Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sensori


Persepsi : Halusinasi

Nama Mahasiswa : Ipunk Indratirta


NIM : 212113013
Tanggal Praktik : 26 Februari 2024

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Mawar Eka Putri S.Kep,Ns,M.Kep Laura Shite S.Kep, Ns

Safra Ria Kurniati S.Kep ,Ns,M.Kep

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA


PRODI D-3 KEPERAWATAN STIKES HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A 2024/2025

1
Konsep Dasar Medis Halusinasi
A. Definisi
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek rangsangan dari
luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang pasien mengalami perubahan
sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada. Pasien gangguan jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas
(Yusuf, et all, 2019).
Halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran dan pikiran
yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan (pendengaran, pengelihatan, penciuman, perabaan atau
pengecapan), sedangkan menurut Wilson (1998) halusinasi adalah gangguan
penyerapan/persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat
terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat
menerima rangsangan dari luar dan dari individu (Fotaen, 2020)

B. Etiologi
Etiologi halusinasi menurut Yusuf, dkk (2019) antara lain:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang dapat
meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir dengan ganggguan persepsi.
Pasien mungkin menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan
emosi tidak efektif.
2) Faktor Sosial
Budaya Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan
atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul gangguan seperti delusi
dan halusinasi.

2
3) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal seseorang yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran
yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat berakhir dengan pegingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi.
4) Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan orientasi realitas, serta
dapat ditemukan atropik otak, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbic.
5) Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.
b. Faktor Presepitasi
1) Stresor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat
menimbulkan halusinasi.
2) Faktor Biokimia
Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga
berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi.
3) Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realistis.
Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak
menyenangkan.
4) Faktor Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan social.

C. Klasifikasi Halusinasi
Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2019).

3
a. Halusinasi Pendengaran
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara orang.
Biasanya mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.Data objektif antara lain:
bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa sebab, mengarahkan telinga kearah
tertentu,klien menutup telinga. Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara
atau kegaduhan, mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan
suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pancaran cahaya,gambaran
geometric, gambar kartun, panorama yang luas dan bayangan yang menakutkan.Data
objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas. Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster.
c. Halusinasi Penciuman
Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau menjijikan, tapi kadang terhidu bau harum. Data objektif antara lain:
mencium seperti membaui bau-bauan tertentu dan menutup hidung. Data subjektif
antara lain: mencium bau-bau seperti bau darah, feses, dan kadang-kadang bau itu
menyenagkan.
d. Halusinasi Pengecapan
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasaan sesuatu pada indera pengecap
yang busuk, amis, dan menjijikan. Data objektif antara lain: sering meludah, muntah.
Data subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.
e. Halusinasi Perabaan
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa ada
stimulus yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain. Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit. Data
subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik

4
D. Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut (Azizah, 2016) tanda dan gejala perlu diketahui agar dapat
menetapkan masalah halusinasi, antara lain:
a. Berbicara, tertawa, dan tersenyum sendiri
b. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
c. Berhenti berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk
d. mendengarkan sesuatu
e. Disorientasi
f. Tidak mampu atau kurang konsentrasi
g. Cepat berubah pikiran
h. Alur pikiran kacau
i. Respon yang tidak sesuai
j. Menarik diri
k. Sering melamun

E. Tahap-Tahap Halusinasi
Tahap-tahap halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat dipengaruhi
oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar.
Menurut (Dalami, dkk. 2014), halusinasi terjadi melalui beberapa tahap, antara lain:

a. Tahap 1: Sleep disorder


Tahap ini merupakan suatu tahap awal sebelum muncul halusinasi. Individu merasa
banyak masalah sehingga ingin menghindar dari orang lain dan lingkungan karena
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah (missal: putus cinta, turun
jabatan, bercerai, dipenuhi hutang dan lain-lain). Masalah semakin terasa sulit
dihadapi karena berbagai stressor terakumulasi sedangkan support yang di dapatkan
kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sehingga akan menyebabkan
individu tersebut sulit tidur dan akan terbiasa menghayal. Individu akan menganggap
lamunan-lamunan awal tersebut sebagai upaya pemecahan masalah.

5
b. Tahap 2: Cmfortng Moderate Level of Anxiety
Pada tahap ini, halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum individu
menerimanya dengan sesuatu yang alami. Individu mengalami emosi yang berlanjut,
seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan sehingga
individu mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada
penanganan pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut. Dalam tahap ini, ada
kecendrungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya dan halusinasi ini bersifat
sementara.
c. Tahap 3: Condmning Severe Level of Anxiety
Di tahap ini halusinasi bersifat menyalahkan dan sering mendatangi klien.
Pengalaman sensori individu menjadi sering mengalami bias sehingga pengalaman
sensori tersebut mulai bersifat menjijikan dan menakutkan. Individu mulai merasa
kehilangan kendali, tidak mampu mengontrol dan berusaha untuk menjauhi dirinya
dengan objek yang dipersepsikan individu. Individu akan merasa malu karena
pengalaman sensorinya tersebut dan akhirnya menarik diri dengan orang lain dengan
intensitas waktu yang lama. 4)
d. Tahap 4: Controling Severe level of Anxiety
Di tahap ini, halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi tidak relavan
dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut menjadi penguasa. Halusinasi
menjadi lebih menonjol, menguasai, dan mengontrol individu sehingga mencoba
melawan suara-suara atau sensori abnormal. Hingga akhirnya individu tersebut
menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi dan membiarkan
halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin akan mengalami kesepian jika
pengalaman sensoria atau halusinasinya tersebut berakhir. Dari sinilah dimulainya
fase gangguan psikotik.
e. Tahap 5: Concuering Panic Level of Anxiety
Tahap terakhir ini dimana halusinasi bersifat menaklukan atau menguasai, halusinasi
menjadi lebih rumit dan individu mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Pengalaman sensorinya menjadi terganggu dan halusinasi tersebut berubah

6
mengancam, memerintah, dan menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya
sehingga klien mulai teerasa mengancam.

F. Rentang Respon
Menurut Yusuf, dkk (2019), respon perilaku pasien dapat berada dalam rentang
adaptif sampai maladaptive yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Adaptif Maladaptive

a. Pikiran logis a. Proses pikir a. Waham,


b. Persepsi akurat terganggu Halusinasi
c. Emosi b. Ilusi b. Kerusakan
konsistensi c. Emosi berlebih proses emosi
dengan d. Perilaku yang c. Perilaku tidak
pengalaman tidak biasa terorganisasi
d. Perilaku cocok e. Menarik diri d. Isolasi sosial
e. Hubungan
social humoris

a. Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2019), meliputi :
1) Pikiran logis berupa mendapat atau pertimbangan yang dapat di terima akal
2) Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu peristiwa secara
cermat dan tepat sesuai perhitungan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantapan perasaan jiwa yang timbul
sesuai dengan peristiwa yang penuh di alami.

7
4) Perilaku sesuai dengan kegiatan ar ainiiner sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut di wujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang bertentangan dengan
moral.
5) Hubungan social dapat di ketahui melalui hubungan seseorang dengan orang lain
dalam pergaulan di tengah masyarakat. 2.
b. Respon maladaptive
Respon maladaptive berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf, Rizki &
Hanik, 2019) meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan walaupun tidak
di ar ai oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan social.
2) Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang salah terhadap
rangsangan.
3) Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
4) Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku dan ar ain yang di
timbulkan. Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh individu karna
orang lain menyatakan sikap yang di alami oleh individu.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Rahayu (2019), penatalaksanaan medis pada pasien halusinasi pendengaran
dibagi menjadi dua:
a. Terapi Farmakologi
1) Haloperidol
Klasifikasi : antipskotik, neuroleptic, butirofenon. Indikasi Penatalaksanaan psikosis
kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat pada anak-
anak. Mekanisme Kerja Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipenuhi
sepenuhnnya, tampak menekan susunan saraf pusat pada tingkat subkortikal formasi
retricular otak, mesenfalon dan batang otak. Kontraindikasi Hipersensivitas terhadap
obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang belakang, kerusakan otak subkortikal,

8
penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun. Efek Samping Sedasi, sakit
kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.
2) Clorpromazin
Klasifikasi : sebagai antipsikotik, antiemetic. Indikasi Penanganan gangguan psikotik
seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bpolar, gangguan skizofrenia, ansietas
dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas ar ain berlebih. Mekanisme
Kerja Mekanisme kerja antipsikotik yang tepat belum dipahami spenuhnya, namun
berhubungan dengan efek ar ainiinergic. Antipsikotik dapatmenyekat reseptor
dipamine postsinaps pada ganglia basa, hipotalamus, system limbic, batang otak dan
medulla. Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi
sumsum tulang, penyakit Parkinson, insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia
dibawah 6 tahun dan ar ai selama masa kehamilan dan laktasi. Efek Samping Sedasi,
sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipertensi, ortostatik, hipotensi, mulut kering,
mual dan muntah.
3) Trihexypenidil ( THP )
Klasifikasi antiparkinson Indikasi Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal
berkaitan dengan obat antiparkinson. Mekanisme Kerja Mengorks ketidakseimbangan
defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus striatum, asetilkolin
disekat oleh sinaps untuk menguragi efek kolinergik berlebihan. Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada
anak dibawah usia 3 tahun. Efek Samping Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi,
mulut kering, mual dan muntah.
b. Terapi Non Farmakologi
1) Terapi Aktivitas Kelompok
Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan Sensori Persepsi :
Halusinasi adalah TAK Stimulasi Persepsi.
2) Elektro Convulsif Therapy ( ECT )
Merupakan pengobatan secara fisik meggunakan arus listrik dengan kekuatan 75-100
volt, cara kerja belum diketahui secara jelas namun dapat dikatakan bahwa terapi ini

9
dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia dan dapat permudahk kontak
dengan orang lain.
3) Pengekangan atau pengikatan
Pengembangan fisik menggunakan pengekangannya mekanik seperti manset untuk
pergelangan tangan dan pergelangan kaki dimana klien pengekangan dimana klien
dapat dimobilisasi dengan membalutnya, ar aini dilakukan padda klien halusinasi
yang mulai menunjukkan perilaku kekerasan diantaranya: marah-marah atau
mengamuk.

10
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi merupakan salah satu masalah


keperawatan yang dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Bagian ini
berisi pedoman agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien yang mengalami gangguan jiwa (Keliat B. A, dkk, 2012).
1. Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi nama, usia dalam tahun, alamat,
pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomor
rekam medis dan diagnosa medisnya.
2. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis
hasilnya, apa yang menyebabkan klien datang kerumah sakit, apa yang
sudah dilakukan oleh klien/keluarga sebelumnya atau dirumah untuk
mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya. Klien dengan halusinasi
biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa klien sering melamun,
menyendiri dan terlihat berbicara sendiri, tertawa sendiri.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab
munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan
bagaimana hasilnya.
4. Faktor Predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu, pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa
lalu, faktor genetik dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu
yang tidak menyenangkan.
5. Pemeriksaan Fisik

11
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/ berat
badan, ada/tidak keluhan fisik seperti nyeri dan lain-lain.
6. Pengkajian Psikososial
a) Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan menurunkan
gangguan jiwa.
b) Konsep Diri
1. Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuhnya yang
paling/tidak disukai.
2. Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien sebelum dirawat,
kepuasan klien terhadap suatu/posisi tersebut, kepuasan klien sebagi laki-laki atau
perempuan.
3. Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran
yang harapannya dalam keluarga, kelompok, masyarakat dan bagaimana
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran tersebut.
4. Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran
dan harapan klien terhadap lingkungan.
5. Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam hubungannya dengan
orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana penilaian/ penghargaan orang
lain terhadap diri dan lingkungan klien.
c) Hubungan Sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana peran
serta dalam kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.

d) Spiritual

12
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana persepsi, nilai, norma, pandangan
dan keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang
gangguan jiwa sesui dengan norma budaya dan agama yang dianut.
e) Status Mental
1. Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian,
kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.
2. Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat, keras.
Gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu dan lain-lain.
3. Aktivitas motorik (psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicacat dalam hal
tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (TIK, tremor) dan
isyarat tubuh yang tidak wajar.
4. Afek dan emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif lama
dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik serta bangga, kecewa. Emosi
merupakan manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar,
disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung relatif lebih
singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, kuatir atau gembira
berlebihan.
5. Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak, bagaimana
kontak mata dengan perawat dan lain-lain.

6. Persepsi sensori

13
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah anda sering
mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara yang
tidak dapat anda lihat? Apa yang anda lakukan oleh suara itu.
Memeriksa ada/ tidak halusinasi, ilusi.

7. Proses piker
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur
pikirnya(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya realitas/tidak.

8. Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.

9. Orientasi
Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang

10. Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti: efek samping dari
obat dan dari psikologis
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana
kemampuan berhitung klien, seperti: disaat ditanya apakah klien
menjawab pentanyaan sesuai dengan yang ditanyakan oleh observer.

12. Kemampuan penilaian


13. Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya

f) Kebutuhan persiapan pulang


1. Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan

14
2. BAB/BAK
Biasanya klien dengan halusinasi tidak ada gangguan

3. Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci rambut
dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan kotor, dan klien
hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
4. Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau berdandan. Klien
tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai dan klien tidak
mengenakan alas kaki
5. Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur, seperti: menyikat
gigi, cucui kaki, berdoa. Dan sesudah tidur seperti: merapikan tempat
tidur, mandi atau cuci muka dan menyikat gigi. Frekuensi tidur klien
berubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
6. Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien tidak
mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
7. Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatan nya, dan tidak peduli
tentang bagai mana cara yang baik untuk merawat dirinya.
8. Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan mengatu rbiaya
sehari-hari.
g) Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan
tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya tidak

15
terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat rumah
tangga.
h) Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan
lingkungan
i) Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya,dan klientidak mengetahui akibat dari putus obat dan fungsi
dari obat yang diminumnya.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengaran dan penglihatan

16
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan
(SDKI) Hasil (SIKI)
(SLKI)
1. Gangguan persepsi Setelah Strategi pelaksanaan kepada pasien (Sri
sensori : Halusinasi dilakukan Atun, 2018):
pendengaran dan
penglihatan intervensi 1. SP 1 Membantu pasien mengenali
SDKI D.0085 keperawatan halusinasinya dan mengajarkan cara
selama .... x 24 menghardik halusinasi.
jam, maka a. Membantu klien dengan mengenali
persepsi sensori halusinasi. Perawat mencoba menanyakan
membaik, dengan pada klien tentang isi halusinasi, (apa yang
kriteria hasil: dilidengar/dilihat), waktu terjadi
1. Verbalisasi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi,
mendengar bisikan situasi yang menyebabkan halusinasi
menurun muncul dan perasaan pasien saat halusinasi
2. Distorsi sensori muncul.
menurun b. Melatih pasien mengontrol halusinasi
3. Perilaku halusinasi dengan cara menghardik
menurun

17
4. Respons sesuai 1. Menjelaskan cara menghardik halusinasi
stimulus membaik 2. Memperagakan cara menghardik
L.09083 halusinasi
3. Meminta pasien memperagakan ulang
4. Memantau penerapan cara menghardik
2. SP 2 Melatih bercakap-cakap dengan orang
lain
a. Melatih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua: bercakap-cakap dengan
orang lain
3. SP 3 Melatih klien beraktivitas secara tejadwal
a. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang
teratur untuk mengatasi halusinasi
b. Mendiskusikan aktivitas yang biasa
dilakukan oleh pasien
c. Melatih pasien melakukan aktivitas
d. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari
sesuai dengan aktivitas yang telah dilatih.
Upayakan klien mempunyai aktivitas dari
bangun pagi sampai tidur malam

18
e. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan
4. SP 4 Melatih pasien menggunakan obat secara
teratur
a. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada
gangguan jiwa
b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan
sesuai program
c. Jelaskan akibat bila putus obat
d. Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat
e. Jelaskan cara penggunaan obat dengan
prinsip 5 benar (benar obat, benar
f. pasien, benar cara, benar waktu, benar
dosis).
Strategi pelaksanaan kepada keluarga (Sri
Atun, 2018):
1. SP 1 Keluarga:
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan
keluarga dalam rawat pasien.
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
halusinasi dsn jenis halusinasi yang di

19
alami pasien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
halusinasi.
2. SP 2 Keluarga:
a. Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan halusinasi.
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat
langsung kepada pasien halusinasi.
3. SP 3 Keluarga:
a. Membantu keluarga membuat jadwal
kegiatan aktifitas dirumah termasuk minum
obat.
b. Menjelaskan follow-up pasien setelah
pulang

20
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

HALUSINASI PENDENGARAN SP 1-4 PASIEN

DAN SP 1-3 KELUARGA

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1-4 PASIEN:

SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasinya, menjelaskan cara-

cara mengontrol halusinasinya, mengajarkan pasien

mengontrol halusinasi dengan cara pertama pertama:

menghardik halusinasi.

ORIENTASI:

‘’Assalamu’alaikum, selamat pagi pak/bu, perkenalkan saya mahasiswa poltekkes

kemenkes semarang yang akan merawat bapak/ibu. Nama saya Romy Layinul

Fuad sering dipanggil Romy. Nama bapak/ibu siapa? Senang dipanggil siapa?”

“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apa keluhan bapak/ibu hri ini? Baiklah,

bagaimana kalau kita bercakap cakap tentang suara yang selama ini bapak/ibu

dengar tapi tak nampak wujudnya? Dimana kita lakukan? Di ruang tamu? Berapa

lama? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA:

“Apakah bapak/ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dilakukan

suara itu? Apakah terus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan suara itu paling

sering terdengar? Apakah pada waktu sendiri?” “Apakah yang bapak/ibu rasakan

pada saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?

Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?

21
Bapak/ibu, ada 4 cara untuk mencegah suara- suara itu muncul”

“Pertama dengan cara menghardik suara itu. Kedua dengan cara bercakap-cakap

dengan orang lain. Ketiga melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah terjadwal dan

yang ke empat dengan cara minum obat secara teratur”

“Bagaimana kalau kita belajar yang pertama dulu atau satu cara dulu yaitu

menghardik halusinasi. Caranya sebagai berikut: saat bapak/ibu tidak mau dengar

suara yang muncul itu langsung bilang. Pergi saya tidak mau dengar-saya tidak

mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-ulang sampai tidak terdengar suara

lagi. Coba bapak/ibu peragakan. Nah begitu... bagus! Coba! Lagi! Nah bapak/ibu

sudah bisa.”

TERMINASI:

“Bagaimana perasaan bapak/ibu, setelah latihan tadi? Kalau suara itu muncul lagi,

silahkan lakukan cara yang tadi”

“Bagaiman kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?”

“Besok saya akan kesini lagi untuk melatih cara yang kedua yaitu bercakap-cakap

dengan orang lain. Bapak/ibu mau latihan jam berapa? Bagaimana kalau jam 8

lagi. Mau dimana? Bagaimana kalau disini saja. Baiklah, sampai jumpa besok.

Assalamu’alaikum

SP 2 Pasien : Melatih pasien melatih halusinasi dengan cara kedua yaitu

bercakap – cakap dengan orang lain.

ORIENTASI:

“Assalamu’alaikum, selamat pagi. Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini?

Apakah suara – suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah

kita latih?

22
Berkurangkan suaranya. Bagus! Sesuai janji kita yang kemarin saya akan melatih

cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang

lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Bagaimana kalau di sini

saja?” KERJA:

“Cara yang kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap- cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak/ibu mendengar suara-

suara,langsung saja cari teman utntuk diajak ngobrol, minta teman untuk

mengobrol dengan bapak/ibu. Contohnya begini... tolong saya mualai mendengar

suara-suara. Ayo mengobrol dengan saya! Atau kalau ada orang di

rumah,misalnya katakan: Ayo ngobrol dengan bapak/ibu, saya sedang dengar

suara-suara. Begitu ya pak/bu. Coba ulangi seperti yang saya tadi lakukan. Ya

begitu bagus! Coba sekai lagi! Bagus! Nah latihan terus ya pak/bu.

TERMINASI:

“Bagaimana perasaan bapak/ibu, setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara

yang bapak/ibu pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua

cara ini kalau bapak/ibu mengalami halusinasi lagi”

“Bagaimana kalau kita masukan dalam jadwal kegiatan harian bapak/ibu. Mau

jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur ketika

sewaktu- waktu suara itu muncul”

“Besok pagi saya akan kembali lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ke tiga

yaitu melakukan aktifitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaiamana kalau jam 10

saja. Mau disini atau di taman? Bagaimana kalau disini saja. Baiklah samapai

jumpa besok. Sekarang bapak/ibu istirahat terlebih dahulu. Assalamu’alaikum”

23
SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:

melaksanakan aktifitas terjadwal.

ORIENTASI:

“Assalamu’alaikum, bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apakah suara-

suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih?

Bagaimana hasilnya? Apakah suara-suara itu sudah hilang? Bagus! Sesuai janji

kita yang kemarin, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah

halusinasi yaitu melakukan kegiatan secara terjadwal. Mau dimana kita bicara?

Baik kita dududk di taman. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 15 menit?

Baiklah” KERJA:

“Apa saja yang bisa bapak/ibu lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya? Setelah itu

bapak/ibu melakukan kegiatan-kegiatan apa? Wah banyak sekali kegiatannya.

Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus sekali

bapak/ibu bisa lakukan. Kegiatan ini dapat bapak/ibu lakukan untuk mencegah

suara itu muncul. Kegiatan lain yang akan kita latih lagi agar dari pagi sampai

malam bapak/ibu ada kegiatan

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga

untuk mencegah suara-suara itu muncul? Bagus sekali! Coba sebutkan tiga cara

yang telah kita latih untuk mencegah suara-suar itu. Bagus sekali! Mari kita

masukan dalam jadwal kegiatan harian bapak/ibu. Coba lakukan sesuai jadwal.

Ya! (melatih aktifitas lain pada pertemuan berikutnya sampai terpenuhi seluruh

aktifitas dari pagi sampai malam)”

24
“Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat

yang baik serta mengetahui kegunaan obat. Mau jam berapa? Bagaimna kalau jam

12? Mau dimana? Bagaimana kalau diruang makan saja. Sampai jumpa.

Assalamu’alaikum

SP 4 Pasien : Melatih pasien menggunakan obat secara teratur.

ORIENTASI:

“Assalamu’alaikum, bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Apakah suara-

suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih?

Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan?

“Apakah hari ini obatnya sudah diminum? Baik. Siang ini kita akan diskusikan

selama 15 menit sambil bapak/ibu menunggu makan siang. Disini saja ya

bapak/ibu?”

KERJA:

“Adakah bedanya setelah minum obat secara teratur? Apakah suara-suara itu

masih terdengar? Minum obat sangat penting, supaya suara-suara yang

mengganggu bapak/ibu selama ini tidak muncul lagi. Berapa kali obat yang harus

bapak/ibu minum? (perawat menyiapkan obat pasien)”

“Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7

malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara itu. Ini yang putih (THP) 3 kali

sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam gunanya untuk rileks dan tidak

kaku. Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang,

dan jam 7 malam gunanya untuk pikiran tenang.”

25
“Kalau suara-suara itu sudah hilang, obatnya tidak boleh diberhentikan,

nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak/ibu

akan kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau

obat habis bapak/ibu minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.

Bapak/ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan

obatnya benar, attinya bapak/ibu harus memastikan bahwa obat ini

benar-benar punya bapak/ibu. Jangan keliru dengan milik orang lain.

Baca nama kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya.

Bapak/ibu juga harus perhatikan beberapa jumlah obat sekali minum

dan harus cukup minum 10 gelas perhari”

TERMINASI:

“Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah kita bercakap-cakap tentang

obat? Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara

itu? Coba sebutkan. Bagus! (Jika jawaban benar)”

“Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan

harian. Jangan lupa teratur minum obatnya ya pak/bu. Besok kita

bicarakan lagi cara untuk mencegah suara yang kadang muncul dan

mengetahui manfaat apa saja yang bapak/ibu dapatkan setelah

dilakukan tindakan keperawatan ini. Mau jam berapa? Bagaimana kalau

jam 10. Mau dimana? Bagaimana kalau disini saja. Sampai jumpa.

Assalamu’alaikum”
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan, dimana


perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Implementasi keperawatan jiwa yang dilakukan
perawat adalah sesuai dengan starategi pelaksanaan (sp) yang telah direncanakan
(Ami.,AR 2020).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Evaluasi dilakukan terhadap kemampuan
pasien dan keluarga dengan masalah ansietas dan koping individu tidak efektif, juga
terhadap kemampuan perawat merawat pasien ansietas dan koping individu tidak
efektif (Arifin, 2017).

27
DAFTAR PUSTAKA

Grainjer, A. (2019). Principies of Temperature Monitoring. Nursing standard,


27(50),48-55.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2019). Nursing Diagnosis Definitions and


classification 2015-2017. (10th Ed). Exford: Wiley Blakwell.

Iyus, Y. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi I. Jakarta: Refika Aditama.

Keliat, B A. dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN


(Basic Course). Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Kemenkes. 2018. Angka kejadian gangguan kesehatan jiwa di Indonesia.


Diakses dari:http://www.surkesnas.unad.ac.id. Kusumawati dan Hartono .
(2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa .Jakarta : SalembaMedika

Prabowo, E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Nuha Medika
Prabowo, E. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Stuart, G. W., Keliat, B. A., & Pasaribu, J. 2016. Prinsip dan praktik keperawatan
kesehatan jiwa stuart. Edisi Indonesia. Singapore: Elsevier
Stuart, G.W., & Laraia, M.T. 2005. Principle and practice of psyciatric nursin9 th ed.
St Louis : Mosby year book
Stuart, G. W. 2009. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta. EGC.
Fadhillah H. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP,
PPNI
Fadhillah H. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP,
PPNI
B Hernandi · 2020 Keperawatan Jiwa . Yogyakarta.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2581/4/Chapter%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai