Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

“ HALUSINASI “

Oleh:
NURHAMIZA MUTAR
BT 1901056

III B

CI LAHAN CI INSTITUSI

AKADEMI KEPERAWATAN BATARI TOJA

WATAMPONE

2022
A. Konsep Medis
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus
yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi
sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan
kenyataan Sheila L Vidheak,dalam Darmaja (2014).
Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan
manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan
eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart &
Laraia, 2013). Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi
berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai
sesuatu yang nyata ada oleh klien.
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi :
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih
rentah terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak
bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia. Akibat stres berkepanjangan jangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik
diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidak dapat membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur
bio-psiko-sosio-spritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu :
a) Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang sama.
b) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi,
isi daari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap kekuatan tersebut.
c) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan satu hal
yang menimbulkan kewaspadaan 12 yang dapat menagmabil
seluruh perhatian klien dan jarang akan mengontrol semua
perilaku klien.
d) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dari fase awal
dan comforting klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, contoh diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal
yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan
halusinasi tidak berlangsung.
e) Dimensi spritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun terasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya memjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan
orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.
3. Jenis-Jenis Halusinasi
Halusinasi Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah
sebagai berikut :
a) Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek,
mentertawakan, mengancam, memerintahkan untuk melakukan
sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya). Perilaku yang
muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga,
mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan.
b) Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar,
orang atau panorama yang luas dan kompleks, bisa yang
menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah
tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada objek yang dilihat.
c) Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau
darah, urine atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku
yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium dengan
gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada tempat tertentu,
menutup hidung.
d) Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan,
seperti rasa darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah
seperti mengecap, mulut seperti gerakan mengunyah sesuatu,
sering meludah, muntah.
e) Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat, seperti merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati
atau orang. Merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti
tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku yang muncul
adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan
kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu
rabaan.
f) Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena
dan arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan
tubuhnya melayang di atas permukaan bumi. Perilaku yang
muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan terlihat
seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat
teramati sebagai berikut (Dalami,dkk dalam ilham,2017)
1. Halusinasi penglihatan
a. Melirik mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau
apa saja yang sedang dibicarakan
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain
yang sedang tidak berbicara atau pada benda seperti mebel.
c. Melihat percakapan dengan benda mati atau dengan
seseorang yang tidak Nampak
d. Menggerakkan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau
sedang menjawab suara.
2. Halusinasi pendengaran
a. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh
orang lain,benda mati atau stimulus yang tidak Nampak
b. Tiba-tiba berlari ke ruangan lain.
3. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan
halusinasi penciuman adalah:
a. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak
enak
b. Mencium bau tubuh
c. Mencium bau udara ketika sedang berjalan kea rah orang
lain
d. Merespon terhadap bau dengan panic seperti mencium bau
api atau darah
4. Halusinasi pengecapan
a. Meludahkan makanan atau minuman
b. Menolak untuk makan , minum dan minum obat
c. Tiba-tiba meninggalkan meja makan
5. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami
halusinasi perabaan adalah tampak menggaruk-garuk permukaan
kulit.
Menurut Pusdiklatnakes (2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai
dari hasil observasi terhadap klien serta ungkapan klien. Adapun tanda
dan gejala klien halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Data Subjektif Klien mengatakan :
1. Mendengar suara-suara atau kegaduhan
2. Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3. Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya
4. Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu dan monster
5. Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan
6. Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
7. Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
b. Data Objektif
1. Bicara atau tertawa sendiri
2. Marah marah tanpa sebab
3. Mengarahkan telinga kearah tertentu
4. Menutup telinga
5. Menunjuk kearah tertentu
6. Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
7. Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
8. Menutup hidung
9. Sering meludah
10. Menggaruk garuk permukaan kulit
6. Rentang Respons Neurobiologi
Respon adaftif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran terkadang  Kelainan pikiran


 Persepsi akurat menyimpang Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Emosional  Tidak mampu
 Perilaku sosial berlebihan/dengan mengatur emosi
 Hubungan pengalaman  Ketidakteraturan
sosial kurang  Isolasi sosial
 Perilaku ganjil
 Menarik diri

Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh
normanorma sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu
tersebut dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan
dapat memecahkan masalah tersebut.
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli.
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain
dan lingkungan.
b. Respon psikosial meliputi
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
5) Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan
orang lain
c. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif ini meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari
hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu
kecelakaan yang negatif mengancam.
7. Tahapan Proses Terjadinya
Halusinasi Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan
halusinasi ada lima fase yaitu:
a. Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
Karakteristik : Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar
dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor
terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien
menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan
masalah.
b. Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristik : Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti
adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan
mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahapan ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya dalah menyeringai
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa
menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban,
diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
c. Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien.
Karakteristik : Pengalaman sensori klien menjadi sering datang
dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu
mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin
merasa malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik
diri dari orang lain dengan intensitas watu yang lama. Perilaku
yang muncul adalah terjadinya peningkatan sistem syaraf otonom
yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti : pernafasan
meningkat, tekanan darah dan denyut nadi menurun, konsentrasi
menurun.
d. Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.
Karakteristik : Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila
halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu cenderung
mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan
dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/menit.
e. Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristik : Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
terasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila klien
tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul
adalah perilaku menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, dan
kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi,
menarik diri).
8. Mekanisme Koping
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku
yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
maladaptif meliputi:
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti apa perilaku perkembangan anak atau
berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri
sendiri (sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari
menghindari sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber
infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan reaksi psikologis
individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak
berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
9. Penatalaksanaan Halusinasi
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin
diberikan, disini peran keluarga sangat penting karena setelah
mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh pulang
sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam
hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif
dan sebagai pengawas minum obat (Prabowo, 2014).
a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien
skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah dengan pemberian
obat-obatan dan tindakan lain (Muhith, 2015).
1) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala
halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada
klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok
yang umum digunakan adalah :

Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian

Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40 mg

Tioksanten Tioksanten Kloprotiksen 75-600 mg


(Tarctan) 8-30 mg
Tiotiksen (Navane)

Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg

Dibenzodiasep Klozapin (Clorazil) 300-900


i

2) Terapi kejang listrik


Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk
menimbulkan kejang grandmall secara artificial dengan
melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada
satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada
skizofrenia yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral
atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Penerapan Strategi Pelaksanaan Menurut Keliat (2007)
tindakan keperawatan yang dilakukan :
1. Melatih klien mengontrol halusinasi :
1. Strategi Pelaksanaan 1 : menghardik halusinasi
2. Strategi Pelaksanaan 2 : menggunakan obat secara
teratur
3. Strategi Pelaksanaan 3: bercakap-cakap dengan orang
lain
4. Strategi Pelaksanaan 4 : melakukan aktivitas yang
terjadwal
a. Menurut Pusdiklatnakes (2012) tindakan keperawatan
tidak hanya ditujukan untuk klien tetapi juga diberikan
kepada keluarga , sehingga keluarga mampu mengarahkan
klien dalam mengontrol halusinasi.
a. Strategi Pelaksanaan 1 keluarga : mengenal masalah
dalam merawat klien halusinasi dan melatih
mengontrol halusinasi klien dengan menghardik
b. Strategi Pelaksanaan 2 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan enam benar minum
obat
c. Strategi Pelaksanaan 3 keluarga : melatih keluarga
merawat klien halusinasi dengan bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan
d. Strategi Pelaksanaan 4 keluarga : melatih keluarag
memnafaatkan fasilitas kesehatan untuk follow up
klien halusinasi
a) Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat
membantu karena klien kembali ke masyarakat, selain itu
terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul
dengan orang lain, klien lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan
untuk mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti
terapi modalitas yang terdiri dari :
1) Terapi aktivitas Meliputi : terapi musik, terapi seni,
terapi menari, terapi relaksasi, terapi sosial, terapi
kelompok , terapi lingkungan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan Menurut Stuart (2009).
Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya
halusinasi menurut Stuart (2013) adalah :
1) Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi menunjukkan peran genetik pada
schizophrenia.Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah
mempunyai angka kejadian schizophrenia lebih tinggi dari
pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
2) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang berakhir dengan
gangguan orientasi realita.
3) Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan
psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama
gangguan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi menurut Stuart
(2009) adalah:
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon
neurobiologis maladaptif adalah gangguan dalam komunikasi
dan putaran umpan balik otak dan abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus.
2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara
biologis berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) Stres sosial / budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi
penurunan stabilitas keluarga, terpisahnya dengan orang
terpenting atau disingkirkan dari kelompok.
4) Faktor psikologik Intensitas kecemasan yang ekstrem dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah
dapat menimbulkan perkembangan gangguan sensori persepsi
halusinasi.
5) Mekanisme koping
Menurut Stuart (2013) perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif
meliputi : regresi, berhunbungan dengan masalah proses
informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan
sedikit energi untuk aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai
upaya untuk menejlaskan kerancuan persepsi dan menarik diri.
6) Sumber koping
Menurut Stuart (2013) sumber koping individual harus
dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada
perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik anak–anak dan
dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka
biasanya tidak hanya belajar dari pengamatan. Disumber
keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang
cukup, faktor ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan
untuk memberikan dukungan secara berkesinambungan.
7) Perilaku halusinasi
Menurut Towsend (2016), batasan karakteristik halusinasi
yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap seperti memdengar
sesuatu, berhenti bicara ditengah – tengah kalimat untuk
mendengar sesuatu, disorientasi, pembicaraan kacau dan
merusak diri sendiri, orang lain serta lingkungan.
Harga diri rendah kronis Effect

Perubahan persepsi sensori Cor Problem

Isolasi sosial : menarik diri Cause

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap
masalah kesehatan/ proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu
permasalahan yang berhubungan dengan etiologi dan keduanya ada
hubungan sebab akibat secara ilmiah (carpenito dalam yusuf dkk.2015)
Menurut dalami dkk (2014), diagnosa keperawatan klien dengan
halusinasi pendengaran adalah :
a. Gangguan persepsi sensori: halusinasi penglihatan
b. Harga diri rendah kronis
c. Isolasi sosial
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi/perencanaan merupakan suatu petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan
terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis
keperawatan.
Tahap perencanaan ini memberikan kesempatan kepada perawat, klien,
keluarga klien dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana
tindakan keperawatan guna mengatasi masalah yang dialami oleh
klien.standar dalam pendokumentasian perencanaan keperawatan
adalah berdasarkan diagnosa keperawatan, disusun menurut urutan
prioritas, rencana tindakan mengacu pada tujuan dengaan kalimat
perintah, terinci dan jelas serta menggambarkan keterlibatan
pasien/keluarga.
Untuk membuat rencana tindakan pada pasien gangguan jiwa,
mahasiswa
disarankan membuat Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan
(LPSP), yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi
pelaksanaan tindakan yang direncanakan (Yusuf dkk. 2015).
laporan pendahuluan ditulis mulai dari pengertian, rentang respon,
faktor predisposisi, faktor presipitasi, menifestasi klinis, mekanisme
koping, sumber koping, pengkajian umum, pohon masalah, diagnosa
keperawatan, dan fokus intervensi. Sedangkan LPSP adalah uraian
singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri dari kondisi
pasien, masalah keperawatan pasien, tujuan, tindakan dan strategi
pelaksanaan (Yusuf, dkk. 2015).
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan guna membantu klien
mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Carpenito dalam Yusuf, dkk.
2015).Sebelum tindakan keperawatan diiimplementasikan, perawat
perlu memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih
sesuai dengan kondisi pasien saat ini (here and now) (Yusuf dkk. 2015).
Dalam asuhan keperawatan jiwa, untuk mempermudah
pelaksanaan tindakan keperawatan maka perawat perlu membuat
strategi pelaksanaan tindakan keperawatan yang meliputi SP pasien dan
keluarga (Trimeilia, 2011).SP dibuat menggunakan komunikasi
terapeutik yang terdiri dari fase orientasi, fase kerja, dan terminasi
(Yusuf dkk. 2015).
yang berisi tentang proses keperawatan dan strategi pelaksanaan
tindakan yang direncanakan (Yusuf dkk. 2015).
Laporan pendahuluan ditulis mulai dari pengertian, rentang respon,
faktor predisposisi, faktor presipitasi, menifestasi klinis, mekanisme
koping, sumber koping, pengkajian umum, pohon masalah, diagnosa
keperawatan, dan fokus intervensi.Sedangkan LPSP adalah uraian
singkat tentang satu masalah yang ditemukan, terdiri dari kondisi
pasien, masalah keperawatan pasien, tujuan, tindakan dan strategi
pelaksanaan (Yusuf, dkk. 2015).
4. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan dan
proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
yang telah dilakukan kepada klien. Menurut Keliat (2014), evaluasi
terhadap masalah keperawatan halusinasi meliputi kemampuan pasien
dan keluarganya serta kemampuankeluarga dalam merawat pasien
halusinasi. Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah sebagai berikut :
1. Apakah klien dapat mengenal halusinasinya, yaitu isi halusinasi,
situasi, waktu dan frekuensi munculnya halusinasi.
2. Apakah klien dapat mengungkapkan perasaannya ketika
halusinasi muncul.
3. Apakah klien dapat mengontrol halusinasi dengan menggunakan
empat carabaru, yaitu menghardik, menemui orang lain dan
bercakap-cakap, melaksanakan aktivitas terjadwal dan patuh
minum obat.
4. Apakah keluarga dapat mengetahui pengertian halusinasi, jenis
halusinasi
yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, dan cara–cara
merawat pasien halusinasi.
5. Apakah keluarga dapat merawat pasien langsung dihadapan pasien.
6. Apakah keluarga dapat membuat perencanaan follow up dan
rujukan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika
Aditama.
Keliat, B.A & Akemat. (2015). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa.
Jakarta : EGC.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI.
Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Correlation of Family Burden of The
Prevention of Recurrence of Schizophrenia Patients. Mental Health.
Yusalia, Refiazka. (2015). Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan
Halusinasi.
Yusuf, ahmad dkk. (2015) buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: salemba medika.

Anda mungkin juga menyukai