Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN

HALUSINASI DI RUANG CEMPAKA I


RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

DISUSUN OLEH:

SINDI ELISA PRATIWI


522091

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES TELOGOREJO SEMARANG
2022/2023
A. KONSEP DASAR

1. Pengertian

Halusinasi adalah
Halusinasi adalah

gangguan atau perubahan


persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan
panca
indratanpa ada rangsangan
dari luar, suatu penghayatan
yang dialami suatu
persepsi
melalui panca indra tanpa
stimulus ekstren atau persepsi
palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah gangguan
atau perubahan persepsi
dimana pasien
mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan
panca
indratanpa ada rangsangan
dari luar, suatu penghayatan
yang dialami suatu
persepsi
melalui panca indra tanpa
stimulus ekstren atau persepsi
palsu (Prabowo, 2014).
Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan

sensori persepsi. Klien merasakan bahwa sebenarnya stimulus yang sebenarnya tidak

ada (Damaiyanti, 2014)

Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan pancaindera tanpa ada
rangsangan dari luar, suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca

indera tanpa stimulus ekstren atau persepsi palsu (P rabowo, 2014).

Halusinasi adalah suatu


keadaan dimana klien
mengalami perubahan sensori
persepsi yang disebabkan
stimulus
yang sebenarnya itu tidak ada
(Sutejo, 2017).
Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata,

sehingga klien menginterpretasikan suatu yang tidak nyata tanpa stimulus atau

rangsangan dari luar (Azizah, 2016).

2. Macam-Macam Halusinasi

Menurut Trimeilia dalam (Wibowo, 2012) jenis-jenis halusinasi adalah :

a. Halusinasi pendengaran (auditory)

Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam,

memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya).

Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau

tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit,

dan ada gerakan tangan.

b. Halusinasi penglihatan (visual)

Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau


panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan.

Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke

arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.

c. Halusinasi penciuman (olfactory)

Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau

feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah

seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada

tempat tertentu, menutup hidung.

d. Halusinasi pengecapan (gustatory)

Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah,

urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti

gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.

e. Halusinasi perabaan (taktil)

Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti

merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang

menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku

yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan

kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.

f. Halusinasi sinestetik

Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan

dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas permukaan

bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan

terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

3. Etiologi

Menurut Farida dan Yudi (2018) penyebab halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Faktor predisposisi

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustrasi ,hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stres.

2) Faktor sosiokultural

Seorang yang merasa tidak diterima oleh lingkungan nya sejak bayi

(unwanted child) akan merasa diasingkan, kesepian dan tidak percaya pada

lingkungannya.

3) Faktor biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap gangguan jiwa, adanya stres yang berlebihan

dialami seseorang maka di dalam tubuh dihasilkan suatu zat yang dapat

bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetry tranfarase

(DMP).

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penggunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien

dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya.

5) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak yang sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan

bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada

penyakit ini.

b. Faktor presipitasi

1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan

2) Mekanisme penghantaran listrik yang berlebihan


3) Adanya gejala pemicu

c. Rentang respon neurobiologis

Rentang respon neurobiologis yang paling adaptif yaitu adanya pikiran logis,

persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan

terciptanya hubungan sosial yang harmonis. Sedangkan,respon maladaptive yang

meliputi waham, halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi,

dan isolasi sosial. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambaran sebagai

berikut (Stuart, 2013)

4. Tanda dan Gejala

Menurut Pardede & Ramadia, (2021) Tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai

berikut:

Obyektif :

a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

c. Gerakan mata cepat

d. Menutup telinga

e. Respon verbal lambat atau diam


f. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan

g. Terlihat bicara sendiri

h. Menggerakkan bola mata dengan cepat

i. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu

j. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain

k. Gelisah, ketakutan, ansietas

Subyektif :

a. Disorientasi (waktu, tempat, orang)

b. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah

c. Perubahan perilaku dan pola komunikasi

d. Melaporkan adanya halusinasi

5. Fase Halusinasi

Menurut Oktiviani, (2020) fase halusinasi adalah sebagai berikut:

a. Sleep disorder

Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui

orang lain bahwa dirinyabanyak masalah. Masalah makin terasa sulit karna

berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,

dikhianati kekasih, masalah dikampus, drop out. Masalah terasa menekan karena

terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah

sangat buruk. Sulit tidur berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal.

Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecah masalah.

b. Comforting

Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,

perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada

timbulnya kecemasan.
c. Condemning

Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya

menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai

menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama.

d. Controlling Severe Level of Anxiety

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien

dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase

gangguan psikotik.

e. Conquering Panic Level of Anxiety

Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien

tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.

Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien

tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.

6. Mekanisme Koping

Apabila mendapat masalah, pasien takut / tidak mau menceritakan kepada orang lain

(koping menarik diri). Mekanisme koping yang digunakan pasien sebagai usaha

mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam

dirinya. Mekanisme koping yang sering digunakan pada halusinasi adalah :

1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari.

2. Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.

7. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Akibat


Perubahan persepsi sensori: Halusinasi Core Program

Isolasi sosial (menarik diri)

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Penyebab

Sumber: (Wahyudi, Oktaviani, Dianesti dkk, 2018)

8. Penatalaksanaan Medis

Menurut Muhith (2015) penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi

adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lainnya adalah sebagai berikut:

a. Psikofarmakologis

Obat lazim yang digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan

gejala kelompok gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis.

Adapun kelompok yang digunakan adalah: kelas nama generik (dagang) dosis

harian Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan)

Tiotiksen (Nevane) 75-600 mg 8-30 mg Butirofenon haloperidol (Haldol) 1-100

mg Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil) 300-900 b.

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall

secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang

pada satu atau dua tamples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia

yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi

kejang listrik 4-5 joule per detik.

Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk

mengontrol halusinasi, meliputi:

a. Menghardik
Menghardik berasal dari stimulis internal. Untuk mengatasinya, klien harus

berusaha melawan halusinasi yang dialami secara internal juga. Klien dilatih

untuk mengatakan “tidak mau mendengar…tidak meu melihat”. Ini dianjurkan

untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal

halusinasi, jelaskan cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi

dengan cara pertama yaitu menghardik.

b. Minum obat

Salah satu muncul halusianasi adalah akibat ketidakseimbangan neurotransmitter

di saraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberikan penjelasan

bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, sera bagaimana mengkonsumsi

obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal.

1) Chlorpromazine (CPZ, Largactile) warna: orange

Untuk mensupresi gejala-gejala psikosa: agita, ansietas, ketegangan,

kebingungan, insomnia, halusinasi, waham dan gejala-gejala lain yang

biasanya terdapat pada skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas,

psikosa involution, psikosa masa kecil

2) Haloperidol (Haldol, Serenace) warna: putih besar

Untuk manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gillies de la Tourette

pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada

anak

3) Trihexyphenidyl (THP, Artane, Tremin) warna: putih kecil

Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia

c. Berinteraksi dengan orang lain

Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan

meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi

persepsinya pada orang lain


d. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian

Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak

dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun

rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur

dengan kegiatan yang bermanfaat.

B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengkajian

dapat dilakukan dengan cara observasi dan wawancara pada klien dan keluarga

pasien (O’brien, 2014). Pengkajian awal mencakup:

a. Keluhan atau masalah utama

b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional

c. Riwayat pribadi dan keluarga

d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial, atau komunitas

e. Kegiatan sehari-hari

f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan

g. Pemakaian obat yang diresepkan

h. Pola koping

i. Keyakinan dan nilai spiritual

Dalam proses pengakajian dapat dilakukan secara observasional dan wawancara.

Data pengakajian memerlukan data yang dapat dinilai secara observasional. Menurut

Videbeck dalam Yosep (2014) data pengkajian terhadap klien halusinasi yaitu:

a. Data Subjektif

1) Mendengar suara menyuruh

2) Mendengar suara mengajak bercakap-cakap

3) Melihat bayangan, hantu, atau sesuatu yang menakutkan


4) Mencium bau darah, feses, masakan dan parfum yang menyenangkan

5) Merasakan sesuatu dipermukaan kulit, merasakan sangat panas atau dingin

b. Data Objektif

1) Mengarahkan telinga pada sumber suara

2) Bicara atau tertawa sendiri

3) Marah-marah tanpa sebab

4) Tatapan mata pada tempat tertentu

5) Menunjuk-nujuk arah tertentu

Selanjutnya dalam pengkajian memerlukan data berkaitan dengan pengkajian

wawancara menurut (Yosep, 2014) yaitu

a. Jenis Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk

mengetahui jenis dari halusinasi yang diderita oleh klien

b. Isi Halusinasi

Data yang didapatkan dari wawacara ditujukan untuk mengetahui halusinasi

yang dialami klien.

c. Waktu Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk

mengetahui kapan saja halusinasi itu muncul

d. Frekuensi Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk

mengetahui berapasering halusinasi itu muncul pada klien.

e. Situasi Munculnya Halusinasi

Data yang dikaji ini didapatkan melalui wawancara dengan tujuan untuk

mengetahui klien ketika munculnya halusinasi itu.

f. Respon terhadap Halusinasi


Data yang didapatan melalui wawancara ini ditujukan untuk mengetahui respon

halusinasi dari klien dan dampa dari halusinasi itu.

2. Diagnosa keperawatan

Dalam proses keperawatan tindakan selanjutnya yaitu menentukan diagnosa

keperawatan. Adapun pohon masalah untk mengetahui penyebab, masalah utama

dan dampak yang ditimbulkan. Menurut (Yosep, 2014) yaitu:

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi menurut

(Yosep, 2014) yaitu:

a. Resiko Perilaku Kekerasan

b. Perubahan persepsi sensori halusinasi

c. Isolasi Sosial

3. Rencana keperawatan

Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan resiko perilaku

kekerasan memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan meningkatkan respon,

perilaku pada perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI, 2018) dan kriteria hasil:

a. Verbalisasi ancaman kepada orang lain menurun 1 menjadi meningkat 5

b. Verbalisasi umpatan menurun 1 meningkat 5

c. Perilaku menyerang menurun 1 meningkat 5

d. Perilaku melukai diri sendiri atau orang lain menurun 1 meningkat 5

e. Perilaku merusak lingkungan sekitar menurun1 meningkat 5

f. Perilaku agresif atau amuk suara keras menurun 1 meningkat 5

g. Suara keras menurun 1 meningkat 5

Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan yang

dapat dilakukan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan antara lain:
a. Observasi:

1) Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis. benda tajam

dll)

2) Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung

3) Monitor semua penggunaan barang yang dapat membahayakan (mis. pisau

cukur)

b. Terapeutik:

1) Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin

2) Libatkan keluarga dalam perawatan

c. Edukasi:

1) Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamatan pasien

2) Latih cara mengungkapkan perasaan secara asertif

3) Latih mengurangi kemarahan secara verbal dan nonverbal (mis. relaksasi,

bercerita).

Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori halusinasi memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan

meningkatkan respon, perilaku pada perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI,

2018) dan kriteria hasil:

a. Perilaku halusinasi klien: menurun 1 menjadi meningkat 5

b. Verbalisasi panca indera klien merasakan sesuatu: menurun 1 menjadi

meningkat 5

c. Distorsi sensori klien: menurun 1 menjadi meningkat 5

d. Perilaku melamun: menurun 1 menjadi meningkat 5

e. Perilaku mondar-mandir klien: menurun 1 menjadi meningkat 5

f. Konsentrasi klien terhadap sesuatu: meningkat 1 menjadi menurun 5

g. Orientasi terhadap lingkungan: meningkat 1 menjadi menurun 5


Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan yang

dapat dilakukan pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi antara lain:

a. Observasi

1) Monitor perilaku yang mengindikasi halusinasi

2) Monitor sesuai aktivitas sehari-hari

3) Monitor isi, frekuensi, waktu halusinasi

b. Teraupetik

1) Ciptakan lingkungan yang aman

2) Diskusikan respons terhadap munculnya halusinasi

3) Hindarkan perdebatan tentang halusinasi

4) Bantu klien membuat jadwal aktivitas

c. Edukasi

1) Berikan informasi tentang halusinasi

2) Anjurkan memonitor sendiri terjadinya halusinasi

3) Anjurkan bercakap-cakap dengan orang lain yang dipercaya

4) Ajarkan klien mengontrol halusinasi

5) Jelaskan tentang aktivitas terjadwal

6) Anjurkan melakukan aktivitas terjadwal

7) Berikan dukungan dan umpan balik korektif terhadap halusinasi

d. Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian obat antipsikotik dan anti ansietas

2) Libatkan keluarga dalam mengontrol halusinasi klien

3) Libatkan keluarga dalam membuat aktivitas terjadwal

Dalam rencana keperawatan yang akan dilakukan pada klien dengan isolasi sosial

memiliki tujuan yaitu klien mampu mengelola dan meningkatkan respon, perilaku

pada perubahan persepsi terhadap stimulus (SLKI, 2018) dan kriteria hasil:
a. Minat interaksi menurun 1 meningkat 5

b. Verbalisasi isolasi meningkat 1 menurun 5

c. Verbalisasi ketidakamanan di tempat umum meningkat 1 menurun 5

d. Perilaku menarik diri meningkat 1 menurun 5

Dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI, 2018), tindakan yang

dapat dilakukan pada klien dengan isolasi sosial antara lain:

a. Observasi

1) Identifikasi defisit tingkat aktivitas

2) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu

3) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang di inginkan

4) Identifikasi strategi meningkat partisipasi dalam aktivitas

5) Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. bekerja) dan waktu luang

b. Terapeutik

1) Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami

2) Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas

3) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten

sesuai kemampuan fisik psikologi dan sosial

4) Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak kompetitif terstruktur dan

aktif

5) Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu

6) Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari

c. Edukasi

1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu

2) Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih

3) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam

menjaga fungsi dan kesehatan


4) Anjurkan terlibat dalam aktivitas dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika

sesuai

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. (2016). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:
Indomedia Pustaka

Damaiyanti, Mukhripah. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Damanik, R. K., Amidos Pardede, J., & Warman Manalu, L. (2021). Terapi Kognitif
Terhadap Kemampuan Interaksi Pasien Skizofrenia Dengan Isolasi Sosial. Jurnal
Ilmu Keperawatan Dan Kebidanan,11(2), 226.

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika

Keliat, B.A, dkk. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Course).
Jakarta: EGC

Kelliat, B. A, Akemat, dkk. (2014). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta : EGC

Oktiviani, D. P. (2020). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K dengan masalah Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah Sakit Jiwa
Tampan (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Ganguan Jiwa dan
Psikososial. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Yosep, H.Iyus., & Titin Sutini. (2016) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama

Anda mungkin juga menyukai