Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik II Stase Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh :
NPM : 4002180018
1. Definisi Halusinasi
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang diallami suatu persepsi melalui
panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Prabowo, 2014 : 129).
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang ingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.
Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika,
(2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang
tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak, (2001) dalam Darmaja (2014).
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013). Halusinasi merupakan gangguan persepsi
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera
tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami
persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang
2. Etiologi
a. Biologis
limbic. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, saya
dan kanak-kanak.
b. Psikologis
diri klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat dirasakan dari
keluarga, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau
bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan dapat berupa konflik dalam rumah
c. Sosial
seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang terisolir disertai distress
Menurut Prabowo (2014) perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah
sebagai berikut :
b. Menngerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verbal lambat
c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain
d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata
f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan
g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan
takut
4. Jenis-jenis Halusinasi
Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau
panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan.
Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau
feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah
urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang
menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku
f. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan
bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor perkembangan
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentah terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
3) Faktor biologis
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
b. Faktor Presipitasi
1) Perilaku
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan
seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
yaitu:
Dimensi fisik
yang sama.
Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
Dimensi intelektual
sosial, contoh diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia
berlangsung.
Dimensi spritual
terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang.
Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering
memburuk.
6. Pohon Masalah
Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah
pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Yusuf
dkk. 2015). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang
berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat
(effect). Menurut Damaiyanti (2014), pohon masalah pada pasien halusinasi adalah
sebagai berikut :
Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Effect
Core Problem
Isolasi sosial
Causa
7. Rentang Respon
berlebihan/dengan
Hubungan sosial pengalaman kurang Ketidakteraturan
Menarik diri
Keterangan :
a. Respon Adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh normanorma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
pengalaman ahli.
Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan
lingkungan.
Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
kewajaran
lain
kenyataan sosial.
Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit
dikhianati kekasih, masalah di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan
karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah
dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada
biasanya dalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya
tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban, diam dan
Karakteristik : Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.
Klien mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga
jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa
malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan
intensitas watu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan
menurun.
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
dimulai fase gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau
minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi
terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku
menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan
Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili
upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan
seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang
lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor,
misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan
10. Penatalaksanaan
percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa
yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat
adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan
pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat
adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi
klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya
adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara
yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan
mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien
tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk
a. Menghardik halusinasi.
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih
untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk
dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi
b. Menggunakan obat.
optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam
pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini
penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana
klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa
klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak
didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa
kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa
rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur: Jenis-jenis obat yang biasa
Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau
pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa
belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 –
900 mg perhari.
intoksikasi.
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku
Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit
Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi
skizofrenia.
Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi
efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini
akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi
halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan
baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu
dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam
waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan
SP I PASIEN SP I KELUARGA
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Endiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi gejala halusinasi yang dialami
pasien pasien beserta proses terjadinya
4. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara-cara merawat
menimbulkan halusinasi pasien halusinasi
5. Memgajarkan pasien menghardik
halusinasi
6. Menganjurkan pasien memasukan
cara meghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP I PASIEN SP II KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekan
harian pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatik pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung kepada pasien
3. Mengancurkan pasien memasukan halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN SP III KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Memberikan pendidikan kesehatan minum obat (dischargw planning)
tentang penggunaan obat secara 2. Menjelaskan follow up pasien
teratur setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
12. Data Fokus Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan utama dari proses keperawatan
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan
melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor presipitasi, faktor predisposisi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki klien.
a. Identitas Klien
Identitas ditulis lengkap meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
b. Alasan Masuk
yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit, apa yang sudah dilakukan oleh
bagaimana hasilnya.
Pasien dengan halusinasi biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa pasien sering
bagaimana hasilnya.
d. Faktor Predisposisi
genetic dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan.
e. Pemeriksaan Fisik
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
g. Riwayat Psikososial
1. Genogram
2. Konsep Diri
Identitas Diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien sebelum
sebagai laki-laki/perempuan.
Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status/peran
h. Hubungan Sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat denga klien, bagaimana peran serta
i. Spiritual
keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa
j. Status mental
- Penampilan
- Pembicaraan
Aktivitas motoric berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal
yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relative lama dengan sedikit
- Persepsi Sensori
mendengar suara tidak ada orang?” “apa anda mendengar suara orang yang
tidak dapat anda lihat?” “ apa yang dilakukan oleh suara itu?” memeriksa
- Proses pikir
- Orientasi
- Memori
- Kemampuan penilaian
bisikan/melihat bayangan
dengan suara-suara
Data Objektif :
SP I PASIEN SP I KELUARGA
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Endiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien
gejala halusinasi yang dialami
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien beserta proses terjadinya
pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
4. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
5. Memgajarkan pasien menghardik
halusinasi
6. Menganjurkan pasien memasukan
cara meghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP I PASIEN SP II KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekan
harian pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatik pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung kepada pasien
3. Mengancurkan pasien memasukan halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN SP III KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Memberikan pendidikan kesehatan minum obat (dischargw planning)
tentang penggunaan obat secara 2. Menjelaskan follow up pasien
teratur setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
4. Daftar Pustaka
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
Dan Indicator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Ahmad Rifa’i. (2020). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien
dengan Halusinasi. Diakses dari
https://www.studocu.com/en-gb/document/london-south-bank-university/ahs-
placement-progression-unit/lp-halusinasi-laporan-pendahuluan/9998454
Sri Devi Setyani. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Halusinasi
Pendengaran Terintegrasi Dengan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas
Juanda Samarinda. Diakses dari
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/317/1/1%20HAL%20SAMPUL
%20DEPAN%20%2817%20files%20merged%29.pdf
Farhanah Irwan, dkk. (2018). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinas.
Diakses dari https://osf.io/fdqzn/download
Niez Cabiez Is. (2016). LP 7 Diagnosa Utama Keperawatan Jiwa. Diakses dari
https://id.scribd.com/doc/317042024/LP-7-Diagnosa-Utama-Keperawatan-jiwa