Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi

Disusun Oleh :

RETNO WULANDARI

NPM. 4012230011

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes BINA PUTERA BANJAR

TAHUN 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar Oksigenasi


1. Pengertian
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 ke dalam system (kimia atau
fisika). Oksigen merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat
dibutuhkan dalam proses metabolism sel. Sebagai hasilnya terbentuklah
karbon dioksida, energy dan air. Akan tetapi, penambahan CO2 yang melebihi
batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktivitas sel (Guyton & Hall, 2007).
Manusia membutuhkan oksigen untuk mempertahankan hidup. Sestem
kardiopulmonal berfungsi menyuplai kebutuhan oksigen tubuh. Fungsi
tersebut melibatkan transport darah teroksigenasi ke jantung kanan dan
sirkulasi pulmonal serta transport darah teroksigenasi dari paru-paru ke
jantung kiti dan jaringan. Darah teroksigenasi melalui mekanisme ventilasi,
respirasi, perfusi dan transport gas respiratori (Noviestari, Enie, dkk, 2015).
Kebutuhan oksigen klien dapat terpenuhi dengan mempromosikan
pengembangan paru, memobilisasi sekresi, dan mempertahankan kepatenan
jalan nafas. Namun, beberapa klien membutuhkan terapi oksigen untuk
mempertahankan oksigen jaringan pada level yang sehat. Tetapi oksigen
melibatkan pemberian oksigen dengan menggunakan berbagai sumber
termasuk nasal kanul, kateter nasak dan masker. Perawat yang mengukur
keefektifan terapi oksigen dengan memonitor pulse oximetry. Selain itu,
perawat harus membersihkan atau melakukan penghisapan sekresi orofaring
dan nasofaring pada klien yang tidak mampu mempertahankan jalan napas
(Noviestari, Enie, dkk, 2015).
Oksigenasi dan perfusi yang tidak adekuat meningkatkan risiko situasi
kegawatan yang mengancam hidup klien. Henti jantung merupakan
penghentian curah jantung dan sirkulasi secara tiba-tiba. Saat hal tersebut
terjadi, jaringan tidak menerima suplai oksigen ataupun menghantarkan
karbon dioksida, metabolisme jaringan menjadi anerobik, dan terjadi asidosis
respiratorik dan metabolik. Kerusakan permanen jantung, otak, dan jaringan
lain terjadi dalam waktu 4-6 menit. Saat henti jantung terjadi, perawat harus
melakukan keterampilan bantuan hidup dasar dan / atau lanjut (Noviestari,
Enie & dkk, 2015).
Oksigen merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan oleh tubuh
bersama dengan unsur lain seperti hidrogen, karbon, dan nitrogen. Oksigen
merupakan unsur yang diperlukan oleh tubuh dalam setiap menit ke semua
proses penting tubuh seperti pernapasan, peredaran, fungsi otak, membuang
zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, pertumbuhan sel dan jaringan, serta
pembiakan hanya berlaku apabila terdapat banyak oksigen. Oksigen juga
merupakan sumber tenaga yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh (Atoilah
& Kusnadi, 2013).
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam
sistem tubuh baik itu bersifat kimia atau fisika. Oksigen ditambahkan kedalam
tubuh secara alami dengan cara bernapas. Pernapasan atau respirasi
merupakan proses pertukaran gas antara individu dengan lingkungan yang
dilakukan dengan cara menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari
lingkungan dan kemudian udara dihembuskan untuk mengeluarkan karbon
dioksida ke lingkungan (Saputra, 2013).
Kebutuhan Oksigenasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme tubuh dalam
mempertahankan kelangsungan hidup dan berbagai aktivitas sel tubuh dalam
kehidupan sehari-hari. Kebutuhan oksigenasi dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti fisiologis, perkembangan, perilaku, dan lingkungan (Ernawati, 2012).

2. Proses Oksigenasi
Proses pernapasan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernapasan
eksternal dan pernapasan internal. Pernapasan eksternal adalah proses
pertukaran gas secara keseluruhan antara lingkungan eksternal dan pembuluh
kapiler paru (kapiler pulmonalis), sedangkan pernapasan internal merupakan
proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh
(Saputra, 2013).
Tercapainya fungsi utama dari sistem pernapasan sangat tergantung dari
proses fisiologi sistem pernapasan itu sendiri yaitu ventilasi pulmonal, difusi
gas, transfortasi gas serta perfusi jaringan. Keempat proses oksigenasi ini
didukung oleh baik atau tidaknya kondisi jalan napas, keadaan udara di
atmosfir, otot-otot pernapasan, fungsi sistem kardiovaskuler serta kondisi dari
pusat pernapasan (Atoilah & Kusnadi, 2013). Sel di dalam tubuh sebagian
besarnya memperoleh energi melalui reaksi kimia yang melibatkan oksigenasi
dan pembuangan karbondioksida. Proses Pertukaran gas dari pernapasan
terjadi di lingkungan dan darah (Ernawati, 2012).

3. Etiologi
1) Faktor Fisiologi
a. Menurunnya kemampuan mengikatO 2 seperti pada anemia
b. Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada Obstruksi
saluran pernafasan bagian atas
c. Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya oksigen(O2)
d. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam luka, dll
e. Kondisi yang mempengaruhi pergerakkan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulur sekeletal yang abnormal, penyakit
kronis seperti TBC paru.
2) Faktor Perilaku
a. Nutrisi, misalnya gizi yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat
oksigen berkurang.
b. Exercise, exercise akan meningkatkan kebutuhan Oksigen.
c. Merokok, nikotin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer dan koroner.

4. Patofisiologi
Untuk kelangsungan hidupnya manusia butuh bernafas. Sistem
pernafasan sangat penting dimana terjadi pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida. Salah satu organ yang sangat mebutuhkan oksigen dan peka
terhadap kekurangannya adalah otak. Tidak adanya oksigen dalam 3 menit
akan mengakibatkan seseorang kehilangan kesadaran. 5 menit tidak
mendapatkan oksigen sel otak akan rusak secara irreversibel (tidak bisa
kembali ataudiperbaiki). Oksigen dalamudara dibawamasuk ke dalamparu-
paru dan berdifusi dalam darah.
Bersamaan dengan itu dikeluarkannya karbondioksida yang juga
berdifusi dari darah dan kemudian dikeluarkan bersama udara. Oksigen
dibutuhkan oleh semua sel dalam tubuh untuk kelangsungan hidupnya.
Sedangkan karbondioksida merupakan sisa hasil metabolisme yang tidak
digunakan lagi dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Perjalanan oksigen dan karbondioksida. Dari atmosfer (udara) oksigen
masuk melalui mulut/hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus
sampai dengan alveoli. Dari alveoli oksigen berdifusi masuk ke dalam darah
dan dibawa oleh eritrosit (sel darah merah). Dalam darah oksigen dibawa ke
jantung kemudian dipompakan oleh jantung diedarkan ke seluruh tubuh untuk
digunakan sampai tingkat sel. Oksigen masuk ke dalam sel dan di dalam
mitokondria digunakan untuk proses-proses metabolisme yang penting untuk
kelangsunganhidup. Sedangkan karbondioksida berjalan arah sebaliknya
dengan oksigen.
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan trasportasi.
Proses ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar
dari dan ke paru-paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka
oksigen tidak dapat tersalur dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon
jalan nafas sebagai benda asing yang menimbulkan pengeluaran mukus.
Proses difusi (penyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan) yang terganggu
akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas. Selain kerusakan pada
proses ventilasi, difusi, maka kerusakan pada transportasi seperti perubahan
volume sekuncup, afterload, preload, dan kontraktilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas (Nurjanah, 2014).
Ganggauan Kebutuhan Oksigensasi

Kerusakan Ketidakseimbang Gangguan Depresi Pusat Gangguan Obstruksi jalan


Jaringan Otak an Ventilasi Metabolisme pernafasan Menelan nafas
Perfusi

Kelelahan otot Dispneu


Gangguan Terpasang selang Spasme
ah Pernafasan
autoregulasi Peruban NGT Jalan Nafas
memberane
alveolus
Aliran darah ke Volume tidal Penggunaan otot
menurun Resiko Bersihan jalan
otak menurun bantu pernafasan
Aspirasi nafas tidak efektif
Pernafasan
Cuping hidung
Gangguan
Iskemika jaringan Ventilasi Pola Nafas
otak Tidak Efektif
Gangguan
Pertukaran Gas

Oksigen menurun

Metabolism
anaerob

Peningkatan Risiko perfusi


Edema otak
asam laktat jaringan serebral
tidak efektiff
5. Manifestasi Klinis
Adanya penurunan tekanan inspirasi/ ekspirasi menjadi tanda gangguan
oksigenasi. Penurunan ventilasi permenit, penggunaaan otot nafas tambahan
untuk bernafas, pernafasan nafas faring (nafas cuping hidung), dispnea,
ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek, nafas dengan mulut, ekspirasi
memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior, frekuensi nafas kurang,
penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya pola nafas yang
tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA, 2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan,
sianosis, warna kulit abnormal (pucat, kehitam-hitaman), hipoksemia,
hiperkarbia, sakit kepala ketika bangun, abnormal frekuensi, irama dan
kedalaman nafas (NANDA, 2013).

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Bronkosopi
Untuk memperoleh sempel biopsi dan cairan atau sampel sputum/ benda
asing yang menghambat jalan nafas.
2) Endoskopi
Untuk melihat lokasi kerusakan dan adanya lesi.
3) Fluroskopi
Untuk mengetahui mekanisme radiopulmonal, misal: kerja jntung dan
kontraksi paru.
4) CT-Scan
Untuk mengetahui adanya massa abnormal.
5) Pemeriksaan fungsi paru dengan spirometri
Pemeriksaan fungsi paru menentukan kemampuan paru untuk melakukan
pertukaran oksigen dan karbondioksida pemeriksaan ini dilakukan secara
efisien dengan menggunakan masker mulut yang dihubungkan dengan
spirometer yang berfungsi untuk mencatat volume paru, cadangan
inspirasi, volume rasidual dan volume cadangan ekspirasi (Andarmoyo,
2012).
6) Kecepatan aliran ekspirasu puncak
Kecepatan aliran ekspirasi puncak adalah titik aliran tertinggi yang
dicapai selama ekspirasi dan titik ini mencerminkan terjadinya perubahan
ukuran jalan napas menjadi besar (Andarmoyo, 2012).
7) Pemeriksaan gas darah arteri
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari
pembuluh darah arteri yang digunakan untuk mengetahui konsentrasi ion
hydrogen, tekanan parsial oksigen dan karbondioksida dan saturasi
hemoglobin, pemeriksaan ini dapat menggambarkan bagaimana difusigas
melalui kapiler alveolar dan keadekuatan oksigenasi jaringan
(Andarmoyo, 2012).
8) Oksimetri
Pengukuran saturasi oksigen kapiler dapat dilakukan dengan
menggunakan oksimetri. Saturasi oksigen adalah prosentase hemoglobin
yang disaturasi oksigen. Keuntungannya; mudah dilakukan, tidak
invasive, dan dengan mudah diperoleh, dan tidak menimbulkan nyeri.
klien yang bisa dilakuakn pemeriksaan ini adalah klien yang mengalami
kelainan perfusi/ ventilasi, seperti Pneumonia, emfisema, bronchitis
kronis, asma embolisme pulmunar, dan gagal jantung congestive
(Andarmoyo, 2012).
9) Pemeriksaan darah lengkap
Hitung darah lengkap menentukan jumlah dan tipe sel darah merah dan
sel darah putih per mm3 darah. Hitung darah lengkap mengukur kadar
hemoglobin dalam sel darah merah. Defisiensi sel darah merah akan
menurunkan kapasitas darah yang menurunkan kapasitas darah yang
membawa oksigen karena molekul hemoglobin yang terseda untuk
mengangkut ke jaringan lebih sedikit. Apanila jumlah sel darah merah
meningkat kapasitas darah yang mengangkut oksigen meningkat. Namun
peningkatan jumlah sel darah merah akan meningkatkan kekentalan dan
risiko terbentuknya trombus (Andarmoyo, 2012).
10) X-Ray Thorax
Pemeriksaan sinar X-Ray terdiri dari radiologi thoraks, yang
memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk
mendeteksi adanay cairan (misalnya fraktur klavikula dan tulang iga dan
proses abnormal lainnya (Andarmoyo, 2012).

7. Penatalaksanaan
1) Terapi Pemberian Oksigenasi
a. Kateter nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6.
Keuntungan pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai
kateter penghisap.
b. Kanul nasal : Kecepatan aliran yang disarankan (L/menit): 1-6.
Keuntungan Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju
pernafasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding kateter,
klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien.
c. Sungkup muka sederhana : Kecepatan aliran yang disarankan
(L/menit):5-8.
d. Sungkup muka dengan kantong rebreathing. Kecepatan aliran yang
disarankan (L/menit): 8-12.
e. Sungkup muka dengan kantong non rebreathing. Kecepatan aliran
yang disarankan (L/menit): 8-12 (Asmadi, 2008).
2) Pemantauan Hemodinamika
Hemodinamika adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita
baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva
(sirkulasi dalam paru-paru). Pemantauan Hemodinamika adalah
pemantauan dari hemodinamika status
3) Pengukuran bronkodilator
Bronkodilator adalah sebuah substansi yang dapat memperlebar luas
permukaan bronkus dan bronkiolus pada paru-paru, dan membuat
kapasitas serapan oksigen paru-paru meningkat. Senyawa bronkolidator
dapat tersedia secara alami dari dalam tubuh, maupun didapat melalui
asupan obat-obatan dari luar.
4) Pemberian medikasi seperti nebulizer, kanula nasal, masker untuk
membantu pemberian oksigen bila diperlukan.
5) Penggunaan ventilator mekanik.
Ventilator mekanik adalah merupakan suatu alat bantu mekanik yang
berfungsi bermanfaat dan bertujuan untuk memberikan bantuan nafas
pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatan.
6) Pelatihan batuk efektif
7) Fisioterapi dada.

8. Komplikasi
1) Hipoksia
Merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan oksigen
dalam tubuh akibat defisiensi oksigen.
2) Perubahan Pola Nafas
Takipnea, merupakan pernafasan dengan frekuensi lebih dari 24x/ menit
karena paru-paru terjadi emboli.
3) Bradipnea, merupakan pola nafas yang lambat abnormal, ± 10x/ menit.
4) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasi metabolisme yang
terlalu tinggi dengan pernafasan lebih cepat dan dalam sehingga terjadi
jumlah peningkatan O2 dalam paru-paru.
5) Kussmaul, merupakan pola pernafasan cepat dan dangkal.
6) Hipoventilasi merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan CO2 dengan
cukup, serta tidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam
penggunaan O2.
7) Dispnea, merupakan sesak dan berat saat pernafasan.
8) Ortopnea, merupakan kesulitan bernafas kecuali dalam posisi duduk atau
berdiri.
9) Stridor merupakan pernafasan bising yang terjadi karena penyempitan
pada saluran nafas
B. Konsep Keperawatan Dasar Pasien dengan Gangguan Kebutuhan Dasar
Oksigen
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut
Lyer et al (1996, dalam Setiadi, 2012). Pengkajian adalah pendekatan
sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya (Manurung, 2011).
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Dermawan,
2012).
Tujuan pengkajian menurut Dermawan (2012) adalah sebagai berikut:
Untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien; Untuk
menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien; Untuk menilai
keadaan kesehatan pasien; Untuk membuat keputusan yang tepat dalam
menentukan langkah-langkah berikutnya.
Pengkajian Keperawatan biasanya meliputi :
A. Biodata
1) Identitas Klien
Nama, tempat tanggal lahir/umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, alamat, tanggal
masuk RS, No Medrec, Diagnosa medis.
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama penanggung jawab, hubungan dengan klien, alamat.
B. Riwayat Kesehatan Klien
1) Keluhan Utama
Keluhan saat dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan klien sejak timbulnya gejala (sebelum masuk RS)
dan penanganan yang dilakukan dirumah dan di RS sampai dengan
menjadi kasus kelolaan.
3) Riwayat Penyakit Masa Lalu
Penyakit apa saja yang pernah diderita, terutama yang berhubungan
dengan penyakit sekarang.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Catat riwayat penyakit keluarga yang berkaitan dengan penyakit
yang diderita saat ini. Apakah ada predisposisi genetik terhadap
penyakit yang diderita saat ini atau perilaku yang didapat (memiliki
kepribadian tipe A, gaya hidup yang penuh stress).
C. Pemeriksaan Fisik : Data Fokus
1) Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran:
- Kualitatif : Compos Mentis, apatis, Somnolent, Sopor,
Soporocomatus, Coma.
- Kuantitatif : GCS.
b. Tanda-tanda Vital
Pemeriksaan tanda vital merupakan bagian dari data dasar
yang dikumpulkan oleh perawat selama pengkajian. Perawat
mengkaji tanda vital kapan saja klien masuk ke bagian
perawatan kesehatan. Tanda vital dimasukkan ke pengkajian
fisik secara menyeluruh atau diukur satu persatu untuk mengkaji
kondisi klien. Penetapan data dasar dari tanda vital selama
pemeriksaan fisik rutin merupakan control terhadap kejadian
yang akan datang. Pemeriksaan tanda vital terdiri atas
pemeriksaan nadi, pernafasan, tekanan darah dan suhu.
Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dalam menilai
fisiologis dari sistem tubuh secara keseluruhan.
a) Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan atau dorongan yang
dirasakan dari proses pemompaan jantung. Setiap kali bilik
kiri jantung menegang untuk menyemprotkan darah ke aorta
yang sudah penuh, maka dinding arteria dalam sistem
peredaran darah mengembang atau mengembung untuk
mengimbnagi bertambahnya tekanan. Mengembangnya
aorta menghasilkan gelombang di dinding aorta yang akan
menimbulkan dorongan atau denyutan.
b) Pemeriksaan Tekanan Darah
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan. Beberapa
langkah yang dilakukan pada pemeriksaan tekanan darah
menggunakan sfigmomanometer air raksa. Tempat untuk
mengukur tekanan darah seseorang adalah : Lengan atas
atau Pergelangan kaki.
c) Pemeriksaan Pernafasan
Pemeriksaan Pernafasan merupakan pemeriksaan yang
dilakukan untuk menilai proses pengambilan oksigen dan
pengeluaran karbondioksida. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk menilai frekwensi, irama, kedalaman, dan tipe atau
pola pernafasan. Pernapasan adalah tanda vital yang paling
mudah di kaji namun paling sering diukur secara
sembarangan. Perawat tidak boleh menaksir pernapasan.
Pengukuran yang akurat memerlukan observasi dan palpasi
gerakan dinding dada.
d) Pemeriksaan Suhu
Merupakan salah satu pemeriksaan yang digunakan untuk
menilai kondisi metabolisme dalam tubuh, dimana tubuh
menghasilkan panas secara kimiawi maupun metabolisme
darah. Suhu dapat menjadi salah satu tanda infeksi atau
peradangan yakni demam (di atas > 37°C). Proses
pengaturan suhu terletak pada hypotalamus dalam sistem
saraf pusat. Bagian depan hypotalamus dapat mengatur
pembuangan panasdan hypotalamus bagian belakang
mengatur upaya penyimpanan panas. Tempat untuk
mengukur suhu badan seseorang adalah:
- Ketiak/ axilea, pada area ini termometer didiamkan
sekitar 10 – 15 menit.
- Anus/ dubur/ rectal, pada area ini termometer
didiamkan sekitar 3 – 5 menit.
- Mulut/oral, pada area ini termometer didiamkan sekitar
2 – 3 menit
- Seseorang dikatakan bersuhu tubuh normal, jika suhu
tubuhnya berada pada 36ºC – 37,5ºC.
2) Data Pemeriksaan Fisik (Persistem)
a. Sistem Cardiovaskuler
 Cara inspeksi
Jantung, secara topografik jantung berada di bagian depan
rongga mediastinum. Dilakukan inspeksi pada prekordial
penderita yang berbaring terlentang atau dalam posisi sedikit
dekubitus lateral kiri karena apek kadang sulit ditemukan
misalnya pada stenosis mitral. dan pemeriksa berdiri
disebelah kanan penderita. Pulsasi ini letaknya sesuai
dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm,
dengan punctum maksimum di tengah-tengah daerah
tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis ventrikel. Bila
ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan
adanya pembesaran ventrikel kiri.
 Cara Palpasi
o Denyut apek jantung (iktus cordis)
Dalam keadaaan normal, dengan sikap duduk, tidur
terlentang atau berdiri iktus terlihat didalam ruangan
interkostal V sisi kiri agak medial dari linea
midclavicularis sinistra. Pada anak-anak iktus tampak
pada ruang interkostal IV.
o Denyutan nadi pada dada
Apabila di dada bagian atas terdapat denyutan maka
harus curiga adanya kelainan pada aorta.
Aneurisma aorta ascenden dapat menimbulkan denyutan
di ruang interkostal II kanan, sedangkan denyutan dada
di daerah ruang interkostal II kiri menunjukkan adanya
dilatasi a. pulmonalis dan aneurisma aorta descenden.
o Getaran/Trhill
Adanya getaran seringkali menunjukkan adanya kelainan
katup bawaan atau penyakit jantung congenital. Getaran
yang lemah akan lebih mudah dipalpasi apabila orang
tersebut melakukan pekerjaan fisik karena frekuensi
jantung dan darah akan mengalir lebih cepat. Dengan
terabanya getaran maka pada auskultasi nantinya akan
terdengar bising jantung.
 Cara Perkusi
Kita melakukan perkusi untuk menetapkan batas-batas
jantung.
Perkusi jantung mempunyai arti pada dua macam penyakit
jantung yaitu efusi pericardium dan aneurisma aorta.
o Batas kiri jantung
 Kita melakukan perkusi dari arah lateral ke medial.
 Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke
redup relatif kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
 Normal :
 Atas : ICS II kiri di linea parastrenalis kiri
(pinggang jantung)
 Bawah: ICS V kiri agak ke medial linea mid
klavikularis kiri (tempat iktus)
o Batas Kanan Jantung
 Perkusi juga dilakukan dari arah lateral ke medial.
 Disini agak sulit menentukan batas jantung karena
letaknya agak jauh dari dinding depan thorak
 Normal :
 Batas bawah kanan jantung adalah di sekitar
ruang intercostal III-IV kanan, di linea
parasternalis kanan.
 Sedangkan batas atasnya di ruang interkostal II
kanan linea parasternalis kanan.
 Cara auskultasi
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat
sebagai berikut :
o Dengarkan BJ I pada :
 ICS IV line sternalis kiri (BJ I Tricuspidalis)
 ICS V line midclavicula/ICS III linea sternalis kanan
(BJ I Mitral)
o Dengarkan BJ II pada :
 ICS II lines sternalis kanan (BJ II Aorta)
 ICS II linea sternalis kiri/ICS III linea sternalis kanan
(BJ II Pulmonal)
o Dengarkan BJ III (kalau ada)
 Terdengar di daerah mitral
 BJ III terdengar setelah BJ II dengan jarak cukup
jauh, tetapi tidak melebihi separo dari fase diastolik,
nada rendah
 Pada anak-anak dan dewasa muda, BJ III adalah
normal
 Pada orang dewasa/tua yang disertai tanda-tanda
oedema/dipneu, BJ III merupakan tanda abnormal.
 BJ III pada decomp. disebut Gallop Rythm.
Dari jantung yang normal dapat didengar lub-dub, lub-dub,
lub-dub. Lub adalah suara penutupan katup mitral dan katup
trikuspid, yang menandai awalsistole. Dub adalah suara
katup aorta dan katup pulmonalis sebagai tanda awal
diastole. Pada suara dub, apabila pasien bernafas akan
terdengar suara yang terpecah.
b. Sistem Pencernaan
 Cara inspeksi
o Pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi
tubuh.
o Inspeksi cavum oris, lidah untuk melihat ada tidaknya
kelainan.
o Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang
kepala untuk melemaskan/relaksasi otot- otot abdomen.
o Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
o Pemeriksa berdirilah pada sisi kanan pasien dan
perhatikan kulit dan warna abdomen, bentuk perut,
simetrisitas, jaringan parut, luka, pola vena, dan striae
serta bayangan vena dan pergerakkan abnormal.
o Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari
umbilikus.
o Perhatikan pula gerakan permukaan, massa, pembesaran
atau penegangan. Bila abdomen tampak menegang,
minta pasien untuk berbalik kesamping dan inspeksi
mengenai ada tidaknya pembesaran area antara iga-iga
dan panggul, tanyakan kepada pasien apakah abdomen
terasa lebih tegang dari biasanya.
o Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen
dengan memasang tali/ perban seputar abdomen melalui
umbilikus. Buatlah simpul dikedua sisi tali/ perban untuk
menandai dimana batas lingkar abdomen, lakukan
monitoring, bila terjadi peningkatan perenggangan
abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh.
o Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang
normal.
o Mintalah pasien mengangkat kepalanya dan perhatikan
adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik.
 Cara palpasi
o Cara palpasi abdomen
 Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa
disebelah kanannya.
 Lakukan palpasi ringan di tiap kuadran abdomen dan
hindari area yang telah diketahui sebelumnya sebagai
titik bermasalah, seperti apendisitis.
 Tempatkan tangan pemeriksa diatas abdomen secara
datar, dengan jari- jari ekstensi dan berhimpitan serta
pertahankan sejajar permukaan abdomen.
 Palpasi dimulai perlahan dan hati-hati dari superfisial
sedalam 1 cm untuk mendeteksi area nyeri,
penegangan abnormal atau adanya massa.
 Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi
sedalam 2,5-7,5 cm, untuk mengetahui keadaaan
organ dan mendeteksi adanya massa yang kurang
jelas teraba selama palpasi
 Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi
yang dalam, meliputi ukuran, lokasi, bentuk,
konsistensi, nyeri, denyutan dan gerakan
 Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk
melihat adanya tanda/ rasa tidak nyaman.
 Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri
lepas, tekan dalam kemudian lepas dengan cepat
untuk mendeteksi apakah nyeri timbul dengan
melepaskan tekanan.
 Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa
untuk melihat kontraksi otot-otot abdominal
o Cara palpasi hepar
 Posisi pasien tidur terlentang.
 Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
 Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada
kanan posterior pasien pada iga kesebelas dan
keduabelas dan tekananlah kearah atas.
 Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-
jari mengarah ke kepala / superior pasien dan
ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di
garis klavikular di bawah batas bawah hati.
 Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke
atas.
 Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi
hati saat abdomen mengempis.
o Cara palpasi kandung empedu
 Posisi pasien tidur terlentang.
 Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
 Letakkan telapak tangan kiri pemeriksa dibawah
dada kanan posterior pasien pada iga XI dan XII dan
tekananlah kearah atas.
 Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-
jari mengarah ke kepala / superior pasien dan
ekstensikan sehingga ujung-ujung jari terletak di
garis klavikular di bawah batas bawah hati
 Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
 Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi
hati saat abdomen mengempis.
 Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot
rektus.
 Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta
pasien untuk menarik napas dalam selama palpasi.
o Cara palpasi limpa
 Posisi pasien tidur terlentang
 Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
 Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri
pemeriksa di bawah pinggang kiri pasien dan
tekanlah keatas.
 Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari
ektensi diatas abdomen dibawah tepi kiri kostal.
 Tekanlah ujung jari kearah limpa kemudian minta
pasien untuk menarik napas dalam.
 Palpasilah tepi limpa saat limpa bergerak ke bawah
kearah tangan pemeriksa
 Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba,
maka posisi pasien berbaring miring kekanan dengan
kedua tungkai bawah difleksikan.
 Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
o Cara palpasi aorta
 Posisi pasien tidur terlentang
 Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
 Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
 Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah
abdomen bagian atas tepat garis tengah.
 Cara auskultasi
o Pasien berbaring terlentang dengan tangan dikedua sisi.
o Letakan bantal kecil dibawah lutut dan dibelakang
kepala.
o Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma di daerah
kuadran kiri bawah. Berikan tekanan ringan, minta
pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5
menit terus menerus untuk mendengar sebelum
pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
o Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif,
hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan
frekwensi/karakternya.
o Bila bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan
pemeriksaan dengan sistematis dan dengarkan tiap
kuadran abdomen.
o Kemudian gunakan sisi bel stetoskop, untuk
mendengarkan bunyi desiran dibagian epigastrik dan
pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka,
femoral dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin
dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau denyutan
aorta.
 Cara perkusi
o Cara Perkusi Abdomen
Lakukan perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara
yang timbul pada saat melakukannya dan bedakan batas-
batas dari organ dibawah kulit. Organ berongga seperti
lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani,
sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa,
pankreas, ginjal.
o Cara Perkusi Batas Hati
 Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa
berdirilah disisi kanan pasien.
 Lakukan perkusi pada garis midklavikular kanan
setinggi umbilikus, geser perlahan keatas, sampai
terjadi perubahan suara dari timpani menjadi pekak,
tandai batas bawah hati tersebut.
 Ukur jarak antara subcostae kanan kebatas bawah
hati.
 Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah
tulang iga kanan.
 Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga
ke5 sampai kecelah tulang iga ke7
 Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6 – 12
cm dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu
bernapas yaitu berkisar 2 – 3 cm.
o Cara perkusi lambung
 Posisi pasien tidur terlentang.
 Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien.
 Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah
anterior dan bagian epigastrium kiri.
 Gelembung udara lambung bila di perkusi akan
berbunyi timpani
c. Sistem Pernafasan
 Cara inspeksi
o Pemeriksaan dada dimulai dari thorax posterior, klien
pada posisi duduk.
o Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi
dengan yang lainnya.
o Inspeksi thorax poterior terhadap warna kulit dan
kondisinya, lesi, massa, gangguan tulang belakang
seperti : kyphosis, scoliosis dan lordosis, jumlah irama,
kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada.
o Observasi type pernafasan, seperti : pernafasan hidung
atau pernafasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
o Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase
inspirasi (I) dan fase ekspirasi (E). ratio pada fase ini
normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan nafas dan
sering ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation
(CAL)/COPD.
o Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter
anteroposterior (AP) dengan diameter lateral/tranversal
(T). ratio ini normalnya berkisar 1:2 sampai 5:7,
tergantung dari cairan tubuh klien.
o Kelainan pada bentuk dada :
 Barrel Chest, Timbul akibat terjadinya overinflation
paru. Terjadi peningkatan diameter AP : T (1:1),
sering terjadi pada klien emfisema.
 Funnel Chest (Pectus Excavatum), Timbul jika
terjadi depresi dari bagian bawah dari sternum. Hal
ini akan menekan jantung dan pembuluh darah besar,
yang mengakibatkan murmur. Kondisi ini dapat
timbul pada ricketsia, marfan’s syndrome atau akibat
kecelakaan kerja.
 Pigeon Chest (Pectus Carinatum), Timbul sebagai
akibat dari ketidaktepatan sternum, dimana terjadi
peningkatan diameter AP. Timbul pada klien dengan
kyphoscoliosis berat.
 Kyphoscoliosis, Terlihat dengan adanya elevasi
scapula. Deformitas ini akan mengganggu
pergerakan paru-paru, dapat timbul pada klien
dengan osteoporosis dan kelainan muskuloskeletal
lain yang mempengaruhi thorax.
 Kiposis ,meningkatnya kelengkungan normal
kolumna vertebrae torakalis menyebabkan klien
tampak bongkok.
 Skoliosis : melengkungnya vertebrae torakalis ke
lateral, disertai rotasi vertebral.
o Observasi kesimetrisan pergerakan dada. Gangguan
pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
o Observasi retraksi abnormal ruang interkostal selama
inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan
nafas.
 Cara palpasi
o Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada
dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasi
keadaan kulit dan mengetahui vocal premitus (vibrasi).
o Palpasi thoraks untuk mengetahui abnormalitas yang
terkaji saat inspeksi seperti : massa, lesi, bengkak.
o Kaji juga kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh
nyeri.
o Vocal premitus : getaran dinding dada yang dihasilkan
ketika berbicara.
 Cara auskultasi
o Merupakan pengkajian yang sangat bermakna,
mencakup mendengarkan suara nafas normal, suara
tambahan (abnormal), dan suara.
o Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika
melalui jalan nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat
bersih.
o Suara nafas normal :
 Bronchial : Normal terdengar di atas trachea atau
daerah suprasternal notch. Fase ekspirasinya lebih
panjang daripada inspirasi, dan tidak ada henti
diantara kedua fase tersebut.
 Vesikular : terdengar lembut, halus, seperti angin
sepoi-sepoi. Inspirasi lebih panjang dari ekspirasi,
ekspirasi terdengar seperti tiupan.
 Bronchovesikular : merupakan gabungan dari suara
nafas bronchial dan vesikular. Suaranya terdengar
nyaring dan dengan intensitas yang sedang. Inspirasi
sama panjang dengan ekspirasi. Suara ini terdengar
di daerah thoraks dimana bronchi tertutup oleh
dinding dada.
 Cara Perkusi
o Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji
resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya
dan pengembangan (ekskursi) diafragma.
o Jenis suara perkusi :
Suara perkusi normal resonan (sonor) : dihasilkan
untuk mengetahui batas antara bagian jantung dan
paru.
d. Sistem Muskuloskeletal
 Cara inspeksi
o Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien
untuk menampakkan seluruh tubuh.
o Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi
yang lain dan amati adanya atrofi atau hipertrofi.
Kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien
berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
o Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur
keduanya dengan menggunakan meteran.
o Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui
kemungkinan kontraktur yang ditunjukkan oleh
malposisi suatu bagian tubuh.
o Amati kenormalan susunan tulang dan adanya
deformitas.
o Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal
tulang belakang, bahu yang tidak sama tinggi, garis
pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang
menonjol, akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke
depan.
o Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya
pembengkakan Persendian.
o Inspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan
persendian.
o Inspeksi pergerakkan persendian.
 Cara palpasi
o Palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot
bergerak secara aktif dan pasif untuk mengetahui adanya
kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba secara
involunter (spastisitas)
o Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik
atau mendorong tangan pemeriksa, bandingkan kekuatan
otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
o Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri
tekan.
o Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif
akan memberikan informasi mengenai integritas sendi.
Normalnya, sendi bergerak secara halus. Suara gemletuk
dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di
antara tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata,
seprti pada keadaan arthritis, mengakibatkan adanya
krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang
saling bergeseran satu sama lain.
o Periksa adanya benjolan, rheumatoid arthritis, gout, dan
osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas.
Benjolan dibawah kulit pada rheumatoid arthritis lunak
dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya,
keterlibatan sendi mempunya pola yang simetris.
Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri.
o Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala
Lovett’s (memiliki nilai 0 – 5)
 0 = Tidak ada kontraksi sama sekali.
 1 = Gerakan kontraksi.
 2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat
kalua melawantahanan atau gravitasi.
 3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
 4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
 5 = Kekuatan kontraksi yang penuh.
 Cara perkusi
o Refleks patela, Tendon patella (ditengah-tengah patella
dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks hammer.
Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu
ekstensi dari lutut.
o Refleks biceps, lengan difleksikan terhadap siku dengan
sudut 90º, supinasi dan lengan bawah ditopang pada alas
tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul
dengan refleks hammer. Normal jika timbul kontraksi
otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi sebagian
dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi
penyebaran gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau
sendi bahu.
o Refleks triceps, lengan ditopang dan difleksikan pada
sudut 90º, tendon triceps diketok dengan refleks hammer
(tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas
olekranon). Respon yang normal adalah kontraksi otot
triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan dan
hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas
sampai otot-otot bahu atau mungkin ada klonus yang
sementara.
o Refleks achilles, posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk
memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang
diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai
bawah kontralateral.
o Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Refleks abdominal, dilakukan dengan menggores
abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores
seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah
daerah yang digores.
o Refleks Babinski, merupakan refleks yang paling penting
. Ia hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal.
Untuk melakukan test ini, goreslah kuat-kuat bagian
lateral telapak kaki dari tumit kearah jari kelingking dan
kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon
Babinski timbul jika ibu jari kaki melakukan dorsifleksi
dan jari-jari lainnya tersebar. Respon yang normal adalah
fleksi plantar semua jari kaki.
e. Sistem Endokrin
 Cara inspeksi
o (warna kulit) : Hiperpigmentasi ditemukan pada klien
addison desease atau cushing syndrom. Hipopigmentasi
terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme,
hipotiroidisme.
o Wajah : Variasi, bentuk dan struktur muka mungkin
dapat diindikasikan dengan penyakit akromegali mata.
o Kuku dan rambut : Peningkatan pigmentasi pada kuku
diperlihatkan oleh klien dengan penyakit addison
desease, kering, tebal dan rapuh terdapat pada penyakit
hipotiroidisme, rambut lembut hipertyroidisme.
Hirsutisme terdapat pada penyakit cushing syndrom.
o Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien :
Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi
growth hormon. Tulang yang sangat besar, bisa
merupakan indikasi akromegali.
o Tanda trousseaus dan tanda chvoteks : Peningkatan
kadar kalsium tangan dan jari-jari klien kontraksi
(spasme karpal).
 Cara palpasi
o Kulit kasar, kering ditemukan pada klien dengan
hipotiroidisme. Dimana kelembutan dan bilasan kulit
bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme.
Lesi pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.
o Palpasi kelenjar tiroid (tempatkan kedua tangan anda
pada sisi lain pada trachea dibawah kartilago thyroid.
Minta klien untuk miringkan kepala ke kanan Minta
klien untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan
pada sebelah kiri. selama palpasi pada dada kiri bawah) :
Tidak membesar pada klien dengan penyakit graves atau
goiter.
 Cara auskultasi
Auskultasi pada daerah leher diata tiroid dapat
mengidentifikasi bunyi “bruit“. Bunyi yg dihasilkan oleh
karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Normalnya
tidak ada bunyi.
f. Sistem Integumen
 Cara inspeksi
o Kaji integritas kulit warna flushing, cyanosis, jaundice,
pigmentasi yang tidak teratur
o Kaji membrane mukosa, turgor, dan keadaan umum,
kulit
o Kaji bentuk, integritas, warna kuku.
o Kaji adanya luka, bekas operasi/skar, drain, dekubitus.
 Cara palpasi
o Adanya nyeri, edema, dan penurunan suhu.
o Tekstur kulit.
o Turgor kulit, normal < 3 detik
o Area edema dipalpasi untuk menentukan konsistensi,
temperatur, bentuk, mobilisasi.
o Palpasi Capillary refill time : warna kembali normal
setelah 3- 5 detik.
g. Sistem Neurologi
 Cara inspeksi
o Kaji LOC (level of consiousness) atau tingkat
kesadaran : dengan melakukan pertanyaan tentang
kesadaran pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
o Kaji status mental.
o Kaji adanya kejang atau tremor.
 Cara palpasi
o Kaji tingkat kenyamanan, adanya nyeri dan termasuk
lokasi, durasi, tipe dan pengobatannya.
o Kaji fungsi sensoris dan tentukan apakah normal atau
mengalami gangguan. Kaji adanya hilang rasa, rasa
terbakar/panas dan baal.
o Kaji fungsi motorik seperti : genggaman tangan,
kekuatan otot, pergerakan dan postur.
 Cara perkusi
o Refleks patela, diketuk pada regio patela (ditengah
tengah patela).
o Refleks achilles, dipukul dengan refleks hammer, respon
normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
h. Sistem Reproduksi
 Cara inspeksi
o Keadaan umum, pemeriksaan khusus obstetri,
pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
o Inspeksi tentang status gizi : anemia, ikterus.
o Kaji pola pernapasan (sianosis, dispnea).
o Apakah terdapat edema, bagaimana bentuk dan tinggi
badan, apakah ada perubahan pigmentasi, kloasma
gravidarum, striae alba, striae lividae, striae nigra,
hiperpigmentasi, dan areola mamma.
 Cara palpasi
o palpasi menurut Leopold I-IV
o Serviks, yaitu untuk mengetahui pelunakan serviks dan
pembukaan serviks.
o Ketuban, yaitu untuk mengetahui apakah sudah pecah
atau belum dan apakah ada ketegangan ketuban.
o Bagian terendah janin, yaitu untuk mengetahui bagian
apakah yang terendah dari janin, penurunan bagian
terendah, apakah ada kedudukan rangkap, apakah ada
penghalang di bagian bawah yang dapat mengganggu
jalannya persalinan.
o Perabaan forniks, yaitu untuk mengetahui apakah ada
bantalan forniks dan apakah bagian janin masih dapat
didorong ke atas.
 Cara auskultasi
Auskultasi untuk mengetahui bising usus, gerak janin dalam
rahim, denyut jantung janin, aliran tali pusat, aorta
abdominalis, dan perdarahan retroplasenter.
i. Sistem Perkemihan
 Cara inspeksi
o Kaji kebiasaan pola BAK, output/jumlah urine 24 jam,
warna, kekeruhan dan ada/tidaknya sedimen.
o Kaji keluhan gangguan frekuensi BAK, adanya dysuria
dan hematuria, serta riwayat infeksi saluran kemih.
o Inspeksi penggunaan condom catheter, folleys catheter,
silikon kateter atau urostomy atau supra pubik kateter.
o Kaji kembali riwayat pengobatan dan pengkajian
diagnostik yang terkait dengan sistem perkemihan.
 Cara palpasi
o Palpasi adanya distesi bladder (kandung kemih)
o Untuk melakukan palpasi Ginjal Kanan: Posisi di
sebelah kanan pasien. Tangan kiri diletakkan di belakang
penderita, paralel pada costa ke-12, ujung cari
menyentuh sudut costovertebral (angkat untuk
mendorong ginjal ke depan). Tangan kanan diletakkan
dengan lembut pada kuadran kanan atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kanan dalam-dalam di bawah
arcus aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua
tangan (tentukan ukuran, nyeri tekan ga). Pasien diminta
membuang nafas dan berhenti napas, lepaskan tangan
kanan, dan rasakan bagaimana ginjal kembali waktu
ekspirasi.
o Dilanjutkan dengan palpasi Ginjal Kiri : Pindah di
sebelah kiri penderita, Tangan kanan untuk menyangga
dan mengangkat dari belakan. Tangan kiri diletakkan
dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot
rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak
inspirasi tekan tangan kiri dalam-dalam di bawah arcus
aorta untuk menangkap ginjal di antar kedua tangan
(normalnya jarang teraba).
 Cara perkusi
Untuk pemeriksaan ketok ginjal prosedur tambahannya
dengan mempersilahkan penderita untuk duduk menghadap
ke salah satu sisi, dan pemeriksa berdiri di belakang
penderita. Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kanan). Satu tangan diletakkan pada sudut kostovertebra
kanan setinggi vertebra torakalis 12 dan lumbal 1 dan
memukul dengan sisi ulnar dengan kepalan tangan (ginjal
kiri). Penderita diminta untuk memberiksan respons terhadap
pemeriksaan bila ada rasa sakit.

D. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
2) Bronchoskopi
3) Biopsi
4) Laboratorium (pemeriksaan Sputum atau pemeriksaan darah perifer
lengkap.
E. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

Gangguan kebutuhan oksigenasi Risiko serebral tidak


1 DS : - efektif perfusi jaringan
DO :
Kerusakan jaringan otak
1. Keabnormalan masa protrombin dan/atau masa
tromboplastin parsial
2. Penurunan kinerja ventikel kiri Gangguan auto regulasi
3. Aterosklrosis aorta
4. Diseksi arteri Aliran darah ke otak menurun
5. Fibrilasi atrium
6. Tumor otak
Iskemika jaringan otak
7. Stenosis karotis
8. Miksoma atrium
9. Aneurisma serebri Oksigen menurun
10. Koagulopati (mis. anemia sel sabit)
11. Dilatasi kardiomiopati Metabolism anaerob
12. Koagulasi (mis. anemia sel sabit)
13. Embolisme Peningkatan asam laktat
14. Cedera kepala
15. Hiperkolesteronemia
Edema otak
16. Hipertensi
17. Endokarditis infektif
18. Katup prostetik mekanis Risiko perfusi jaringan serebral tidak
19. Stenosis mitral efektif
20.Neoplasma otak
21.Infark miokard akut
22.Sindrom sick sinus
23.Penyalahgunaan zat
24.Terapi tombolitik
25.Efek samping tindakan (mis. tindakan operasi
bypass)
DS : Gangguan kebutuhan oksigen Gangguan pertukaran gas
2
Dyspnea
DO : Ketidakseimbangan ventilasi perfusi
1. PCO2 meningkat/ menurun.
2. PO2 menurun. Perubahan membrane alveolus
3. Takikardia.
4. pH arteri meningkat/menurun. Pernafasan cuping hidung
5. Bunyi napas tambahan.

Gangguan pertukaran gas


DS : Gangguan kebutuhan oksigenasi Gangguan ventilasi
3
Dispneu
DO : Gangguan metabolism
1. Penggunaan otot atas meningkat.
2. Volume tidal menurun. Kelelahan otot pernafasan
3. PCO2 meningkatkan.
4. PO2 menurun. Volume tidak menurun
5. SaO2 menurun.
Gangguan ventilasi spontan
DS : Gangguan kebutuhan oksigenasi Pola nafas tidak efektif
4
Dispneu
DO : Depresi pusat pernafasan
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang Dispneu
3. Pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes) Penggunaan otot bantu pernafasan

Pola nafas tidak efektif


DS : - Gangguan kebutuhan oksigenasi Risiko aspirasi
5
DO :
1. Penurunan tingkat kesadaran. Penurunan kesadaran
2. Penurunan refleks muntah dan / atau batuk.
3. Ganggunan menelan. Gangguan menelan
4. Disfagia.
5. Kerusakan mobilitas fisik.
Terpasang NGT
6. Peningkatan residu lambung.
7. Peningkatan tekanan intragastrik.
8. Penurunan motilitas gastrointestinal. Risiko aspirasi
9. Sfingter esofagus bawah inkompeten.
10. Perlambatan pengosongan lambung.
11. Terpasang selang nasogastrik.
12. Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube.
13. Trauma / pembedahan leher, mulut, dan / atau
wajah.
14. Efek agen farmakologis.
15. Ketidakmatangan koordinasi menghisap,
menelan dan bernafas.
DS : - Gangguan kebutuhan oksigenasi Bersihan jalan nafas tidak
6 efektif
DO :
1. batuk tidak efektif Obstruksi jalan nafas
2. tidak mampu batuk.
3. sputum berlebih. Spasme jalan nafas
4. Mengi, wheezing dan/ atau ronkhi kering.
5. Mekonium di jalan nafas pada Neonatus.
Bersihan jalan nafas tidak efektif

F. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane alveolus
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan
4) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan gangguan metabolism
5) Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan aliran darah ke otak menurun
6) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
G. Intervensi Keperawatan

No DP Tujuan Intervensi
.
1. Bersihan jalan nafas Tujuan : Manajemen Jalan Napas
tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan
berhubungan dengan selama x/jam bersihan jalan nafas Observasi
spasme jalan nafas meningkat 1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas tambahan
Kritreria Hasil : 3. Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
- Batuk efektif meningkat Terapeutik
- Produksi sputum menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
- Mengi/wheezing menurun 2. Posisikan semi fowler atau fowler
- Dispneu menurun 3. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Frekuensi nafas membaik 4. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Pola nafas membaik 5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

2. Gangguan pertukaran Tujuan : Tujuan : Pemantauan Respirasi


gas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan
dengan perubahan selama x/jam pertukaran gas meningkat Observasi
membrane alveolus 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
Kriteria Hasil : 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
- Tingkat kesadaran meningkat napas
- Dispneu menurun 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
- Bunyi nafas tambahan menurun
- Nafas cuping hidung menurun Terapeutik
- PO2 membaik 1. Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
- Pola nafas membaik pasien
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Pola nafas tidak Tujuan : Pemantauan Respirasi


efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan
dengan depresi pusat selama x/jam pola napas membaik Observasi
pernafasan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
Kriteria Hasil : napas
- Dispneu menurun 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
- Penggunaan otot bantu napas hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot,
mernurun ataksik)
- Pernapasan cuping hidung menurun 3. Monitor kemampuan batuk efektif
- Frekuensi napas membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
- Kedalaman napas membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Ekskursi dada membaik 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Gangguan ventilasi Tujuan : Dukungan Vemtilasi
spontan berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan
dengan gangguan selama x/jam ventilasi spontan Observasi
metabolism membaik 1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas
2. Identifkasi efek perubahan posisi terhadap status
Kriteria Hasil : pernapasan
- Volume tidal meningkat 3. Monitor status respirasi dan oksigenasi
- Dispneu menurun (mis.frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan
- Penggunaan otot bantu otot bantu napas, bunyi napas tambahan, status
- PO2 membaik oksigenasi)
- Takikardi membaik Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi semi fowler atau fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan (mis,nasal kanul,
masker wajah, masker rebreathing atau non
rebreathing)
5. Gunakan bag valve mask, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu
5. Risiko perfusi Tujuan : Manajemen Peningkatan Intrakranial
jaringan serebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan
efektif berhubungan selama 1x 24 jam perfusi serebral Observasi :
dengan aliran darah meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi,
ke otak menurun gangguan metabolisme, edema serebral)
Kriteria Hasil : 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis.
- Kesadaran membaik Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
- Tekanan darah sistolik membaik bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran
- Tekanan darah diatolik membaik menurun)
- Reflex saraf membaik 3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
4. Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
5. Monitor PAWP, jika perlu
6. Monitor PAP, jika perlu
7. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
8. Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
9. Monitor gelombang ICP
10. Monitor status pernapasan
11. Monitor intake dan output cairan
12. Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
Terapeutik :
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari maneuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika
perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
6. Resiko aspirasi Tujuan : Pencegahan Aspirasi
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan
penurunan kesadaran selama 1x 24 jam tingkat aspirasi Observasi
menurun 1. Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
kemampuan menelan
Kriteria Hasil : 2. Monitor status pernafasan
- Frekuensi nadi meningkat 3. Monitor bunyi nafas, terutama setelah makan/
- Keluhan lelah menurun minum
- Dyspnea saat dan setelah aktivitas 4. Periksa residu gaster sebelum memberi asupan
menurun oral
- Perasaan lemah menurun 5. Periksa kepatenan selang nasogastric sebelum
memberi asupan oral
Terapeutik
1. Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit
sebelum memberi asupan oral
2. Pertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat)
pada pasien tidak sadar
3. Pertahanakan kepatenan jalan nafas (mis.
Tehnik head tilt chin lift, jaw trust, in line)
4. Pertahankan pengembangan balon ETT
5. Lakukan penghisapan jalan nafas, jika produksi
secret meningkat
6. Sediakan suction di ruangan
7. Hindari memberi makan melalui selang
gastrointestinal jika residu banyak
8. Berikan obat oral dalam bentuk cair
Edukasi
1. Anjurkan makan secara perlahan
2. Ajarkan strategi mencegah aspirasi
3. Ajarkan teknik mengunyah atau menelan

Anda mungkin juga menyukai