Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

SISTEM PERNAPASAN (TUBERKULOSIS PARU)

Laporan ini dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


dalam Praktik Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :
Retno Wulandari, S.Kep.
NIM: 4012230011

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XVIII


STIKES BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Tuberkulosis Paru (TB Paru)


Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.
Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA)
dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2012).
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang
lain melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian, 2015).
Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif
melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA negatif juga masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan
yang kecil (kemenkes RI,2015).

2. Etiologi Tuberkulosis Paru


Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar
ultraviolet. Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan
bovin. Basil tipe human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari
penderita TB paru dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini
(Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia,
HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan
gizi, gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal Asia
Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.

3. Tanda dan Gejala Tuberkulosis Paru


Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise,
sesak nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2
bagian yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
a. Gejala sistemik yaitu :
 Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala
demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan
menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi
8 peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh
meningkat dan terjadilah demam.
 Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal,
penurunan berat badan dan mudah lelah.
b. Gejala respiratorik yaitu :
 Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul
peradangan menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih
dari 3 minggu (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
 Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari
pecahnya pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa
garis atau bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang
banyak. (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
 Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika
penyakit berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena
adanya hal lain seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
 Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada
pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti
leher, abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan
akibat iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau
(Smeltzer & Bare,2013).

4. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan Tuberculosis ialah memusnahkan basil tuberkulosis
dengan cepat dan mencegah kambuh. Obat yang digunakan untuk Tuberculosis
digolongkan atas dua kelompok yaitu :
 Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
 Obat sekunder : Exionamid, Paraminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin (Depkes RI, 2011)

5. Patofisiologi Tuberkulosis Paru


Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil
dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi
awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi
antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal
infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma
terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti
dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.
Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas
makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi
yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi
dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi
aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi
sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian
meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan
terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel
tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah
yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan
fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk
suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
6. Pathway Tuberkulosis

7.
Mycrobacteriu Droplet Menetap di Menempel di Terhirup bronkus Iritasi pada Produksi secret
m Tuberculosis udara jalan napas bronkus meningkat

Merangsang
Kurang Inflamasi hipotalamus Penumpukan Batuk
terpapar sehingga suhu sekret nonproduktif,
informasi tubuh meningkat produktif, dan
hemoptisis

MK : Defisit Merangsang
pengetahuan hipotalamus Suhu tubuh Kesulitan
meningkat bernafas

MK : Bersihan
jalan nafas
Produksi tidak efektif
mediator nyeri MK : Pasokan O2
meningkat Hipertermia menurun

Merangsang Nosiseptor
aktivitas terangsang Sesak
simpatis

Efek pada GI Nyeri dada Merangsang MK : Pola nafas


RAS tidak efektif

Cadangan Anoreksia MK : Nyeri Pusat jaga aktif


energy akut
menurun

Kelemahan Penurunan BB Tidur


terganggu

MK : Intoleransi MK : Defisit MK : Gangguan


akttivitas Nutrisi pola tidur
8. Data Fokus Pengkajian
a. Wawancara
1) Identitas pasien menurut (Gusti,2013).
Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama,
pendidikan, status perkawinan, suku bangsa, no. register, tanggal MRS, dan
diagnosa keperawatan.
2) Keluhan utama
TB paru dijuluki sebagai the great iminator yaitu suatu penyakit yang
memiliki kemiripan gejala dengan penyakit lain seperti lemah dan demam.
Menurut Arif Mutaqqin (2012) keluhan pada penderita TB paru yaitu:
 Batuk
Keluhan batuk timbul pada awal dan merupakan gangguan yang sering
dikeluhkan oleh klien.
 Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB paru selalu menjadi alasan utama untuk
meminta pertolongan kesehatan.
 Sesak nafas
Keluhan sesak nafas ditemukan apabila kerusakan parenkim sudah luas atau
ada hal-hal lainnya seperti efusi pleura, pneumothoraks dan lain-lain.
 Nyeri dada
Nyeri dada pada klien dengan TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.
 Demam
Demam biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam atau
influenza yang hilang timbul.
 Keluhan sistemis lainnya
Keluhan yang muncul biasanya keringat malam, anoreksia, malaise,
penurunan berat badan.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Jika keluhan
pada pasien adalah batuk maka perawat harus menanyakan berapa lama batuk
muncul. Jika yang menjadi alasan pasien meminta pertolongan kesehatan adalah
sesak nafas maka perawat harus mengkaji dengan menggunakan PQRST agar
memudahkan perawat dalam pengkajian.
4) Riwayat penyakit dahulu
Perawat menanyakan apakah sebelumnya pernah menderita TB paru,
keluhan batuk lama saat masih kecil, TB dari orang lain, atau penyakit lain
seperti diabetes militus. Tanyakan pada pasien apakah ada obat-obatan yang
diminum pada masa lalu, tanyakan adanya alergi obat serta reaksi alergi yang
timbul (Muttaqin,2012).
5) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan apakah penyakit TB paru pernah dialami oleh anggota keluarga
lain sebagai faktor predisposisi penularan di dalam rumah (Muttaqin,2012).
6) Riwayat Psiko-Sosio dan Spiritual
Pengkajian psikologis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi mengenai status emosi,status kongnitif, dan
perilaku pasien. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian
psiko-sosio-spiritual yang seksama (Muttaqin,2012).
7) Pola kesehatan sehari-hari
 Pola nutrisi
Pada penderita TB paru akan mengeluh tidak nafsu makan karena
menurunnya nafsu makan, disertai batuk yang akhirnya berakibat mengalami
penurunan berat badan (Somantri,2012).
 Pola eliminasi
Penderita TB paru urine berwarna jingga pekatdan berbau sebagai ekskresi
karena meminum OAT terutama Rifampisin (Muttaqin,2012).
 Pola istirahat dan tidur dengan adanya nyeri dada dan sesak nafas pada
penderita TB akan terganggu kenyamanan tidur dan istirahat.
 Pola Pesonal Hygiene Pada Personal Hygiene tidak mengalami perubahan
jika dalam keadaan sakit berat penderita TB paru membutuhkan bantuan
untuk memenuhi kebutuhan Personal Hygiene nya.
 Aktivitas dengan adanya batuk dan sesak nafas akan menganggu aktivitas
klien.
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum pasien dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pada penderita TB paru perlu dilakukan seperti kesadaran
klien yang terdiri dari composmentis, somnolen, apatis, sopor, soporokoma atau
koma (Muttaqin,2012). Pada pemeriksaan tanda-tanda vital klien biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan. Frekuensi nafas meningkat
apabila disertai sesak nafas, denyut nadi meningkat seiring dengan peningkatan
suhu tubuh, frekuensi pernafasan dan tekanan darah bila ada riwayat hipertensi
(Muttaqin,2012).
 Pemeriksaan Head To Toe
 Pemeriksaan kepala dan muka
Simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi, warna rambut hitam atau putih
biasanya pada klien dengan asma muka tampak pucat.
 Pemeriksaan telinga
Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, terdapat serumen atau
tidak.
 Pemeriksaan mata
Simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih, tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri tekan.
 Pemeriksaan hidung
Simetris, terdapat sekret atau tidak, terdapat polip atau tidak, ada nyeri tekan
atau tidak, pada klien dengan asma biasanya terdapat cuping hidung.
 Pemeriksaan mulut dan faring
Mukosa bibir lembab, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan, adakah kesulitan
untuk menelan.
 Pemeriksaan leher
Simetris, ada nyeri tekan atau tidak, ada benjolan atau tidak, adakah
pembesaran vena jugularis atau tidak.
 Pemeriksaan payudara dan ketiak
Payudara simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
pada ketiak tumbuh rambut atau tidak.
 Pemeriksaan bagian thorax
- Inspeksi Pemeriksaan dengan melihat keadaan umum sistem pernafasan
serta menilai adanya tanda-tanda abnormal misalnya adanya sianosis,
pucat, kelelahan, sesak nafas, batuk dan menilai adanya sputum
(Djojodibroto,2016).
- Palpasi Pemeriksaan dengan palpasi bertujuan untuk mendeteksi
kelainan seperti peradangan di daerah setempat. Cara palpasi dapat
dilakukan dari belakang dengan meletakkan kedua tangan di kedua sisi
tulang belakang. Jika di daerah puncak paru terdapat fibrosis seperti
proses TB paru, tidak akan ditemukan pengembangan di bagian atas
thorak. (Muttaqin,2012).
- Perkusi Perkusi atau pengetukan dada akan menghasilkan vibrasi pada
dinding dada dan organ paru di bawahnya akan diterima oleh
pendengaran pemeriksa. Perkusi yang dilakukan diatas organ yang
padat atau yang berisi cairan akan menimbulkan bunyi yang memiliki
amplitudo rendah dan frekuensi tinggi yang disebut suara pekak.
(Djojodibroto,2016).
- Auskultasi Auskultasi merupakan mendengarkan suara yang berasal
dari dalam tubuh dengan cara menempelkan telinga ke dekat sumber
bunyi dengan menggunakan stetoskop. Pada klien dengan TB paru
timbul suara ronki basah, kasar dan nyaring akibat peningkatan
produksi sekret pada saluran pernafasan (Somantri,2012).
 Pemeriksaan jantung
- Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
- Palpasi: ictus cordis terletak di ICS V mid klavikula sinistra
- Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar tunggal
- Perkusi: Suara pekak.
 Pemeriksaan abdomen
- Inspeksi
Kaji abdomen apakah membuncit atau datar, amati apakah ada massa
atau tidak, amati apakah ada lesi atau tidak.
- Auskultasi
Kaji suara peristaltik usus normalnya 5-35 kali/menit: pada penderita
gastroenteritis bunyi peristaltik keras dan panjang.
- Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan atau tidak,
kemudian mencari perabaan ada tidaknya benjolan.
- Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mendengarkan adanya cairan,gas atau massa
dalam perut. Bunyi perkusi yang normal adalah timpani, tetapi bunyi ini
dapat berubah pada keadaan tertentu.
 Pemeriksaan integumen
Amati warna kulit, struktur kulit halus, apakah ada nyeri tekan atau tidak, ada
benjolan atau tidak.
 Pemeriksaan ekstremitas
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan ekstremitas yaitu :
nyeri, odem pada kaki atau terdapat fraktur, pergerakan dan tanda injury.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
 Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,
penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktupagi-sewaktu).
 Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan
hasilnya BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
 Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung Pemeriksaan dilakukan dengan
cara mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
- S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung
pertama kali ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa
sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi pada hari kedua.
- P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan
kesehatan.
- S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat
menyerahkan dahak pagi.
 Pemeriksaan biakan Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
mycbacterium tuberculosis.
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat
harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau
quality assurance. (Kemenkes,2014).
Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang
pada TB paru meliputi :
 Laboratorium darah rutin LED normal/meningkat, limfositosis
 Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi karena
klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.

 Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)


Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
 Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
 Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu
mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi adanya resistensi.
 Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC)
Deteksi Growth Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak oleh kuman TB.
 Pemeriksaan Radiologi Gambaran foto thorak yang menunjang
didiagnostis TB paru yaitu :
- Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical
lobus bawah.
- Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
- Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
- Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
- Bayangan millie

9. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. Data Subjektif : Mycrobacterium Hipertermia
tuberculosis
(tidak terdaftar)
Data Objektif : Droplet
 Suhu tubuh diatas nilai normal
 Kulit merah Menetap diudara

 Kejang Menempel di jalan napas


 Takikardi
 Takipnea Inflamasi
 Kulit terasa hangat
Merangsang hipotalamus
sehingga suhu meningkat

Hipertermia
2. Data Subjektif : Myobacterium Bersihan jalan
tuberculosis
(tidak tersedia) napas tidak efektif
Data Objektif : Droplet
 Batuk tidak efektif
 Tidak mampu batuk Menetap diudara

 Sputum berlebih Menetap dijalan napas


 Mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering Terhirup bronkus
 Gelisah
Iritasi pada bronkus
 Sianosis
 Bunyi nafas menurun Produksi secret meningkat
 Frekuensi nafas berubah
Batuk nonproduktif,
 Pola nafas berubah produktif, dan hemoptisis
Bersihan jalan napas tidak
efektif

3. Data subjektif : Myobacterium Pola napas tidak


tuberculosis
 Dispnea efektif
Data objektif : Droplet
 Penggunaan otot bantu
pernapasan Menetap diudara

 Fase ekspirasi memanjang Menetap dijalan napas


 Pola napas abnormal (mis.
Takipnea, bradipnea, Terhirup bronkus
hiperventilasi, kussmaul,
Iritasi pada bronkus
cheyne-stokes)
Produksi secret meningkat

Penumpukan sekret

Kesulitan bernapas

Pasokan O2 menurun

Sesak

Pola napas tidak efektif


4. Data Subjektif : Mycrobacterium Nyeri akut
tuberculosis
 Mengeluh nyeri
Data Objektif : Droplet
 Tampak meringis
 Bersikap protektif (mis. Menetap diudara

Waspada, posisi Menempel di jalan napas


menghindari nyeri)
 Gelisah Inflamasi
 Frekuensi nadi meningkat
Merangsang hipotalamus
 Sulit tidurk
Produksi mediator nyeri

Nosiseptor terangsang

Nyeri dada

Nyeri akut
6. Data Subjektif : Mycrobacterium Deficit nutrisi
tuberculosis
 Cepat kenyang setelah
makan Droplet
 Nafsu makan menurun
Data Objektif : Menetap diudara

 berat badan menurun Menempel di jalan napas


minimal 10% dibawah
rentang ideal Inflamasi

 membrane mukosa pucat Merangsang hipotalamus

Produksi mediator nyeri

Nosiseptor terangsang

Merangsang aktivitas
simpatis

Efek pada GI

Anoreksia

Penurunan BB

Deficit nutrisi
7. Data Subjektif : Mycrobacterium Intoleransi aktivitas
tuberculosis
 Mengeluh lelah
 Merasa lemah Droplet
Data Objektif :
 Frekuensi jantung Menetap diudara

meningkat >20% dari Menempel di jalan napas


kondisi istirahat
Inflamasi

Merangsang hipotalamus

Produksi mediator nyeri

Nosiseptor terangsang

Merangsang aktivitas
simpatis

Efek pada GI

Anoreksia

Cadangan energy
menurun

Kelemahan

Intoleransi aktivitas
8. Data Subjektif : Mycrobacterium Gangguan pola
tuberculosis
 Mengeluh sulit tidur tidur
 Mengeluh sering terjaga Droplet
 Mengeluh tidak puas tidur
Menetap diudara
 Mengeluh pola tidur
berubah
Menempel di jalan napas
 Mengeluh istirahat tidak
cukup Inflamasi
Data Objektif :
(tidak tersedia) Merangsang hipotalamus

Produksi mediator nyeri

Nosiseptor terangsang

Nyeri dada

Merangsang RAS

Pusat jaga aktif

Tidur terganggu

Gangguan pola tidur


9. Data Subjektif : Mycrobacterium Deficit pegetahuan
tuberculosis
(tidak tersedia)
Data Objektif : Droplet
 Menunjukan perilaku tidak
sesuai anjuran Menetap diudara
 Menunjikan presepsi yang Menempel di jalan napas
keliru terhadap masalah
Inflamasi

Kurang terpapar informasi

Deficit pengetahuan

10. Diagnosa Keperawatan

1) D.0129 Hipertermia b/d proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)

2) D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang tertahan

3) D.0005 Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas

atau kelemahan otot pernapasan)

4) D.0077 Nyeri akut b/d agen cedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

5) D.0019 Defisit Nutrisi b/d factor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)

6) D.0056 Intoleransi aktivitas b/d kelemahan


7) D.0055 Gangguan pola tidur b/d hambatan lingkungan (mis. Kelembapan lingkungan

sekitas, suhu lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal

pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

8) D.01111 Deficit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia, 2017)


11. Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Hipertermia b/d Tujuan : Manajemen Hipertermia
proses penyakit Termoregulasi membaik Tindakan
(mis. Infeksi, Observasi
kanker) Kritreria Hasil : 1. Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi terpapar
- Suhu tubuh membaik lingkungan panas penggunaan incubator)
- Suhu kulit membaik 2. Monitor suhu tubuh
- Tidak terdapat kulit merah 3. Monitor kadar elektrolit
- Tidak pucat 4. Monitor haluaran urine
- Tidak ada kejang Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia
atau kompres dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
2. Bersihan jalan napas Tujuan : Tujuan : Latihan batuk efektif
tidak efektif b/d Kemampuan membersihkan Tindakan
sekresi yang sekret atau obstruksi jaan nafas Observasi
tertahan untuk mempertahankan jalan 1. Identifikasi kemampuan batuk
nafas tetap paten 2. Monitor adanya retensi sputum
3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
Kriteria Hasil : 4. Monitor input dan output cairan ( mis. jumlah dan
- Produksi sputum menurun karakteristik)
- Wheezing menurun Terapeutik
- Dispnea menurun 1. Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
- Ortopnea menurun 2. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Sulit bicara menurun 3. Buang sekret pada tempat sputum
- Sianosis menurun Edukasi
- Gelisah menurun 1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Frekuensi nafas membaik 2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
- Pola nafas membaik detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik
napas dalam yang ke-3
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu
3. Pola napas tidak Tujuan : Pemantauan Respirasi
efektif b/d hambatan Keadekuaatan inspirasi dan Tindakan
upaya napas (mis. ekspirasi Observasi
Nyeri saat bernapas 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
atau kelemahan otot Kriteria Hasil : 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
pernapasan) - Frekuensi napas membaik hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
- Dyspnea menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
- Penggunaan otot bantu 4. Monitor adanya produksi sputum
napas menurun 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Eksudasi dada membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Nyeri akut b/d agen Tujuan : Manajemen Nyeri
cedera fisiologis Tingkat nyeri menurun Tindakan
(mis. Inflamasi, Observasi
iskemia, neoplasma) Kriteria Hasil : 1. lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
- Keluhan nyeri menurun intensitas nyeri
- Frekuensi nadi membaik 2. Identifikasi skala nyeri
- Tidak meringis 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
- Tidak gelisah nyeri
4. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
5. Defisit Nutrisi b/d Tujuan : Manajemen Nutrisi
factor psikologis Ketidakadekuatan asupan Tindakan
(mis. Stress, nutrisi untuk Observasi :
keengganan untuk memenuhi kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi
makan) metabolism 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
Kriteria Hasil : 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Porsi makan yang 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
dihabiskan 6. Monitor asupan makanan
- Pengetahuan tentang Terapeutik :
standar asupan nutrisi yang 1. Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
tepat 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet
- Penyiapan dan 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
penyimpanan 4. Berikan makanan tinggi kalori dan protein
makanan yang aman 5. Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Nyeri abdomen menurun 6. Hentikan pemberian makanan melalui selang
- Frekuensi makan membaik nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
- Nafsu makan membaik Edukasi :
- Bising usus membaik 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Membrane mukosa 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
membaik Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
6. Intoleransi aktivitas Tujuan : Manajemen Energi
b/d kelemahan Keadekuatan respon fisiologis Tindakan
terhdap aktivitas yabg Observasi
membutuhkan tenaga 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
Kriteria Hasil : 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Frekuensi nadi meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
- Keluhan lelah menurun 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
- Dyspnea saat dan setelah melakukan aktivitas
aktivitas menurun Terapeutik
- Perasaan lemah menurun 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
(mis. cahaya, suara, kunjungan)
2. Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7. Gangguan pola tidur Tujuan : Dukungan tidur
b/d hambatan Keadekuatan kualitas dan Tindakan
lingkungan (mis. kuantitas tidur Observasi
Kelembapan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
lingkungan sekitas, Kriteria Hasil : 2. Identifikasi fak tor penganggu tidur
suhu lingkungan, - Keluhan sulit tidur menurun 3. Mengidentifikasi obat tidur yang dikonsumsi
pencahayaan, - Keluhan sering terjaga Terapeutik
kebisingan, bau menurun 1. Modifikasi lingkungan
tidak sedap, jadwal - Tidak ada keluhan pola 2. Batasi waktu tidur siang
pemantauan/pemeri tidur 3. Fasilitasi menghilangkan stres
ksaan/tindakan) - Keluhan istirahat tidk cukup sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal rutin tidur
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidurcukup
selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan tidur
8. Deficit pengetahuan Tujuan : Edukasi perilaku upaya kesehatan
b/d kurang terpapar Kecukupan informasi kognitif Tindakan
informasi yang berkaitan dengan topic Observasi
tertentu 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
Kriteria Hasil : Terapeutik
- Perilaku sesuai anjuran 1. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
meningkat 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Kemampuan menjelaskan 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
pengetahuan tentang suatu 4. Gunakan variasi mode pembelajaran
topic meningkat 5. Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
6. Berikan pujian dan dukungan terhadap usaha positif
dan pencapaiannya
Edukasi
1. Informasikan sumber yang tepat yang tersedia di
masyarakat
2. Anjurkan menggunakan fasilitas kesehatan
12. Daftar Pustaka

Della Octianne Caroline. (2020). Bab II Tinjauan Pustaka . Diakses dari

http://eprints.umpo.ac.id/6171/3/BAB%202.pdf

Elin Erlina. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Tb Paru Di Puskesmas

Siak Hulu I Kabupaten Kampar Tahun 2020. (Karya Tulis Ilmiah dari Politeknik

Kesehatan Kemenkes Riau. 2020). Diakses dari

http://repository.pkr.ac.id/1112/1/KTI%20ELIN%20ERLINA_.pdf

Gloria Bulechek, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia : CV.

Mocomedia.

Herdman, T. 2017. NANDA-I diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi 2018-2010.

Jakarta : ECG, 2018.

Mulyasmi. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. F Dengan Tb Paru Di Wilayah Kerja

Puskesmas Pasar Baru Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2018. (Karya Tulis

Ilmiah dari Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis, 2018). Diakses dari

http://repo.stikesperintis.ac.id/173/1/55%20MULYASMI.pdf

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi

Dan Indicator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III. Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi

Dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai