Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

“KEPERAWATAN JIWA : HALUSINASI”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktek Belajar Klinik II Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan Semester VI

Nama : Retno Wulandari

NPM : 4002180018

MAHASISWA PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra

tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang diallami suatu persepsi melalui

panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu (Prabowo, 2014 : 129).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan

rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi

persepsi atau pendapat tentang ingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata.

Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang

berbicara (Kusmawati & Hartono, 2012 : 102).

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan

sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan atau penghidungan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada

(Damaiyanti, 2012 : 53).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh

pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika,

(2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang

tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak, (2001) dalam Darmaja (2014).

Menurut Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia

dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).

Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2013). Halusinasi merupakan gangguan persepsi

dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah

gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera

tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami

persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya

stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang

nyata ada oleh klien.

2. Etiologi

Gangguan halusinasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti (Biologis,

Psikologis dan Sosial)

a. Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak dapat menimbulkan gangguan seperti :

 Hambatan perkembangan khususnya konteks frontal, temporal dan citim

limbic. Gejala yang mungkin timbul adalah hambatan dalam belajar, saya

ingat dan berbicara.

 Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, perinatal neonates

dan kanak-kanak.

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis

diri klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas

adalah penolakan atau kekerasan dalam hidup klien. Penolakan dapat dirasakan dari
keluarga, pengasuh atau teman yang bersikap dingin, cemas, tidak peduli atau

bahkan terlalu melindungi sedangkan kekerasan dapat berupa konflik dalam rumah

tangga merupakan lingkungan resiko gangguan orientasi realitas.

c. Sosial

Kehidupan sosial budaya dapat pula mempengaruhi gangguan orientasi realitas

seperti kemiskinan, konflik sosial, budaya, kehidupan yang terisolir disertai distress

yang menumpuk (Yudi Hartono, 2012 : 108).

3. Tanda dan Gejala

Menurut Prabowo (2014) perilaku pasien yang berkaitan dengan halusinasi adalah

sebagai berikut :

a. Bucara, senyum dan ketawa sendiri

b. Menngerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan respon verbal lambat

c. Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri dari orang lain

d. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang tidak nyata

e. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah

f. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan

berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya

g. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya) dan

takut

h. Sulit berhubungan dengan orang lain

i. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah

j. Tidak mampu mengikuti perintah


k. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panic, agitasi dan kataton

4. Jenis-jenis Halusinasi

Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Halusinasi pendengaran (auditory)

Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan, mengancam,

memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal yang berbahaya).

Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada sumber suara, bicara atau

tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup telinga, mulut komat-kamit,

dan ada gerakan tangan.

b. Halusinasi penglihatan (visual)

Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau

panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau menakutkan.

Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu, menunjuk ke

arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.

c. Halusinasi penciuman (olfactory)

Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine atau

feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah

seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan hidung pada

tempat tertentu, menutup hidung.

d. Halusinasi pengecapan (gustatory)


Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa darah,

urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut seperti

gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.

e. Halusinasi perabaan (taktil)

Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti

merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada yang

menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus. Perilaku

yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba permukaan

kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu rabaan.

f. Halusinasi sinestetik

Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri, makanan

dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di atas permukaan

bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap tubuhnya sendiri dan

terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang tubuhnya.

5. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Halusinasi

a. Faktor Predisposisi

Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi :

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan

kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,

mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentah terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stres yang

berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat

yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjangan

jangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien

dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

5) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

b. Faktor Presipitasi

1) Perilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan

tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak

mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan yang

nyata dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba
memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan

seorang individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-

psiko-sosio-spritual. Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi

yaitu:

 Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti

kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga

delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu

yang sama.

 Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi daari halusinasi

dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup

lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien

berbuat sesuatu terhadap kekuatan tersebut

 Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls

yang menekan, namun merupakan satu hal yang menimbulkan

kewaspadaan yang dapat menagmabil seluruh perhatian klien dan

jarang akan mengontrol semua perilaku klien.


 Dimensi sosial

Klien mengalami gangguan interaksi sosial dari fase awal dan

comforting klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi dialam

nyata sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-

olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi

sosial, contoh diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia

nyata. Isi halusinasi dijadikan ancaman, dirinya atau orang lain

individu cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu

proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang

memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga

klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

 Dimensi spritual

Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang

berupaya secara spritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya

terganggu, karena ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang.

Saat terbangun terasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering

memaki takdir tetapi lemah dalam upaya memjemput rezeki,

menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya

memburuk.
6. Pohon Masalah

Pasien biasanya memiliki lebih dari satu masalah keperawatan. Sejumlah masalah

pasien akan saling berhubungan dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Yusuf

dkk. 2015). Untuk membuat pohon masalah, minimal harus ada tiga masalah yang

berkedudukan sebagai penyebab (causa), masalah utama (core problem), dan akibat

(effect). Menurut Damaiyanti (2014), pohon masalah pada pasien halusinasi adalah

sebagai berikut :

Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)

Effect

gangguan persepsi sensori : halusinasi

Core Problem

Isolasi sosial

Causa

7. Rentang Respon

Rentang adaptif Respon maladaptive

 Pikiran logis  Pikiran terkadang  Kelainan pikiran

 Persepsi akurat nenyimpang  Halusinasi

 Emosi konsistensi  Ilusi  Tidak mampu

 Perilaku sosial  Emosional mengatur emosi

berlebihan/dengan
 Hubungan sosial pengalaman kurang  Ketidakteraturan

 Perilaku ganjil  Isolasi sosial

 Menarik diri

(Dalami, Ernawati dkk 2014)

Keterangan :

a. Respon Adaptif adalah respon yang yang dapat diterima oleh normanorma sosial

budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika

menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut

 Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

 Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

 Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

 Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran.

 Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denagn orang lain dan

lingkungan.

b. Respon psikosial meliputi :

 Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan gangguan

 Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan

yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera

 Emosi berlebihan atau berkurang


 Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

kewajaran

 Menarik diri yaitu percobaan untuk menghindar interaksi dengan orang

lain

c. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon

maladaptif ini meliputi :

 Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.

 Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal

yang tidak realita atau tidak ada.

 Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati.

 Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur.

 Isolasi sosial adalah kondisi sendirian yang dialami oleh individu dan

diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan

yang negatif mengancam.

8. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu:

a. Stage I (Sleep Disorder)

Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.


Karakteristik : Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,

takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit

karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,

dikhianati kekasih, masalah di kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan

karena terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah

sangat buruk. Sulit tidur berlangung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal.

Klien menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

b. Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)

Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.

Karakteristik : Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya perasaan

cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba untuk memusatkan

pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran

dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahapan ini ada

kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya. Perilaku yang muncul

biasanya dalah menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya

tanpa menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban, diam dan

dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.

c. Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)

Secara umum halusinasi sering mendatangi klien.

Karakteristik : Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias.

Klien mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai berupaya untuk menjaga

jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa

malu karena pengalaman sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan
intensitas watu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan

sistem syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan, seperti :

pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi menurun, konsentrasi

menurun.

d. Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)

Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan

Karakteristik : Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang

datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah

dimulai fase gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya muncul yaitu individu

cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi halusinasi, kesulitan berhubungan dengan

orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/menit.

e. Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)

Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.

Karakteristik : Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam

dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau

perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama

minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi

terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku

menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, dan kegiatan fisik yang merefleksikan

isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri).


9. Mekanisme Koping

Menurut Dalami dkk (2014) mekanisme koping adalah perilaku yang mewakili

upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan berhubungan

dengan respon neurobiologi maladaptif meliputi:

a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali

seperti apa perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses

informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang

lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk

menjelaskan kerancuan persepsi).

c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun

psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindari sumber stressor,

misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan

reaksi psikologis individu menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak

berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.

10. Penatalaksanaan

Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk

membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling

percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum

mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa

nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi

yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus
memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat

adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan

penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan

halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun

pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat

harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.

Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya

adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi

terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan

klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya

adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara

yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan

mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien

lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara

tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang

dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan cara-cara baru.

Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk

mengontrol halusinasi, meliputi :

a. Menghardik halusinasi.

Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus

berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih

untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk

dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi,
jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi

dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi.

b. Menggunakan obat.

Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan

neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi

penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana

mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara

optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam

pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan

teratur. Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan

klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini

penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana

klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa

klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak

didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa

kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa

berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih

mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan

halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke

rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur: Jenis-jenis obat yang biasa

digunakan pada pasien halusinasi adalah:

 Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange


Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,

ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –

gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik

depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.

Cara pemberian: Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau

suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti

peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini

dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali

pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa

belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 –

900 mg perhari.

Kontra indikasi: Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan

koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang

hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.

Efek samping: Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk,

hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore

pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.

Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi

menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf

pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan

gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan

intoksikasi.

 Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar


Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la

tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku

yang berat pada anak – anak.

Cara pemberian: Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi

menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -

5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.

Kontra indikasi: Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit

parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.

Efek samping: Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih,

gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang

jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala

gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi

hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis

melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan,

tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.

 Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil

Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala

skizofrenia.

Cara pemberian: Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya

rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan,

dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 m

setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi

50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.


Kontra indikasi: Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat,

hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap

phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan

efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan

terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari

menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).

c. Berinteraksi dengan orang lain. Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan

hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen

akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami

peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini

akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi

sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua

yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.

d. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan

halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan

baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu

dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam

menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu

memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada

waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan

cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal


11. Strategi Pelaksanaan (SP)

SP I PASIEN SP I KELUARGA
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Endiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi gejala halusinasi yang dialami
pasien pasien beserta proses terjadinya
4. Mengidentifikasi situasi yang 3. Menjelaskan cara-cara merawat
menimbulkan halusinasi pasien halusinasi
5. Memgajarkan pasien menghardik
halusinasi
6. Menganjurkan pasien memasukan
cara meghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP I PASIEN SP II KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekan
harian pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatik pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung kepada pasien
3. Mengancurkan pasien memasukan halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN SP III KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Memberikan pendidikan kesehatan minum obat (dischargw planning)
tentang penggunaan obat secara 2. Menjelaskan follow up pasien
teratur setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
12. Data Fokus Pengkajian

Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan utama dari proses keperawatan

terdiri dari pengumpulan data dan perumusan masalah klien. Data yang dikumpulkan

melalui data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada

pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor presipitasi, faktor predisposisi,

penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki klien.

a. Identitas Klien

Identitas ditulis lengkap meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal

masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Alasan Masuk

Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis hasilnya, apa

yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit, apa yang sudah dilakukan oleh

klien/keluarga sebelumnya atau dirumah untuk mengatasi masalah ini dan

bagaimana hasilnya.

Pasien dengan halusinasi biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa pasien sering

melamun, menyendiri dan terlihat berbicara sendiri, tertawa sendiri.

c. Riwayat penyakit sekarang/Faktor Presipitasi

Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab

munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan

bagaimana hasilnya.
d. Faktor Predisposisi

Menanyakan apakah pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasalalu,

pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masalalu, faktor

genetic dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang tidak

menyenangkan.

e. Pemeriksaan Fisik

Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/berat badan,

ada/tidaknya keluhan fisik seperti nyeri dll.

f. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga

menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya

defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.

g. Riwayat Psikososial

1. Genogram

Membuat genogram beserta keterangannya, untuk mengetahui kemungkinan

adanya riwayat genetic yang menyebabkan/menurunkan gangguan jiwa.

2. Konsep Diri

 Citra Tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian

tubuhnya yang paling/tidak disukai.

 Identitas Diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien sebelum

dirawat, kepuasan klien terhadap suatu/posisi tersebut, kepuasan klien

sebagai laki-laki/perempuan.
 Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status/peran

dan harapan klien terhadap lingkungan.

 Ideal Diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status,

tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan.

 Harga Diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam hubungannya

dengan orang lain dengan kondisi dan bagaimana penilaian/penghargaan

orag lain terhadap diri dan lingkungan klien.

h. Hubungan Sosial

Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat denga klien, bagaimana peran serta

dalam kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain.

i. Spiritual

Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana nilai, norma, pandaangan dan

keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa

sesuai dengan norma budaya dan agama yang dianut.

j. Status mental

- Penampilan

Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usiam cara berpakaian,

kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah, kontak mata.

- Pembicaraan

Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada kien, apakah cepat, keras,

gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu dll.


- Aktivitas motoric

Aktivitas motoric berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam hal

tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik, seringan,

tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar.

- Afek dan emosi

Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidaj menyenangkan

yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relative lama dengan sedikit

komponen fisiologi/fisik seperti bangga, kecewa. Emosi adalah manifestasi

afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar, disertai banyak komponen

fisiologis dan berlangsung relative lebih singkat/spontan seperti sedih,

ketakutan, putus asa, khawatir atau gembira berlebihan.

- Interaksi selama wawancara

Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak, bagaimana kontak

mata dengan perawat dll.

- Persepsi Sensori

Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah anda sering

mendengar suara tidak ada orang?” “apa anda mendengar suara orang yang

tidak dapat anda lihat?” “ apa yang dilakukan oleh suara itu?” memeriksa

ada/tidak halusinasi dan ilusi.

- Proses pikir

Bagaimana proses piker klien, bagaimana alur pikirnya (koheren, inkoheren),

bagaimana isi pikirnya realistis/tidak.


- Tingkat kesadaran

Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.

- Orientasi

Bagaimana orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang.

- Memori

Apakah klien mengalami gangguan daya ingat

- Tingkat konsentrasi dan berhitung

Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana

kemampuan berhitung klien.

- Kemampuan penilaian

Skor Keterangan Karakteristik

0 Tidak ada Tidak cukup informasi

1 Sangat berat Keputusan yang diambil maladaptive dan

perilakunya beresiko membahayakan diri sendiri

dan orang lain

2 Berat Penilaian yang diambil maladaptive

3 Sedang Tidak mampu membuat penilaian sederhana

(konstruktif dan adaptif) meskipun telah

mendapatkan bantuan orang lain

4 Ringan Mampu membuat penilaian sederhana dengan

bantuan orang lain

- Daya tilik diri


Apakah klien mengingkari penyakit yang diderita, apakah klien

menyalahkan hal-hal diluar dirinya.

13. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah

1. Data Subjektif : Resistgangguan Halusinasi

 Pasien mengatakan mendengar persepsi sensori

bisikan/melihat bayangan

 Pasien menyatakan senang

dengan suara-suara

Data Objektif :

 Pasien terlihat bicara sendiri,

tertawa sendiri, sering

melamun, menyendiri dan

marah tanpa sebab

14. Diagnosa Keperawatan

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

15. Perencanaan Keperawatan

SP I PASIEN SP I KELUARGA
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Endiskusikan masalah yang
pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien
gejala halusinasi yang dialami
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien beserta proses terjadinya
pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
4. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
5. Memgajarkan pasien menghardik
halusinasi
6. Menganjurkan pasien memasukan
cara meghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP I PASIEN SP II KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Melatih keluarga mempraktekan
harian pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatik pasien mengendalikan halusinasi
halusinasi dengan cara bercakap- 2. Melatih keluarga melakukan cara
cakap dengan orang lain merawat langsung kepada pasien
3. Mengancurkan pasien memasukan halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN SP III KELUARGA
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Memberikan pendidikan kesehatan minum obat (dischargw planning)
tentang penggunaan obat secara 2. Menjelaskan follow up pasien
teratur setelah pulang
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
3. Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian

4. Daftar Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
Dan Indicator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Ahmad Rifa’i. (2020). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien
dengan Halusinasi. Diakses dari
https://www.studocu.com/en-gb/document/london-south-bank-university/ahs-
placement-progression-unit/lp-halusinasi-laporan-pendahuluan/9998454
Sri Devi Setyani. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Halusinasi
Pendengaran Terintegrasi Dengan Keluarga Di Wilayah Kerja Puskesmas
Juanda Samarinda. Diakses dari
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/317/1/1%20HAL%20SAMPUL
%20DEPAN%20%2817%20files%20merged%29.pdf
Farhanah Irwan, dkk. (2018). Asuhan keperawatan Jiwa Dengan Masalah Halusinas.
Diakses dari https://osf.io/fdqzn/download
Niez Cabiez Is. (2016). LP 7 Diagnosa Utama Keperawatan Jiwa. Diakses dari
https://id.scribd.com/doc/317042024/LP-7-Diagnosa-Utama-Keperawatan-jiwa

Anda mungkin juga menyukai