)

3. Kategori Relasional

Subkategori interaksi sosial

Isolasi social berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber daya


personal (pengendalian diri buruk) : Afek datar, Sulit diajak berbicara
atau berinteraksi (D.0121)
H. Rencana Tindakan Keperawatan

Tgl/ No. Dx Rencana Tindakan Evaluasi Rasional


Jam Tujuan Kriteria Evaluasi Tindakan Keperawatan

(D.0146) Tujuan Umum : klien Kontrol diri (L.09076) Pencegahan perilaku 1. Kepercayaan dari
dan keluarga mampu 1. Suara keras menurun kesehatan (I.14544) pasien merupakan
mengatasi atau (1) - meningkat (5) Observasi hal yang akan
mengendalikan risiko 2. Bicara ketus menurun 1. Monitor adanya benda memudahkan
perilaku kekerasan (1) – meningkat (5) yang berpotensi perawat dalam
TUK 1 : klien dapat 3. Alam perasaan membahayakan melakukan
membina hubungan depresi meningkat (5) 2. Monitor keamanan barang pendekatan
saling percaya – menurun (1) yang dibawa pengunjung keperawatan atau
TUK 2 : klien dapat 3. Monitor selama intervensi
mengidentifikasi penggunaan barang yang selanjutnya terhadap
penyebab perilaku dapat membahayakan pasien.
kekerasan yang Terapeutik 2. Menentukan
dilakukan 1. Pertahankan lingkungan mekanisme koping
TUK 3 : klien dapat bebas dari bahaya secara yang dimiliki oleh
mengidentifikasi tanda rutin pasien dalam
dan gejala perilaku 2. Libatkan keluarga dalam menghadapi
kekerasan keperluan masalah. Selain itu,
TUK 4 : klien dapat Edukasi juga sebagai langkah
mengidentifikasi perilaku 1. Anjurkan pengunjung dan awal dalam
kekerasan yang bisa keluarga menyusun strategi
dilakukannya. 2. Latih cara berikutnya.
TUK 5 : klien dapat menggungkapkan 3. - Ungkapan
mengidentifikasi akibat perasaan secara asertif perasaan Pasien di
dari perilaku kekerasan 3. Latih cara mengurangi perlukan agar Pasien
TUK 6 : klien dapat kemerahan secara verbal lebih dapat terbuka
mengidentifikasi cara dan nonverbal - Untuk mengetahui
konstruktif atau cara-cara tanda perilaku
sehat dalam kekerasan pada
mengungkapkan pasien
kemarahan. - Deteksi dini dapat
TUK 7: klien dapat mencegah tindakan
mendemonstrasikan cara yang bisa
mengontrol perilaku membahaykan
kekerasan Pemberian pasien dan
Terapi Aktivitas lingkungan sekitar.
Kelompok stimulasi 4. Melihat mekanisme
persepsi : sesi 1 koping pasien dalam
mengendalikan perilaku menyelesaikan
kekerasan secara fisik masalah yang
TUK 8: klien mendapat dihadapi
dukungan keluarga untuk 5. Membantu pasien
mengontrol risiko melihat dampak
perilaku kekerasan yang ditimbulkan
TUK 9: klien dapat akibat perilaku
menggunakan obat sesuai kekerasan yang
program dengan benar. dilakukan pasien
6. Menurunkan
perilaku yang
destruktif yang
berpotensi
mencederasi pasien
dan lingkungan
sekitar.
7. - Untuk mengetahui
manfaat cara yang
telah dipilih
- Untuk mengetahui
apakah pasien
dapat melakukan
roleplay
- Memberikan
dukungan positif
terhadap
keberhasilan
pasien melakukan
roleplay.
8. Keluarga merupakan
sistem pendukung
utama bagi pasien
dan merupakan
bagian penting dari
rehabilitasi pasien.
9. - Menyuksekan
program pengobatan
pasien
- Obat dapat
mengontrol risiko
perilaku kekrasan
pasien dan dapat
membantu
penyembuhan
pasien
- Mengontrol
kegiatan minum
obat dan mencegah
klien putus obat.
(D.0085) Tujuan umum (TUM) : Persepsi Sensori Manajemen Halusinasi Rasionalnya adalah
agar pasien dapat (L.09083) (I.09288) untuk mengetahui
mengontrol halusinasi 1. Melamun meningkat Observasi seperti apa kondisi
yang dialaminya (5) – menurun (1) 1. Monitor perilaku yang pasien.
tujuan khusus pertama 2. Mondar- mandir mengindikasikan
(TUK 1), Pasien dapat meningkat (5) – halusinasi
membina hubungan menurun (1) 2. Monitor dan sesuaikan
saling percaya, Pasien 3. Respon sesuai tingkat aktivitas dan
dapat mengenal stimulus memburuk stimulasi lingkungan
halusinasinya (jenis, (1) – membaik (5) 3. Monitor isi halusinasi
waktu, isi, situasi, 4. Konsentrasi Terapeutik
frekuensi, dan respon memburuk (1) – 1. Pertahankan lingkungan
saat timbulnya membaik (5) yang aman
halusinasi), Pasien dapat 5. Orientasi memburuk 2. Diskusi perasaan dan
mengontrol halusinasi (1) – membaik (5) respons terhadap
dengan menghardik. halusinasi
Tujuan khusus kedua 3. Hindari perdebatan
Tujuan khusus kedua tentang validitas tindakan yang biasa
(TUK 2), Pasien dapat halusinasi dilakukan pasien
mengontrol halusinasi Edukasi merupakan upaya
dengan berbincang- 1. Anjurkan monitor sendiri mengatasi halusinasi
bincang situasi terjadinya
Tujuan khusus ketiga halusinasi tindakan yang
(TUK 3), Pasien dapat 2. Anjurkan bicara pada dilakukan pasien
mengontrol halusinasi orang yang dipercaya merupakan upaya
dengan melakukan untuk memberi dukungan mengontrol halusinasi
aktivitas terjadwal dan umpan balik koretif
Tujuan khusus keempat terhadap halusinasi untuk membantu
(TUK 4), Pasien dapat 3. Anjurkan melakukan mempercepat
mengontrol halusinasi distraksi kesembuhan pasien.
dengan minum obat 4. Ajarkan pasien dan
secara benar. keluarga cara mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
Pemberian obat antipsikotik
dan antiansietas (jika perlu)
(D.0121) TUM: Klien dapat Keterlibatan social Terapi Aktivitas (L.05186) 1. Membina hubungan
berinteraksi dengan (L.13116) Observasi saling percaya
orang lain. 1. Verbalisasi tujuan 1. Identifikasi deficit tingkat dengan Klien.
TUK 1: Klien dapat yang jelas menurun aktivitas kontak yang jujur,
membina hubungan (1) – meningkat (5) 2. Identifikasi kemampuan singkat, dan
saling percaya 2. Minat terhadap berpartisifasi dalam konsisten dengan
TUK 2: Klien mampu aktivitas menurun (1) aktivitas tertentu perawat dapat
menyebutkan penyebab – meningkat (5) 3. Identifikasi sumber daya membantu Klien
isolasi social 3. Verbalisasi untuk aktivitas yang membina kembali
TUK 3: Klien mampu isolasi menurun diinginkan interaksi penuh
menyebutkan keuntungan (5) – meningkat 4. Identifikasi strategi percaya dengan
berhubungan sosial dan (1) peningkatan partisipasi orang lain.
kerugian dari isolasi 4. Perilaku menarik diri dalam aktivitas 2. Dengan mengetahui
menurun (5) –
sosial. meningkat (1) 5. Identifikasi makna tanda dan gejala
TUK 4: Klien dapat 5. Kontak mata aktvitas rutin dan waktu isolasi sosial yang
melaksanaka n hubungan memburuk (1) – luang muncul, perawat
sosial secara bertahap membaik (5) 6. Monitor respons dapat menentukan
TUK 5: Klien mampu 6. Perilaku sesuai emosional, fisik, social, langkah intervensi
menjelaskan perasaannya dengan harapan orang dan spiritual terhadap selanjutnya.
setelah berhubugan lain memburuk (1) – aktivitas 3. Perbedaan seputar
social membaik (5) Terapeutik manfaat hubugan
TUK 6 : Klien mendapat 7. Perilaku bertujuan 1. Fasilitasi focus pada sosial dan kerugian
dukungan keluarga memburuk (1) – kemampuan bukan deficit isolasi sosial
dalam memperluas membaik (5) yang dialami membantu Klien
hubungan social 2. Fasilitasi memilih mengidentifi kasi
TUK 7: Klien dapat aktivitas yang dan apa yang terjadi
memanfaat kan obat tetapkan tujuan aktivitas pada dirinya,
dengan baik yang konsisten sesuai sehingga dapat
tujuan aktivitas diambil langkah
3. Fasilitasi makna aktivitas untuk mengatasi
4. Fasilitasi aktivitas fisik masalah ini.
rutin Penguatan dapat
5. Fasilitasi aktivitas membantu
motoric untuk meningkatka n harga
merelaksasikan otot diri Klien.
6. Koordinasikan pemilihan 4. Dengan kehadiran
aktivitas sesuai usia orang yang tepat
Edukasi dapat dipercaya
1. Jealskan metode memberi Klien rasa
aktivitas fisik sehari-hari aman dan
jika perlu terlindungi Setelah
2. Anjurkan melakukan dapat berinteraksi
aktivitas fisik, social, dengan orang lain
spiritual, dan kognitif dan memberi
dalam menjaga fungsi kesempatan Klien
dan kesehatan dalam mengikuti
3. Anjurkan dalam aktivitas aktifitas kelompok,
kelompok atau terapi Klien merasa lebih
4. Anjurkan kelurga berguna dan rasa
memberi penguatan percaya diri Klien
positif atas partisipasi dapat tumbuh
dalam aktivitas kembali.
Kolaborasi 5. Ketika Klien merasa
Dengan terapis okupasi dirinya lebih baik
dalam merencakan dan dan mempunyai
memonitor program aktivitas. makna, interaksi
Rujuk pada pusat atau sosial dengan orang
program komunitas, jika lain dapat
perlu ditingkatkan.
6. Dukungan dari
keluarga merupakan
bagian penting dari
rehabilitasi Klien.
7. Membantu dalam
meningkatkan n
perasaan kembali
dan keterlibatan
dalam perawatan
kesehatan Klien
I. Trend Issue Keperawatan Jiwa Dipandemi
FK-KMK UGM. Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan
Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama dengan
Center for Economics and Development Studies (CEDS) Universitas
Padjajaran menggelar diskusi dengan mengusung tema “Monitoring Dampak
Pandemi Covid-19: Tren Gejala Depresif dan Perilaku pada
Mahasiswa”. Diskusi yang digelar melalui webinar ini juga ditayangkan live
streaming melalui website (www.kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id) pada Kamis
(16/04) pukul 13.00 – 15.00 WIB.

Dalam Forum Manajemen Covid-19, FK-KMK membuka topik baru


mengenai kesehatan jiwa dalam pandemi Covid-19. Forum ini dibentuk untuk
mengatasi ketidaktahuan mengenai Covid-19 dengan berusaha menggunakan
prinsip knowledge management untuk membahas mulai dari aspek virologis,
pelayanan klinis, pelayanan non-klinis, logistik, dan juga kebijakan kesehatan.
“Harapannya dengan pengetahuan yang membaik, pencegahan Covid-19 akan
lebih efektif”, jelas Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD.,
penanggungjawab utama Forum Manajemen Covid-19 saat membuka
kegiatan.

CEDS melakukan sebuah asesmen selama pandemi Covid-19 mengenai


masalah gangguan kesehatan jiwa, pada 1465 mahasiswa dengan dasar
asesmen adalah sistem surveilans dan respon. “Dalam masa darurat kesehatan
perlu melakukan monitoring terus menerus terhadap penyakitnya dan juga
dampak yang timbul akibat penyakit tersebut” jelas Dr. Deni Kurniadi
Sunjaya, dr., DESS., peneliti dan dosen Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Padjajaran.

Hasil asesmen menunjukkan bahwa persepsi mahasiswa terkait Covid-19


sebanyak 42.98% responden merasa khawatir dengan kejadian wabah dan
51.16% responden merasa pesimis dengan masa depan. Juga didapatkan
bahwa 60% dari media sosial mengakibatkan kecemasan pada mahasiswa.
Dalam masa pandemi ini sebanyak 47% responden mengalami gejala depresif
paska terjadinya kasus Covid-19, dengan kategori ringan sebesar 32.5%,
sedang sebesar 12.1%, dan berat sebesar 2.5%.

Selain itu juga, pembatasan fisik dan sosial merupakan salah satu cara dalam
memotong rantai penyebaran Covid-19. Akan tetapi dalam pelaksanaannya,
juga ada potensi isu gejala depresif disana. Oleh karena itu perlu adanya peran
institusi dalam kondisi Covid-19. Misalnya dengan
konseling online. “Rekomendasinya, bagi mahasiswa yang memiliki gejala
depresif memerlukan konsultasi psikologi secara aktif dan dorongan
motivasi”, jelas Dr. Adiatma Y.M Siregar., S.E., MEconSt., Direktur CEDS
FE Universitas Padjajaran.
Konseling online yang dilakukan Universitas Padjajaran, salah satunya yaitu
„Se.Me.Di (Selalu Mendampingi Dirimu)‟, AMARI-PEDULI Aplikasi Mawas
Diri Covid-19. Hal ini juga sejalan dengan yang dilakukan UGM dengan
membuka Call Center Psikososial dan dukungan melalui UGM Health
Promoting University.
Diskusi kali ini juga menghadirkan dr. Teddy Hidayat, Sp. KJ(K)., seorang
praktisi, klinisi, akademisi di Universitas Padjajaran, Dr. Diana Setiyawati.,
dari Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, dan
Prof. Dra. RA. Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D., Guru Besar FK-KMK
UGM yang juga merupakan Ketua UGM Health Promoting University (HPU).

Moderator diskusi, Dra. Retna Siwi Padmawati, MA., mengungkapkan bahwa


ada kesamaan dari yang sudah dilakukan beberapa universitas, bahwa yang
utama adalah tracing dan active case finding untuk memantau dampak
pandemi, kemudian melakukan apa saja yang sudah bisa dilakukan seperti
gotong royong membantu mahasiswa dari segala aspek, baik ekonomi, sosial,
akademik. Tentunya dalam usaha ini juga perlu pengorganisasian dan tata
kelolanya. (Vania Elysia/Reporter)
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma‟rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Dellazizzo, L., Potvin, S., Phraxayavong, K., Lalonde, P.,et al. 2018. Terapi avatar
untuk terus-menerus pendengaran Verbal Halusinasi pada pasien
skizofrenia UltraResistant : Laporan Kasus, 9(April), 1–7.

Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Nuha Medika

Ricky Zainuddin , Rahmiyanti Hashari. 2019. Efektifitas Murotal Terapi Terhadap


Kemandirian Mengontrol Halusinasi Pendengaran. JKM Surabaya
http://103.114.35.30/index.php/JKM/article/view/1872/1963 diakses 2
februari 2021

Sutejo. 2017. Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Perss

Yosep, Iyus., Sutini, Titin. 2014. Buku Ajar Keperawatan Jiwa (dan Advance
mental healyh nursing). Bandung: Refika Aditama.

O'Brien, P. G., Kennedy, W. Z., & Ballard, K. A. 2014. Keperawatan Kesehatan


Jiwa Pskiatrik Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai