Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI
Sebagai Salah Satu Tugas Individu Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan
Jiwa.

Disusun Oleh :
NAMA : PUTRI AGESTI
NIM : PO17320120517

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I.      Kasus ( Masalah Utama )


Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek
rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh
pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa yang
pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman.
Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien gangguan
jiwa mengalami perubahan dalam hal orientasi realitas (Yusuf, et all,
2015).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien


mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan,.Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damaiyanti & Iskandar,
2012).

Halusinasi adalah suatu keadaan yang merupakan gangguan


penerapan (persepsi)panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang dapat
meliputi semuasistem penginderaan pada seseorang dalam keadaan sadar
penuh (Prasetiya, 2013)

II. Proses Terjadinya Masalah


A.    Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan
interpersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
dapat berakhir dengan ganggguan persepsi. Pasien mungkin
menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual
dan emosi tidak efektif.
b. Faktor Sosial Budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa
disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi
sehingga timbul gangguan seperti delusi dan halusinasi.
c. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal seseorang yang tidak harmonis, serta
peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan
ansietas berat berakhir dengan pegingkaran terhadap kenyataan,
sehingga terjadi halusinasi.
d. Faktor Biologis
Struktur otak yang abnormal ditemukan pada pasien gangguan
orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, perubahan
besar, serta bentuk sel kortikal dan limbic.
e. Faktor Genetik
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya
ditemukan pada pasien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup
tinggi pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya
mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang
tua skizofrenia.

B. Faktor Presipitasi
a. Stressor Sosial Budaya
Stress dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi.
b. Faktor Biokimia
Penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta zat
halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas
termasuk halusinasi.
c. Faktor Psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstream dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan
berkembangnya gangguan orientasi realistis. Pasien mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
d. Faktor perilaku
Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi
realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,
motorik, dan social
C. Jenis

Menurut Yuslia (2015), jenis halusinasi antara lain :


1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70%
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara-suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20%
Karatersitik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometric, gambar kartun dan/atau
paranormal yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikan seperti : darah, urine, atau feses. Kadang-kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
demensia.
4. Halusinasi peraba (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikan, merasa mengecap seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

D. Fase-Fase
Tahap-tahap halusinasi dimulai dari beberapa tahap, hal ini dapat
dipengaruhi oleh keparahan dan respon individu dalam menanggapi
adanya rangsangan dari luar. Menurut (Dalami, dkk. 2014), halusinasi
terjadi melalui beberapa tahap, antara lain:
1. Tahap 1 : Sleep disorder
Tahap ini merupakan suatu tahap awal sebelum muncul halusinasi.
Individu merasa banyak masalah sehingga ingin menghindar dari
orang lain dan lingkungan karena takut diketahui orang lain bahwa
dirinya banyak masalah (missal: putus cinta, turun jabatan, bercerai,
dipenuhi hutang dan lain-lain). Masalah semakin terasa sulit dihadapi
karena berbagai stressor terakumulasi sedangkan support yang di
dapatkan kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.
Sehingga akan menyebabkan individu tersebut sulit tidur dan akan
terbiasa menghayal. Individu akan menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai upaya pemecahan masalah.
2. Tahap 2 : Cmfortng Moderate Level of Anxiety
Pada tahap ini, halusinasi bersifat menyenangkan dan secara umum
individu menerimanya dengan sesuatu yang alami. Individu
mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa dan ketakutan sehingga individu mencoba
untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan dan pada
penanganan pikiran untuk mengurangi kecemasan tersebut. Dalam
tahap ini, ada kecendrungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya dan halusinasi ini bersifat sementara.
3. Tahap 3 : Condmning Severe Level of Anxiety
Di tahap ini halusinasi bersifat menyalahkan dan sering mendatangi
klien. pengalaman sensori individu menjadi sering datang dan
mengalami bias sehingga pengalaman sensori tersebut mulai bersifat
menjijikan dan menakutkan. Individu mulai merasa kehilangan
kendali, tidak mampu mengontrol dan berusaha untuk menjauhi
dirinya dengan objek yang dipersepsikan individu. individu akan
merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan akhirnya
menarik diri dengan orang lain dengan intensitas waktu yang lama.
4. Tahap 4 : Controling Severe level of Anxiety
Di tahap ini, halusinasi bersifat mengendalikan, fungsi sensori menjadi
tidak relavan dengan kenyataan dan pengalaman sensori tersebut
menjadi penguasa. Halusinasi menjadi lebih menonjol, menguasai, dan
mengontrol individu sehingga mencoba melawan suara-suara atau
sensori abnormal yang datang. Hingga akhirnya individu tersebut
menjadi tidak berdaya dan menyerah untuk melawan halusinasi dan
membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Individu mungkin akan
mengalami kesepian jika pengalaman sensoria atau halusinasinya
tersebut berakhir. Dari sinilah dimulainya fase gangguan psikotik.
5. Tahap 5 : Concuering Panic Level of Anxiety
Tahap terakhir ini dimana halusinasi bersifat menaklukan atau
menguasai, halusinasi menjadi lebih rumit dan individu mengalami
gangguan dalam menilai lingkungannya. pengalaman sensorinya
menjadi terganggu dan halusinasi tersebut berubah mengancam,
memerintah, dan menakutkan apabila tidak mengikuti perintahnya
sehingga klien mulai teerasa mengancam.

E. Rentang Respons
Menurut Yusuf, dkk (2015), respon perilaku pasien dapat berada dalam
rentang adaptif sampai maladaptive yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
BAGAN RENTANG RESPON HALUSINASI

Adaptif Maladaptif

a. Persepsi akurat a. Proses pikir a. Waham,


b. Emosi terganggu Halusinasi
konsistensi b. Ilusi b. Kerusakan
dengan c. Emosi berlebih proses emosi
pengalaman d. Perilaku yang c. Perilaku
c. Perilaku cocok tidak biasa tidak
d. Hubungan e. Menarik diri terorganisasi
Pikiran logis d. Isolasi sosial
e. social humoris

1. Respon adaptif berdasarkan rentang respon halusinasi menurut (Yusuf,


Rizki & Hanik, 2015), meliputi :
a. Pikiran logis berupa mendapat atau pertimbangan yang dapat di
terima akal.
b. Persepsi akurat berupa pandangan dari seseorang tentang sesuatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman berupa ke mantapan perasaan
jiwa yang timbul sesuai dengan peristiwa yang penuh di alami.
d. Perilaku sesuai dengan kegiatan individu atau sesuatu yang
berkaitan dengan individu tersebut di wujudkan dalam bentuk
gerak atau ucapan yang bertentangan dengan moral.
e. Hubungan social dapat di ketahui melalui hubungan seseorang
dengan orang lain dalam pergaulan di tengah masyarakat.
2. Respon maladaptive
Respon maladaptive berdasarkan rentang respon halusinasi menurut
(Yusuf, Rizki & Hanik, 2015) meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di
pertahankan walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan.
c. Tidak mampu mengontrol emosi berupa ketidak mampuan atau
menurunnya kemampuan untuk mengalami kesenangan
kebahagiaan, keakraban, dan kedekatan.
d. Ketidakteraturan perilaku berupa ketidakselarasan antara perilaku
dan gerakan yang di timbulkan.
e. Isolasi social adalah kondisi kesendirian yang di alami oleh
individu karna orang lain menyatakan sikap yang di alami oleh
individu.

F. Mekanisme Koping
Mekanisme koping pada klien dengan masalah gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran dalam mengatasi masalah yang dihadapinya, antara
lain:
1) Regresi Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
cenderung akan menghindari masalah yang di hadapinya.
2) Proyeksi Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
cenderung menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3) Menarik diri Klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran cenderung sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan
stimulus internal yang di rasakannya.
III. A.   Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensori Persepsi:


Halusinasi Pendengaran

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji:


1. Data Yang Perlu Dikaji

 Aspek fisik :
1. Makan dan minum kurang
2. Tidur kurang atau terganggu
3. Penampilan diri kurang
4. Keberanian kurang
 Aspek emosi :
1. Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
2. Merasa malu, bersalah
3. Mudah panik dan tiba-tiba marah
 Aspek sosial
1. Duduk menyendiri
2. Selalu tunduk
3. Tampak melamun
4. Tidak peduli lingkungan
5. Menghindar dari orang lain
6. Tergantung dari orang lain
 Aspek intelektual
1. Putus asa
2. Merasa sendiri, tidak ada sokongan
3. Kurang percaya dir

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
V. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Tindakan (Pasien) Tindakan (Keluarga)
Halusinasi TUM : Tindakan Psikoterapeutik SP I
Setelah dilakukan tindakan 1) Bina hubungan saling 1. Diskusikan masalah yang
keperawatan, klien mampu percaya. dirasakan dalam merawat
mengontrol halusinasi. 2) Adakan kontak sering dan pasien.
singkat secara bertahap. 2. Jelaskan pengertian, tanda &
3) Observasi tingkah laku klien. gejala, dan proses terjadinya
TUK: 4) Tanyakan keluhan yang halusinasi (gunakan
dirasakan klien. booklet).
Setelah melakukan interaksi dengan
5) Lakukan strategi 3. Jelaskan cara merawat
klien selama … s.d. …. kali, klien
pelaksanaan psikoterapeutik : halusinasi.
dapat mengontrol halusinasi dengan
SP I 4. Latih cara merawat
kriteria hasil :
halusinasi: hardik.
1. Identifikasi halusinasi: isi,
5. Anjurkan membantu pasien
frekuensi, waktu terjadi,
TUK SP 1 : Klien dapat membina sesuai jadwal dan memberi
situasi pencetus, perasaan,
hubungan saling percaya dengan pujian.
respon.
perawat, klien dapat mengidentifikasi
2. Jelaskan cara mengontrol
halusinasi, klien dapat mempraktikan
halusinasi: hardik, obat,
cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap, melakukan
menghardik.
kegiatan.
3. Latih cara mengontrol
halusinasi dengan
menghardik.
4. Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
menghardik.
TUK SP 2 : Klien dapat SP II SP II
mempraktikan dan memasukkan cara
1. Evaluasi kegiatan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
mengontrol halusinasi dengan obat
menghardik. Beri pujian. dalam merawat/melatih
dalam kegiatan harian.
2. Latih cara mengontrol pasien menghardik. Beri
halusinasi dengan obat pujian.
(jelaskan 6 benar: jenis, guna, 2. Jelaskan 6 benar cara
dosis, frekuensi, cara, memberikan obat.
kontinuitas minum obat). 3. Latih cara memberikan/
3. Masukkan pada jadwal membimbing minum obat.
kegiatan untuk latihan 4. Anjurkan membantu pasien
menghardik dan minum obat. sesuai jadwal dan memberi
pujian.
TUK SP 3 : Klien dapat SP III SP III
mempraktikan dan memasukkan cara
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
mengontrol halusinasi dengan
menghardik & obat. Beri dalam merawat/melatih
bercakap-cakap dalam kegiatan harian.
pujian. pasien menghardik dan
2. Latih cara mengontrol memberikan obat. Beri
halusinasi dengan bercakap- pujian.
cakap saat terjadi halusinasi. 2. Jelaskan cara bercakap-
3. Masukkan pada jadwal cakap dan melakukan
kegiatan untuk latihan kegiatan untuk mengontrol
menghardik, minum obat dan halusinasi.
bercakap-cakap 3. Latih dan sediakan waktu
bercakap-cakap dengan
pasien terutama saat
halusinasi.
4. Anjurkan membantu pasien
sesuai jadwal dan
memberikan pujian.
TUK SP 4 : Klien dapat SP IV SP IV
mempraktikan dan memasukkan cara
1. Evaluasi kegiatan latihan 1. Evaluasi kegiatan keluarga
mengontrol halusinasi dengan
menghardik & obat & dalam merawat/melatih
melakukan kegiatan dalam jadwal
bercakap-cakap. Beri pujian. pasien menghardik,
harian
2. Latih cara mengontrol memberikan obat &
halusinasi dengan melakukan bercakap-cakap. Beri pujian.
kegiatan harian (mulai 2 2. Jelaskan follow up ke
kegiatan). RSJ/PKM, tanda kambuh,
3. Masukkan pada jadwal rujukan.
kegiatan untuk latihan 3. Anjurkan membantu pasien
menghardik, minum obat, sesuai jadwal dan
bercakap-cakap dan kegiatan memberikan pujian.
harian.
VI. DAFTAR PUSTAKA

1) Ah. Yusuf, Rizky Fitryani PK, Hanik Endang Nihayati. 2015. Buku Ajar

Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta.

2) Nurhalimah.2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan : Keperawatan Jiwa.

Bppsdmk.kemkes.go.id.

3) Herman, Ade. 2011. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Muha Medik.

4) Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : CV. Andi

Offset.

5) Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa (Edisi 2). Bandung : Refika Aditama.

6) Dalami,E dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta: Trans Info Media.
7) Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. (2016). Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung : Refika Aditama.
8) Yusuf, Rizky Fitryasari PK, dan Hanik Endang Nihayati, 2015, Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa, Salemba Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai