Anda di halaman 1dari 94

ACUAN UJI KOMPETENSI DIALISIS

PELATIHAN DIALISIS
ANGKATAN 36

Di susun oleh :
Peserta Angkatan 36

Pelatihan dialisis
01 desember 2021 – 12 april 2022
RS. Khusus Ginjal NY. R. A. Habibie

2-1245 @36 1
MENGENAL SISTEM PERKEMIHAN

SISTEM PERKEMIHAN/URINARIA
Sistem penting untuk membuang sisa-sisa metabolisme makanan yang dihasilkan
oleh tubuh terutama senyawa Nitrogen (Urea dan Kreatinin), Elektolit dan Air dalam
Bentuk Urine.

SISTEM PERKEMIHAN TERDIRI DARI :


a. Ginjal
b. Ureter
Ureter adalah organ berbentuk saluran pipa yang berfungsi mengalirkan urine dari ginjal
ke kandung kemih dan memiliki panjang ± 20 – 30 cm.
c. Vesika Urinaria/kandung kemih
Kantung yang mampu menampung urine sementara sebanyak ± 400 – 600 cc maksimal
1000 cc.
d. Uretra
Saluran untuk membuang urine dan pengeluaran sperma pada laki-laki. Pada laki–laki
memiliki panjang ± 15 – 25 cm, sedangkan pada wanita ± 3 – 5 cm. Otot yg mengatur
pengeluaran urine di uretra adalah Spingter Uretra.

2-1245 @36 2
ORGAN GINJAL
Ginjal merupakan organ penting dalam tubuh yang berperan dalam Sistem Urinaria.
Secara umum, ukuran ginjal hampir sama dengan kepalan tangan dan terhubung dengan
ureter.
Didalam tubuh manusia terdapat dua buah ginjal (kiri dan kanan) yang
bentuknya menyerupai kacang (bean). Letaknya pun ada di sepanjang dinding otot bagian
belakang atau otot posterior rongga perut (Retroperitoneal). Dimana letak ginjal kiri lebih
tinggi dari pada ginjal kanan (karena tertekan oleh hepar) dan memiliki berat masing-
masing ginjal ± 150 gr dengan panjang ± 10 – 12 cm, lebar ± 5 - 7cm dan tebal ± 2,3 – 3
cm. Ginjal memiliki 400rb – 1,2 juta Nefron. Ginjal menerima 20 – 25% CO (Cardiac
Output) dari Arteri Renalis yang berasal dari Aorta Abdominalis.

TOPOGRAFI GINJAL :
1. Anterior (Depan)
 Ginjal kanan : Liver, duodenum, colon
 Ginjal kiri : Lambung, pankreas, limpa, yeyenum, colon descendens
2. Posterior (Belakang)
Diafragma, m. quadrus lumborum, psoas, rusuk 12 & 3 syaraf (subcostal, iliohypogastric,
ilioinguinal)
3. Medial (Tengah)
Hilum ( tempat arteri & vena renalis, syaraf, saluran limfe serta pelvis ginjal)
4. Superior (Atas)
Kelenjar adrenal

MORFOLOGI GINJAL :
a. Korteks Ginjal (Lapisan Luar Ginjal)
 Capsula Bowmann
 Tubulus contortus proximal
 Tubulus contortus distal
b. Medula Ginjal (Lapisan Dalam Ginjal)
 Loop of Henle (pars ascenden et descenden)
 Ductus colligentes
 Ductus Bellini (ductus papillaris)
c. Pelvis Ginjal (Yang Terdapat Diginjal)
Bagian yang melebar dari proximal ureter (permulaan ureter)
 18 - 20 ductus papillaris ren → 1 papilla renalis
 1 - 3 papilla renalis → 1 calyx minor
 2 - 6 calyx minor → 1 calyx major

2-1245 @36 3
 2 - 3 calyx major → pelvis renalis
NEFRON
Adalah unit fungsional ginjal yang terkecil dan terletak pada bagian korteks ginjal yang
terdiri dari :
1. Korpus (Bowman’s capsule & glomerulus) → memproduksi filtrat (penyaringan)
dalam lumen nefron.
2. Tubulus (Proximal, Loop Of Henle, Distal, Collecting Duct) → berfungsi re-absopsi
dan sekresi dari filtrat (penyaringan)

Dua tipe nefron, tergantung dari panjangnya Loop Of Henle (terletak pada bagian medula
ginjal) :
1. Cortical Nephrons (85%) → ada dibagian luar cortex, dengan loop of Henle yang pendek
2. Juxtamedullary Nephrons (15%) → ada di 1/3 bagian dalam dari cortex dengan loops
of Henle yang memanjang sampai ke medulla

FUNGSI GINJAL :
1. Eksresi
a. Menyaring Darah Dan Membuang Sisa Metabolisme Didalam Tubuh
Melalui Urine.
Pada ginjal yang sehat memiliki 400rb – 1,2 juta Nefron. Nefron sendiri
merupakan bagian anatomi ginjal yang mempunyai peran dalam Penyaringan
Darah, Mengatur Metabolisme, Mengeluarkan Zat-Zat Hasil Metabolisme
Yang Tidak Dibutuhkan Oleh Tubuh.
Nefron memiliki filter yang bernama Glomerulus dan Tubulus untuk
mengambil nutrisi dan air dalam darah serta membuang zat zat sisa metabolisme dan
air melalui urine.
Zat sisa metabolisme protein adalah Urea, Asam Urat, Kreatinin dan Amoniak.
Sisa zat metabolisme lain adalah Elektrolit, Glukosa, dll.

b. Menjaga Keseimbangan Cairan (Osmolaritas Plasma) Dan Elektrolit Dalam


Tubuh.
Ginjal memiliki unit fungsional kecil yang terdiri dari Glomerulus untuk proses
filtrasi darah dan tubulus yang berfungsi untuk reabsorpsi, sekresi dan eksresi zat zat
sisa metabolisme yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Elektrolit  adalah mineral
bermuatan listrik yang terdapat didalam sel, jaringan, dan cairan tubuh, termasuk
darah, urine, dan keringat.
Output urine normal 1cc / KgBB / Jam.

2-1245 @36 4
Nilai normal elektrolit dalam tubuh :
1. Na+/Natrium : 135 – 145 milimol/liter (mmol/L)
2. K+/Kalium : 3,5 – 5,5 milimol/liter (mmol/L)
3. Cl-/Clorida : 96 – 106 mmol/L
4. Ca+/Kalsium : 2,2 – 2,6 mmol/L
5. Mg+/Magnesium : 1,4 – 2,6 mg/dL
6. PO4 3-/Fosfat : 2,5 – 4,5 mg/dL
7. HCO3 -/Bikarbonat : 22 – 26 mmol/L

c. Mempertahankan Keseimbangan Asam-Basa Atau pH Darah.


pH normal darah 7,25 - 7,45. Jika pH darah < 7,25 maka darah bersifat
asam (Asidosis) dan jika pH darah > 7,45 maka darah bersifat basa (Alkalosis).

1) Asidosis Metabolic
Kondisi ini terjadi ketika produksi asam ditubuh terlalu berlebihan atau saat
ginjal tidak mampu mengeluarkan asam dari dalam tubuh. Ada beberapa jenis
asidosis yang termasuk asidosis metabolik, yaitu :

 Asidosis Diabetic
Asidosis diabetik atau ketoasidosis diabetik disebabkan oleh produksi badan
keton (asam) yang berlebihan. Kondisi ini terjadi saat diabetes tidak terkontrol.

 Asidosis Laktat
Asidosis laktat atau Lactate Acidosis disebabkan oleh produksi asam laktat
yang berlebihan. Kondisi ini terjadi saat tubuh melakukan metabolisme anaerob
(kadar oksigen rendah). Asidosis laktat dapat disebabkan oleh kanker, konsumsi
alkohol yang berlebihan, gagal hati, gagal jantung, hipoglikemia dalam jangka
waktu lama, sepsis, dan kelainan genetik, seperti MELAS.

 Asidosis Hiperkloremik
Peningkatan kadar asam dalam tubuh pada kondisi ini disebabkan oleh
kehilangan natrium bikarbonat (basa) yang berlebihan dalam waktu yang lama.
Kondisi ini biasanya terjadi karena diare atau muntah-muntah yang
berkepanjangan.

 Asidosis Tubulus Renalis


Kondisi ini terjadi ketika ginjal tidak dapat membuang asam melalui urine,
sehingga asam terkumpul di dalam darah. Hal ini biasanya terjadi saat
kerusakan ginjal disebabkan oleh penyakit autoimun atau gangguan genetik.

2-1245 @36 5
Gejala Asidosis Metabolik Dapat Berupa :
 Napas pendek dan cepat
 Sakit kepala
 Linglung
 Mual dan muntah
 Lelah atau mengantuk
 Nafsu makan menurun
 Denyut jantung meningkat
 Sakit kuning
 Bau nafas tercium seperti aroma buah

2) Asidosis Respiratorik
Asidosis respiratorik juga akan meningkatkan kadar asam di dalam
tubuh, namun dengan mekanisme yang berbeda. Kondisi ini disebabkan oleh
gangguan pada sistem pernapasan yang meningkatkan kadar karbon dioksida di
dalam darah.

Berikut ini adalah beberapa Gangguan Pada Sistem Pernapasan


yang dapat memicu asidosis respiratorik :
 Gangguan pada saluran pernapasan, seperti asma dan PPOK (penyakit paru
obstruksi kronis).
 Gangguan pada jaringan paru, seperti fibrosis pulmoner.
 Gangguan pada tulang dada yang bisa mempengaruhi pernapasan,
seperti skoliosis dan kifosis.
 Gangguan pada sistem saraf yang mempengaruhi proses pernapasan,
seperti myasthenia gravis, GBS (Guillain-Barre Syndrome), dan ALS
(amyotrophic lateral sclerosis).
 Penggunaan obat-obatan yang yang dapat mempengaruhi sistem pernapasan,
seperti penggunaan opioid atau kombinasi obat
golongan benzodiazepine dengan alcohol.
 Kondisi lain yang bisa mempengaruhi pernapasan, seperti obesitas dan sleep
apnea.

Gejala Asidosis Respiratorik Dapat Berupa :


 Napas pendek dan cepat
 Lelah atau mengantuk
 Pusing
 Sakit kepala
 Linglung
 Gelisah

2-1245 @36 6
Asidosis Bisa dilihat dari pemeriksaan laboratorium Hasil Analisis Gas Darah
(AGD) dikatakan Normal jika :
 pH darah : 7,35 – 7,45
 Tingkat penyerapan oksigen (SaO2) : 94 – 100%
 Tekanan parsial oksigen (PaO2) : 75 – 100 mmHg
 Tekanan parsial karbon dioksida (PaCO 2) : 38 – 42 mmHg
 Bikarbonat (HCO3-) : 22 – 26 mEq/L

Hasil AGD (analisa gas darah) Abnormal


pH Bikarbonat Tekanan Parsial
Kondisi Penyebab Umum
Darah (HCO3 -) CO2 (PaCO2)

Asidosis Gagal ginjal, syok,


< 7,25 Rendah Rendah
Metabolik ketoasidosis diabetik

Penyakit paru,
Asidosis termasuk pneumonia atau
< 7,25 Tinggi Tinggi
Respiratorik penyakit paru obstruktif
kronis (COPD)

2. Sekresi / Non Eksresi / Hormonal


a. Mengendalikan Tekanan Darah (Enzim Renin Dan Hormon Angiotensin).
Hipotensi atau tekanan darah rendah dapat membuat aliran darah menjadi
berkurang, sehingga ada organ atau jaringan tubuh yang berisiko kekurangan oksigen.
Ketika tekanan darah didalam tubuh menurun, sel-sel khusus diginjal akan
mendeteksi kondisi tersebut kemudian merespons dengan mengaktifkan RAAS (renin
angiotensi aldosteron sistem) ke aliran darah.
Enzim Renin yang dilepaskan ginjal tersebut akan mengubah Hormon
Angiotensin menjadi Angiotensin I dan Angiotensin II dengan cara
Vasokontriksi pembuluh darah untuk meningkatkan aliran darah. Tujuannya adalah
untuk memperbaiki sirkulasi darah agar oksigen dan nutrisi dapat tersalurkan ke
seluruh tubuh.
Dengan terlepasnya hormon renin dan angiotensin, sehingga menstimulus
kelenjar adrenal menghasilkan hormon aldosteron yang nantinya akan membuat ginjal
untuk mengambil air, elektolit dan garam didalam darah. Dengan terpenuhinya cairan,
elektrolit dan garam di dalam darah, maka kerja jantung akan kembali optimal.

b. Merangsang pembentukan sel darah merah (Hormon Eritropoietin)


Hormon ini diproduksi oleh ginjal untuk dibawa menuju sumsum tulang ketika
jumlah sel darah merah didalam darah berkurang. Saat sumsum tulang menerima

2-1245 @36 7
hormon ini, produksi sel darah merah akan bertambah. Setelah kadar oksigen dan sel
darah merah kembali normal, ginjal akan berhenti menghasilkan Hormon
Eritropoietin.

c. Menjaga kekuatan tulang (Calcitriol).


Ginjal menghasilkan hormon Calcitriol dari Metabolisme Vitamin D untuk
pembentukan tulang menjadi lebih baik, sehingga menghambat peningkatan kelenjar
PTH (Paratiroid Hormon).
Efek keseluruhan Hormon paratiroid (PTH) adalah meningkatkan
konsentrasi kalsium dalam plasma dan mencegah hipokalsemia.
Dengan dilakukannya tindakan hemodialisis, maka kadar kalsium didalam darah
menurun sehingga menyebabkan hormon PTH meningkat untuk memperbaiki
kekurangan kalsium didalam darah. Cara hormon PTH menaikan kadar kalsium dalam
darah dengan cara mengambil kalsium yang tersimpan didalam gigi dan tulang
sehingga keadaan tulang menjadi tidak lebih baik atau osteodistrofi.

d. Fungsi Glukoneogenesis / Degradasi Insulin


Glukoneogenesis adalah proses pembentukan Glukosa dari zat yang bukan
karbohidrat. Dalam keadaan puasa sel ginjal dapat melakukan proses
glukoneogenesis dengan sumber asam amino yang ada di ginjal.

e. Penghasil Prostaglandin
Prostaglandin adalah zat struktur kimia yang menyerupai hormon. Biasanya
diproduksi saat siklus menstuasi. Fungsinya merangsang otot rahim berkontraksi untuk
mengeluarkan darah menstruasi

PEMERIKSAAN FUNGSI GINJAL


Ureum : 20 – 50 mg/dl
Kreatinin : (P) 0,6 - 1,1 mg/dl
(L) 0,6 - 1,3 mg/dl

2-1245 @36 8
ANEMIA PADA PASIEN GGK

PENGERTIAN ANEMIA DAN ANEMIA RENAL


1. PERNEFRI : WHO : ANEMIA ➔ jika kadar Hb < 14 gr/dl (L) atau < 12 gr/dl (P)
2. KDIGO, 2012 : ANEMIA ➔ jika kadar Hb < 13 gr/dl (L) atau < 12 gr/dl (P)
3. ANEMIA RENAL ➔ anemia pada penyakit ginjal kronik, terutama disebabkan penurunan
kapasitas produksi eritropoetin.

KADAR HB NORMAL
 Laki-laki berkisar 14 – 18 g/dl
 Perempuan dewasa 12 – 16 g/dl

PENYEBAB ANEMIA PADA PASIEN GGK


1. Penyebab adalah multi faktor
2. Primer
Kekurangan Hormon Erytropoietin yang diproduksi oleh ginjal.
3. Faktor lain
 Kekurangan besi (Fe)
 Umur eritrosit yang memendek (akibat kadar ureumia tinggi)
 Kekurangan B12
 Asam folat
 Kondisi Inflamasi dan infeksi
 Meningkatnya PTH (hiperparatiroid)
 Kortikosteroid

RESIKO PENATALAKSAAN ANEMIA TIDAK ADEKUAT


1. Disfungsi seksual
2. Suplai O2 ke jaringan berkurang
3. Peningkatan beban kerja jantung, pembengkakan jantung, gagal jantung
4. Penurunan kemampuan intelegensia dan mental
5. Gangguan imunitas tubuh
6. Penurunan kualitas hidup
7. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian

PENYEBAB ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA GGK


1. Kehilangan Darah

2-1245 @36 9
 Perdarahan saluran pencernaan dan perubahan saluran cerna sehingga mengganggu
penyerapan FE
 Menstruasi
 Pengambilan darah yang berulang untuk pemeriksaan laboratorium
 Kehilangan darah pada saat dialisis

2. Medikasi / Meningkatnya Kebutuhan Besi Terapi → Erythropoiesis-stimulating


agent (ESA) / EPO
 Peningkatan kebutuhan fe
 Toleransi yang buruk → kepatuhan berkurang
 Pemakaian obat antasid yang memiliki efek samping gangguan absorpsi fe
Status besi diperiksa meliputi SI, TIBC, ST dan FS

Rumus Defisiensi Besi


SI
ST = x 100 %
TIBC
ST → Saturation Transferin
SI → Serum Iron (FE)
TIBC → Total Iron Binding Capacity (kapasitas pengikat besi total)
FS → Ferritin Serum (protein dalam tubuh yang mengikat zat besi)
Kadar normal TIBC (Total Iron Binding Capacity) : 250.00 - 425.00 ug/dl

Defisiensi Besi (FE) Pada Anemia Renal


Anemia Renal PGK NON HD/Peritoneal Dialisis PGK HD
ST (%) FS (ng/ml) ST (%) FS (ng/ml)
Besi cukup ≥20 ≥100 ≥20 ≥200
Defisiensi besi fungsional <20 ≥100 <20 ≥200
Defisiensi besi absolut <20 <100 <20 <200

Target FS Dan ST Pada Anemia Defisiensi Besi Pada PGK


 Target terapi Ferritin serum (FS) → > 100 ng/ml – 500 ng/ml
 Target terapi Saturation Transferin → > 20 % - < 40 %

Kontra Indikasi Pemberian FE


 Hipersensitifitas terhadap besi
 Gangguan fungsi hati berat
 Kandungan besi tubuh berlebih

Kadar Besi (FE/SI) Normal


 Laki-laki : 40.00 - 155.00 ug/dl

2-1245 @36 10
 Perempuan : 37.00 - 165.00 ug/dl

3. Malabsorpsi / Gangguan Penyerapan Pada Saluran Cerna → pengaruh obat -


obatan (pengikat phosphate/phosphat binder).

4. Diet Asupan Nutrisi Tidak Adekuat


 Malnutrisi
 Diet tidak baik → khususnya untuk konsumsi protein hewani yang dibatasi untuk
pasien pre HD
 Nausea dan Anoreksia

5. Retensi Darah Pada Dializer Atau Tubing


Darah yang tersisa didalam dializer

PENATALAKSANAAAN ANEMIA PADA PASIEN GGK


1. Indikasi Transfusi Darah Pada Pasien GGK
 Dengan target Hb 7 - 9 gr/dl
 Kadar Hb <7 gr/dl dengan atau tanpa gejala anemia
 Tidak memungkinkan menggunakan EPO dan Kadar Hb < 7 gr/dl
 HB < 8 gr/dl dengan gangguan cardiovaskuler yang nyata
 Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik
 Pasien yang akan menjalani operasi
 Transfusi diberikan dalam bentuk PRC

Cara Pemberian Transfusi Darah


 Dianjurkan dalam jumlah kecil dan bertahap
 Pada pasien HD sebaiknya diberikan saat HD
 Transfusi darah sebaiknya diberikan dengan kecepatan tetesan 1 ml/menit pada 15
menit pertama dan bila tidak ada reaksi transfusi, dilanjutkan 4 ml/menit.
Rumus kebutuhan PRC = 3 x (Hb target-Hb sekarang) x BB = ...cc

2. Indikasi Pemberian Zat Besi (FE)


a. Pemberian Oral → Pasien Non HD Dan PD
ST ≥ 20% dan FS ≥ 100 ng/ml jika dalam 3 bulan tidak ada perubahan dianjurkan
untuk pemberian secara parenteral.
Sediaan Oral → Ferrous Gluconate, Ferrous Sulphate, Ferrous Fumarate, Iron
Polysaccharide
Keterbatasan pemberian FE peroral
 Penyerapan kurang efektif karena gangguan pada saluran cerna
 Efek samping banyak → Kontipasi, Dyspepsia, Kembung, Diare

2-1245 @36 11
 Hasil tidak adekuat → kebanyakan beralih ke besi Intra Vaskuler karena turunnya
saturasi transferin < 20%
b. Pemberian Parenteral → Pasien HD
 Anemia defisiensi besi absolut
 Anemia defisiensi besi fungsional
 Tahap pemeliharaan status besi
Sediaan Parenteral → Iron sucrose atau iron dextran 25 mg dilarutkan dalam 25
ml NaCl 0,9% drip IV selama 15 menit, amati tanda-tanda hipersensitifitas.
c. Terapi Besi Fase Koreksi
Tujuan : koreksi anemia defisiensi besi absolut sampai status besi cukup.
Dosis : 100 mg, 2 x perminggu saat HD, dengan perkiraan total 1000 mg (10x
pemberian) .
Pemberian terapi besi intravena :
 100 mg diencerkan dengan 100 ml NaCl 0,9%, drip IV 15-30 menit.
 Cara lain dapat disuntikkan IV tanpa diencerkan secara pelan, paling cepat dalam
waktu 15 menit.
Evaluasi : Status besi dilakukan 1 minggu pasca terapi besi fase koreksi
d. Terapi Besi Fase Pemeliharaan
 Tujuan : menjaga kecukupan kebutuhan besi untuk eritropoesis selama pemberian
terapi ESA
 ST > 50 %, tunda terapi besi, terapi ESA tetap dilanjutkan
 Status besi diperiksa setiap 1 - 3 bulan

3. Indikasi Pemberian EPO/ESA (Erythropoiesis Stimulating Agent)


 Terapi ESA dimulai pada Hb < 10 g/dl dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan.
 Tidak ada anemia defisiensi besi absolut
 Tidak ditemukan infeksi berat

Target Terapi ESA / EPO :


 Pada pasien HD / Non HD target HB 10-12g/dl dan kadar HB tidak boleh > 13 g/dl.

Cara Pemberian Pada Pasien GGK :


Dengan pemberian secara Sub Cutan (SC).

Kontraindikasi ESA : Hipersensitivitas terhadap ESA

Keadaan Yang Harus Diperhatikan :


1. Hipertensi
2. Hiperkoagulasi

2-1245 @36 12
Data Penunjang Sebelum Pemberian Terapi Eritropoietin :
1. Hasil laboratorium kadar hemoglobin darah
2. Hasil laboratorium kadar besi/serum iron (FE/SI)
3. Hasil laboratorium kadar TIBC (Total Iron Bending Capacity)
4. Saturasi transferrin

ESA Yang Setujui Di Indonesia :


Epoetin α, Epoetin β, ESA α biosimilar, C.E.R.A

Penyebab Respon Tidak Adekuat Terhadap ESA


 Defisiensi besi absolut dan fungsional
 Kehilangan darah kronik
 Malnutrisi
 Dialisis tidak adekuat
 Hiperparatiroid sekunder
 Inflamasi
 Kehilangan darah akut
 Obat-obatan (ACE inhibitor dan ARB) dosis tinggi
 Defisiensi asam folat dan vitamin B 12, hemoglobinopati, MM, mielofibrosis, hemolisis
dan keganasan

Penanganan Produk EPO/ESA Supaya Dalam Kondisi Baik


1. Jangan mengocok produk ESA/EPO
 Zat aktif EPO/ESA adalah glikoprotein fungsional
 Fungsi glikoprotein dijaga oleh ikatan tersier yang mudah rusak dengan guncangan
2. Penyimpanan pada suhu 2 – 8°C dan terlindung dari cahaya UV
3. Tidak boleh dibekukan, karena dapat merusak glikoprotein
4. Tidak boleh dicampurkan dengan obat lain
5. Sebelum digunakan isi produk, jangan dikeluarkan dari syringenya →
kontaminasi/tidak steril.

2-1245 @36 13
KEBUTUKAN NUTRISI PASIEN GGK

TUJUAN PENGATURAN DIET PADA PENDERITA PGK YANG MENJALANI


DIALISIS :
1. Mencukupi kebutuhan protein
2. Memberikan cukup energi
3. Mengatur asupan garam (natrium/na) untuk mengantisipasi tekanan darah tinggi dan
kelebihan cairan
4. Mengatur asupan cairan untuk mencegah kelebihan cairan
5. Membatasi asupan phosphor (ph)
6. Mencukupi kebutuhan zat gizi lainnya, terutama vitamin

TUJUAN DIET PRE, HEMODIALISIS DAN CAPD


 Pre Dialisis → mengurangi progresivitas ginjal dengan memperlambat turunnya GFR
 Hemodialisis → memberikan protein yang cukup untuk menggantikan protein yang
hilang dalam dialisat dan mencegah penimbunan hasil sisa metabolisme interdialisis.
 CAPD → mencukupi kebutuhen protein, untuk menggantikan tingginya protein yang hilang
dalam dialisat/dianeal.

NUTRISI YANG DIPERLUKAN TUBUH


1. Protein
Protein penting untuk tubuh untuk membangun masa otot, perbaikan sel,
mempertahankan jaringan tubuh, melawan infeksi, dan menyembuhkan luka.
Protein yang dibutuhkan pada pasien GGK 1,2 gr/kgBB, minimal protein
tersebut 50% adalah protein hewani. Makanan mengandung protein juga mengandung
kadar fosfat.
Kadar Albumin Normal : 3,5 - 5,2 g/dl.
Asupan protein untuk pasien non dialysis = 0,6 - 0,75 gr/kgBB ideal = ...gr/hari,
Kebutuhan Protein Pada Pasien GGK
 Tahap 1 – 4 pre HD → 0,6 – 0,75 gr/KgBB/hari
 Tahap 5 HD → 1,2 gr/KgBB/hari
 CAPD → 1,2 – 1,3 gr/KgBB/hari

2. Karbohidrat Dan Lemak


Berfungsi mempertahankan berat badan normal / sehat penting untuk setiap
orang. Karbohidrat dan lemak digunakan untuk melakukan aktivitas, mempertahankan

2-1245 @36 14
berat badan sehat, membantu tubuh untuk menggunakan protein untuk membentuk otot
dan jaringan.
Pada Pasien GGK Diperlukan
 Karbohidrat sebanyak 30 – 35 kalori/KgBB.
 Anjuran Lemak ± 30 % dan Karbohidrat ± 60 % dari total energi.

Cara Menghitung Kebutuhan Energi Per Harinya :


Rumus Berat badan ideal = (Tinggi Badan dalam cm – 100) = ...kg,
Energi setiap hari = Karbohidrat yang diperlukan (30-35) x jumlah BB ideal = ....kal/hari.
Kebutuhan lemak = jumlah energi x 30 % = ...kal/hari
Kebutuhan karbohidrat = jumlah energi x 60 % = ...kal/hari

3. Garam (Natrium)
Garam/Natrium dapat menahan air, sehingga akan mempengaruhi jumlah cairan
yang ada didalam tubuh dan garam menyebabkan rasa haus, sehingga akan minum lebih
banyak. Dengan output urin yang sudah sedikit, maka akan menyebabkan penumpukan
cairan didalam tubuh (oedem).
Itu sebabnya mengapa pasien GGK perlu dilakukan pembatasan diit
asupan Natrium/garam, karena natrium untuk mengontrol tekanan darah dan
menurunkan oedema juga dapat menahan air di dalam tubuh.
Kelebihan cairan akan menyebabkan : Overhidrasi, Sesak, Peningkatan Tekanan
Darah, Oedem .
Asupan garam : 900 – 1700mg/hari → ¼ - ½ sendok teh
Kadar normal NA+ (Natrium) dalam darah : 135 – 145 mmol/L

4. Kalium
Kalium merupakan mineral yang penting diperlukan tubuh untuk Kerja Syaraf
dan Kerja Otot. Kadar kalium dalam darah terlalu tinggi atau terlalu rendah
menyebabkan sesak nafas, lemah otot dan irama jantung yang tidak teratur
(Aritmia) yg bisa menyebabkan jantung berhenti mendadak.
Kadar Kalium normal dalam darah : 3,5 – 5,5 mmol/L
Asupan kalium : 40 – 120 mEq/L (1560 – 2730 mg/hari)

Buah Dan Sayur Dikatakan :


 Kalium rendah : menggandung kalium 1 s/d 100mg
 Kalium sedang : mengandung kalium 101 s/d 200mg
 Kalium tinggi : mengandung kalium 201 s/d 300mg

2-1245 @36 15
5. Kalsium Dan Fosfor
Fosfor adalah salah satu kandungan mineral yang ada didalam tubuh, bersama
dengan kalsium diperlukan untuk pertumbuhan tulang dan Kadar kalsium dan
fosfor harus seimbang.
Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, maka kadar fosfor dalam darah akan tinggi
karena tidak mampu dikeluarkan oleh ginjal bersamaan dengan urine. Kadar fosfor yang
tinggi dapat menyebabkan gatal-gatal, mata menjadi lebih sakit, nyeri sendi,
tulang menjadi lemah dan rapuh.
 Asupan Fosfor dibatasi sampai 400 – 900 mg/hari,
 Asupan kalsium tinggi 1000 – 1400 mg/hari (biasanya diberikan sebagian dalam
bentuk suplemen kalsium).
Kadar Normal Dalam Darah Dan Batasan Normal Bagi GGK Derajat V :
Kalsium : 8.5 – 10 (or 10.5) mg/dl
Pada CKD ST V 8.4 - 9.5 → Hypercalcemia = > 10.2
Fosfat : 2,5 - 4,5 mg/dl
Pada CKD ST V 3,5 – 5,5 mg/dl
Indeks PTH : 10 - 65 pg/ml
Pada CKD ST V 150 – 300 pg/dl
Magnesium : 1,4 - 2,6 meq/L

6. Vitamin
Pasien dialisis sebaiknya mendapat suplemen Vitamin, karena :
 Vitamin yang larut dalam air ikut keluar dari tubuh saat dilakukan proses dialysis
 Asupan makanan pasien dialisis terbatas (sayuran dan buah-buahan).
Pemberian vitamin ini harus direkomendasikan oleh dokter . Karena tidak
semua vitamin berguna, malahan dapat menimbulkan penyakit → vitamin yang larut dalam
lemak.
Pemberian rutin Vitamin D pada pasien CAPD akan meningkatkan
penyerapan kalsium di usus, memperbaiki metabolisme tulang dan mencegah atau
mengobati hiperparatiroidisme.

7. Air
Bila fungsi ginjal mengalami penurunan, maka ginjal tidak dapat mengeluarkan urin
dengan optimal, sehingga cairan akan tertahan di dalam tubuh. Asupan cairan yang
direkomendasikan tergantung dari seberapa berat fungsi ginjal terganggu dan jumlah
urine.

2-1245 @36 16
 Jumlah cairan yang diberikan = cairan yang hilang yaitu jumlah air seni +
500 cc (keringat) + efluen.
 Kenaikan BB diantara waktu HD 3 - 5% BB kering.
Menghitung Perubahan BBK
 BBK saat ini – BBK 3 bulan yang lalu = ...Kg
BBK 3 bln yg lalu−BBK saat ini
 BBK 3 bln yg lalu
x 100 %=… %

Derajat Malnutrisi Berdasarkan Mis :


1. Penjumlahan Skor MIS (Yamada Et Al, 2008) :
 0-5 (tanpa malnutrisi)
 6-10 (malnutrisi ringan)
 ≥ 11 (malnutrisi sedang sampai berat).

2. Penjumlahan Skor MIS (Yamada Et Al.2005) :


 ≤ 6 ( tanpa malnutrisi )
 ≥ 6 ( malnutrisi )

TIMBULNYA KELUHAN MUAL DAN MUNTAH PADA PASIEN GGK


Adanya gangguan fungsi ginjal → penumpukan ureum dan zat - zat sisa metabolisme
dalam tubuh → organ pencernaan terkontaminasi toxin (Uremicum Gaster) →
merespon peningkatan asam lambung → merangsang lambung mengeluarkan kadar asam →
mual bahkan bisa sampai muntah.

TIMBUL KELUHAN GATAL GATAL PADA PASIEN GGK


Karena adanya gangguan fungsi ginjal → ginjal tidak dapat memetabolisme kalsium
untuk dialirkan kedalam darah → kadar kalsium dalam darah sedikit → merangsang
peningkatan paratiroid hormon → peningkatan kadar fosfor dalam darah →
mengganggu sistemsaraf, kelenjar minyak dan kelenjar keringat → gatal.

TERJADINYA ANEMIA PADA PASIEN GGK


Akibat adanya gangguan/kerusakan pada fungsi ginjal → pembentukan Hormon
Eritropoietin diginjal menurun → pembentukan eritrosit di sumsum tulang pun berkurang
→ Anemia.

KENAPA PASIEN GGK MENGELUH SESAK


1. Oedem Paru

2-1245 @36 17
Intake cairan berlebih → gangguan/kerusakan fungsi ginjal → penumpukan cairan
dalam darah, jaringan dan organ → cardiomegali → kemampuan pompa jantung
berkurang → peningkatan tekanan ventrikel kiri jantung → darah dari paru-paru
menuju ventrikel kiri tertahan → cairan dari pembuluh darah akan tedorong
keluar dan masuk ke dalam alveoli → oedem paru → kemampuan paru-paru
mendapatkan O2 berkurang → sesak.

2. Asidosis Metabolik
Kerusakan fungsi ginjal yang tidak mampu mengeluarkan kadar asam dalam tubuh → kadar
asam dalam darah meningkat (pH <7,25) → mengganggu proses metabolisme dan sekresi
hormon terganggu → sistem buffer terganggu → kadar bikarbonat (HCO3) dan
tekanan parsial CO2 (PCO2) menurun → kompensasi paru-paru untuk meningkatkan
kadar CO2 dan mengaktifkan sistem buffer → sesak.
Sistem buffer adalah sistem dapar kimia pada ginjal yang merubah asam kuat
menjadi asal lemah dengan mengatur produksi hidrogen di intrasel dan ekstrasel. Sistem
buffer ini bisa aktif apabila penafasan dalam keadaan normal.
Hidrogen (H+) adalah kation yang mudah berikatan dengan anion seperti
bikarbonat (HCO3-)/asam kuat. Dengan bereaksinya hidrogen dengan bikarbonat maka akan
menjadikan asam yg tadinya kuat menjadi asam lemah/asam karbonat (H 2CO3). Dengan
demikan pH dalam darah dapat menjadi meningkat dan kembali normal.

3. Anemia
Akibat gangguan/kerusakan fungsi ginjal → penurunan Produksi Hormon Eritropoietin →
penurunan pembentukan sel darah merah (eritrosit) disumsum tulang → kadar HB
menurun → berkurang suplai O2 dalam darah → jaringan dan organ tubuh kekurangan O 2
→ kompensasi paru paru untuk mencukupi O2 meningkat → sesak.

4. Hiperkalemia
Akibat gangguan/kerusakan fungsi ginjal → tidak dapat mengeluarkan kalium →
peningkatan kadar kalium dalam darah → aritmia jantung (detak jantung menjadi cepat)
→ ventrikel takhicardi (rongga jantung bawah berdetak cepat) → kemampuan pompa
jantung menurun → suplai O2 ke seleruh tubuh berkurang → respirasi anaerob → sesak.

Kalium adalah elektolit yang berfungsi untuk kelistikan jantung dan


membantu kerja pompa jantung, sehingga jantung dapat mengalirkan darah ke
seluruh tubuh. Tapi jika kadar kalium dalam darahnya meningkat maka kemampuan
jantung memompa semain cepat tetapi tidak dapat mengalirkan secara sempurna. Jika di
diamkan dalam keadaan tersebut maka dapat menyebabkan keadaan serius sampai
meninggal.

2-1245 @36 18
EDEMA PADA PASIEN GGK
Edema adalah kondisi membengkaknya jaringan tubuh akibat penumpukan cairan.
Edema merupakan pertanda adanya kebocoran cairan tubuh melalui dinding pembuluh darah.

DISTRIBUSI CAIRAN
Distribusi Cairan (L) Dewasa (%) (P) Dewasa (%) Bayi (%)
Total air dalam tubuh 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler 20 20 35
 Plasma 5 5 5
 Intersisial 15 15 30

BAGAIMANA MENGONTROL SUPAYA TIDAK KELEBIHAN CAIRAN :


 Kurangi asupan garam
 Hindari minum berlebih
 Anjurkan makan tinggi protein
 Monitor setiap hari BB dan tekanan darah
 Kontrol gula darah

JENIS - JENIS EDEMA DIDALAM TUBUH


1. Edema Perifer
Pembengkakan yang satu ini biasanya terjadi di pergelangan kaki, kaki, tangan,
dan lengan.
Lokasi pemeriksaaan / daerah terjadinya Edema Perifer yaitu di daerah sakrum, di
atas tibia, & pergelangan kaki.

PENILAIAN DERAJAT EDEMA :


 Derajat I : kedalamannya 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
 Derajat II    : kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
 Derajat III : kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
 Derajat IV : kedalamannya 7 mm atau lebih dengan waktu kembali 7
detik

2. Edema Paru
2-1245 @36 19
Edema Paru adalah kondisi saat paru-paru mengalami kelebihan cairan,
sehingga menjadi sulit bernapas. Kondisi ini biasanya terjadi akibat penyakit gagal jantung
kongestif atau cedera paru akut. Orang yang mengalami edema paru biasanya memiliki
detak jantung yang lebih cepat dari biasanya, lemas, dan batuk yang kadang disertai
dengan darah. Gejala ini biasanya akan semakin parah saat Anda berbaring. Edema paru
adalah kondisi serius, bahkan termasuk gawat medis. Pasalnya, edema di paru ini bisa
menyebabkan gagal napas hingga kematian.

3. Edema Serebral
Sesuai dengan namanya, edema serebral terjadi di otak. Edema serebral
termasuk kondisi yang mengancam nyawa. Gejalanya biasanya meliputi sakit kepala, leher
kaku atau sakit, hilang ingatan sebagian atau seluruhnya, linglung, mual, muntah, dan
pusing.

4. Edema Macula
Edema Makula adalah komplikasi serius Retinopati Diabetik. Kondisi ini
terjadi ketika cairan menumpuk di bagian mata yang disebut makula, tepatnya di tengah
retina. Hal ini terjadi saat pembuluh darah yang rusak di retina mengeluarkan cairan ke
makula. Akibatnya, pembengkakan pun tidak bisa dihindari. Edema makula biasanya
membuat seseorang mengalami gangguan penglihatan, termasuk dalam melihat warna.

5. Edema pedal
Edema Pedal terjadi saat cairan berkumpul di kaki bagian atas dan bawah.
Kondisi ini paling sering menyerang orang yang lebih tua atau hamil. Oleh karena itu, orang
yang mengalami edema pedal biasanya sulit bergerak karena kaki sering kali mati rasa.

6. Limfedema
Limfedema adalah pembengkakan di lengan dan kaki yang disebabkan oleh
kerusakan pada kelenjar getah bening. Kerusakan ini paling sering terjadi akibat perawatan
kanker seperti operasi dan radiasi. Bahkan, kanker itu sendiri juga bisa menghambat
kelenjar getah bening dan menyebabkan penumpukan cairan

2-1245 @36 20
BERAT BADAN KERING

BB Kering (BBK) adalah BB terendah dengan keadaan umum pasien yang optimal
dan BBK tidak selalu sama tiap waktunya. Dengan anamnese yang baik merupakan upaya
penting dalam mencapai BBK dan Teknik UF dapat dilakukan untuk efektifitas pembuangan
cairan intradialisis.

PENCAPAIAN BERAT BADAN KERING PADA PASIEN GGK


1. Berat badan tanpa kelebihan cairan
2. Tanpa oedema paru
3. Tanpa oedema di ekstrimitas
4. Tekanan darah stabil post dialisis tanpa obat anti hipertensi
5. Hipotensi bukan berarti telah mencapai berat kering
6. Kesesuaian antara data Subyektif dengan Obyektif dari pasien

IDEAL BERAT BADAN KERING


1. Waktu pemulihan post dialisis yg pendek
2. Kurangnya kejadian hipotensi intradialisis
3. Memperpanjang lama hidup pasien
4. Menurunkan resiko cardiovaskular dan serbrovaskular serta rawat inap
5. Menurunkan resiko hipovolemia dan trombosis akses (karena hipovolemia)
6. Resiko jatuh post dialisis menurun
7. Seharusnya sudah dapat ditentukan setelah pasien hd 6 - 8 kali

IDEAL KENAIKAN BERAT BADAN INTERDIALITIK


1. Inter-Dialytic Weight Gain (IDWG) yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah tidak lebih dari
1,0 - 1,5 kg (Lewis et al., 1998) atau tidak lebih dari 3 – 5 % dari BBK (Fisher, 2006).
2. Cairan dibatasi, yaitu dengan menjumlahkan urin / 24jam ditambah 500 - 750 ml
(Almatsier, 2004).

Berikan Edukasi mengenai aturan yang dipakai untuk menentukan Banyaknya


Asupan Cairan dengan menentukan jumlah urin yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir
+ 500 ml (IWL) (Suharyanto & Madjid, 2009, hlm.192).

Rumus IWL
 IWL = (15 x BB)/24 jam

2-1245 @36 21
Rumus IWL berdasarkan Kenaikan Suhu
 [(10% x intake cairan) x jumlah kenaikan suhu]/ 24 jam + IWL normal
PENGKAJIAN BERAT BADAN KERING
1. Riwayat Tekanan darah sebelum, setelah HD dan selama dirumah In 2006, the Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI).
2. Riwayat tanda hipovolemia post HD : pingsan, pusing terus menerus, muntah-muntah,
kram otot dll.
3. JVP (Jugular Venous Pressure).
4. Oedema / Acites.
5. Profil paru-paru : Frekuensi Napas, Ronchi , X-Ray, CT-Scan (kepala dan paru).
6. Kenaikan berat badan.
7. Cara diit cairan.
8. Lab : Protein (Albumin, Total protein), Hematokrit.
9. Profil berat kering sebelumnya.

CATATAN PENTING PENGKAJIAN BERAT BADAN KERING


1. Pengkajian Berat Badan Kering Adalah Pengkajian Yang Tidak Instan.
2. BB Kering Tidak Tetap Dan Tidak Selalu Sama.
3. Pengkajian Berat Badan Kering Sering Samar, Sulit Dan Tidak Nyata Dalam Bentuk Keluhan.

KEGAGALAN DALAM MENCAPAI BERAT BADAN KERING


1. Anamnese yang tidak baik.
2. BB kering yang tidak tercapai secara kronic.
3. Target UF yang tidak tepat.
4. Perhatian yang kurang terhadap gejala klinis yang memang tidak spesifik.
5. Merubah berat kering karena satu data saja (harus didasarkan pada data yang cukup).

BB KERING MENINGKAT
1. Terjadi gejala hypovolemia bila tercapai BB kering sebelumnya, kram, mual, lemes, keringat
dingin, pandangan kabur, haus, hypotensi, nadi cepat tapi lemah.
2. Berikan terapi cairan, tangani pasien seperti pada syok hypovolemic.
3. Tingkatkan BB pada HD berikut sesuai BB post HD setelah tertangani syok.

BB KERING MENURUN
1. Post HD BB tercapai.
2. Pasien masih batuk, sesak, odema, muka sembab.
3. Turunkan BB kering pada HD berikut 0.5 kg dari BB post HD atau sesuai kondisi pasien.
4. Bila dilakukan Punksi Acites, BB kering diturunkan sesuai jumlah BB post HD, lakukan
pemantauan pada HD berikut.

2-1245 @36 22
KOMPLIKASI BERHUBUNGAN DENGAN UF
1. Hypotensi
2. Lemes
3. Kram
4. Pusing
5. Mual muntah

MENGATUR UF
1. Tentukan UFG
2. Atur UFR
3. Profiling ultrafiltrasi
4. Sq atau Su hd bila pasien keracunan cairan
5. Su hd tidak boleh lebih dari 30% BB
6. Hati hati pada pasien hyperkalemia

2-1245 @36 23
DIALISIS
Dialisis adalah proses terapi pengganti ginjal dimana perpindahan molekul/larutan
(solut dan solvent) dari suatu larutan yang satu kelarutan yang lain melalui membran
semipermiabel.
Membran semipermiabel adalah membaran tipis yang memiki pori-pori yang
dapat dilalui oleh solut dengan berat molekul tertentu.

MOLEKUL / LARUTAN DIBAGI 2 :


1. Solut : Zat-zat terlarut
a) Solut Inorganik : Elektrolit
Na+ (Natrium), K+ (Kalium), Cl- (Clorida), Ca+ (Kalsium), Mg+ (Magnesium), PO4 3- (Fosfat),
HCO3 – (Bikarbonat).

b) Solut Organik
1) Low Molecular Weight (Berat Molekul Rendah) dengan Substansi <300
dalton seperti Ureum, Kreatinin, Fosfat, Potasium, Sodium, Uric Acid, Glukosa.
2) Middle Molecular Weight (Berat Molekul Sedang) dengan Substansi
300 - 2000 dalton seperti Vitamin B12, Alumunium, Magnesium.
3) Big molecular weight (berat molekul besar) sengan Substansi >
2000 Dalton seperti Albumin, β2 Mikroglobulin, Myoglobin, Inulin, Hemoglobin
2. Solvent : Zat Pelarut (Air)

VOLUME KEPEKATAN DIBAGI 2 :


1. Konsentrasi : Kadar solut dalam larutan
2. Osmolaritas : Kepekatan beberapa solut dalam larutan

PRINSIP DASAR PENGGANTI GINJAL :


1. Difusi : Perpindahan solut dari larutan konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah melalui membran semipermiabel.
2. Osmosis : Perpindahan solvent dari larutan konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi
melalui membran semipermiabel.
3. Utrafiltrasi : Perpindahan solvent dari larutan dengan tekanan yang tinggi ke tekanan
yang lebih rendah melalui membran semipermiable

2-1245 @36 24
4. Konveksi : Perpindahan solut dan solvent karena perbedaan tekanan dari tinggi ke
rendah melalui membran semipermiable.
5. Adsopsi : Penyerapan/penempelan molekul terhadap permukaan membran.
Pada proses dialisis didalam dializer untuk perpindahan Solut Dan Solvent dipengaruhi oleh
tekanan didalam kompartemen
1. Tekanan Positiv : tekanan darah lebih besar/tinggi dari pada tekanan dialisat
2. Tekanan Negativ : tekanan darah lebih kecil/rendah dari pada tekanan dialisat

Tekanan pada dializer untuk perpindahan Solut Dan Solvent pun dipengaruhi oleh aliran pada
setiap komparteman
1. Counter Current : aliran darah berlawanan dengan aliran dialisat
2. Co-Current : aliran darah searah dengan aliran dialisat

DIALISIS TERBAGI MENJADI 2 :


1. Hemodialisis : Dimana fungsi ginjal dalam tubuh digantikan oleh ginjal buatan
(dializer) yang dibantu oleh mesin hemodialisis untuk membuang sisa metabolisme
didalam tubuh. Dilakukan 2-4x/minggu dimana membutuhkan waktu
10-12jam/minggu, dengan menggunakan prinsif dasar Difusi, Ultrafiltrasi Dan
Konveksi.
Akses yg digunakan adalah Akses Vaskuler (AV Fistula, CDL Dan Femoral).

2. Peritoneal Dialisis : dimana fungsi ginjal digantikan dengan memanfaatkan Rongga


Peritoneum sebagai membran semipermiabel dimana prosesnya dibantu oleh Cairan
Dianeal yang dimasukan ke dalam rongga peritoneum dan tidak membutuhkan
mesin.
Dilakukan pergantian Cairan Dianeal 3-5x/hari dimana umumnya berbasis Dextrosa
1,5%, 2,5% dan 4,25%. Selain itu ada cairan dianeal berbasis Non-Dextrosa yaitu
Icodextrin (Glukosa Polymer) 7,5% dan Nutrineal.
Dengan menggunakan prinsif dasar Difusi, Konveksi dan Osmosis.
Akses yg digunakan adalah Kateter Tenckhoff yg masuk ke rongga peritoneum.

TERAPI PENGGANTI GINJAL DIBAGI MENJADI 2 :


1. Artifisial/Buatan : Dialisis
a. HD (Hemodialisis) :
1) IHD : konvensional (IHD)
2) HD khusus : SLEED, Hemofiltrasi, HDF, HFR
b. PD (peritoneal dialisis) : CAPD
2. Alamia : Transplantasi/CangkokGinjal
2-1245 @36 25
DIALISIS MENURUT KEBUTUHAN PEMAKAIAN DIBAGI MENJADI 2 JENIS YAITU :
1. Dialisis Temporer yang bersifat akut dan atau perioperatif.
2. Dialisis Kronik

Pengertian Gagal ginjal


1. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi mendadak selama
beberapa jam sampai beberapa hari dan mengakibatkan retensi (penumpukan) limbah
metabolisme dan disregulasi homeostasis cairan, elektrolit, dan asam basa pada ginjal
yang sebelumnya dalam keadaan normal dan pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi
dialisis.

2. Gagal Ginjal Kronik (GGK) yang mulai perlu dialisis adalah penyakit ginjal kronik (>3
bulan) yang mengalami penurunan fungsi ginjal dengan LFG(GFR) <15ml/mnt.
Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah sangat menurun sehingga terjadi Akumulasi Toksin
dalam tubuh yang disebut sebagai Uremia. Pada keadaan uremia dibutuhkan terapi
pengganti ginjal untuk mengambil alih fungsi ginjal dalam mengeliminasi toksin tubuh
sehingga tidak terjadi gejala yang lebih berat. Dapat dilakukannya Hemodialisis dan
Peritoneal Dialisis.

3. Gagal Ginjal Akut Pada Gagal Ginjal Kronik (Acute on Chronic Renal Failure)
adalah episode akut pada gagal ginjal kronik yang tadinya stabil. Pada beberapa kasus perlu
dilakukan terapi dialisis.

Kidney Acut Injury (AKI)


Tahapan Kreatinin Serum Output Urine
1 Peningkatan kretinin serum 0,3 mg/dl dalam 48 <0,5 ml/KgBB/jam dalam 6
jam atau ≥1,5-1,9 kali dari baseline jam
2 Peningkatan kretinin serum ≥2-2,9 kali dari <0,5 ml/KgBB/jam dalam >12
baseline jam
3 Peningkatan kretinin serum 0,5 mg/dl atau ≥ 3 <0,3 ml/KgBB/jam >24 jam
atau 4 kali dari baseline atau membutuhkan atau anuria selama 12 jam
terapi ginjal

Tipe Acute Kidney Injury (AKI)


1. Gangguan Ginjal Pre Renal
a. Kehilangan volume tubuh
 Dehidrasi
 Perdarahan
 Gastro Intestinal : diare, muntah

2-1245 @36 26
 Ginjal : obat obatan diuretik
 Kulit : luka bakar, diaphoresis
 Peritoneum : drain pasca operasi

b. Cardiac out put


Infark miocard, Cardiomiopathy, Perikarditis, Aritmia, Disfungsi katup, Gagal jantung,
Emboli paru, Hipertensi pulmonal, Penggunaan ventilator.
c. Retribusi cairan
 Peritonitis, Pankreatitis, Acites
 Syok vasodilator (sepsis, gagal hati)
 Hipoalbuminemia (sirosis hepatis, malnutrisi)
 Obat-obat vasodilator

2. Gangguan Ginjal Renal


 Intoxikasi : alkohol, obat obatan, zat kontras radiologi
 Infeksi : streptokokus, difteri
 Penyakit auto imun : SLE
 Iskemia
 Asam urat

3. Gangguan Ginjal Post Renal


 Obstruksi ureter : tumor, batu
 Obstruksi kandung kemih/uretra : tumor, hipertrofi prostat, prolaps uteri, batu,
obstruksi folley kateter.

Gejala membahayakan dan perlu tindakan Inisiasi atau Cito HD


A = Acid Base Problem (gangguan Asam Basa) → Asidosis Metabolik (pH <7,25 dan HCO3-
<15mmol/L)
E = Electrolit Problem (gangguan elektrolit) → Hiperkalemi (K+ > 6mmol/L)
I = Intoxication (keracunan) → Intoksikasi
O = Overload Of Pluid (kelebihan cairan) → Oedem paru
U = Uremic Syptom (gejala uremia) → Ur >180-210mg/dl dan Cr >6,78mg?dl
S = Sepsis

Penyakit Penyebab Dialisis


1. Hipertensi
2. Diabetes
3. Obstuksi sistem perkemihan
4. Pielonefritis cronik

2-1245 @36 27
5. Glumerulopati primer
6. Nefropati lupus
7. Nefropati Asam urat, dll

Tahapan Kerusakan Pada Ginjal


Test Glomerular Filtration Rate  = 125 mL/min/1.73m2)
Stage Kerusakan ginjal (%) Nilai GFR (mL/min/1.73m2)
1 10 % → GFR normal atau meninggi ≥90
2 30-40% → adanya penurunan ringan GFR 60-89
3 40-70% → penurunan moderat GFR 30-59
4 70-85% → penurunan berat GFR 15-29
5 >85% → gagal ginjal → terapi pengganti ginjal <15

Perbedaan Renal Replacement Terapi dengan Renal Support Terapi


Renal Replacement Terapi Renal Support Terapi
Tujuan pengobatan Mengganti fungsi ginjal Membantu ginjal dan organ lain
Saat melakukan Tergantung parameter Tergantung kebutuhan individu
intervensi biokimia
Indikasi dialisis Sempit Luas
Dosis dialisis Sesuai penurunan fungsi ginjal Sesuai kebutuhan dan indikasi
Lamanya pengobatan Selamanya (rutin) Sementara

Rumus Test Kliren Kreatinin (TTK)


1. Rumus metode Cokcroft
( 140−umur ) x BB
 TTK /CrCl ( laki−laki )= 72 x SCr

( 140−umur ) x BB
 TTK /CrCl ( perempuan )=0,85 x 72 x SCr
SCr = hasil serum Kreatinin

2. Berdasarkan pengumpulan urine 24 jam


( U ) kreatinin urine mg/dl
TTK /CrCl= x ( V ) volume urine ml /menit
( P ) kreatinin plasma mg /dl
Kendala/kontra indikasi dari tindakan Dialisis :
1. Tidak mungkin didapatkan akses vaskular pada HD atau terdapat gangguan di rongga
peritoneum pada CAPD.
2. Dialisis tidak dapat dilakukan pada keadaan :
 Akses Vaskular sulit
 Instabilitas Hemodinamik

2-1245 @36 28
 Koagulopati
 Penyakit Alzheimer
 Demensia Multi Infark
 Sindrom Hepatorenal
 Sirosis Hati lanjut dengan Ensefalopati
 Keganasan lanjut, dll

TEKNIK DESKRIPSI JENIS MEMBRAN


Hemodialisis Transpor melekul dengan cara difusi dan konveksi Dializer dengan
bersamaan mesin
Ultrafiltrasi/ Transport solvent karena perbedaan tekanan Dializer
hidrostatik
Hemofiltrasi Tanspor molekul dengan cara konveksi (ultrafiltrasi) Hemofilter
setelah darah ditambah dengan cairan fisiologis
Hemodiafiltrasi Dialisis dan filtrasi secara simultan Hemofilter
Continous Tansport molekul dengan konveksi (ultrafiltrasi ) Hemofilter
Arterio/Venous tanpa pompa darah
Venous
Haemofiltration
Plasmapheresis Pemisahan komponen plasma melalui membran Hemofilter
dengan filtrasi
Dialisis Transpor molekul dengan difusi , air dengan filtasi Peritoneum pasien
peritoneal osmotik melalui peritoneum sebagai membran tanpa ginjal buatan
semipermeabel

HEMODIALISIS
Hemo : Darah
Dialisis : Proses Pemisahan

Hemodialisis adalah proses pemisahan zat-zat tertentu dari darah melalui membran
semipermiabel pada dializer (ginjal buatan) yg menggantikan fungsi ginjal tubuh dengan
bantuan mesin hemodialisa.

Extra Corporeal Dialisis → dialisis di luar tubuh, misal Hemodialisa.


Intra Corporeal Dialisis → dialisis didalam tubuh, misal Peritoneal dialisis.

Tujuan Dialisis :
 Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dari dalam darah
 Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit

2-1245 @36 29
 Mengkoreksi asidosis  Mengeluarkan kelebihan cairan

Persiapan Pasien Baru


Setiap pasien baru dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang :
1. Lembaran untuk dokumentasi
 Infomed concent
 Catatan medik (resep HD)
 AOP (Asessessment Of Patient)

2. Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium


 Darah perifer lengkap (Hb, Leuko, Ht, trombo)
 Elektrolit darah (Na, K, Cl, Ca, P)
 HBs Ag dan anti HCV (hepatitis)
 Rapid Anti HIV (sero-imunologi)
3. Hasil pemeriksaan penunjang lainnya
 Foto Thorax/dada
 EKG/ekokardiografi

Setiap Pasien Rutin HD


Pasien HD rutin dilakukan pemeriksaan meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang sesuai jadwal (bila tidak ada indikasi khusus) :
1. Na, K, Ca, P, Ureum (tiap 3 bulan)
2. SI, TIBC, Ferritin (lihat konsensus anemia)
3. HBsAg, anti HCV, analisa gas darah, EKG (tiap 6 bulan)
4. Ekokardiografi (tiap 2-3 tahun)

Pemeriksaan Khusus Meliputi :


1. Mg (khusus untuk aritmia) dan PTH tiap tahun.
2. Radiologik, densitometer tulang dan HIV pada keadaan khusus

Hal yang harus ada pada tindakan HD


1. Mesin HD
Fluid monitor (Pengontrol Cairan) Berfungsi untuk membuat cairan dialisat dari
pencampuran antara konsentrat dan air Reverse Osmosis dilengkapi dengan pengatur suhu
untuk menghasilkan komposisi yang tepat.

a. Blood monitoring

2-1245 @36 30
Bood Monitor (Pengontrol Darah) Berfungsi untuk mengontrol dan
mengamati aliran darah sebelum dan setelah melewati dialiser serta mengontrol
penambahan heparin ke dalam darah.
Blood monitor terdiri dari :
1) On / Off
Swicth/tombol utama untuk menghidupkan unit monitor darah dan unit monitor
dialisat.Tombol mute akan menyala bila ada kerusakan atau kesalahan
operasional.
2) Arterial Pressure
 Tekanan antara jarum inlet dengan sisi proksimal blood pump
 Tekanan negatif dari blood pump
 Alarm bila daya hisap di akses vaskular berlebihan, misalnya :
 Indikasi clotting
 Jarum terlepas
 Tekanan darah pasien drop
 Arterial line kinking
 Tekanan negatif yg terlalu tinggi dapat menyebabkan akses vaskular rusak
atau hemolisis

Monitor Tekanan Arteri :


 - 300 mmHg to + 280 mmHg ( Fresenius)
 - 200 mmHg to + 400 mmHg ( Toray)
 - 400 mmHg to + 400 mmHg ( B Braun)
 - 700 mmHg to + 750 mmHg ( Gambro AK-200)

Penyebab Low Arteri Pressure


 Clotting pada arteri line terutama yang menuju blood pump
 Kingking atau arteri line tertekan
 Cardiac output kecil
 Masalah pada arterial akses

Penyebab High Arteri Pressure


 Clotting pada bubble venous
 Kingking atau venous line tertekan
 Problem akses venous

3) Venous pressure
 Tekanan setelah dializer dan sebelum darah masuk ke tubuh pasien
 Mengukur tahanan darah yg masuk ke tubuh melalui jarum outlet
 Alarm bila tekanan tinggi :
 Indikasi venous line kinking

2-1245 @36 31
 Buble trap clotted
 Jarum vena clotted atau posisi
 Bublle trap venous clotted
 Akses outlet yang kurang/tidak bagus.

Monitor Tekanan Vena


 - 60 mmHg to + 520 mmHg ( Fresenius)
 - 200 mmHg to + 400 mmHg ( Toray)
 + 20 mmHg to + 390 mmHg ( B Braun)
 - 700 mmHg to + 750 mmHg ( Gambro AK-200)

4) Air detektor
Sistem pendeteksi ultrasonik pada drip chamber dilengkapi optik monitor pada
klemping vena. Penetrasi udara didalam selang darah akan mengakibatkan emboli
udara pada pasien.

5) Heparin Pump
Heparin pump menyediakan mode continuous heparinisasi pada darah sehingga
waktu coagulasi menjadi lebih lama. Pengaturannya dengan satuan ml/jam.

6) QB (Quick Blood)/BP (Blood Pump)


Blood pump digunakan untuk memastikan banyaknya darah yang mengalir di
selang extracorporeal dan bisa diatur sesuai kebutuhan/resep dokter. Pengukur
aliran darah di indikasikan dengan satuan ml/menit. Blood pump akan berhenti
jika cover terbuka Bila ada gangguan listrik maka darah dapat dialirkan dengan
memutar pompa darah secara manual.

Blood pump : 1 roller/ 2 roller


kecepatan : 0 – 600 ml/ min
Ukuran Segment Line : 6,5 dan 8,0 mm

b. Dialisat monitoring
Berfungsi untuk membuat cairan dialisat dari pencampuran antara konsentrat dan air
Reverse Osmosis dilengkapi dengan pengatur suhu untuk menghasilkan komposisi
yang tepat.
1) Blood leak detektor
Untuk mengetahui adanya kebocoran pada membran semipermiabel yg
menyebabkan darah dari kompartemen darah berpindah ke kompartemen dialisat
dan atau sebaliknya.

2) Temperatur detector
2-1245 @36 32
Sensor suhu pada mesin untuk mengetahui suhu dialisat.

3) Conduktivity meter
Untuk pengukur jumlah konsentrasi dialisat untuk menghantarkan arus listrik
(140mmol), refleksi dari konsentrasi elektrolit. Besarnya aliran dialisat ke dializer
sekitar 300-500ml/menit.
Komposisi : Terdiri dari konsentrat dan air dengan perbandingan 35 – 40 : 1
 Coduktiviti antara 12 -16 ms/cm ( millisieemens )
 Jumlah ion yang banyak menyebabkan conduktivity dialis at meningkat
 Conduktivity akan menyebabkan dialisat flow berhenti ( bypass ) bila : Konsent
rate habis, tubing acid dan biknat tertukar

4) UF goal, UF rate
 Mode pilihan ultrafiltrasi untuk seting jumlah penarikan cairan selama dialisis
dan jumlah penarikan perjam.
 Cairan yang akan di buang selama proses dialisis (UF GOAL) hasil dari tekanan
hydrostatic melewati membran dializer Perbedaan tekanan hidrostatik, dari
darah ke cairan disebut TMP (Trans Membrane Pressure) TMP = PBO – PDO
UF rate yg baik itu 10cc/KgBB/jam

5) TMP (Trans Membran Pressure) monitor (ml/mmHg/jam)


Untuk mengetahui jumlah nilai tekanan antara kompartemen darah dengan
kompartemen dialisat
kenaikan BB 1 kenaikan BB
TMP= x atau TMP= = ...ml/mmHg/jam
time dialisis kuf kuf x TD
Kuf (Koefisien Ultrafiltrasi) → kemampuan membran dializer melewatkan
solvent (air). Satuan ; ml/mmHg/jam.
Transmembrane Pressure (TMP)
 - 60 mmHg to + 520 mmHg ( Fresenius ) UF Rate 0 – 4.00 l/h
 - 400 mmHg to + 400 mmHg ( Toray ) UF Rate 0 – 5.00 l/h
 Uf Rate 0 – 3.00 l/h ( B Braun ) 0 – 5.00 l/h option HDF
 - 200 mmHg to + 550 mmHg ( Gambro) Uf Rate 0 – 4.00 l/h

6) Desinfektan monitor
Sistem dalam mesin untuk melakukan pembersihan/desinfektan pada bagian
dalam mesin.
Disinfection/Cleaning
Rinse : Temperatur 37° C
Chemical disinf : Temperatur 37°C

2-1245 @36 33
Hot Rinse : Temperatur 85°C
Disinf + Hot rinse : Temperatur 85°C

Cairan Disinfection
Citric Acid : 20%
Hypochlorite/Havox : 15 %
Formalin : 4%
Paracetic acid : 3,5%

2. Air yang sudah diolah (RO)


Reverse Osmosis adalah suatu metode pemurnian melalui membran
semipermiable dengan memberikan tekanan yang sangat tinggi melampaui tekanan
osmosis sehingga akan memaksa air melewati proses Reverse Osmosis dari bagian
kepekatan tinggi ke bagian kepekatan rendah.
Kebutuhan air RO pada saat proses HD (QD 500) →
Time dialisis x 60menit x 500ml = L
5 jam x 60menit x 500ml = 150.000 ml = 150 L

3. Dializer
Dializer adalah Tempat dimana sirkuit darah dan dialisat bertemu. Terjadi
pergerakan molekul antara darah dan dialisat melalui membran semipermeabel

Karakteristik :
1. Bentuk dializer
 Coil Dializer
 Paralel Plat Dializer
 Hollow Fiber Artificial kidney

2. Membran dializer
1) Jenis membran
 Cellulose : Cuprophane
 Subtituted Cellulosae : Cellulose Acetate
 Cellulosynthetic : Hemophane
 Synthetic Membrans : polysulfone

2) Bioavaibilitas membran
 Makin rendah makin baik : bioavailabilitas nya makin tinggi
 Bioavailabilitas tinggi : sedikit mengaktivasi sistem imun
 Efek membran terhadap aktivasi sistem imun dan respon inflamasi
 Paling rendah : membran alami (cuprophan)

2-1245 @36 34
 Subtitutes cellulosa dan membran sintetik : sama baiknya

3) Permeabilitas membran terhadap solut dan air


Efisiensi tergantung dari :
 Ukuran luas permukaan membran
 Ukuran pori-pori
 Ketebalan
 Diameter internal kapiler
 Disain

4) Efektivitas membran
 Low Flux : hanya dapat membersihkan solut dengan berat molekul rendah.
 high flux : dapat membersihkan solut dengan berat molekul yang lebih
tinggi.
 low efficiency : dializer yang hanya mampu membersihkan solut dengan
berat molekul rendah dalam jumlah yang sedikithigh efficiency : dializer
dengan kemampuan yang lebih banyak membersihkan solut bisa low atau
high flux.
 High Efficiency : dializer dengan kemampuan yang lebih banyak
membersihkan solut bisa low atau high flux.

3. Jenis sterilisasi
 Chemical (ETO)
 Heat
 Radiation

Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Memilih Dializer


1. Surface area ( Biasanya 0,7 – 2,4 m2 )
2. Mempunyai clearance yang baik
3. Ultrafiltrasi yang fleksibel
4. Terbuat dari bahan non toksik dan bebas pyrogen
5. Volume priming yang rendah
6. Tidak sering mengalami kebocoran
7. Dapat di lakukan daur ulang
8. Praktis, aman dan murah

Istilah Penting Dalam Dializer


1. KoA → Kemampuan dasar membran membersihkan darah dari solute

2-1245 @36 35
2. Clearance/Klirens → kemampuan membran untuk membersihkan darah dari suatu solut
tergantung dari Qb dengan Satuan : ml/menit
Klirens tergantung → Kuf, kecepatan aliran darah masuk ke dializer, Luas permukaan
3. Kuf (koefisien ultrafiltrasi) → Kemampuan membran melewatkan air dengan Satuan
ml/mm Hg/jam
4. Total Cell Volume/Priming Volume → Jumlah darah yang mengisi penuh lumen kapiler
dializer dengan Satuan : ml
5. Surface area/Luas permukaan → Luas seluruh Permukaan membran pada dializer
dengan Satuan : m2
6. Flux : berhubungan dengan Kuf (koefisien ultrafiltrasi) dan Jumlah air (ml) per jam (jam)
yang dapat lewat melalui membran setiap 1 mm Hg perbedaan tekanan dengan Satuan :
ml/jam/mm Hg
 High Flux : dapat dilewati molekul sedang dan besar (Kuf > 15 ml/jam/mmHg atau
klirens β2m > 20 ml/menit)
 Low Flux : hanya dapat dilewati molekul kecil

Penurunan Klirens Dan KUF Karena :


 Masih ada bekuan darah
 Tertutupnya pori-pori membran oleh sisa protein atau bahan lain
 Pada reuse dengan sodium hipoklorit : Diatas pemakaian ke 10 akan menyebabkan
kehilangan albumin karena pori-pori menjadi lebih besar
Sebelum Penggunaan Dializer untuk tindakan HD
Priming : pengisian cairan fisiologis (NaCi 0,9%) sebelum sirkulasi darah.
 Dializer baru (new) : 500cc
 Dialiser pake ulang (reuse) : 800 - 1000cc atau sesuai dengan hasil pengecekan residual
test (mengetahui kadar bahan sterilisasi dalam dializer)
Priming terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Soaking : Mengalirkan cairan Dialysate ke dalam kompartement dialysate pada
dialyzer.
2. Rinsing : Pengisian pertama dan membilas pada kompartemen darah pada dialyzer dan
blood lines dengan cairan fisiologis NaCl 0,9%.
Tujuan Priming
1. Melembabkan dan membuang bahan sterilisasi dalam kompartement darah,
kompartement dialysate dan blood lines
2. Memastikan tidak ada udara dalam kompartemen darah dan kompartemen dialysate
3. Mencegah terjadinya komplikasi (reaksi virogen)

4. Dialysate Flow
 Kecepatan aliran dialisat (Qd)
 Berpengaruh terhadap kliren solut berukuran kecil seperti urea
 Biasa digunakan 500 ml/min

2-1245 @36 36
 Flow rate dialisat rendah menghasilkan kliren urea rendah
 Flow rate dialisat diatas 500 ml/min digunakan untuk meningkatkan kliren/high
efficiency dialysis
 Flow rate dialysat yang tinggi digunakan untuk meningkatkan kliren urea bila
blood flow rendah

 Komposisi : Terdiri dari konsentrat dan air dengan perbandingan 35 - 40 : 1


Konsentrat dalam dialisat
1. Natrium (Na+) : 140 meq/L
2. Kalium : 2 – 3 meq/L
3. Clorida : 100 – 110 meq/L
4. Kalsium : 3,5 meq/L
5. Magnesium : 1,5 meq/L
6. Asetat : 35 – 45 meq/L
7. Dextrose : 180 – 200 mg/dl

Dilysate Hipotonik menyebabkan


1. Hemolisis massif Hipernatremia
2. Haus
3. Sakit kepala
4. Bendungan paru
5. Kejang

Dialysate Hipertonik menyebabkan


 Hemolisis dan pembekuan darah
 Alkalosis hebat

 Fungsi Dialysate
1. Membuang sampah nitrogen, air dan kelebihan elektrolit
2. Menjaga keseimbangan elektrolit
3. Mencegah penurunan air yang berlebihan

5. Blood Line
Selang yang mengalirkan darah dari tubuh pasien ke dalam dializer (Inlet) dan dari dalam
dialiser ke dalam tubuh pasien (0utlet) selama proses hemodialisis.

6. Jarum AV Fistula
Jarum yang digunakan untuk menusuk akses AF Vistula / Cimino dan berfungsi untuk jalan
keluar dan masuknya darah dari tubuh pasien GGK saat proses HD berlangsung, serta
memiliki ukuran 16 G (gauge).

2-1245 @36 37
Ukuran panjang jarum AV Fistula
1. Panjang jarum 25mm (1 inc)
2. Panjang jarum 32mm (1¼ inc)

7. Akses vaskular
jalan untuk memudahkan mengeluarkan darah dari pembuluhnya untuk keperluan proses
hemodilisis.
Jenis Akses Vaskular
1. Temporer Akses
a. Cateter Double Lumen
Suatu selang steril yang dimasukkan kedalam vena sentral/besar seperti vena
jugularis, vena subklavia atau vena femoralis melalui prosedur operasi.
Macam – macam CDL : Strike/lurus, Curve/melengkung, Tunel.
Kapan Pasien di Pasang Akses Vaskular CDL
 Pasien disarankan sesegera mungkin jika sudah dianjurkan untuk cuci darah
(pada saat kerusakan ginjal pada stage 5)
 Jika terjadi masalah akses berikan informasi atau penjelasan yang jelas pada
pasien dan keluarga mengenai pentingnya dipasang Vaskular Akses Catether
Double Lumen serta perawatannya.
Letak/posisi CDL : Vena Subclavia, Vena Jugolaris, Vena Femoralis.
Aktivitas – Aktivitas Yang harus Dihindari
 Hindari olah raga air seperti berenang, menyelam
 Hindari menggaruk/menarik–narik kateter, kateter harus tertempel pada kulit
 Pada saat tidur jaga jangan sampai daerah kateter tertekan

b. Femoral Akses
tidak disarankan saat proses hemodialisis.

2. Akses Permanen
a. Arteriosvenous Fistula (AV Shunt/Cimino) adalah penyambungan pembuluh
darah vena dan arteri dengan tujuan untuk memperbesar aliran darah vena
supaya dapat digunakan untuk keperluan hemodialisis.
Kapan menyarankan Pasien Untuk Operasi AV – Shunt
 Sarankan pasien secepat mungkin untuk dilakukan AV-Shunt setelah
dinyatakan menderita gagal ginjal tahap akhir dan harus HD.
 Dengan operasi AV-Shunt sedini mungkin diharapkan juga pembuluh darah
arteri dan vena belum terkena komplikasi lebih lanjut dari penyakit seperti

2-1245 @36 38
hipertensi dan diabetes melitus yang dapat menyebabkan ding-ding
pembuluh darah menjadi tebal dan mengalami diseksi.

Persiapan Operasi AV – Shunt :


 Berikan informasi yang jelas pada pasien mengenai AV-Shunt.
 Periksakan laboratorium yaitu , Hb > 8 mg/dl, Trombosit dalam batas
normal,Gula Darah Sewaktu dalam batas normal untuk pasien tanpa riwayat
DM dan untuk pasien dengan DM harus dikonsultasikan lagi dengan ahli
bedahnya.
 Hindari akses vaskular ( outlet ) pada tangan yang akan dilakukan operasi.
 Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi 6-8 jam jam
sebelum operasi
 Latihan dibutuhkan pada pasien yang mempunyai pembuluh darah yang
sangat kecil.
 Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri radialis dan
ulnaris untuk merasakan kuat tidaknya aliran darah arterinya kemudian
dilaporkan ke ahli bedah.bila salah satu arteri (a.radilis/a.ulnaris ) tidak teraba
dan tidak ditemukan dengan alat penditeksi ( dopler ) maka kontra indikasi
untuk dilakukan AV-Shunt

Teknik operasi AV Shunt


1. Side ( sisi ) to End ( ujung )
2. Side ( sisi ) to side (Sisi )
3. End ( ujung ) to End ( ujung )
4. End ( ujung ) to side ( sisi )

Kapan AV – Shunt di Gunakan Perawat


 Penggunaaan AV-Shunt biasanya di rekomendasikan oleh ahli bedahnya
 Pada akhir minggu ke lima atau 35 hari setelah operasi.
 Apabila setelah waktu yang ditentukan atau direkomendasikan ahli bedah
aliran darah vena (bruit/tril ) masih kecil, pembuluh darah vena belum
nampak saat di inspeksi,palpasi dan pembengkakan, maka laporkan ke ahli
bedah dan sarankan pasien untuk kembali melakukan latihan diantarnya
dengan mengepal-ngepalkan tangan dan digunakan untuk aktivitas biasa.

Maturasi
 Suatu proses yang biasanya membutuhkan waktu 4-8 minggu
 Pada saat maturasi tercapai, dapat digunakan untuk kanulasi hemodialisis
 Maturasi tercapai bila : terjadi arterialisasi vena, diameter yang cukup, flow
yang cukup

2-1245 @36 39
Rule of 6’s: Fistula yang matur biasanya mencakup
 Berukuran diameter minimal 6mm dengan batas yang cukup tegas
 Kedalamannya dari kulit kurang dari 6mm
 Panjang segmen lurus 6 cm
 Aliran darah lebih dari 600 mL/min
 Bila tidak memenuhi kriteria tersebut harus dievaluasi untuk non maturasi 4-
6minggu setelah operasi

b. Arteriosvenous Graft adalah Bahan pembuluh darah buatan (graft) untuk


mengganti pembuluh darah vena atau arteri Poli tetra fluoroetilen (PTFE;Gorotex).
Penempatan graft PTFE pada lengan : biasanya diambil di paha, Arteri femoralis ke
vena femoralis

Penyulit Pada Akses


1. Stenosis : Hyperplasia Intima V Cephalica
Penyempitan abnormal pada pembuluh darah, penyempitan lumen
pembuluh darah sebagai pengurangan > 50% (KDOQI).
Gejala : Akses tidak dapat digunakan
Tangan bengkak,kemerahan
Kronik → kecurigaan klinis terhadap stenosis
 Pembuluh darah lengan menonjol akibat peningkatan tekan vena
 Nyeri area Fistula
 Mengurangi kualitas dialisis
 Perdarahan berkepanjangan post HD di area penusukan AV Fistula
 Sumbatan akibat akses bekas HD di daerah leher dan dada yang menyempit
Penanganan : Venografi, dilatasi balon stenosis, implantasi stent atau revisi bedah.

2. Trombosis
Penyebab
 Rendahnya aliran keluar vena
 Tehnik penjaitan yang tidak baik
 Graft kinking
 Stenosis pada lokasi anastomosis
Gejala : Tangan bengkak, nyeri, kemerahan
Penanganan : penutup akses dan buat baru, heparin anti platelet , trombektomi

3. Infeksi
Penyebab : Staphylococus Aureus

2-1245 @36 40
4. Aneurisma
Penyebab : Insersi jarum berulang pada daerah yang sama
Pencegahan : Melakukan akses dengan variasi sebanyak mungkin
Gejala : Benjolan merah, pecah, perdarahan
Post Op : Masalah akses, kecepatan darah < 150 mm/mnt

5. Steal Syndrome
Selama dialysis aliran yang mengarah menuju mesin HD kealiran Arterial Dista. Lebih
sering terjadi akibat teknik penyambungan anastomosis side to side di Arteri Radialis
Gejala : nyeri iskemik, tangan terasa nyeri selama proses HD
6. Hipertensi Vena
Gejala : Pembengkakan, perubahan warna kulit, Hiperpigmentasi
Penyebab : Stenosis, Obstruksi Vena

7. Gagal Jantung Kongestif / CHV


AV shunt → meningkat aliran darah balik ke jantung → kerja jantung dan CO2 meningkat
→ Cardiomegali → gagal jantung kongestif.

PERESEPAN HD
1. Waktu Dialisis/TD (Time Dialisis) : dalam jam atau menit
 Berapa lamanya waktu setiap 1 sesi HD dalam jam/menit.
 Waktu dialisis 10-12jam/minggu dengan intermiten HD 2x/minggu dengan waktu
intradialisis 5 jam atau 3x/minggu dengan waktu intradialisis 4 jam.

2. Kecepatan Aliran Darah/QB (Quick Blood)/Blood pump : dalam ml/menit


 Besarnya kecepatan aliran darah yang di alirkan ke dalam dializer, besarnya antara
150-300 ml/menit.
 Kecepatan QB yang baik → 5cc/KgBB/Jam (lihat kondisi pasien dan komplikasinya).
 Pada pasien yg tidak stabil biasanya QB secara perlahan dan biasanya tidak melebihi
200ml/menit.

3. Kecepatan Aliran Dialisat/QD (Quick Dialisat)/Dialysat Flow : dalam ml/menit


 Besaran aliran dialisat kedalam dializer, besarnya sekitar 300-500ml/menit.
 Besaran QD yang baik → QB x 2 (lihat kondisi pasien dan komplikasinya atau sesuai
resep dari dokter).

4. Ultrafiltrasi : dalam mililiter


 Banyaknya cairan yang ditarik setiap jamnya atau selama intradialisis HD berlangsung.

2-1245 @36 41
 UF Rate yg baik → 10cc/KgBB/jam
 Untuk mengetahui kemampuan dializer mengeluarkan air dalam setiap jam gunakan
rumus sebagai berikut : UFR (ml/jam) = KUF x TMP

5. Heparinisasi
Antikoagulan yang dipakai selama intradialisis dalam satuan internasional unit (UI) →
sesuai petunjuk dari dokter.

Cara Pemberian Heparin


1. Continuous (oleh Mesin HD/Syringe Pump di mesin)
2. Maintenance (dilakukan oleh perawat)

Dosis Sirkulasi : 5000 UI


a. Standar :
 Dosis awal/initial dos : 2000UI (50-100UI/KgBB)
 Dosis continuous/maintenance : 1000UI/jam
b. Minimal :
 Dosisi awal/initial dos : --
 Dosis continuous/maintenance : 500 UI/jam
c. Fre heparin :
 Dosis awal : --
 Dosis continuous/maintenance : --
hanya dilakukan pembilasan ± 100 cc/jam atau sesuai kebutuhan.
d. LMWH (Low Molicular Weigth Heparin)
Di suntikkan ke dalam jalur arteri dari sirkuit dialisis pada awal hemodialisis.
 Enoxaparin sodium
Dosis : 0,5 – 1 mg/kg BB, disuntikkan kedalam jalur arteri (arterial line) dari sirkuit
dialisis pada awal dialisis, akan cukup untuk dialysis selama 4 jam. Bila tampak
cincin fibrin, tambah suntikan 0,5-1 mg/kg BB.

 Nadroparin Kalsium
Dosis :
 Berat badan (BB) < 50 kg : 0,3 mL
 BB 50-59 kg : 0,4 mL
 BB > 70 kg : 0,5 mL

6. Profiling : UF, Natrium, Bikarbonat


Tambahan karena lihat kondisi dari pasien

2-1245 @36 42
 Profiling Sodium
Sodium Profiling adalah model dialisat sodium selama dialisat sodium
selam dialisis untuk mengurangi penurunan volume darah selama ultrafiltrasi.
Sodium profiling digunakan untuk mencegah ketidakstabilan hemodinamik
saat hemodialisis. Sodium profiling dapat linier atau stepwise increasing atau
decreasing profiles dan alternated high low profiles. Sodium profiling dengan dialisat
sodium tinggi (> 144 mmol/L) efektif mengurangi IDH .
Dialisat dengan konsentrsi tinggi : cairan akan berpindah dari intraseluler ke
interstitial → menambah refill volume darah dari interstitial ke ruang intravascular.
Kombinasi dengan UF profiling : lebih efikasi
Sodium profiling + konsentrsi sodium tinggi + cool dialysis → lebih toleransi terhadap
hemodinamik.

 Profiling Bicarbonat
Profiling Bicarbonat adalah menaikan kadar bicarbonat selama proses
dialysis. Kadar bicarbonat dalam darah akan lebih cepat naik sehingga asidosis
terkoreksi lebih cepat dan Hemodinamik lebih stabil.

Nilai normal HCO3 : 22 - 26 mmol/L


Target Pre Dialysis HCO3
 > 22 mmol/L (KDOQI, European Guidlines)
 22 - 23 mmol/L (CARI Guidlines)
Pre Dialysis Serum HCO3 Dialysate Bicarbonate
> 25 Standar
22 – 23 +2
20 – 22 +3
15 – 19 +4
< 12 +5

 Profiling Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi yaitu berpindahnya cairan melalui membran semipermiable
karena adanya perbedan tekanan.
UF Profiling adalah mengatur ultrafiltrasi dimana modelnya tidak sama
untuk setiap jam sesuai dengan kondisi pasien. Sangat berpengaruh pada tekanan
darah sehingga ultrafiltrasi rendah lebih stabil untuk hemodinamik.

Kendala / kontra indikasi dari tindakan dialisis :


1. Tidak mungkin didapatkan akses vaskular pada HD atau terdapat gangguan di rongga
peritoneum pada CAPD.

2-1245 @36 43
2. Dialisis tidak dapat dilakukan pada keadaan :
 Akses Vaskular sulit
 Instabilitas Hemodinamik
 Koagulopati
 Penyakit Alzheimer
 Demensia Multi Infark
 Sindrom Hepatorenal
 Sirosis Hati lanjut dengan Ensefalopati
 Keganasan lanjut

RESIRKULASI
Resirkulasi terjadi bila darah dari dialiser yang masuk ke vena fistula kembali masuk
kedalam arteri fistula untuk bersirklulasi kembali dalam ekstrakorporeal.

Umumnya, darah melalui akses AV Fistula kurang lebih 1 liter per menit. Saat hd, blood
pump mengambil darah dari akses ke dializer rata-rata 300 – 500 ml per menit. Karena tarikan
dari blood pump biasanya lebih kecil dari aliran darah pada akses, biasanya semua darah yang
masuk adalah darah dari sisi arterial.

Hal di atas sangat penting berhubungan dengan 2 alasan :


1. Pertama: kembalinya darah dari dialiser ke dalam sirkuit ekstrakorporeal menurunkan
konsentrasi solut yang signifikan,yang akhirnya akan bercampur dengan darah yang belum
melewati membran, dan hasilnya adalah penurunan efektifitas dialisis, nilai resirkulasi yang
tinggi akan mengakibatkan nilai prskripsi HD yang rendah dengan perhitungan kt/V)
2. Kedua nilai sirkulasi yang tinggi mereupakan indikasi adanya stenosis akses, trombosiss

Penyebab Resirkulasi
1. Stenosis vena tingkat tinggi.
2. Kecepatan aliran darah arterial tidak adekuat
3. Penempatan akses jarum fistula
4. Trombosis
5. AV Fistula kurang memenuhi syarat oleh staf HD.
6. Kalibrasi mesin yang kurang tepat, episode hipotensi berulang saat HD,
7. Waktu dialisis yang terlalu pendek,
8. Terminasi dini karena berbagai penyebab (permintaan pasien, penyulit saat HD, blood leak
dll).

2-1245 @36 44
Resirkulasi dinilai dengan melakukan pengambilan sample darah di Arterial Line, Venous
Line, dan Darah Perifer secara simultan.
Ur Periper−Ur ABL
Rumus resirculasi= x 100 %
Ur Periper−Ur VBL
Resirkulasi terjadi jika hasilnya ≤ 15%

Dampak Resirkulasi
Mengakibatkan underdialisis yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas.

HEPARINISASI
Heparin Adalah asam mucoplysaccharide atau glycosaminoglycans (GAGs) yang
terdiri dari residu asam glukoronat dan glukosamin yg di esterifikasi dengan asam sulfat yg
banyak digunakan sebagai antikoagulan injeksi dan mempunyai kepadatan muatan negatif yg
tertinggi diantara semua molekul biologis.

Heparinisasi adalah Memberikan/mengedarkan antikoagulan, dalam hal ini heparin


ke dalam sirkulasi sistemik maupun sirkulasi ekstra korporeal.

Tujuan Mencegah pembekuan/Koagulasi (cloting) dalam sirkulasi ekstra korporeal


(Dialiser dan Blood Line).

Mengapa Perlu Heparinisasi


1. Kontak dengan plastic tubing, dialiser, udara di sirkuit, mengaktivasi pembekuan.
2. Pembekuan yang berlebihan di sirkuit dan dialiser membuat tubing dan filter harus diganti.
Pada orang dewasa, berarti kehilangan darah 150 - 250 cc.
3. Pembekuan darah pada sirkuit bisa diminimalkan dengan pemberian antikoagulan selama
HD.

Faktor Yg Mempermudah Pembekuan Sirkuit Ekstrakorporeal


1. Aliran darah lambat
2. Hematokrit meningkat
3. Laju UF tinggi
4. Akses dialisis resirkulasi
5. Transfusi darah dan komponen darah intradialitik
6. Intradialisis lipid infusion
7. Penggunaan drip chambers (paparan udara, pembentukan busa, dan turbulensi)

2-1245 @36 45
Cara kerja heparin
1. Mengaktifkan Trombin, sehingga dapat mempengaruhi fibrinogen (terbentuknya fibrin)
2. Menghambat pembentukan tromboplastin aktif dan zmenghambat konveksi protrombin
(trombin).
3. Mencegah penggumpalan trombosit pada jalur instrinsik.

Cara Pemberian Heparin


1. Kontinuous (oleh Mesin HD/Syringe Pump di mesin) : Diberikan secara terus menerus
dengan bantuan pompa heparin dari awal hemodialisa sampai dengan satu jam sebelum
hemodialisa berakhir
2. Maintenance (dilakukan oleh perawat) : Diberikan setiap waktu tertentu yaitu setelah
hemodialisa berjalan satu jam, selanjutnya diberikan selang satu jam, tapi satu jam terakhir
tidak diberikan.

Dosis Heparin
Dosis Sirkulasi : 5000 UI
a. Standar :
 Dosis awal/initial dos : 2000UI (50-100UI/KgBB)
 Dosis continuous/maintenance : 1000UI/jam
b. Minimal :
 Dosisi awal/initial dos : --
 Dosis continuous/maintenance : 500 UI/jam
c. Fre heparin :
 Dosis awal : --
 Dosis continuous/maintenance : --
hanya dilakukan pembilasan ± 100 cc/jam atau sesuai kebutuhan.
d. LMWH (Low Molicular Weigth Heparin)
Di suntikkan ke dalam jalur arteri dari sirkuit dialisis pada awal hemodialisis.
 Enoxaparin sodium
Dosis : 0,5-1 mg/kg BB, disuntikkan kedalam jalur arteri (arterial line) dari sirkuit
dialisis pada awal dialisis, akan cukup untuk dialysis selama 4 jam. Bila tampak cincin
fibrin, tambah suntikan 0,5-1 mg/kg BB.
 Nadroparin Kalsium
Dosis :
 Berat badan (BB) < 50 kg : 0,3 mL
 BB 50-59 kg : 0,4 mL
 BB > 70 kg : 0,5 mL

Jenis Jenis Heparinisasi

2-1245 @36 46
1. Heparinisasi Rutin (UFH/Unfractional Heparin)
Pasien tanpa resiko perdarahan (risiko ringan maupun berat) Cara kerja :
 Mengubah ikatan dengan Antitrombin → Inaktivasi cepat faktor pembekuan (faktor
Xa)
 Menstimulasi agregasi dan aktivitas trombosit → Mengikat dan mengaktivasi faktor
koagulasi pada membran trombosit
 Mudah timbul ESO : pruritus, alergi, osteoporosis, dyslipidemia, trombositopenia,
perdarahan berlebihan.
Dosis awal = 2000 iu, (rentang 500-4000 iu)
Dosis maintenance = 1000 iu/jam (rentang 500-3000 iu)

2. Heparinisasi minimal
Risiko sedang untuk terjadi perdarahan :
 Riwayat perdarahan kurang dari 48 jam
 Sehabis operasi kecil kurang dari 72 jam
 Sehabis operasi besar atau operasi mata kurang dari 7 hari
 CVA infark
 Perikarditis
Dosis awal = 500 iu, (rentang 300-2000 iu)
Dosis maintenance = 250 iu/jam (rentang 200-2000 iu)

3. Bebas Heparin (Free Heparin)


 Sedang perdarahan aktif
 Pasien pericarditis
 Kelainan sistem pembekuan darah seperti koagulopati, trombositopenia,
 Operasi intrakrania seperti perdarahan intra serebral atau CVA bleeding kurang dari 7
hari
 Baru menjalani operasi besar atau mata kurang dari 72 jam, baru melakukan
transplantasi ginjal dengan pengawasan ketat.

Cara pemberiannya free heparin :


 Setelah priming, lakukan sirkulasi yang telah dicampur heparin 3000 – 5000 iu. Biarkan
selama beberapa menit.
 Bilas dan keluarkan cairan ekstrakorporeal tersebut diatas (jangan dimasukkan ke
tubuh pasen) LOSS PRIMING
 Bilas sirkulasi dialisis tiap 30 menit – 1 jam dengan Nacl 0,9 % sebanyak 50 – 100 cc
untuk mencegah terjadinya clotting
 Naikkan ultrafiltrasi untuk mengeluarkan Nacl ekstra
 Perhatikan dializer dan awasi tekanan vena dengan hati hati untuk mendeteksi tanda
tanda awal pembekuan darah
 Bila ada bekuan darah, berikan bilas tambahan

2-1245 @36 47
 Hindari pemberian tranfusi darah

4. Low Molecular Weigh Heparin (LMWH)


Cara kerja:
1. Menghambat faktor Xa, XIIa, Kallikrein
2. Sedikit menghambat trombin, faktor IX dan XI
3. Meningkatkan 35% PTT dan TT selama 1 jam pertama pemberian dan secara minimal
pemanjangannya
4. Menurunkan risiko perdarahan
Enoxaparin sodium
1. Dosis 0,5 - 1 mg/kg BB, injeksi lewat intra arterial line pada awal HD, akan cukup untuk
dialisis selama 4 jam
2. Bila tampak clotting, berikan tambahan dengan dosis yang sama

Nadroparin kalsium
1. BB < 50 kg : 0,3 ml
2. BB 50-69 kg : 0,4 ml
3. BB > 70 kg : 0,5 ml
Cara pemberiannya sama dengan enoxaparin

5. Heparinisasi Regional
Diberikan pada pasien dengan resiko perdarahan yang tinggi atau bila ada
kontraindikasi heparin, misalnya alergi,trombositopenia dengan menurunkan konsentrasi
ion kalsium menggunakan infus Trisodium Sitrat atau cairan dialisis tanpa kalsium
1. Untuk mencegah darah yg masuk kembali ke tubuh rendah kalsium ditambahkan infus
kalsium klorida ke bagian dializer blood outlet line.
2. Diberikan dengan infus dan pada outlet diberikan protamin dengan infus konstan
dengan dosis 0,01 mg protamin menetralisisir 1 unit heparin (jumlah heparin dosis
awal + dosis pemeliharaan).

Kesulitan Pemakaian Antikoagulan Sitrat Regional


1. Diperlukan 2 jalur infus ( untuk sitrat dan kalsium).
2. Perlu monitoring kadar kalsium plasma.
3. Karena menghasilkan nilai bikarbonat plasma yg tinggi.
4. Untuk pemakaian jangka panjang, maka cairan bikarbonat dialisis harus dikurangi
(misalnya sampai 25nM) untuk menghindari alkalosis metabolic.
5. Digunakan untuk dialisis berkelanjutan (bukan HD intermitten) untuk mencegah
agregsi/degranulasi trombosit.

2-1245 @36 48
Kenali Efek Samping Dan Bahaya Heparin
1. Pusing atau sakit kepala
2. Pendarahan pada gusi saat menyikat gigi
3. Sakit perut atau pembengkakan pada perut
4. Sakit punggung
5. Konstipasi
6. Sendi yang terasa sakit, nyeri, atau kaku
7. Darah pada urine
8. Mimisan
9. Menstruasi
10. Dengan volume pendarahan yang berlebihan

Menilai koagulasi sewaktu dialisis


1. Secara visual :
a. Darah dalam sirkuit ekstrakorporeal berwarna sangat tua.
b. Dalam dialiser terlihat garis-garis merah.
c. Dalam drip chamber terlihat busa dan pembentukan bekuan darah.
d. Darah setelah melalui dialiser tak dapat masuk ke venous chamber.
e. Terlihat bekuan dalam arterial header dari dialiser.
2. Tekanan dalam sirkuit ekstrakorporeal.
3. Keadaan dialiser pasca dialisis.
4. Mengukur volume residual dari dialiser.

KOMPLIKASI TEKNIK HEMODIALISIS

1. Ruftured Dializer (Blood Leak)


Pengertian Ruftured Dializer atau Blood leak merupakan kebocoran yang
terjadi pada membrane semipermeabel dialiser yang dapat menyebabkan kompartemen
darah dari pasien dan kompartemen dialisat dari dialiser bercampur.

Tanda tanda blood leak :


 Alarm blood leak detektor berbunyi

2-1245 @36 49
 Kompartemen dialisat, selang dialisat (from kidney) berwarna merah

Klasifikasi Blood Leak :


 Mayor leak : tampak bercak bercak darah pada selang dialisat di dializer
 Minor leak : hemastix test positif, tetapi darah tidak terlihat
 Alarm palsu : alarm berbunyi tetapi hemastik test negatif

Penyebab Ruftured Dialyzer (Blood Leak)


1. Penyebab True Blood Leak :
a. Reuse manual
b. UFG yang terlalu besar/banyak saat penarikan atau waktu dialisis
c. Tekanan pada saat membilas dializer terlalu tinggi
d. Suhu dialisat yang terlalu tinggi
e. Blood flow yang terlalu cepat pada saat melakukan rinsing

2. Penyebab False Blood Leak :


a. Terdapat Udara dalam sensor blood leak
b. Terdapat kotoran pada sensor blood leak

Penatalaksanaan Ruftured Dialyzer


1. Penatalaksanaan True Ruftured Dialyzer :
a. Jelaskan kepada pasien mengenai masalah yang terjadi
b. Bypass segera diaktifkan
c. Masukkan darah ke tubuh pasien
d. Ganti dializer dengan menggunakan dializer yang baru, kemudian lakukan priming
ulang

2. Penatalaksanaan False Ruftured Dialyzer :


a. Pastikan tidak ada darah pada dializer
b. Untuk semua mesin bisa dibersihkan oleh perawat dengan cara :
1) Tekan bypass
2) Buka sensor blood leak pada mesin yang terdapat di sebelah kanan mesin
3) Bersihkan dengan menggunakan kain kassa atau depper
4) Tutup kembali sensor blood leak

2. Clotting Dialiser
Darah yang membeku dan berada pada Dialiser Kompartemen Darah

2-1245 @36 50
Penyebab Clotting :
a. Inadekuat antikoagulan (heparinisasi)
b. QB pelan
c. Adanya udara dalam Blood Line
d. Gangguan pembekuan darah
e. Kadar HB yang tinggi
f. Akses Vaskular kurang adekuat

Jenis Clothing Dialiser


Berdasarkan temuan kejadian clotting selama proses hemodialisis, maka dapat dibagi
menjadi :
1. Partical clotting Bilamana clotting terjadi hanya pada sebagian sirkuit ekstrakorporeal
dan jumlahnya sedikit. Pada kasus ini, tidak perlu penggatian sirkuit ekstrakorporeal
selama proses hemodialisis
2. Total clotting Bilamana clotting terjadi pada seluruh sirkuit ekstrakorporeal. Pada kasus
ini, diperlukan penggantian sirkuit ekstrakorporeal agar proses hemodialisis dapat
dilanjutkan

Penatalaksanaan Clotting
1. Bila tidak ada bukti clotting
 Lihat sumber lain dari peningkatan tekanan vena, seperti misalnya blood line yang
terlipat.
2. Bila terjadi minimal clotting
 Dialisis dapat di lanjutkan
3. Bila terjadi severe clotting
 Hentikan dialisis, dan mencari perawat lain untuk membantu prosedur

Risiko Clothing Dialiser


1. Hilangnya darah dalam jumlah lebih dari 200-300 cc, tergantung dari volume sirkuit
ekstrakorporeal yang digunakan.
2. Menurunnya kadar Hb pasien akibat kehilangan darah.
3. Hipotensi dapat terjadi akibat berkurangnya volume darah.
4. Gangguan oksigenasi akibat Hb yang rendah
5. Keluhan pusing, mual, kram, nyeri dada, dapat timbul akibat komplikasi di atas.

3. Membran Reaction (Pyrogen) Pyrogen ” Pyro “

2-1245 @36 51
yang artinya keadaan yang berhubungan dengan panas Gen “ yang artinya
membentuk atau menghasilkan Pirogen adalah suatu produk mikroorganisme terutama
dari bakteri gram negative dan dapat berupa endotoksin dari bakteri ini.
Penyebab Membran Reaction
Pada pasien hemodialisis dapat bersumber dari :
1. Dialyzer
2. Cairan konsentrat
3. Air RO
4. Blood Lines ( Venous barrier/venous monitor )
5. Pemakaian syringe heparin
6. Vascullar Access ( CDL )

Tanda Dan Gejala Pyrogen


1. Pasien merasa kedinginan setelah mulai HD.
2. Pasien menggigil gemetar sebagai tanda akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
3. Demam, suhu tubuh meningkat 5 - 10 menit setelah menggigil.
4. Jika diakibatkan masuknya pyrogen endotoksin, tanda dan gejala biasanya terjadi pada
jam 1 dialisis.
5. FMNCA (2007) mendefinisikan demam selama hemodialisis sebagai peningkatan suhu
tubuh selama hemodialisis lebih dari 0,5 °C atau suhu rectal atau aksila selama dialysis
lebih dari 38 °C.

Penatalaksanaan Pyrogen
1. Menilai penyebab dan kemungkinan adanya tanda tanda infeksi
2. Menilai teknik pengambilan darah yang benar
3. Pemeriksaan kultur air dan konsentrat dengan mengambil sampel dialisat pada inlet
dan outlet
4. Pemberian antipiretik seperti aspirin atau acetaminophen
5. Pemberian antibiotic

4. Access Recirculation
Resirkulasi dapat terjadi 30 menit pertama
 Resirkulasi salah satu penanda penting adanya gangguan aliran AVF
 Penanganan awal akan memperpanjang usia AVF
Penyebab
 Stenosis vena tinggi
 Jarak Arteri dan Vena terlalu dekat
 Jarum AVF kurang memenuhi syarat

Penilaian Access Resirkulasi


2-1245 @36 52
Ur P−Ur A
AR %= x 100 %
Ur P−Ur V

Ur P = Urea Periper
Ur A = Urea arteri sebelum dializer
Ur V = Urea vena setelah dializer
R > 15%

Penatalaksanaan Resirkulasi
1. Jarak vaskular akses jangan terlalu dekat minimal 7 cm jarak antara inlet dan outlet.
2. Ukuran jarum disesuaikan dengan kebutuhan pasien ( Dewasa atau anak ).

5. Emboli Udara
PENGERTIAN
 Masuknya benda asing terbawa aliran darah kemudian menyumbat aliran darah di
dalam organ
 Jumlah udara yang masuk apabila lebih dari 10 ml kedalam otak, jantung dan paru -
paru menyebabkan penyakit serius

Tanda Dan Gejala


1. Adanya buih / darah berbusa pada lines
2. Batuk kering
3. Nyeri dada
4. Takikardia
5. Keringat berlebih
6. Dispnoe
7. Sakit kepala
8. Hipotensi
9. Coma dan dapat menyebabkan kematian

Penyebab Emboli Udara :


1. Udara masuk ke sirkuit
2. Mengakhiri HD dengan udara
3. Tidak berfungsi air detector
4. Terbuka central venous catheter
5. Dializer sudah jelek
6. Penggunaan AVF tidak menggunakan NaCL pada saat memulai atau mengakhiri
hemodialisis
7. Penggunaan transfusion set
8. Ruftured pada AV.Fistulla
9. Pengambilan sampel darah pada injection port VBL

2-1245 @36 53
10. Pemberian obat injeksi di injection port VBL

Penatalaksanaan Emboli Udara


1. Venous line di klem (HD stop, darah dikembalikan / dibuang)
2. Posisi tidur miring kiri dan kepala lebih rendah
3. Berikan oksigen
4. Pertahankan jalan nafas
5. Berikan cairan infus untuk mempertahankan kemungkinan pasien hipotensi
6. Kolaborasi dengan dokter neprologis

Pencegahan
1. Evaluasi adanya kemungkinan udara masuk dari blood lines yang tidak kencang atau
robek
2. Tidak melepas sambungan nacl pada saat pemberian transfusi darah
3. Tidak mendorong/membilas darah dengan udara di blood lines/fistulla saat mengakhiri
hemodialisis.
6. Hemolisis
Rusaknya atau pecahnya sel darah merah, karena masalah kimia, termal dan mekanikal.
Gejala
1. Akut dyspnoe (nafas pendek)
2. Sakit dada
3. Nyeri punggung

Tanda
Terdapat perubahan warna darah pada venous line yang merupakan tanda penurunan
hematokrit

Penyebab Hemolisis
1. QB yang tinggi
2. Dialisis jarum tunggal (Single nedle)
3. Penggunaan fistulla berukuran kecil
4. Terlipat atau adanya hambatan aliran darah yang masuk
5. Tekanan arteri / vena yang tinggi
6. Kontaminasi Hydrogen peroksida,hypocloride dan formaldehid
7. Suhu dialisat yang tinggi
8. Kontaminasi dialisat (kloramin,nitrat dan tembaga )

Penatalaksanaan Hemolisis
1. Hemodialisis dihentikan
2. Darah yang ada didalam blood lines tidak boleh dimasukan

2-1245 @36 54
Catatan
1. Haemolisis masif meningkatkan resiko hiperkalemi, aritmia dan henti jantung
2. Penatalaksanaan hiperkalemi yang harus dikerjakan terlebih dahulu

KOMPLIKASI NON TEKNIK HEMODIALISIS

1. Dialysis Disequilibrium Syndrome (DDS)


DDS Adalah penurunan cepat serum ureum di darah di bandingkan di dalam otak selama
proses HD, sehingga menimbulkan perbedaan tekanan osmotik dimana air akan berpindah
dari darah ke otak yang mengakibatkan oedema serebri.
teori ke dua menyatakan setelah HD , pasien mengalami asidosis metabolik paradoxial di
sistem syaraf pusat, menggantikan sodium dan kalium dari anion organic, menaikan
osmolaritasnya sehingga menyebabkan oedema serebri.

 Terjadi pada pasien yang baru memulai program hemodialisis.


 Timbul akibat berkurangnya tekanan osmotic darah secara cepat (Edema Sel Otak).
 Perubahan akut pH plasma di serebrospinal secara cepat.

Gejala
1. Pada Dialisis Akut : Mual, Muntah, Kejang, Gelisah, Sakit Kepala, Koma, Aritmia.
2. Pada Dialisis Kronik : Mual, Muntah dan Sakit Kepala

Penatalaksanaan
1. DDS Ringan (dengan gejala mual, muntah, gelisah, sakit kepala yg tidak spesifik) :
menurunkan aliran darah untuk menurunkan zat terlarut terlau cepat, memberikan
cairan hipertonis : Nacl atau glukosa terutama jika disertai kram otot/kejang.
2. DDS Berat (Kejang, Penurunan kesadaran) : segera hemtikan HD, lakukan
pertolongan gawat darurat.

Pencegahan
1. DDS Ringan
 Kolaborasi perencanaan dialisis yang tidak terlalu agresif (SLED atau TD yg
pendek).
 Penurunan plasma untuk semntara cukup 40%.
 Hindari penggunaan dialisis dengan Na rendah akan memperburuk edema
serebral.

2-1245 @36 55
 Pada pasien hipertermi perbaikan kadar Na dan Ureum tidak harus bersamaan ,
dan bisa di perbaiki post dialisis denga dextrose 5%.
2. DDS Berat (Kejang, Penurunan kesadaran) : Profiling Na (dinaikan diawal HD dan
berangsur diturunkan pada jam berikutnya) konsentrasinya antara 140-160.

2. Hipotensi
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan darah terjadi akibat fonemena siklis, tekanan darah biasanya digambarkan sebagai
rasio tekanan sistolik dan diastolik.
Hipotensi pada pasien nefropati diabetik dan usia lanjut sering berbahaya karena
dapat memicu (trigger) penyakit jantung iskemik dan gangguan irama jantung
(Sukandar,2006).
Kriteria Hipotensi Intradialisis Episode hipotensi intradialitik ditentukan
berdasarkan penurunan tekanan darah sistolik menjadi < 90 mmHg atau penurunan
tekanan darah sistolik 30 mmHg atau lebih yang disertai gejala klinis (mual muntah,
keringat dingin, pusing, penurunan kesadaran, takikardi) atau penurunan mean arterial
pressure (MAP) 10 mmHG atau lebih dari nilai MAP sebelum HD, yang disertai gejala klinis.

( 2 x diastolik )+(1 x Sistolik )


MAP=
3
Faktor Penentu Diantaranya
 Curah jantung
 Ketegangan arteri (artherosclerosis)
 Volume
 Laju serta kekentalan (viskositas) darah.

Tanda Dan Gejala


1. Tekanan darah < 90/60 mmHg atau Penurunan TD sistolik ≥ 20 mmHg atau penurunan
tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure=MAP) 10 mmHg.
2. Sering pusing dan menguap
3. Penglihatan dirasakan kurang jelas
4. Keringat dingin
5. Merasa cepat lelah tidak bertenaga
6. Mengalami pingsan yang berulang
7. Detak denyut nadi terasa lemah
8. Tampak pucat

Penyebab hipotensi terkait hemodialisa


1. Penurunan Volume darah yang banyak
 Fluktuasi pada UF Rate

2-1245 @36 56
 UF Rate yang tinggi (peningkatan BB interdialisis besar)
 Target BBK terlalu rendah
 Kadar Natrium dialisat terlalu rendah
2. Ketidak mampuan Vasokonstriksi
 Pemakaian cairan asetat
 Suhu dialisat terlalu hangat
 Makan selama dialisis (terurama tingginya asupan makanan protein hewani)
 Iskemik jaringan (adenosin mediated).
 Neuropati otonom (nefropati diabetik/DM)
 Obat Anti Hipertensi yang dikonsumsi
3. Faktor Cardio Vaskuler (cardiac output)
 Pemakaian β-bloker, disfungsi diastolik, usia tua, kontraktilitas jantung.

Pencegahan Hipotensi Intradialisis


1. Gunakan mesin dialisis dengan UF controler
2. Edukasi pasien untuk membatasi asupan garam serta batasi kenaikan BB < 1 Kg/hari
atau 3 – 5 % per interdialisis.
3. Hindari BBK terlalu rendah.
4. Kadar natrium dialisat usahakan ≥ Na plasma
5. Berikan OAH setelah dialisis
6. Gunakan cairan bikarbonat
7. Coba menurunkan suhu dialisat 34 - 36°C
8. Pastikan HT > 33% sebelum dialisis, atasi hipoalbumin.
9. Hindari makan yang mengandung protein hewani tinggi selama HD
10. Kelainan kardio vaskuler diatasi

Patofisiologi hipotensi intradialitik


Akibat Base Natrium dialisat < 140 mmol/L atau obat-obatan antihipertensi
yang dikonsumsi dan UFG terlalu banyak → proses difusi, ultarafiltrasi dan konveksi
didalam dializer → kadar natrium intravaskuler menurun → solvent banyak terbuang →
vasokontriksi pembuluh darah → viskositas (kekentalan darah meningkat) → O 2 dalam
darah berkurang (Hipoksemia) → curah jantung menurun → hipotensi

Tahapan syok hipotensi


1. Tahap Non-Progresif, kadang-kadang disebut tahap kompensasi, dimana
mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan menyebabkan pemulihan
sempurna tanpa dibantu dari luar.
2. Tahap Progresif, ketika syok menjadi semakin buruk sampai timbul kematian.
3. Tahap Ireversibel, ketika syok telah jauh berbentuk terapi yang diketahui tidak
mampu lagi menolong penderita, meskipun pada saat itu orang tersebut masih hidup.

2-1245 @36 57
Mekanisme Hipotensi terkait Hemodialisa
1. Hipotensi saat HD terutama disebabkan terjadinya perubahan yang cepat dari
homeostasis volume darah. Penurunan kadar ureum kreatinin serta zat lain yang
terdialisis ikut menurunkan volume darah dan tekanan onkotik vaskular.
2. Hal lain yang Ikut berperan dalam Plasma refilling adalah mekanisme kompensasi
untuk mempertahankan keseimbangan cairan dimana terjadi pergeseran cairan dari
kompartemen ekstravaskuler ke intravaskuler.
3. Beberapa hal yang berpengaruh terhadap terjadinya plasma refilling adalah gradien
tekanan hidrostatik, onkotik, osmotik dan permeabilitas kapiler.Sedangkan kecepatan
refilling dipengaruhi oleh ultrafiltrasi, keseimbangan protein total, status hidrasi dan
permeabilitas kapiler.
Penatalaksanaan Hipotensi
1. Posisikan pasien trendelenberg dan cegah terjadinya aspirasi.
2. Berikan O2
3. Berikan NaCl 0,9% bolus 100-500cc
4. UF diturunkan sampai mendekati 0 (nol)
5. Berikan cairan D40%
6. Monitor vital sigh

3. Kram Otot
Penyebab
1. Belum sepenuhnya di ketahui
2. Penarikan cairan dibawah berat badan standar : PREDISPOSISI PENTING TERKAIT
HIPOVOLEMIA,HIPOTENSI
3. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR tinggi)
4. Cairan dialisat dengan kadar Na rendah
5. Berat badan naik > 1 kg/hari
6. Posisi tidur berubah terlalu cepat g. Hal lain yang perlu di perhatikan : hipokalsemia,
hipomagsium,

Penanganan dan pencegahan :


1. Kecilkan QB dan UFR
2. Perhatikan periode kram intradialisis untuk melakukan modifikasi UF (profiling dialisis)
3. Evaluasi BBK
4. Massage pada daerah yang kram
5. Kalau perlu berikan obat gosok
6. Karena volume : berikan NaCl 0.9% disesuaiakan dengan estimasi pemenuhan berat badan
kering, berikan cairan hipertonis sesuai kolaborasi (perhatikan dampak post dialisis akibat terafi
cairan)
7. Mengatur kenaikan BB sesuai rekomendasi (tidak > 5% dari BBK)

2-1245 @36 58
8. Kompres hangat
9. Observasi tanda-tanda vital
10. Evaluasi nilai lab : Ca,P,Mg
4. Mual dan Muntah
Penyebab
1. Multifaktor dan jarang berdiri sendiri
2. Hipotensi : disertai keluhan lain
3. DDS (Dyalisis Disequilibrium Syndrom)
4. Reksi dari dializer
5. Kontaminasi dialisat : tinggi Ca,Na
6. Ketakutan
7. Reaksi obat
8. Bila tidak disertai gejala lain : dicurigai karena ggn hepar dan GIT

Penanganan
1. Jika disertai Hipotensi : turunkan Qb dan UF
2. Kolaborasi dr pemberian terafi sesuai etiologi
3. Berikan kantong plastik muntah
4. Bantu kebutuhan pasien (kalau perlu berikan minyak gosok pada daerah epigastrik)
5. Observasi tanda-tanda vital selama proses dialysis berlangsung
6. Jika TD turun, guyur NaCl 0.9% - 100 ml sesuai K.U pasien
7. Jika keadaan sudah membaik, program dialisis diatur secara bertahap sesuai kebutuhan pasien
8. Beritahu dokter jika pasien tidak ada perbaikan
9. Mencari timbulnya muntah : hipotensi, penarikan cairan terlalu cepat, atau kenaikan BB > 1
Kg/hari

5. Sakit Kepala
Penyebab
1. Tekanan darah naik
2. Ketakutan
3. Gejala disequilibrium sindroma
4. Bencana cerebrovaskular jika disertai muntah dan gejala nerologi lain

Penanganan Sakit Kepala :


1. Kecilkan kecepatan lairan darah / Qb
2. Observasi tanda-tanda vital (terutama TD dan nadi)
3. Jika TD tinggi atau hipertensi emergency : kolab dokter
4. Kolab dokter untuk sebab yang tidak di ketahui untuk pemberian : analgetik
5. Kompres dan masage ringan area leher dan kepala

2-1245 @36 59
6. Jika keluhan sudah berkurang, jalankan program dialysis kembali seperti semula secara
bertahap
7. Mencari penyebab sakit kepala ; cairan dialisat asetat, minum kopi atau ada masalah,
pem lanjutan jika keluhan menetap : CT scan dll

6. Demam disertai Menggigil


Penyebab
1. Reaksi pirogen : demam ringan tanpa menggigil, hilang diluar dialisis/jika HD
dihentikan, memakai Dialiser pakai ulang
2. Reaksi transfusi
3. Kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah
4. Keganasan , sepsis karna sirkulasi

Penyebab : Demam lama (di rumah dan intradialisis) berhubungan dengan


defisiensi imun :
1. TB ektra Paru
2. Keganasan
3. Reaktivasi SLE
4. Endokarditis bakterialis akut
5. Devertikulosis
6. Infeksi akses vaskular : CDL,Trombosis Fistula AV
7. Perikarditis
8. Efusi pleura
9. ISK
10. Infeksi ginjal polikistik
Penanganan
1. Observasi tanda-tanda vital : Ukur suhu tubuh
2. Berikan selimut/penghangat lain
3. Beritahu dokter untuk pemberian terapi
4. Mencari penyebab deman karena : bahan pirogen dari set dialysis atau penyebab lain
pada pasien spt infeksi
5. Pengaturan suhu ruangan

7. Nyeri Dada
Penyebab
1. Minum obat jantung tidak teratur
2. Program HD yang terlalu cepat : Iskemia karena Hipovolemia/Hipotensi
3. Gangguan Kardiovaskuler, Iskemia, Infark
4. Reaksi anafilaktoid atau hemolisis

2-1245 @36 60
Penanganan
1. Turunkan kecepatan aliran darah/Qb, Uf, laporkan nefrologist untuk kemungkinan
program SLED
2. Pasang EKG monitor, rekam : EKG 12 lead laporkan dokter
3. Beritahu dokter untuk pemberian terapi
4. Tranfusi dan pemberian erytopetin sesuai indikasi dan kolaborasi
5. Hindari asetat dialysis
Pencegahan
1. Edukasi Minum obat jantung secara teratur
2. Anjurkan pasien untuk kontrol kedokter secara teratur
3. Pengaturan prog dialisis sesuai kolaborasi
4. Pengaturan asupan cairan jiak nyeri dada terjadi karena UF

8. Gatal – gatal
Penyebab
1. Jadwal dialysis yang tidak teratur (Toksin Uremia kurang terdialisis)
2. Sedang transfusi / sesudah transfusi
3. Kulit kering
4. Defosit kristal Ca-P
5. Alergi terhadap obat/EPO
6. Reaksi alergi lain : pelepasan histamin dari mast cell 34
Penanganan
1. Beri talk / krem khusus untuk gatal
2. Jika karena transfusi beritahu dokter untuk pemberian terafi
3. Kontrol lab : Ca, P
Pencegahan
1. Anjurkan pasien makan sesuai dengan diet
2. Anjurkan pasien taat menjalani hemodialisis sesuai program
3. Anjurkan pasien menjaga kebersihan badan

9. Perdarahan Cimino
Penyebab
1. Tempat tusukan yang sama /menetap
2. Masa pembekuan darah lama
3. Dosis heparin yang berlebihan
4. Tekanan darah tinggi
5. Penekanan tusukan tidak tepat

2-1245 @36 61
Penanganan
1. Hindari penusukan pada area yang sama
2. Tekan daerah tusukan dengan tepat : 5 - 15 menit
3. Mencari penyebab perdarahan
4. Observasi tanda-tanda vital dengan ketat
5. Lapor dokter jaga jika perdarahan lama berhenti
Pencegahan
1. Evaluasi laboratorium terhadap PT, APTT
2. Bekas tusukan cimino tidak boleh digaruk-garuk atau dipijat.
3. Hindari penusukan pada bekas tusukan dialysis sebelumnya.
4. Heparinisai yg adekuat atau free heparin jika resiko tinggi post HD perdarahan akses atau akses
sangat lama berhenti

ADEKUASI
Merupakan kecukupan jumlah proses hemodialisis untuk menjaga kondisi optimal dan terbaik.

Adekuasi Pada Hemodialisa


1. HD 3x/minggu
 KT/V minimal 1,2 (DOQI)
 URR minimal 65%
2. HD 2x/minggu
 KT/V minimal 1,8 – 2
 URR 80%

Kriteria Adekuasi Dialisis secara Klinis


1. Keadaan umum dan status nutrisi yang baik
 Dibutuhkan 30-35 kalori/kg berat badan. Anjuran asupan lemak ±30% dan karbohidrat
± 60% dari total energi
 Protein 1,2 – 1,5 gr/kg berat badan. Minimal 50% dari protein tersebut bernilai biologi
tinggi (protein hewani). Bahan yang mengandung protein juga mengandung fosfat

2. Tekanan darah yang normal


 Sistol 120-140 mmHg
 Diastol 80-90 mmHg
 Nilai MAP tidak lebih dari 30 mmHg
3. Tidak ada anemia, kondisi fisik membaik
 Target Hb pada pasien GGK 10-12 gr/dl (tidak boleh >12gr/dl)
 <10 terapi EPO/ESA (lihat koreksi besi)
2-1245 @36 62
 Hb <7gr/dl → tranfusi darah sesuai kebutuhan

4. Keseimbangan cairan, elektrolit dan asam-basa yang normal


 Air: Jumlah urin 24 jam+500 mL (kenaikan BB diantara waktu HD < 5% BB kering).
 Asupan garam : 900 – 1700 mg/hari → ¼ - ½ sendok teh
 Asupan kalium: 40-120 mEq/L (1560 – 2730 mg/ hari)

5. Metabolisme kalsium dan fosfat yang terkontrol serta tidak ada osteodistrofi
 Asupan phosphor dibatasi sampai 400 -900 mg/hari
 Asupan kalsium tinggi 1000 – 1400 mg /hari (biasanya dalam bentuk asupan suplemen
kalsium)
6. Tidak ada komplikasi akibat uremia yang lain
7. Pemulihan fungsi personal, keluarga dan pekerjaan
8. Kualitas hidup yang baik

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Adekuasi Dialysis


1. Time Dialisis → 10-12 jam dengan durasi 4-5jam/sesi
2. Intradialitik Time→ 2/3x perminggu
3. Kecepatan aliran darah (Qb) → BBx5cc/KgBB/jam
4. Kecepatan aliran dialisat (Qd) → 2xQB
5. Dialiser → pilih dializer tidak low fluk/high fluk (untuk dewasa)
6. Vaskuler akses (200-300ml/menit)
Penilaian Adekuasi Dialisis :
Dua metode yang umumnya digunakan untuk menilai kecukupan dialisis, adalah URR dan
Kt /V.
¿ Ur Pre−Ur post
1. URR ( Urea Reduction Ratio ) = x 100 %
Ur Pre
2. KT/V = C
K” – kemampuan pembuangan urea dan limbah lain dari dialyzer
“T” – “T” – Waktu ( berdasarkan menit)
“V” – “V” Volume cairan dalam tubuh anda ( 0,6 x BBK )
“C” – “C” Target Clearent urea (target > 1,2 )

Sequensial Ultrafiltrasi (SU) /


ISO UF (Isolated Ultrafiltrasion)
Adalah suatu metode yang dilakukan untuk melakukan penarikan air dalam mesin HD
(aliran dialisat dimatikan), metode ini hanya menggunakan UF saja.

2-1245 @36 63
Tujuan
Untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dari dalam tubuh dalam waktu yang singkat.
ISO UF
Px overload cairan
 Oedema anasarca tanpa uremia
 Gagal Jantung
 Neprotik syndrome
 DDS

Kelebihan ISO UF
 Dapat menarik cairan dalam jumlah banyak
 TD stabil
 Mengurangi beban kerja jantung

Kekurangan ISO UF :
 Resiko Cloting
 Hanya digunakan pada pasien dengan hemodinamik stabil
Tidak dapat digunakan pada pasien dengan hiperkalemi
HYBRID DIALYSIS
Sustained Low Efficiency Daily Dialysis (SLEDD)

Nama lain Hybrid Dialysis


 Slow Continuous Dialysis (SCD)
 Go-Slow Dialysis
 Nocturnal Dialysis
 Sustained Low Efficiency Daily Dialysis (SLEDD)
 Sustained Low Efficiency Daily Dia-filtration (SLEDD-f)
 Extended Daily Dialysis (EDD)

SLED adalah suatu teknik hemodialisis yang menggunakan mesin hemodialisis


konvensional dengan cara memperpanjang waktu dialisis, memperlambat aliran darah (QB) dan
aliran dialisat (QD). Disamping itu profile natrium, suhu dan bikarbonat dialisat perlu dilakukan,
agar hemodinamik pasien menjadi stabil.
Cairan dialisat yang digunakan adalah seperti yang biasa digunakan untuk hemodialisis
bikarbonat. Biasanya mengandung 3.0-4.0 mEq/liter kalium, 1,5-2,5 mEq kalsium dan
24-35 mmol/liter bikarbonat.
SLED merupakan penggabungan dari tehnik IHD dan CRRT.

IHD VS CRRT
2-1245 @36 64
IHD CRRT
 Relatif tidak mahal  Mahal
 High Solute Clearance  Low Solute Clearance → berkesinambungan
 Hemodinamik tidak stabil  Hemodinamik stabil
 Delivered Dose Of Dialysis rendah  Dose Of Dialysis Continuously
 Episodic Solute Control → perpindahan cairan  Continuous Solute Control → TIK tidak
↑ terganggu
Edema otak dan TIK

Tujuan SLED
1. Meniru fungsi fisologis ginjal dalam pemurnian darah dan pembuangan kelebihan cairan
2. Mengembalikan dan menjaga homeostasis
3. Menghindari komplikasi dan menjaga toleransi pasien
4. Menciptakan kondisi yang mendukung kembalinya fungsi ginjal
5. Melaksanakan terapi pengganti ginjal yang efisiensi & efektif

Target Melakukan SLED


Dengan GGA
1. Mengatasi kelebihan cairan
2. Mengatasi Asidosis Metabolik
3. Mengatasi Hiperkalemia
4. Membuang Urea dan Kreatinin
5. Mempertahankan nutrisi yang cukup

Tanpa GGA
 Menurunkan kelebihan cairan untuk memperbaiki kondisi jantung

Pada dasarnya semua mesin hemodialisis dapat dipergunakan asal dapat


memperlambat aliran darah (Qb) dan aliran dialisat (Qd) serta dapat mengatur profile natrium,
profiling bikarbonat, profiling ultrafiltrasi dan suhu cairan dialisat Mesin yang dipakai
hendaknya mesin dengan Volumetric Control.

Sebaiknya dilakukan diruang perawatan intensif (ICU), Hemodialisis program SLED ini
memerlukan observasi yang sangat ketat dan kadang pasien juga memerlukan alat bantu lain,
misalnya alat bantu nafas (ventilator).

Dializer yang digunakan adalah sama dengan yang digunakan pada IHD. Bisa memakai
Low Flux maupun High Flux dialyzer.

2-1245 @36 65
Program Mesin Hemodialisis
 Time Dialysis : 6-12 jam
 QB : 100 -150 ml/menit
 QD : 200 -300 ml/menit
 Ultrafiltrasi : UF profilling
 Natrium : Na profilling
 Suhu : lebih rendah (35 – 36o C)
 Heparin : sesuai kondisi (>> free)

Keunggulan SLED
1. Hemodinamik pasien lebih stabil
2. Adekuasi dialisis dapat dicapai
3. Mudah dikerjakan oleh semua perawat dialisis
4. Biaya tidak jauh berbeda dengan hemodialisis biasa

Hemofiltration (HF)
Transport zat terlarut murni proses konveksi

Prinsip :
Proses perpindahan zat terlarut tanpa adanya aliran cairan dialisat melalui membran
semipermiabel, dimana membran yang digunakan adalah membran high fluk, Optimal untuk
membuang molekul kecil sampai sedang.

Konveksi Yang Terjadi


2-1245 @36 66
Perpindahan klirens/zat terlarut terjadi sebagai akibat dari aliran air melalui membran sebagai
respons terhadap perbedaan tekanan hidrostatik.

Hemofiltrasi
 Pembuangan solut dengan mekanisme konveksi
 Dializer high fluk atau super fluk karena jumlah solut yang berpindah dengan
konveksi berbanding lurus dengan filtrasi
 Membutuhkan cairan substitusi yang cukup
 Sieving coefficient yang baik sangat penting pada teknik ini
 Sieving coefficient dipengaruhi oleh struktur dari membran

HEMODIAFILTRASI (HDF)

HDF adalah metoda dialisis/terapi pengganti ginjal dengan mengkombinasikan prisif


Difusi dan Konveksi untuk meningkatkan pembuangan solut dengan berat molekul yg beragam.
Ultrafiltrasi akan berlebih sehingga diperlukan cairan substitusi untuk mempertahankan target
balance cairan. Membran yang dipakai adalah membran yang memiliki permeabilitas tinggi
atau High fluk.

Hemodiafiltrasi
 Proses ini kombinasi antara hemodialisis dan hemofiltrasi
 Pada hemufiltrasi pembuangan solut kecil kurang efektif
 Pembuangan solut dengan mekanisme difusi dan konveksi
 Membutuhkan cairan substitusi
kliren Difusi+ Filtrasi
 kliren HDF= 2

β2 Mikroglobulin dan HDF


 HDF dapat menurunkan β2 mikroglobulin sekitar 70-78% dibandingkan 40 – 50 %pada
HD high flux

2-1245 @36 67
 Memperbaiki amiloIdosis
 Menurunkan insidensi carpal tunnel syndrome sebanyak 82 % dan erosive arthritis
seanyak 67 %
 Kecepatan konveksi 25 L/m2 dapat menrunakan solute ini sd < 25 mg/L

Toksin solut dengan BM menengah lain yang dibersihkan oleh HDF


 Hormon paratiroid
 Sitokin inflamasi (IL-6, IL-8, IL-12)
 Homosistenin
 Guanidin
 Poliamin
 Appetite suppressant (leptin, cholecystokinin, tryptopahan)

Faktor yang berpengaruh pada HDF


1. Lokasi penambahan cairan substitusi untuk efektivitas teknik HDF
2. Teknik pre dilusi dimana cairan masuk sebelum dializer akan menurunkan efektivitas difusi
karena darah sudah lebih terdilusi. Maka infus substitusi harus lebih banyak.

Metoda cairan dialisat dan substitusi cairan pada HDF


1. Predilution (substitusi cairan sebelum dialyzer)
 Keuntungan ; darah yang diencerkan masuk ke dalam dialyzer, memungkinkan
Rheologi yang lebih baik kondisi, dan lebih tinggi konvektif molekul besar.
 Kerugian ; mengurangi penghapusan molekul-molekul kecil karena hemodilusi di
dialyzer.

2. Postdilution (substitusi cairan setelah dialyzer)


 Keuntungan ; dapat dianggap sebagai metode HDF yang paling efisien, seperti
pembersihan molekul kecil dan menengah secara signifikan meningkat.
 Kerugian ; hemokonsentrasi tinggi di sisi outlet dari dialyzer meningkat, risiko koagulasi
dan meningkatkan TMP, lebih-lebih ketika aliran darah rendah atau hematokrit (Hct)
tinggi.

3. Mid-dilution HDF
 Meningkatkan permeabilitas dializer terhadap air dan solut
 Dilusi diatur secara individual dan memperbaiki rheologi darah
 Kecepatan filtrasi tinggi
→ memperbaiki proses konveksi
→ meningkatkan pembuangan solut
 Aman dari kehilangan albumin yang terjadi pada TMP tinggi
 Best of both worlds!

2-1245 @36 68
Masalah pada HDF
1. Kualitas dan kuantitas cairan reinfusi dengan kualitas yang tinggi
2. Biaya mahal
3. Kehilangan komponen fisiologi dalam ultrafitrasi : terutama asam amino
Indikasi HDF
Pasien dengan gagal ginjal yang tidak stabil :
1. Penyakit kardiovaskular berat
2. Hipotensi kronik
3. Diabetes
4. Usia tua
5. Pasien PGK dengan kenaikan BB interdialitik yang tidak terkontrol
6. Pasien PGK dengan kebutuhan dosis dialisis yang tinggi dan mencakup pengeluaran toksin
dengan semua jenis BM
7. Pasien Gangguan Ginjal Akut yang kritis

Resep Intermitent Hdf


Online Hemodiafiltrasi
 Dializer : harus high flux
 Time dialysis : 5 jam
 Qb : 250 – 400 ml/menit
 Qd : 500-600 ml/menit
 Ultrafiltrasi : sesuai kebutuhan
 Substitution volume : minimal 23 liter (tgt kebutuhan), post dilution
 Syarat UF/Blood Flow (Qb) rate : 25 – 30 %
 Heparin : sesuai kondisi (bisa free heparin )

Keuntungan Klinis HDF


 Klirens dialisis tercapai dengan mudah
 Menurunkan risiko β2-microglobulin amyloidosis
 Menurunkan kadar toksin dengan BM sedang
 Memperbaiki toleransi kardiovaskular
 Menunjang keberhasilan terapi anemia
 Penurunan harga cairan substitusi dengan persediaan secara online (seperti dialisat)
 Keberhasilan : mortalitas dan morbiditas

On Line
Hemodiafiltration With Endogenous Reinfusion
(HFR)

2-1245 @36 69
HFR adalah metoda dialysis/terapi pengganti ginjal yang menggunakan prinsip
Konveksi, Difusi dan Adsorpsi pada waktu yang sama, dimana dializer terdiri menjadi 2 bagian
satu untuk Konveksi (Filter Polyethersulfon High Fluk) dan satu untuk Difusi (Filter
Polyethersulfon Low Flux), dan Prinsif Adsorpsi terjadi di Resin Cartridge (Absorbent).
Resin Cartridge (Absorbent) efektif pada sirkulasi plasma hingga total 15lt plasma,
setelah itu adsorbent akan bersifat jenuh → 50 ml/mnt = 3L/jam (total sirkulasi plasma 15L)
Pada dialisis dengan menggunakan teknik HFR dimana proses Adsorpsi terjadi di
Resin Cartridge (Absorbent), disinilah molekul dan toxin berukuran sedang sampai besar
terserap dan menempel di membran Resin Cartridge (Absorbent).

Diadsorpsi (Absorbent) Tidak diadsorpsi (Absorbent)


• Angiogenine • Urea
• B2 Microglobuline • Creatinine
• Homocisteine • Uric acid
• Interleukin 5 • Fosfate
• Interleukin 6 • Glucose
• Interleukin 7 • Na +
• Interleukin 8 • K+
• Interleukin 12p70 • Ca ++
• Interleukin 16 • Mg ++
• Interleukin 18 • HCO3-
• Macrophage inflammatory protein-a (MIP-a) • Essential amino acids
• Macrophage inflammatory protein-b (MIP-b) • Branched chain amino acids
• Tumor necrosis factor-a (TNF-a) • Albumin
• Monocyte chemotactic protein (MCP-1)
• Epithelial neutrophil activating peptide 78 (ENA-
78)

Cara Kerja HFR


 Darah dari inlet akan dipompa (QB) masuk ke dalam filter pertama : Polyethersulfone
(DiapesTM) Super High Flux untuk proses Konveksi,
 Setelah proses konveksi cairan UF akan melalui Sorbent Resin Cartridge (Pompa Ke 2),
 Toksin ini akan diadsorbsi oleh resin beads, kemudian purified UF akan dimasukkan ke
dalam port antara filter pertama dan kedua.
 Kemudian darah akan memasuki filter kedua Polyethersulfone (Diapes) Low Flux untuk
proses Difusi.
Dengan adanya dua filter ini terjadi pemisahan antara proses Konveksi dan Difusi.

Indikasi HFR :
 Malnutrition
 Inflammation
 Atherosclerosis
2-1245 @36 70
 Allergies
 Weak Conditions  Elderly, Diabetics, with Comorbidities

Teknik HFR membantu pasien dengan faktor-faktor resiko yang kompleks, seperti ;
Malnutrisi, Inflamasi dan Aterosklerosis. Yang termasuk kategori ini adalah pasien Diabetes,
kadar CRP yang tinggi, lanjut usia dan pasien dengan resiko Kardiovaskular. Mengurangi kadar
Toksin dengan berat molekul menengah dan besar. Mengurangi resiko Amiloidosis karena β2
Mikroglobulin. Berpengaruh positif terhadap pengobatan Anemia.

REUSE

Dializer Reuse (Reprocesing Dializer) adalah penggunaan beberapa kali


dari dializer dimulai dengan pelabelan dari dializer baru dan kemudain berlanjut dengan
prosedur pengolahan sehingga dializer siap dipakai kembali untuk dialisis berikutnya pada
pasien yg sama, siklus ini diulang sampai dializer tidak lagi memenuhi kriteria untuk
digunakan.

Alasan dilakukan Reprocesing Dializer


1. Alasan medis :
 Menghindari “first use syndrome” yang biasanya 15 – 20 menit pertama terjadi reaksi
terhadap membran dializer
2. Alasan non medis :
 Biaya
 Mengurangi limbah

Kerugian Pemakaian Dializer Reuse


 Potensial pemaparan bahan kimia terhadap pasien dan personil
 Potensial terjadinya kontaminasi bakteri atau endotoksin
 Potensial terjadinya penurunan klirens dan ultrafiltrasi

2-1245 @36 71
 Potensial terjadinya infeksi silang.

Dimana Dilakukan DPU


1. Di CSSD
2. Di ruang HD
3. Persyaratan sebelumnya harus dipenuhi sebagai pertugas DPU/re-use
4. Jika dilakukan di CSSD pastikan DPU/re-use sesuai spo cssd
5. Jika dilakukan di ruang hd buat standar yang memenuhi semua aspek kepentingan dan
keamanan klien dan petugas

Proses Persiapan
Personal Protective Equipment (PPE)
 Petugas harus memakai Standard Precautions (APD)
Dializer harus diberi label sbb:
 Berisi : nama lengkap, no rekam medis, tanggal pemakaian pertama, tanggal reuse terakhir
dan nama staf yang melakukannya, total cell volume
 Label jangan sampai menutupi label spesifikasi dializer, harus terbaca jelas baik saat
dilakukan proses reuse maupun pada saat hemodialisis.

Proses Pemberian Label


 Berikan label pada dializer
 Standar menurut AAMI RD47, minimum:
 Nama Pasien
 No RM
 Jumlah pemakaian
 Tanggal terakhir dilakukan reprocessing

Prosedure Proses DPU Sesuai Standar Aami


Rinsing

Cleaning

Test

Sterilisasi

Proses Reprocesing Dializer Manual


A. Transportation and handling
1. Teknik bersih
2-1245 @36 72
2. Semua portv harus tertutup
3. Disimpan dalam kantong sampai proses selanjutnya
4. Dializer yang tidak dapat diolah kembali dalam waktu 2 jam harus didinginkan tetapi
tidak diperbolehkan untuk dimasukan ke frezzer
B. Rinsing and Cleaning
1. Rinsing
 Reverse ultrafiltration ; dengan menutup satu port dialisat, kemudian ujung yang
lain disambungkan dengan air (RO) kemudian dialirkan dengan tekanan standar.
2. Cleaning :
 Kimia ; Hydrogen Peroxide/Sodium Hypochlorite/ Paracetic Acid yang diencerkan
(suatu bahan kimia yang melarutkan protein)

C. Performance measurements :
 Test kebocoran membran dializer
 Test TCV (total cell volume) volumenya minimal 80 %,
 Dicari pula retakan pada badan dializer
 Sisa bekuan darah yang mungkin masih tersisa

D. Germicide/ Sterilisasi :
 Setelah lolos proses di atas lanjutkan dengan pengisian desinfektan
 Hanya boleh satu jenis desinfektan yang dipakai
 Pastikan seluruh kompartemen dalam dializer sudah terisi desinfektan
 Interior
 Paracetic acid : Renalin, Puresalin - Disimpan minimal 12 jam
 Konsentrasi yang dipakai : 4% dalam 24 jam
 Sebelum digunakan pemeriksaan residu dari germicida : dengan strip residual test
 Exterior diusap dengan Paracetic acid 0.05 % (1: 100) tutup port dializer direndam
minimal 30 menit.

E. Desinfektan diperlakukan sesuai standar penyimpanan B3


 Pastikan bahwa permukaan eksternal bersih, dialyzer tidak rusak, dan harus estetis
 Dialyzer harus bebas dari darah yang terlihat atau bahan asing lainnya.
 Tidak akan ada kebocoran atau retak pada dialyzer atau dialisat port.
 Pada pemeriksaan luar terlihat serat dan tidak ada gumpalan hitam.
 Header dari dialyzers terlihat berlubang dan harus bebas dari gumpalan perifer atau
deposito lainnya.
 Port darah dan dialisat ditutup tanpa adanya kebocoran.
 Label harus diisi dengan benar dan dapat dibaca.

F. Dializer inspection

2-1245 @36 73
1. Pastikan sterilisasi dari dializer belum kdaluarsa ( < 1 bulan atau > 11 jam)
2. Level volume of cairan dalam dializer mencukupi
3. Dializer diberi label dengan jelas
4. Port dializer dan port darah tertutup
5. Bagian exterior dan interior dializer bersih
Dializer Tidak Dapat Digunakan
1. Terlihat perubahan warna ; kecoklatan / kehitaman pada seluruh dializer
2. Tampak bekuan darah pada header
3. Tampak garis bekuan darah pada bagian fibre

G. Disposition of rejected dializer : dializer rusak diberi label untuk kemudian dibuang

H. Storage :
 Tidak langsung terkena sinar matahari
 Area penyimpanan dializer harus dirancang untuk memudahkan pengambilan
 Tempat harus seaman mungkin, mudah dibersihkan
 Sebelum disimpan permukaan dializer harus dilap oleh desinfektan

I. Rinsing dan residual testing performed


1. Setelah dilakukan soaking, rinsing dan preming
2. Lakukan test residual : satndar kurang dari 3 ppm

Apa Yang Dilakukan Mesin Renatron Ketika Reuse??


1. Tahap Pertama (CLEANING)
 Pengecekan kinerja internal mesin (step 2 – 8)
 Pembersihan Dialyzer (step 9 – 24)

2. Tahap Kedua (TESTING)


 Pengetesan Volume (TCV) (step 24 – 35)
 Minimal TCV => 80% Volume awal
 TCV < 80%, alarm Volume Fail, proses berhenti
 Pengetesan Kebocoran Membran (step 36 – 40)
 Jika terjadi kebocoran, alarm Pressure Fail di step 39
 Menggunakan metode Negative Pressure, agar menjaga keutuhan membran

3. Tahap Ketiga (DESINFECTING)


 Pendisinfeksian dialyzer (step 41 – 57)

2-1245 @36 74
 Pengisian Dialyzer dengan Renalin sebanyak 3x volume kompartemen darah

MENGENAL
CONTINOUOS AMBULATORY PERITONEAL DIALYSIS
(CAPD)

Pengertian
Dialisis Peritoneal adalah proses dialisis di dalam rongga perut yang bekerja
sebagai penampung cairan dialisis dan peritoneum sebagai membran semipermiabel yang
berfungsi sebagai tempat yang dilewati oleh cairan tubuh dan solut termasuk toksin uremik
yang akan dibuang.

Continouos → Proses dialisis tidak berhenti, secara berkesinambungan


‘membersihkan’ darah, 24 jam se-hari, setiap hari.

Ambulatory → Bebas bergerak, tidak berhubungan dengan mesin.

Peritoneal → Menggunakan Rongga Peritoneum yang bekerja sebagai filter untuk


mengeluarkan sisa metabolisme dan cairan dari darah.

Dialysis → Menyaring dan membuang cairan berlebih serta ampas


metabolisme tubuh.

CAPD Suatu metode dialisis dengan memanfaatkan peritoneum sebagai membran


semipermeable dan dialisis terjadi secara terus menerus atau berkesinambungan.

2-1245 @36 75
Exit Site Tempat dimana kateter keluar masuk dari tubuh disebut. Kateter akan
mudah disembunyikan di dalam pakaian.

Prinsip CAPD
1. Cairan dialisis berada dan tinggal dalam kavum abdomen sekitar 4-6 jam pada siang hari
dan 8 -12 jam pada malam hari, dilakukan 4 kali sehari
2. Proses ini dilakukan secara terus-menerus untuk mencapai dialisis yang adekuat.
3. Tidak memerlukan mesin. Pasien melakukan sendiri dialisisnya pada siang dan malam hari.

Anatomi dan Fisiologi Peritoneum


1. Membran peritoneum merupakan lapisan tipis bersifat semipermiable. Luas permukaan ±
1.55 m2 yang akan membungkus organorgan
2. Terdiri dari 2 bagian yaitu peritoneum parietal dan peritoneum viseral
 Peritoneum viseral: menyelimuti usus dan organ viseral lain.
 80% dari luas permukaan peritoneum
 Aliran darah berasal dari a. mesenterika superior, drainase vena ke sistem porta.
 Peritoneum parietalis: menyelimuti dinding kavum abdomen.
 Lebih penting untuk PD.
 Aliran darah berasal dari a.lumbalis, interkosta, dan epigastrium; drainase vena ke
v.cava inferior
3. Rongga perut berisi ± 100ml cairan berfungsi untuk lubrikasi dari membran peritoneum
4. Kec.aliran darah: 50-100 ml/menit.
5. Aliran limfatik melalui stomata di peritoneum diafragmatika àduktus limfatikus kanan.

Peritoneal Anatomy → Principle Components


Parietal Peritoneum Visceral Peritoneum
 Menutupi dinding perut anterior dan  Menutupi organ dan intestin
posterior  Halus dan shiny
 Lebih tebal dan kusam  81% PSA
 19% Perit Surface Area (PSA)  Vaskularisasi dari arteri dan vena portal
 Mendapat vaskularisasi dari arteri dan vena
dinding perut

Barriers transport peritoneal


Terdapat 3 barrier utama untuk transport peritoneal terhadap solut dan cairan :
1. Mesothelium.
2. Jaringan interstitial.

2-1245 @36 76
3. Pembuluh darah (endothelium & membran basal)

Peritoneum Parietal lebih penting untuk transport tersebut dibanding viseral,


hanya 25-30% Membran Viseral yang kontak dengan cairan peritoneal.
Prinsip Transport Peritoneal Dipengaruhi Oleh 2 Aspek
1. Solut Kliren
 Diffusi
 Konveksi
2. Fluid Removal
 Ultrafiltrasi – 0smosis

Substansi Yang Hilang Dan Terabsorbsi Melalui Peritoneum


Masuk ke dalam dialisat Terabsorbsi ke dalam sirkulasi
 Small molecules (e.g. urea, creatinine)  Dextrose (if dextrose-containing PD
 Some electrolytes (notably potassium) solution)
 Protein (up to 5 – 10 g/d)  Calcium
 Amino acids, trace minerals, hormones,
drugs

Alat-Alat Yang Dibutuhkan Untuk Melakukan Capd


1. Tenckoff Kateter
2. Titanium Adaptor
3. Transfer Set
4. Ultraclamp
5. Minicap
6. Larutan Dialisis/Dianeal
Apparatus of PD
1. Kateter PD / kateter Tenckoff
2. Larutan PD
3. Ultra clamp
4. Mini cap

Akses Peritoneal Dialisis


1. Akses PD : kateter peritoneal (kateter Tenckoff) dan sistem koneksi
2. Tim akses PD : dokter dan perawat
3. Pemasangan kateter PD
 Dilakukan oleh dokter SpPD-KGH, SpB yang terlatih
 Tahapan pemasangan : pre-implantasi,implantasi, pasca implantasi kateter

2-1245 @36 77
 Pemasangan kateter dilakukan di ruangan tindakan prosedur dengan bius lokal,
regional atau umum
 Teknik pemasangan : laparatomi minor, trocar dan guide wire (blind), peritoneoskopik

Pemilihan Cairan Dialisat


1. Cairan dialisat umumnya berbasis Dekstrosa dengan konsentrasi 1,5%, 2,5% dan
4,25%. Selain itu terdapat cairan dialisat berbasis Non-Dekstrosa yaitu Icodextrin dan
Nutrineal.
2. Cairan dialisat juga mengandung Elektrolit termasuk Nacl, Kalsium, Magnesium dan Laktat
sebagai Prekursor Bikarbonat.
3. Pemilihan cairan dialisat bersifat individual tergantung kondisi pasien

Setelah Dwell 4 Jam ( 2 L Larutan PD) Rata-Rata UF :


1. 1.5% → 200 ml
2. 2.5% → 200 - 400 ml
3. 4.25% → 600 ml – 800 ml

Pasien Yang Disarankan Untuk DP


1. Anak-anak / dewasa muda
2. Akses vaskuler sulit
3. Kontra indikasi untuk pemberian antikoagulan
4. Kardiovaskuler tidak stabil
5. Hipertensi yang tidak terkontrol
6. Penyakit kronis : HIV , kelainan perdarahan, hepatitis B
7. Lokasi unit HD yang jauh
8. Gaya hidup yang aktif

Persyaratan Calon PD
1. Pasien mandiri atau ada yang membantu.
2. Tinggal di tempat yang bersih dan lingkungan yang sehat.
3. Bersedia menjalani pelatihan intensif dan mematuhi prosedur DP.

Kontraindikasi CAPD
ABSOLUT RELATIF
 Kesulitan teknik operasi  Obesitas tanpa residual renal
 Luka yang luas di dinding abdomen function
 Perlekatan yang luas dalam rongga peritoneum  Gangguan jiwa
(akibat operasi daerah abdomen, riwayat  Gangguan penglihatan
inflamasi sebelumnya)  Hernia

2-1245 @36 78
 Tumor atau infeksi di dalam rongga abdomen  Penyakit paru obtruktif kronik
(adneksitis) (PPOK)
 Riwayat ruptur divertikel, hernia berulang yang  Inflamasi kronik saluran cerna
tidak dapat dikoreksi
 Fistel antara peritoneum dengan rongga pleura
 Tidak dapat melakukan PD secara mandiri dan
tidak ada yang membantu

Keuntungan dan Kekurangan


KEUNTUNGAN CAPD KEKURANGAN CAPD
 Bersifat dialisis kontinyu, dimana prosesnya  Risiko infeksi (peritonitis, infeksi exit
alamiah dengan melakukan pembersihan site)
darah secara kontinyu, tidak intermiten.  Kehilangan protein, yang dapat
 Dapat dilakukan secara mandiri sehingga melewati membran peritoneum dan
tidak memerlukan bantuan orang lain. masuk kedalam larutan peritoneum.
 Mudah dipelajari dan melakukanya  Kemungkinan dapat meningkatkan
sederhana, cukup dengan hanya latihan 1-2 lemak dan trigliserida dalam darah.
minggu saja.  Perlu penempatan kateter PD yang
 Mengurangi restriksi diet dan cairan yang permanen.
ketat.  Memerlukan jadwal dialisis harian
 Tidak memerlukan penusukan jarum. (Penggantian cairan sebanyak 4x yang
 Tidak menghalangi pasien bila ingin setiap kalinya memerlukan waktu rata-
melakukan perjalanan atau aktifitas. rata sekitar 30 menit).
 Beban kardiovaskuler minimal.  Kemungkinan dapat menaikan berat
 Portabel. badan, oleh karena adanya kandungan
glukosa dalam cairan dialisat.
 Memerlukan tempat penyimpanan
barang yang relatif banyak, terutama
cairan dialisat.

PERGANTIAN CAIRAN CAPD


2-1245 @36 79
PENGGANTIAN CAIRAN CAPD :
Pergantian cairan CAPD sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang bersih dan bebas dari
debu, tidak ada binatang, kipas angin dan dengan pencahayaan yang baik. Dengan fase
pergantian cairan sebagai berikut :
1. Fase Pengeluaran
Pengeluaran cairan dari rongga peritoneum melalui tenckhoff kateter dengan
memanfaatkan gaya gravitas. Normalnya memerlukan waktu pengeluaran cairan selama
±20 menit untuk 2 liter larutan dianeal yang mana cairan tersebut mengandung zat-zat
hasil metabolisme / toxin.
2. Fase Pergantian
Pengisian cairan dianeal kedalam rongga peritoneum melalui tenckhoff kateter yang
dipasang di area perut, proses pergantian secara manual dengan memanfaatkan gaya
gravitasi. Normal memerlukan waktu ±10 menit untuk memasukan cairan dianeal sebanyak
2 liter.
3. Fase Dwelling (Dwell Time)
Fase dimana cairan dianeal akan didiamkan di rongga peritoneum selama 4 – 6 jam (kecuali
pada malam hari). Pada fase ini akan terjadi proses difusi, konveksi dan ultafiltrasi-osmosis,
sehingga hasil metabolisme tubuh / toxin dan kelebihan cairan akan tertarik dari dalam
darah menuju kedalam cairan dianeal melalui membran peritoneum (sebagai membran
penyaring)

PENCEGAHAN TRAUMA
1. Pasien dijelaskan untuk menghindari semua hal ini yang membahayakan exit site.
2. Tidak tidur telungkup atau miring menekan exit site terlalu lama
3. Jangan membersihkan atau menggosok terlalu keras.

PROSEDUR PENATALAKSANAAN PERGANTIAN CAIRAN PERITONEAL


DIALISIS :
1. Tempat Atau Ruangan Penggantian Cairan CAPD
Persiapkan ruangan (meja, kursi/tempat tidur, tiang infus, timbangan)
2. Prosedur Penggantian Cairan
1) Gunakan masker dan cuci tangan 6 langkah dengan memakai sabun di air mengalir.
2) Bersihkan meja dengan menuangkan alkohol 70% di atas meja, Ambil paper towel
kemudian bersihkan meja dengan gerakan searah.
3) Persiapan alat dan bahan pergantian cairan CAPD
 Cairan dianeal
 Ultraclamp 2 buah

2-1245 @36 80
 Minicaps 2 buah
 Handrub
 Paper towel (tissue)
 Alkohol 70%
 Buku biru (buku catatan pergantian cairan)
 Baki / baskom beralaskan koran
4) Pengecekan cairan
 Cek tanggal kadaluarsa cairan dianeal
 Kebocoran kantong cairan dianal
 Kejernihan cairan dianeal
 Volume cairan dianeal
 konsentrasi cairan dianeal
 keutuhan bagian frangible dan pull ring
5) Pisahkan kedua kantong cairan (kantong yang berisi dan kantong yang kosong)
kemudian klem menggunakan ultraclamp yang pertama dibawah frangible pada
kantong yang berisi cairan.
6) Keluarkan transferset dari kantong penyimpanan dan letakkan pengalas dibawah
transfer set.
7) Lakukan hand hygiene dengan handrub.
8) Tarik pull ring dan lepaskan minicaps dari transfer set, segera sambungkan keduanya
dengan hati-hati.
9) Patahkan frangible pada pangkal selang Gantungkan cairan dianeal pada tiang infus
dan letakkan kantong dianeal yang kosong ke dalam Baki / Nampan.
10) Buka twist clamp (fase pembuangan minimal 20 menit)
11) Tutup twist clamp dan buka ultraclamp dan lakukan flushing (hitung 1 sampai 5 untuk
membuang udara dari selang) kemudian tutup selang pembuangan dengan clamp.
12) Buka twist clamp (fase pengisian) Membutuhkan waktu ± 10 menit.
13) Setelah selesai fase pengisian, tutup twist clamp.
14) . Klem selang pengisian dengan ultraclamp..
15) Buka pembungkus minicap dan pastikan ada sponge iodine di dalamnya.
16) Lakukan hand hygine dengan handrub.
17) Lepaskan selang cairan dianeal dari transfer set Tutup rapat transfer set dengan
minicap yang baru.
18) Timbang cairan pembuangan.
19) Buang bekas cairan dialisat ke spoolhoek dan buang kantong cairan ke tempat sampah
medis.
20) Bersihkan meja dengan alcohol 70%.
21) Cuci tangan 6 langkah dengan sabun di air mengalir.
22) Dokumentasikan Kegiatan Tindakan.

2-1245 @36 81
PERAWATAN EXIT SITE PADA PASIEN CAPD

PENGERTIAN PERAWATAN EXIT SITE


Perawatan exit site merupakan perawatan yang dilakukan di tempat lubang
keluarnya kateter tenckhoff, yang dilakukan setiap hari oleh pasien sendiri atau bantuan
anggota keluarga.

PERAWATAN EXIT SITE


 Dilakukan oleh perawat CAPD sampai sembuh sempurna dengan teknik aseptik.
 Hindari penggunaan bahan iritatif saat pembersihan luka.
 Gunakan balutan yang mudah menyerap dan jaga exit site tetap mengering.
 Penggantian verban pada minggu ke 2 -3 sebaiknya tidak terlalu sering cukup 1x seminggu,
kecuali kotor dan ada darah.
 Perawatan rutin exit site yang sudah sembuh sempurna → perawatan minimal 1x sehari,
kecuali kotor atau basah.

PENATALAKSANAAN PERAWATAN EXIT SITE


1. Kenakan masker dan lakukan cuci tangan 6 langkah dengan memakai sabun di air yang
mengalir.
2. Tuangkan lakohol 70% di atas meja, ambil paper towel kemudian bersihkan meja dengan
gerakan searah.
3. Letakan dressing set di atas meja yang telah dibersihkan.
Handrub 1 buah, kasa steril 7 buah, perekat non alergenik, masker, povidone iodine
secukupnya, antibiotic cream, alcohol 70%, nacl 0,9 %.
4. Lakukan cuci tangan dengan handrub, lalu buka steril dressing set.
5. Lepaskan dressing lama dengan hati-hati, letakan kateter pada tempat aman dan bersih
dan perhatikan jangan sampai menarik kateternya.
6. Lakukan handrub.
7. Periksa exit site dan pastikan tidak ada pendarahan, cairan, kebocoran, eritema atau nyeri.
8. Raba tunnel untuk memeriksa ada nyeri tekan dan pengerasan.
9. Jika terjadi infeksi lakukan pemeriksaan kultur dari cairan exudat.

2-1245 @36 82
10. Lakukan handhygine dengan handrub.
11. Siapkan 3 kasa steril lalu teteskan povidone iodine secukupnya. seka / usapkan povidone
iodine di exit site dari arah dalam keluar sebanyak 3 kali dan merata.
12. Siapkan 1 kasa steril lalu basahi dengan NaCl 0,9% , seka / usap lika exit site dengan
gerakan memutar dari arah dalam ke luar.
13. Keringkan exit site dengan kasa steril.
14. Oleskan antibiotik cream pada exit site.
15. Tutup luka exit site dengan 1 lembar kasa steril dan rekat dengan plester unruk menahan
kasa agar tidak lepas.
16. Lakukan imobilisasi kateter.
17. Bersihkan dan rapihkan alat-alat.
18. Lakukan cuci tangan 6 langkah dengan sabun di air mengalir.
19. Dokumentasikan kegiatan.

KOMPLIKASI PADA CAPD

INFEKSI NON-INFEKSI
1. Peritonitis 1. Terkait Kateter
2. Infeksi Exit Site 2. Meningkatnya Tekanan Intra Abdomen
3. Infeksi Tunnel 3. Terkait Proses Dialisis
4. Komplikasi Metabolik

2-1245 @36 83
KOMPLIKASI INFEKSI PADA CAPD
EXIT SITE DAN ATAU TUNNEL INFECTION
Exite Site Normal Infeksi Exite Site Infeksi Tunnel
 Cairan jernih di kateter  Tampak adanya cairan  Eritema
 Kulit tampak normal dan purulen di kateter  Edema atau nyeri tekan di
tanpa ada krusta disekitar  Dengan atau tanpa kulit sepanjang ‘tunnel’
kateter yang kemerahan pada  Seringkali tidak tampak →
kulit disekitar kateter USG

INFEKSI EXIT SITE AKUT DAN KRONIK


INFEKSI EXIT-SITE AKUT INFEKSI EXIT-SITE KRONIK
 Nyeri  Evolusi dari infeksi akut yang tidak sembuh
 Bengkak selama > 4 minggu
 Tampak merah dengan diameter eritema >13  Tidak ada nyeri, bengkak dan kulit kemerahan
mm  Jaringan granulasi disekitar’ exit-site’
 Jaringan granulasi yang berlebihan dan/atau sinus
 Mudah berdarah bila dipegang disekitar  Kadang-kadang ‘exit-site’ atau sinus tampak
‘exit-site’ dan/atau sinus yang terbentuk normal
 Drainase  Drainase
 Purulent dan/atau hemoragis  Purulen atau hemoragis, spontan atau
 Mengeluarkan eksudat yang menyebabkan setelah ditekan daerah sinus
‘balutan’ senantiasa basah  Balutan senantiasa basah dengan cairan
 Krusta atau keropeng disekitar exit-site/sinus eksudat
 krusta atau keropeng sekitar ‘exit-site’ atau
sinus
 Cuff eksternal bisa terinfeksi
PERITONITIS

Peritonitis adalah infeksi rongga peritoneum akibat masuknya mikro-organisme


melalui kateter, celah kateter ataupun invasi dari dinding usus.

MANIFESTASI KLINIS PERITONITIS DAPAT BERUPA


 Cairan ‘effluent’ yang keruh
 Nyeri perut
 Demam

TERAPI INFEKSI ‘EXIT-SITE’ DAN ‘TUNNEL’


Organisme yang sering menyebabkan infeksi ‘exit-site’ : Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa. Organisme ini sering akhirnya menyebabkan peritonitis sehingga

2-1245 @36 84
harus di terapi dengan agresif. Rekomendasi terapi dengan antibiotik oral, kecuali pada
methicillin-resistant S.aureus (MRSA)

ANTIBIOTIK ORAL YANG DIGUNAKAN PADA INFEKSI ’EXIT-SITE’ DAN ‘TUNNEL’

DIAGNOSIS
PERITONITIS
MINIMAL 2 DARI
KRITERIA DIBAWAH :
1. Cairan ‘effluent’ yang keruh
2. Hitung sel dialisat >100/µl
3. Sel PMN >50%
4. Kultur effluent dialisat positif

KOMPLIKASI NON-INFEKSI PADA CAPD


PROBLEM INFLOW/OUTFLOW
INFLOW INTERVENSI
 Fibrin/blood clot →  Heparin IP
 Urokinase
 Kink in tubing →  Check tubing
 Malposition →  Repair

OUTFLOW
 Fibrin/blood clot →  Flushing dENGAN heparin
 Omental wrapping →  X-ray/Surgery
→  Relief constipation

2-1245 @36 85
 Constipation →  X-ray/periostonoscopy
 Malposition/migration →  Adhesiolysis
 Adhesi

KOMPLIKASI PENINGKATAN TEKANAN INTRA-ABDOMINAL


1. Kebocoran Cairan
 Edema Genital
 Kebocoran di dinding abdomen & perikateter
 Hydrothorax
2. Hernia

KOMPLIKASI TERKAIT DIALISIS


 Rasa penuh  Nyeri abdomen  Nyeri bahu  overload cairan  Dehidrasi  Gangguan
Elektrolit  Darah dalam effluent 

Perut Terasa Penuh


Penilaian : Penanganan :
1. Evaluasi kapan pasien merasa 1. Naikkan volume cairan secara gradual
discomfort 2. Edukasi pasien untuk :
 Makan sering dengan posrsi
kecil
 Makan saat drain
 Gunakan baju yang longgar

Nyeri Abdomen
Penyebab : Penanganan :
1. Kecepatan aliran dialisat terlalu cepat 1. Lambatkan kecepatan aliran dialisat
2. Cairan dengan tonisitas tinggi 2. Hindari penggunaan cairan dialisat
3. Cairan dengan pH rendah dengan tonisitas tinggi
4. Cairan dingin 3. Perubahan posisi
5. Kostipasi
6. Infeksi- peritonitis

Nyeri Bahu
Penyebab : Penanganan :
1. Udara dalam rongga peritoneal 1. Keluarkan udara dari tubing sebelum
2. Tekanan cairan dialisat inflow
2. Tutunkan kecepatan inflow
3. Bila perlu berikan analgetik

2-1245 @36 86
Kelebihan Cairan
Penyebab : Penanganan :
1. Asupan cairan berlebih 1. Edukasi- hindari asupan garam dan
2. Asupan garam berlebih cairan berlebihan
3. Status membran transport berubah 2. Memakai dialisat 2,5% – dwell time
4. Fungsi kateter lebih pendek
Tanda dan Gejala : 3. Verifikasi posisi dan fungsi kateter
 Tekanan darah naik, edema, BB naik 4. Ulang PET
 Edema paru

Kegagalan Ultrafiltrasi
Kegagalan Ultrafiltrasi adalah ketidak mampuan untuk mencapai keseimbangan
cairan yang adekuat. Kegagalan ultrafiltrasi didefinisikan berdasarkan hasil utrafiltrasi yang
diperoleh setelah dwelling dialisis standar.

Diagnosis Kegagalan Ultrafiltrasi Bila Didapatkan :


1. Hasil UF < 100 ml setelah dwelling 4 jam dengan larutan glukosa 2,5% atau
2. < 400 ml dengan larutan glukosa 4,25%
3. Tidak ada malfungsi kateter, kebocoran cairan atau adhesi intraperitoneal.

Terdapat Tiga Tipe Kegagalan Ultrafiltrasi Yaitu :


1. Kegagalan membran tipe I terkait kecepatan transport solut yang tinggi
 Bertambahnya luas permukaan efektif / permiabilitas
 Peritonitis
2. Kegagalan membran tipe II terkait gagalnya transport solut
 Berkurangnya luas permukaan efektif / permiabilitas
 Perlengketan
3. Kegagalan membran tipe III terkait absorbsi limfatik yang berlebihan

Penilaian :
1. Pasien menunjukkan tanda-tanda edema
2. Pasien tidak mampu mempertahankan berat “kering”
3. Penggunaan dekstrosa hipertonik secara berlebihan.
Intervensi :
1. Lakukan anamnesis yang mendalam dan pemeriksaan fisik.
2. Evaluasi kembali tipe membran (PET)
3. Review dwell time untuk membran / terapi yang spesifik.
4. Review kepatuhan terhadap diet dan jadwal dialisis.
5. Istirahatkan membran sementara waktu.

2-1245 @36 87
Misdiagnosis Kegagalan Ultrafiltrasi Akibat masalah mekanis pada kateter
1. Kebocoran
2. Obstruksi
3. Terperangkap
4. Malposisi

Dehidrasi
Penyebab : Penanganan :
1. Perpindahan yang terlalu banyak 1. Hentikan penggunaann cairan dengan
cairan tubuh akibat dialisis tonisitas tinggi
2. Karena penyakit : - vomitus , diare 2. Gunakan 1.5% sampai BB meningkat 
3. Asupan cairan kurang BB stabil
4. “dry” weight tidak akurat 3. Diet tinggi garam dan cairan
Tanda Dan Gejala : (sementara)
 TD turun, kram, dizziness, BB turun, 4. Evaluasi BB kering
mulut kering 5. Evaluasi obat-obat anti hipertensi

Gangguan Elektrolit
Hiponatremia Hipernatremia
1. Standard cairan PD mengandung Na 1. Dapat terjadi akibat dari utrafiltrasi
132 mmol/L yang tinggi
2. Hiponatremia dapat terjadi jika : 2. Penggunaan cairan dialisat hipertonik
 Asupan air berlebih sehingga terjadi perpindahan air yang
 Hiperglikemia berlebihan dan retensi natrium
 Hipertrigliseridemia.

Hipokalemia Hiperkalemia
Penyebab : 1. Proses dialisis tidak adekuat
1. Asupan K  2. Asupan K berlebihan
2. Dialisat bebas K 3. Medikasi : ACE inhibitors
3. Kehilangan berlebihan 4. Penanganan : konseling diet, perbaiki
Penilaian : dialisis, evaluasi obat2an, pemberian
K binders
1. Kelemahan otot
2. Aritmia jantung
3. serum K+ rendah
Penanganan :
1. Monitor serum K reguler
2. Perbaiki asupan makanan
3. Suplementasi K

2-1245 @36 88
Darah Dalam Effluent
Hemoperitoneum
Penyebab : Penanganan :
1. Sering – 1. Bilas
 Trauma 2. Tambahkan heparin 1000u/2L (tidak
 Ginekologi : menstruasi, ovulasi akan melalui membran peritoneal)
2. Jarang 3. Periksa Hb dan hematokrit
 GIT : ruptur limpa, perforasi usus, 4. Bila terkait menstruasi, akan berhenti
pankreatitis 3-4 hari kemudian
 Anti koagulan

KOMPLIKASI METABOLIK PADA CAPD


1. Efek Dari Dialisat Glukosa
2. Kehilangan Protein
3. Gangguan Lipid

Efek Dari Dialisat Glukosa


1. Glukosa masih sebagai stadar agen osmotik pada cairan PD
2. Murah, stabil dan relatif tidak toksik thd peritoneum
3. Mudah diabsorbsi (60% - 80% terabsorbsi)
4. Sekitar 100 – 150 gr/hari (500 – 800 kcal/hr).
5. Diperhitungkan terhadap asupan energi total

Efek Samping :
1. Meningkatkan sekresi insulin
2. Meningkatka resistensi insulin
3. Hiperglikemia
4. Peningkatan BB  akumulasi lemak
5. Hiperglikemia dapat terjadi pada inisiasi PD
6. Kadang-kadang pasien memerlukan obat hipoglikemia atau insulin
7. rekomendasi : HbA1c < 7.5%.

Kehilangan Protein
Penyebab : Penanganan :

2-1245 @36 89
1. Hilang melalui dialisat : 5-15 g 1. Konsultasi dietisien
protein/hari 2. Beri asupan tinggi protein
2. Asupan yang buruk, kebiasaan diet 3. Beri suplemen protein Cegah
3. Peritonitis peritonitis
4. Penyakit komorbid 4. Nutrineal (Amino Acid )

Malnutrisi :
Penilaian : Intervensi :
 Riwayat diet dan nafsu makan  Monitor albumin serum albumin dan
 Albumin serum indikator malnutrisi lainnya
 Adanya edema  Suplemen nutrisi
 Kehilangan protein dalam efluen 24  Asam amino IP
jam

Kelainan Metabolisme Lipid


Penyebab : Penanganan :
1. Absorbsi glukosa jangka panjang 1. Kurangi penggunaan larutan dengan
2. Asuan lemak dan karbohidrat berlebih tonisitas yang tinggi
3. Kurang latihan/OR 2. Batasi konsumsi makanan yang
4. Terjadi pada 60-80% pasien PD mengandung lemak dan karbohidrat
5. Hipoalbuminemia terkait kehilangan tinggi
protein melalui effluen 3. Hindari Alcohol
4. Latihan / OR rutin
5. Medikasi : HMG-CoA reductase
inhibitors

ENCAPSULATING PERITONEAL SCLEROSIS (EPS)

2-1245 @36 90
Kondisi penyakit ini berhubungan dengan penebalan yang luas dan fibrosis
peritoneum yang mengakibatkan pembentukan kepompong berserat yang membungkus usus
yang menyebabkan obstruksi usus.

 Terjadi pada pasien PD lama


 Insidensi : 1.5-4.6 kasus/1000 pasien/tahun
 Diagnosis :
 UF gagal, nausea, vomitus, obstruksi usus, overhidrasi, hemoperitoneum
 Foto BNO, USG, CT abdomen
 Lab : CRP, TGF B
 Laparoskopi, biopsi

Identifikasi Faktor Risiko Pencegahan :


 Lamanya PD  Penggunaan heparin i.p bila
 Awalnya dg trasporter yang tinggi ditemukan fibrin
 Penggunaan dialisat hipertonis  Hindari hemoperitoneum persisten
 Peritonitis rekuren  Kurangi peritonitis
 Dialisat mengandung asetat  Hindari larutan glukosa hipertonik
 Milieu uremik  Penggunaan larutan dalisis yang
biocompatible
 Istirahatkan peritoneal paling sedikit 1
bulan bila curiga terdapat kegagalan
membran tipe II

Tindakan/Penanganan Yang Dilakukan Pada EPS


 Suplementasi nutrisi → parenteral  Anti-inflamasi atau immunosupressif :
dan TPN  Corticosteroids
 Pembedahan : obstruksi / nekrosis  Azathioprine
usus  Antifibrotik :
 Hentikan PD  Tamoxipen
 Sirolimus

PEMBERIAN OBAT INTRA PERITONEAL


Adalah injeksi intra peritoneal melalui cairan Dianeal atau cairan Peritoneal Dialsisi
(PD) merupakan pemberi obat dengan cara memasukkan obat ke dalam cairan PD dengan
menggunakan spuit, yang bertujuan supaya obat dapat di absorpsi dirongga peritoneum.

2-1245 @36 91
Obat IP Biasa Diberikan Pada Kasus :
1. Infeksi peritoneum ( Peritonitis)
2. Fibrin
3. Kloting akibat pendaran

PROSEDUR PEMBERIAN TERAPI INTRA PERITONEAL


1. Cek isntruksi pemberian terapi obat
2. Lakukan hand hygine 6 langkah dengan menggunakan sabun di air yang mengalir
3. Siapkan alat dan bahan untuk pemberian terapi pada meja / trolley yang sudah disiapkan
4. Gunakan sarung tangan
5. Bersihkan ujung ampul atau latek dengan alkohol untuk mengambil obat dan masukkan
obat dari ampul / vial ke spuit
6. Usap ujung port medicine dengan alkohol / Povidone iodine
7. Suntikkan obat melalui latek kemudian lakukan aspirasi untuk mengecek jarum sudah
masuk sempurna pada kantong cairan dan masukkan obat kedalam cairan PD kemudian
cabut spuit dan kocok kantong cairan PD tersebut untuk memastikan obat tercampur
merata.
8. Rapikan dan bereskan alat-alat
9. Lakukan hand hygine 6 langkah dengan sabun di air yang mengalir
10. Catat dan dokumentasikan tindakan pemberian terapi

PET PERITONEAL EQUILIBRIUM TEST


&
ADEKUASI CAPD
PET ( Peritoneal Equilibrium Test ) → Penilaian dari fungsi transpor membran
peritoneal pada pasien yang menjalani dialisis peritoneal.

Tipe Membran
 Low transporter UF lebih tinggi dibandingkan kliren zat toxin
 High transporter kliren zat toxin lebih tinggi dibandingkan ulterafiltrasi
 Low Average transporter ultrafiltrasi hampir sama dengan kliren zat toxin
 High average transporter kliren hampir sebanding dengan ultrafiltrasi

2-1245 @36 92
Aplikasi Klinik dari PET
 Klasifikasi transpor membran peritoneal
 Prediksi dosis dialisis
 Memilih regimen dialisis peritoneal
 Pantau fungsi membran peritoneum
 Diagnosis penyebab ultrafiltrasi yang tidak adekuat
 Diagnosis penyebab klirens zat terlarut yang tidak adekuat

Syarat Pasien Bisa Dilakukan PET


1. Bila Pasien telah menjalani PD selama 4 minggu
2. Pasien dengan kesehatan yang optimum Kateter
3. Peritoneal berfungsi dengan baik
4. Pasien tidak konstipasi
5. Tidak ada overload cairan pada pasien

Keuntungan dari PET


 Identifikasi karakteristik dari membran peritoneal
 Menilai ultrafiltrasi yang tidak adekuat
 Membedakan antara dialisis yang tidak adekuat dengan pasien yang tidak patuh
 Dinilai jika peritonitis berulang akan mempengaruhi permeabilitas membran

Bila target adekuasi tidak tercapai, bagaimana merubah preskripsi dialisis


 Tingkatkan volume pertukaran (paling efektif, terutama pada transporter yang L, LA dan
HA)
 Tingkatkan jumlah pertukaran (biasanya kurang efektif daripada meningkatkan volume)
 Tingkatkan volume ultrafiltrasi dengan menggunakan cairan hipertonik atau icodextrin
 Alih program ke APD (tu untuk High/rapid transporter)

Tanda Dan Gejala PD Tidak Adekuat


 Mual dan / atau muntah
 Kelelahan
 Gangguan tidur
 Pruritus
 Anemia
 Hiperkalemia
 Hyperphosphatemia
 Perikarditis
 Neuropati
 Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
 Asidosis metabolik berat
 Kelebihan cairan

2-1245 @36 93
Dose Of Dialysis : Recent Recommendation
1. Optimum Dialysis
 Weekly Kt/Vurea=2.0
 Weekly Creatinine Clearance=60 L/1.73 m2
2. Minimum Requirement
 Weekly Kt/Vurea= 1.7
 Weekly Creatinine Clearance=50 L/1.73 m2

2-1245 @36 94

Anda mungkin juga menyukai