Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA

(HALUSINASI)

DI RSUD MADANI PALU, SULAWESI TENGAH

Citra W. Latongkaya

(PO7244720009)

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI D3 KEPERAWATAN LUWUK

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


1. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa

stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia

untuk membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal (Trimelia,

2011).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami

oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,

pengecapan, perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus yang nyata (Keliat,

2014).

Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan

pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi

semua sistem penginderaan (Dalami, Ermawati dkk 2014).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi

adalah adanya gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan

pikiran sering terjadi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa berupa suara,

penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan dengan persepsi yang salah

terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata.


2. Penyebab

Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi :

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan

keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang

percaya diri dan lebih rentah terhadap stress.

2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan merasa

disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang

berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang

dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjangan jangan

menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam

mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh

Anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.

Hasil studi menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
3. Tanda dan Gejala

a. Halusinasi penglihatan

Prnderita halusinasi penglihatan akan melihat sesuatu yang sebenarnya tidak

ada. Objek yang dilihat bisa manusia, benda, atau cahaya.

b. Halusinasi pendengran

Halusinasi pendengaran merupakan jenis yang paling sering terjadi. Penderita

halusinasi ini mendengar suara, perintah, atau ancaman yang sebanarnya tidak

ada.

c. Halusinasi penciuman

Penderita halusinasi penciuman akan mencium bau harum atau bau yang tidak

sedap, padahal bau tersebut sebenarnya tidak ada.

d. Halusinasi pengecapan

Penderita halusinasi pengecapan akan mengecap rasa yang aneh, misalnya rasa

logam pada makanan atau minuman yang ia konsumsi, padahal rasa tersebut

sebenarnya tidak ada.

e. Halusinasi sentuhan

Halusinasi ini, pederita merasa seakan-akan ada seseorang yang meraba atau

menyentuhnya, atau measa seperti ada hewan yang merayap di kulitnya,

padahal sebenarnya tidak ada.


4. Patofisiologi

a. Tahap pertama

Pada fase ini halusinasi berada pada tahap menyenangkan dengan tingkat ansietas

sedang. Karakter yang tampak individu mengalami keadaan emosi seperti

ansietas, kesepian, merasa takut serta mencoba memusatkan memusatkan

penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.

b. Tahap kedua

Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menyalahkan dengan tingkat

kecemasan berat. Adapun karakteristik yang tampak pada individu yaitu individu

merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya dari

sumber yang dipersiapkan, individu mungkin merasa malu dengan penglaman

sensorinya dan menarik diri dari orang lain.

c. Tahap ketiga

Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap pengendalian dengan tingkat ansietas

berat, pengalaman sensori yang dirasakan inividu menjadi penguasa. Karakteristik

yang tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah untuk

melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi tersebut

menguasai dirinya, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman

tersebut berakhir.

d. Tahap keempat

Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap menakutkan dengan tingkat ansietas

panik. Karakteristik yang tampak pada individu adalah pengalaman sensori

mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi


bisa berlangsung beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak dapat di

intervensi teraupetik.

5. Komplikasi

Komplikasi yang mungkin dapat muncul pada penderita Halusinasi adalah adanya

perilaku kekerasan, yaitu resiko mencederai dirinya sendiri, orang lain dan

lingkungan, selain itu komplikasi yang dapat muncul adalah mengisolasi diri sendiri,

klien kurang memperhatikan selfcare, menunjukan kerekatan terhadap realita dan

bertindak terhadap realita, gangguan orientasi realita.

6. Pemeriksaan penunjang

a. Tes darah dan urine, untuk mendeteksi infeksi penyalahgunakan alkohol dan

NAPZA

b. EEG (elektoensefalogram), untuk memeriksa aktivitas listrik otak sehingga

terlihat apakah halusinasi disebabkan epilepsi

c. Pemindahan CT scan dan MRI, untuk mendeteksi stroke dan kemungkinan adanya

cedera atau tumor di otak.

7. Penatalksanaan

a. Psikofarmakologis,

b. Terapi kejang listrik/ECT (Electro compulsive therapy)

c. TAK (terapi aktivitas Kelompok).


DAFTAR PUSTAKA

SRI DEWI SETYANI. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN JIWA (HALUSINASI). Carbohydrate Polymers, 6(1), 5–10.

Anda mungkin juga menyukai