Anda di halaman 1dari 26

Pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit

PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT


Distribusi Cairan Tubuh
Air merupakan komponen terbesar dari tubuh, sekitar 45- 75% total berat badan, ⅔ nya merupakan
cairan intrasel dan sisanya ekstrasel dengan ¼ nya tardapat pada intravaskuler dan ¾ sisanya
merupakan intertisial. Lemak tubuh bebas air, sehingga yang kurus memiliki jumlah air lebih banyak
dibanding yang gemuk.
Distribusi cairan tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri. 
·    dewasa 60%
·    anak-anak 60 – 77%
·    infant 77%
·    embrio 97%
·    manula 40 – 50 %
pada manula, prosentase total cairan tubuh berkurang dikarenakan sudah mengalami kehilangan
jaringan tubuh.
·    intracellular volume = total body water – extracellular volume
·    interstitial fluid volume = extracellular fluid volume – plasma volume
·    total bloods volume = plasma volume / (1 - hematocrite)
Proporsi cairan dan elektrolit tubuh 
BBL : 80 % bb
Anak : 70 % bb
Dewasa : 60 % bb
Usila : 40 –45 % bb 
Regulasi Cairan Tubuh
Tubuh memiliki mekanisme pengaturan untuk mempertahankan komposisi cairan agar dalam kondisi
yang setimbang atau tetap. Banyak organ yang terlibat dalam proses mekanisme ini.
Normal kebutuhan cairan adalah 35 cc/KgBB/hr. Namun bila dirata-ratakan, kebutuhan intake
(masukan) air pada orang dewasa adalah dari ingesti liquid 1500 cc, daro makanan 700 cc, air dari
oksidasi 200 cc sehingga totalnya 2400 cc/hari. Sedangkan untuk pengaturan keseimbangan cairan
tubuh terdapat mekanisme pembuangan cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ. Organ
tersebut adalah melalui kulit 300-400 cc berupa keringat dan penguapan namun tergantung pada
aktivitas dan suhu. Dari paru-paru300-400 cc berupa uap air dari ekspirasi. Dari GIT sekitar 200 cc/
hari dan akan meningkat pada kasus diare. Pengeluaran air yang terbanyak terjadi di ginjal, sekitar
1200-1500 cc/hr. Ketika defisit volume cairan ekstraseluler, maka akan terjadi beberapa mekanisme
·    diproduksi ADH (anti diuretic hormone) yang berfungsi untuk mereabsorpsi air
·    aldosteron diproduksi oleh corteks adrenal, berfungsi untuk mereabsorpsi Na yang . berefek pada
peningkatan air di ekstraseluler
·    renin yang dilepaskan sel jukstaglomerural ginjal, berfungsi untuk vasokontriksi . . dan sekresi
aldosteron.
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN , ELEKTROLIT, DAN ASAM BASA
1.     Gangguan Keseimbangan Cairan
a.       Dehidrasi
b.      Syok hipovolemik
2.    Gangguan Keseimbangan Elektrolit 
a.   Hiponatremia
 Definisi : kadar Na+ serum di bawah normal (< 135 mEq/L)
      Causa : CHF, gangguan ginjal dan sindroma nefrotik, hipotiroid, penyakit Addison
Tanda dan Gejala :
1)      Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam beberapa jam, pasien mungkin mual, muntah, sakit
kepala dan keram otot.
2)      Jika Na plasma turun 10 mEq/L dalam satu jam, bisa terjadi sakit kepala hebat, letargi, kejang,
disorientasi dan koma.
3)      Mungkin pasien memiliki tanda-tanda penyakit dasar (seperti gagal jantung, penyakit Addison).
4)      Jika hiponatremia terjadi sekunder akibat kehilangan cairan, mungkin ada tanda-tanda syok
seperti hipotensi dan takikardi
b.  Hipernatremia
Definisi : Na+ serum di atas normal (>145 mEq/L)
Causa : Kehilangan Na+ melalui ginjal misalnya pada terapi diuretik, diuresis osmotik, diabetes
insipidus, sekrosis tubulus akut, uropati pasca obstruksi, nefropati hiperkalsemik; atau karena
hiperalimentasi dan pemberian cairan hipertonik lain.
Tanda dan Gejala : iritabilitas otot, bingung, ataksia, tremor, kejang dan koma yang sekunder
terhadap hipernatremia. 
c.  Hipokalemia
Definisi : kadar K+ serum di bawah normal (< 3,5 mEq/L)
Etiologi :
1)      Kehilangan K+ melalui saluran cerna (misalnya pada muntah-muntah, sedot nasogastrik, diare,
sindrom malabsorpsi, penyalahgunaan pencahar)
2)       Diuretik
3)      Asupan K+ yang tidak cukup dari diet
4)      Ekskresi berlebihan melalui ginjal
5)      Maldistribusi K+
6)      Hiperaldosteron
Tanda dan Gejala : Lemah (terutama otot-otot proksimal), mungkin arefleksia, hipotensi ortostatik,
penurunan motilitas saluran cerna yang menyebabkan ileus. Hiperpolarisasi myokard terjadi pada
hipokalemia dan dapat menyebabkan denyut ektopik ventrikel, reentry phenomena, dan kelainan
konduksi. EKG sering memperlihatkan gelombang T datar, gelombang U, dan depresi segmen ST. 
d.  Hiperkalemia
Definisi : kadar K+ serum di atas normal (> 5,5 mEq/L)
Etiologi :
1)      Ekskresi renal tidak adekuat; misalnya pada gagal ginjal akut atau kronik, diuretik hemat kalium,
penghambat ACE.
2)      Beban kalium dari nekrosis sel yang masif yang disebabkan trauma (crush injuries),
pembedahan mayor, luka bakar, emboli arteri akut, hemolisis, perdarahan saluran cerna atau
rhabdomyolisis. Sumber eksogen meliputi suplementasi kalium dan pengganti garam, transfusi darah
dan penisilin dosis tinggi juga harus dipikirkan.
3)      Perpindahan dari intra ke ekstraseluler; misalnya pada asidosis, digitalisasi, defisiensi insulin
atau peningkatan cepat dari osmolalitas darah.
4)      Insufisiensi adrenal
5)      Pseudohiperkalemia. Sekunder terhadap hemolisis sampel darah atau pemasangan torniket
terlalu lama
6)      Hipoaldosteron
Tanda dan Gejala : Efek terpenting adalah perubahan eksitabilitas jantung. EKG memperlihatkan
perubahan-perubahan sekuensial seiring dengan peninggian kalium serum. Pada permulaan, terlihat
gelombang T runcing (K+ > 6,5 mEq/L). Ini disusul dengan interval PR memanjang, amplitudo
gelombang P mengecil, kompleks QRS melebar (K+ = 7 sampai 8 mEq/L). Akhirnya interval QT
memanjang dan menjurus ke pola sine-wave. Fibrilasi ventrikel dan asistole cenderung terjadi pada
K+ > 10 mEq/L. Temuan-temuan lain meliputi parestesi, kelemahan, arefleksia dan paralisis
ascenden.
KESEIMBANGAN ASAM DAN BASA

Dalam keadaan normal derajat keasaman (pH) tubuh kita adalah 7,4 (range 7,35 – 7,45).
Bila kurang disebut asidesis
Bila lebih disebut alkalosis
Keseimbangan asam basa dalam tubuh ini menyangkut gas CO2 , asam asam non-karbonat dan
basa. Adapun pengaturan keseimbangan derajat keasaman tubuh dilakukan melalui tiga mekanisme
yaitu :
1.    System Buffer
2.    Pembuangan gas CO2 melalui paru / pernafasan
3.    Pembuangan ion H+ lewat ginjal
SYSTEM BUFFER
Buffer atau larutan penyangga adalah larutan senyawa kimia yang mampu bertahan pada kadar ion
H+ (atau pH) yang tetap, sekalipun ditambah dengan asam atau basa yang kuat.
Buffer yang terutama dalam tubuh kita :
1.    Buffer Bikarbonat
2.    Buffer Protein
3.    Buffer Phosphat 
BUFFER BIKARBONAT
Merupakan penyangga paling utama pada cairan extra sellulair dan terdiri dari asam karbonat
(H2CO3) dan larutan Bikarbonat (HCO3-). Penyangga paling penting karena dapat diatur oleh ginjal
dan paru. N : 1 – 20 ( pada pH tubuh : 7,4 ) 
BUFFER PROTEIN
Merupakan penyangga untuk cairan intra sellulair dan paling banyak dalam tubuh.
Buffer ini juga berpengaruh pada cairan ekstra sellulair karena ion H+,CO2,dan HCO3- dapat
bediffasi kedalam sel. Hemoglobin merupakan buffer protein yang effektif untuk mengikat CO2. 

SYSTEM GINJAL
Buffer ini kerjanya lambat dan kurang effektif. Buffer ini kerjanya membuang ion H+ dan menyimpan
bikarbonat  (mereabsobsi HCO3-) urine,sebaliknya bila darah terlalu alkalis.
            Dalam keadaan normal :
                                                             pH darah : 7,35 – 7,45
                                                            p CO2        : 40 mm Hg
                                                            HCO3-       : 24 mmol/ltr 

ASIDOSIS
Hal ini dapat terjadi karena ganggan pada pernafasan (Respiratory asidosis) atau gangguan
metabolisme (metabolic asidosis) :
a.       Respiratory acidosis: biasanya kegagalan pada pembuangan CO2 dari tubuh
b.      Metabolic acidosis: disebabkan karena penumpukan asam .

ALKALOSIS
Hal ini dapat terjadi karena gangguan pada pernafasan (respiratory alkolosis) atau gangguan pada
metabolisme (metabolic alkalosis)
a.       Respiratory alkolosis : disebabkan karena pengeluaran paru-paru yang begitu cepat.
b.      Metabolic alkalosis : disebabkan karena hilangnya ion H+ dari cairan tubuh atau terjadi
penambahan basa pada cairan tubuh. 

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit diantaranya adalah :
1.  Usia
Variasi usia berkaitan dengan luas permukaan tubuh, metabolisme yang diperlukan dan berat badan.
selain itu sesuai aturan, air tubuh menurun dengan peningkatan usia. Berikut akan disajikan dalam
tabel perubahan pada air tubuh total sesuai usia.

2.  Jenis kelamin


Wanita mempunyai air tubuh yang kurang secara proporsional, karena lebih banyak mengandung
lemak tubuh
3.  Sel-sel lemak
Mengandung sedikit air, sehingga air tubuh menurun dengan peningkatan lemak tubuh
4.  Stres
Stres dapat menimbulkan peningkatan metabolisme sel, konsentrasi darah dan glikolisis otot,
mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air. Proses ini dapat meningkatkan produksi
ADH dan menurunkan produksi urine
5.  Sakit
Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal dan jantung, gangguan hormon akan
mengganggu keseimbangan cairan
6.  Temperatur lingkungan
Panas yang berlebihan menyebabkan berkeringat. Seseorang dapat kehilangan NaCl melalui keringat
sebanyak 15-30 g/hari
7.  Diet
Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energi, proses ini akan
menimbulkan pergerakan cairan dari interstisial ke intraselular.
ASKEP pada Masalah Kebutuhan Cairan dan Elektrolit 
A. Pengkajian Keperawatan
§ Riwayat Keperawatan. Pengakajian keperawatan pada masalah kebutuhan cairan dan elektrolit
meliputi jumlah asupan cairan yang dapat diukur melalui jumlah pemasukan secara oral, parenteral
atau enteral. Jumlah pengeluaran dapat diukur melalui jumlah produksi urine, feses, muntah atau
pengeluaran lainnya, status kehilangan/kelebihan cairan dan perubahan berat badan yang dapat
menentukan tingkat dehidrasi.
§ Faktor yang Berhubungan. Meliputi factor-faktor yang memepengaruhi masalah kenutuhan cairan
seperti sakit, diet, lingkungan, usia perkembangan dan penggunaan obat.
§ Pengkajian Fisik. Meliputi system yang berhubungan dengan masalah cairan dan elektrolit seperti
system integument (status turgor kulit dan edema), system kardiovaskular (adanya distensi vena
jugularis, tekanan darah dan bunyi jantung), system penglihatan (kondisi dan cairan mata), system
neurologi (gangguan sensorik/motorik, status kesadaran dan adanya refleksi) dan system
gastrointestinal (keadaan mukosa mulut, lidah dan bising usus).
§ Pemeriksaan laboratorium atau diagnostik lainnya. Dapat berupa pemeriksaan kadar elektrolit
(natrium, kalium, klorida, berat jenis urine, analisis gas darah dan lain-lain).
B. Diagnosis Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan:
Pengeluraran urine secara berlebihan akibat penyakit diabetes mellitus atau lainnya; peingkatan
permeabilitas kapiler dan hilangnya evaporasi pada pasien luka bakar atau meningkatnya kecepatan
metabolism; pengeluaran cairan secara berlebihan; asupan cairan yang tidak adekuat serta
pendarahan.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan:
Penurunan mekanisme regulator akibat kelaiann pada ginjal; penurunan curah jantung akibat
penyakit jantung; gangguan aliran balik vena akibat penyakit vascular perifer atau thrombus; retensi
natrium dan air akibat terapi kostikosteroid serta tekanan osmotic koloid yang rendah.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan: mempertahankan volume cairan dalam keadaan seimbang.
Rencana tindakan:
1. Monitor jumlah asupan dan pengeluaran cairan serta perubahan status keseimbangan cairan.
2. Pertahankan keseimbangan cairan. Bila kekurangan volume cairan lakukan:
ü Rehidrasi oral atau parenteral sesuia dengan kebutuhan
ü Monitor kadar elektrolit darah seperti urea nitrogen darah, urine, serum, osmolaritas, kreatinin,
hematokrit dan Hb.
ü Hilangkan factor penyebab kekurangan volume cairan, seperti muntah, dengan cara memberikan
minum secara sedikit-sedikit tapi sering atau dengan memberikan teh.
Bila kelebihan volume cairan, lakukan:
ü Pengurangan asupan garam
ü Hilangkan factor penyebab kelebihan volume cairan dengan cara melihat kondidi penyakit pasien
terlebih dahul. Apabila akibat bendungan aliran pembuluh darah, maka anjurkan pasien untuk
istirahat dengan posisi telentang, posisi kaki ditinggikan, atau tinggikan ekstremitas yang mengalami
edema diatas posisi jantung, kecuali ada kontra indikasi.
ü Kurangi konstriksi pembuluh darah seperti pada penggunaan kaos kaki yang ketat.
3. Lakukan mobilisasi melalui pengaturan posisi
4. Anjurkan cara mempertahankan keseimbangan cairan.
D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1. Pemberian cairan melalui infuse. Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan melalui intravena dengan abntuan infuse set, bertujuan memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.
Alat dan bahan: standar infuse, infuse set, cairan sesuai dengan kebutuhan pasien, jarum
infuse/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung, kapas
alcohol 70%, plester, gunting, kasa steril, betadineTM dan sarung tangan.
Prosedur kerja:
Cuci tangan; jelaskan prosedur yang akan dilakukan; hubungkan cairan dan infuse set dengan
menusukkan ke dalam botol infuse (cairan); isi cairan ke dalam infuse set dengan menekan bagian
ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan
udaranya keluar; letakkan pengalas; lakukan pembendungan dengan tourniquet; gunakan sarung
tangan; desinfeksi daerah yang akan ditusuk; lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas; cek
apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui jarum infuse/abocath); tarik jarum
infuse dan hubungkan dengan selang infuse; buka tetesan; lakukan desinfeksi dengan betadineTM
dan tutup dengan kasa steril; beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada plester; lalu cuci tangan.

Cara Menghitung Tetesan Infuse


§ Dewasa:
Tetesan/Menit =    Jumlah cairan yang masuk
         Lamanya infuse (jam) x 3  
Contoh: seorang pasien dewasa memerlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol) infuse dalam waktu
satu jam, maka tetesan permenit adalah:
Jumlah Tetesan/Menit =     1000  = 20 tetes/menit
                      1x3
§ Anak:
Tetesan/Menit =    Jumlah cairan yang masuk 
            Lamanya infuse (jam)
Contoh: seorang pasien neonatus memerlukan rehidrasi dengan 250 ml infuse dalam waktu 2 jam,
maka tetesan permenit adalah:
Jumlah Tetesan/Menit =      250  = 125 tetes mikro/menit
                       2
2. Tranfusi Darah. Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang membutuhkan
darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan alat tranfusi set.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan darah dan memperbaiki perfusi jaringan.
Alat dan bahan: standar infuse, tranfusi set, NaCl 0,9 %, darah sesuai dengan kebutuhan pasien,
jarum infuse/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung,
kapas alcohol 70%, plester, gunting, kasa steril, betadineTM dan sarung tangan.
prosedur perawatan dan pemasangan infus 

Intruksi Prosedur Pemasangan infus           :

1.    pemasangan infuse dari Dokter tercatat lengkap dan


Jelas pada rekam medik atau secara lisan pada keadaan darurat bila ada kurang dimenggerti segera
tanyakan pada Dokter yangmemberi intruksi.
2.   Persiapan  :
1.    Meja/trolly serupa meja suntik tersedia diatasnya: IV catheter yang akan digunakan.IV catheter
cadangan atau wing needle.Transfusion set/infusion set terbungkus steril, kapas alkohol
70%,Bethadine, kasa steril, plester/hypafik, spalk, larutan infuse yang akan diberikan.
2.    Standar infuse.
3.    Pencahayaan yang baik.
4.    Tutup ruang pasien agar pelaksana dapat lebih konsentrasi
1.    Beritahukan kepada pasien tentang pemasangan infuse dan tenangkan pasien.
2.    Persiapkan cairan yang akan diberikan dengan menusukan bagian tajam infusion set kedalam
botol larutan infuse. Buka saluran hingga cairan infuse memenuhi seluruh selang tanpa menyisakan
udara dalam selang infuse.
3.   Lakukan pemasangan infuse.
1.    Tentukan lokasi pemasangan ,sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan, punggung
tangan kanan/kiri,kaki kanan/kiri,1 hari/2 hari. Contoh pasien struma IV line dikaki kiri/kanan, Tomor
mamae  IV Line ditangan sisi berlawanan pasien shock  :2 line  atau vena sectie, pasien stroke pada
sisi yang tidak lumpuh
1.    Ligasi bagian proximal dari lokasi vena yang akan ditusuk            menggunakan ligator khusus.
2.    Lakukan tindakanaseptik dan antiseptik.
3.    Lencangkan kulit dengan  memegang tangan/kaki dengan tangan kiri,siapkan IV catheter
ditangan kanan.
4.    Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembulu vena dengan lubang jarum menghadap keatas,
sudut tusukan 30-40 derajat arah jarum sejajar arah vena, lalu dorong.
5.    Bila jarum masuk kedalam pembuluh vena,darah akan tampak masuk kedalam bagian reservoor
jarum . hentikan dorongan.
6.    Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian jarum sedikit .Lanjutkan
mendorong kanul kedalam vena secara perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk.
7.    Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar dari kanul . tahan bagian kanul
dengan ibu jari kiri.
8.    Hubungkan kanul dengan infusan / tranfusion set .buka saluran                                  infuse
perhatikan apakah tetesan lancar.perhatikan apakah lokasi penusukan membengkak,menandakan
elestravasasi cairan sehingga penusukan harus diulang dari awal.
9.    Bila tetesan lancar,tak ada ekstravasasi lakukan fiksasi dengan   plester /hypafix dan pada
bayi/balita diperkuat dengan spalk ,
10.    kompres dengan kasa betadhin pada lokasi penusukan.
11.    Atur tetesan infuse sesuai intruksi.
12.    Laksanakan proses administrasi ,lengkapi berita acara pemberian infuse ,catat jumlah cairan
masuk dan keluar,catat balance cairan selama 24 jam setiap harinya,catat dalam perincian harian
ruangan.
4.Bila sudah tidak diperlukan lagi,pemasangan infuse di stop, IV Catheter dapat dilepas dengan cara:
1.    Tutup saluran infuse.
2.    Lepaskan plester dengan bantuan bensin.
3.    Tindihkan kapas alkohol pada lokasi tusukan, cabut kanul IV catheter .
4.    Kapas difiksasi dengan plester.
5.    Seluruh alat infuse dibuang pada tempat sampah medis.
prosedur transfusi darah 
Transfusi Darah
Transfusi Darah - Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang di lakukan pada klien yang
membutuhkan darah dan/atau produk darah dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan
menggunakan set transfusi.
Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi volume sirkulasi darah, memperbaiki kadar
hemoglobin dan protein serum. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang kehilangan, seperti
pada operasi besar, perdarahan post partum, kecelakaan, luka bakar hebat, dan penyakit kekurangan
kadar Hb atau kelainan darah
Tindakan transfusi darah juga bisa dilakukan pada pasien yang mengalami defisit cairan atau curah
jantung menurun.
Dalam pemberian darah harus di perhatikan kondisi pasien, kemudian kecocokan darah melalui nama
pasien, label darah, golongan darah, dan periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak),
homogenitas (bercampur rata atau tidak).
Tujuan Transfusi Darah
1.    Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau heragi).
2.    Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar hemoglobin pada klien
anemia.
3.    Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya: faktor pembekuan untuk
membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).
Alat dan Bahan Transfusi Darah
1.    Standar Infus
2.    Set Transfusi (Tranfusi Set)
3.    Botol berisi NaCl 0,9%
4.    Produk darah yang benar sesuai program medis
5.    Pengalas
6.    Torniket
7.    Kapas alkohol
8.    Plester
9.    Gunting
10.    Kassa steril
11.    Betadine
12.    Sarung tangan
Prosedur Kerja Transfusi Darah
1.    Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2.    Cuci tangan
3.    Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi darah
4.    Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang 'Y' atau tunggal).
5.    Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% (baca: Prosedur pemasangan infus) terlebih dahulu
sebelum pemberian transfusi darah
6.    Lakukan terlebih dahulu transfusi darah dengan memeriksa identifikasi kebenaran produk darah :
periksa kompatibilitas dalam kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa
kadaluwarsanya, dan periksa adanya bekuan
7.    Buka set pemberian darah 
1.    Untuk slang 'Y', atur ketiga klem
2.    Untuk slang tunggal, klem pengatur pada posisi off
8.    Cara transfusi darah dengan slang 'Y' : 
1.    Tusuk kantong NaCl 0,9%
2.    Isi slang dengan NaCl 0,9%
3.    Buka klem pengatur pada slang 'Y', dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
4.    Tutup/klem pada slang yang tidak di gunakan
5.    Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (biarkan ruang filter terisi sebagian)
6.    Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0,9%
7.    Kantong darah perlahan di balik-balik 1 - 2 kali agar sel-selnya tercampur. Kemudian tusuk
kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka klem pada slang dan filter terisi darah
9.    Cara transfusi darah dengan slang tunggal : 
1.    Tusuk kantong darah
2.    Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga filter terisi sebagian
3.    Buka klem pengatur, biarkan slang infus terisi darah
10.    Hubungkan slang transfusi ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah
11.    Setelah darah masuk, pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan tiap 15
menit selama 1 jam berikutnya
12.    Setelah darah di infuskan, bersihkan slang dengan NaCl 0,9%
13.    Catat type, jumlah dan komponen darah yang di berikan
14.    Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

menghitung balance cairan 


Cara menghitung balance cairan 
·    RUMUS BALANCE
CM - CK - IWL
·    RUMUS IWL
(15 X BB X JAM KERJA) / 24 JAM
·    RUMUS IWL KENAIKAN SUHU
[(10% X CM) X jumlah kenaikan suhu] / 24 JAM + IWL Normal
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan
perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling
berhubungan, ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan.
2.2 Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
 Ginjal. Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur kebutuhan cairan dan elektrolit.
Terlihat pada fungsi ginjal, yaitu sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur
keseimbangan asam-basa darah dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus
dalam menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui
glomerulus, 10% nya disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui
tubuli renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal
dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
 Kulit. Merupakan  bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan proses pengaturan panas. Proses
ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan mengendalikan
arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan vasokontriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara
penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh
darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya dapat dilakukan melalui cara pemancaran panas ke udara
sekitar, konduksi (pengalihan panas ke benda yang disentuh), dan konveksi (pengaliran udara panas ke
permukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar
keringat suhu dapat diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih setengah liter sehari.
Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu lingkungan dan
kondisi suhu tubuh yang panas.
 Paru. Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan insensible water loss kurang lebih
400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan upaya kemampuan
bernapas.
 Gastrointestinal. Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui
proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan hilang dalam system ini sekitar 100-200
ml/hari. Pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui system endokrin, seperti: system hormonal
contohnya:
 ADH. Memiliki peran meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam
tubuh. Hormone ini dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis posterior, yang mensekresi ADH dengan
meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
 Aldosteron. Berfungsi sebagai absorpsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses
pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium dan system angiotensin
rennin.
 Prostaglandin. Merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfunsi merespons radang,
mengendalikan tekanan darah dan konsentrasi uterus, serta mengatur pergerakan gastrointestul. Pada ginjal,
asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
 Glukokortikoid. Berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume
darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
 Mekanisme rasa haus. Diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara merangsang pelepasan
rennin yang dapat menimbulkan produksi angiostensin II sehingga merangsang hipotalamus untuk rasa haus.
2.3 Cara Perpindahan Cairan Tubuh
 Difusi. Merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat secara bebas dan acak.
Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membrane. Dalam tubuh, proses difusi air,
elektrolit dan zat-zat lain terjadi melalui membrane kapiler yang permeable.kecepatan proses difusi bervariasi,
bergantung pada factor ukuran molekul, konsentrasi cairan dan temperature cairan. Zat dengan molekul yang
besar akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul kecil akan lebih mudah berpindah dari larutan
dengan konsentrasi tinggi ke larutan dengan konsentrasi rendah. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan
mempercepat pergerakan molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
 Osmosis. Proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membrane semipermeabel biasanya terjadi dari
larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat. Solute adalah zat
pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupakan solven, sedang garam adalah solute. Proses osmosis
penting dalam mengatur keseimbangan cairan ekstra dan intra.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan nol. Natrium dalam
NaCl berperan penting mengatur keseimbangan cairan dalam tubuh. Apabila terdapat tiga jenis larutan garam
dengan kepekatan berbeda dan didalamnya dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai
kepekatan yang sama akan seimbang dan berdifusi. Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonic karena
larutan NaCl mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam system vascular. Larutan isotonic
merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. Larutan hipotonik
mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding larutan intrasel. Pada proses osmosis dapat terjadi perpindahan
dari larutan dengan kepekatan rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui membrane
semipermeabel, sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedang larutan yang
berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
 Transport aktif. Merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini terutama penting untuk
mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel. Proses pengaturan cairan dapat dipengaruhi oleh
dua factor, yaitu:
 Tekanan cairan. Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Proses osmotic juga
menggunakan tekanan osmotic, yang merupakan kemampuan pastikel pelarut untuk menarik larutan melalui
membrane.
Bila dua larutan dengan perbedaan konsentrasi dan larutan yang mempunyai konsentrasi lebih pekat
molekulnya tidak dapat bergabung (larutan disebut koloid). Sedangkan larutan yang mempunyai kepekatan
sama dan dapat bergabung (disebut kristaloid). Contoh larutan kristaloid adalah larutan garam, tetapi dapat
menjadi koloid apabila protein bercampur dengan plasma. Secara normal, perpindahan cairan menembus
membrane sel permeable tidak terjadi. Prinsip tekanan osmotic ini sangat penting dalam proses pemberian
cairan intravena. Biasanya, larutan yang sering digunakan dalam pemberian infuse intravena bersifat isotonic
karena mempunyai konsentrasi sama dengan plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan
cairan dan elektrolit ke dalam intrasel. Larutan intravena bersifat hipotonik, yaitu larutan yang konsentrasinya
kurang pekat dibanding konsentrasi plasma darah. Tekanan osmotic plasma akan lebih besar dibanding
tekanan tekanan osmotic cairan interstisial karena konsentrasi protein dalam plasma dan molekul protein lebih
besar dibanding cairan interstisial, sehingga membentuk larutan koloid dan sulit menembud membrane
semipermeabel. Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan yang bergerak dalam ruang
tertutup. Hal ini penting guna mengatur keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.
 Membran semipermeable. Merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak tergabung.
Membran semipermeable terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat di seluruh tubuh
sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.
2.4 Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi
besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sisanya merupakan bagian padat dari
tubuh. Secara keseluruhan, kategori persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah: bayi baru lahir 75%
dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan dan
dewasa tua 45% dari total berat badan. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada factor usia, lemak
dalam tubuh dan jenis kelamin. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibanding pria
karena pada wanita dewasa jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak dibanding pada pria. Kebutuhan air
berdasarkan umur dan berat badan:
Umur  Jumlah air dalam 24 jam Fungsi
ml/kg berat badan
3 hari 250-300 80-100
1 tahun   1150-1300 120-135
2 tahun 1350-1500 115-125
4 tahun 1600-1800 100-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30

2.5 Pengaturan Volume Cairan Tubuh


Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah
cairan yang keluar.
 Asupan cairan. Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah ± 2500 cc/hari.
Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari makanan lain. Pengaturan mekanisme
keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur
keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan volume cairan tubuh dimana
asupan cairan kurang atau adanya pendarahan, maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan darah.
 Pengeluaran cairan. Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan cairan pada
orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ± 2300 cc. jumlah air yang paling banyak keluar dari eksresi ginjal
(berupa urine), sebanyak ± 1500 cc/hari pada orang dewasa. Hali ini dihubungkan dengan banyaknya asupan
melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal mudah diukur dan sering dilakukan
dalam praktis klinis. Pengeluaran cairan dapat pula dilakukan melalui kulit (berupa keringat) dan saluran
pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula dikategorikan sebagai pengeluaran cairan yang
tidak dapat diukur karena, khususnya pada pasien luka bakar atau luka besar lainnya, jumlah pengeluaran
cairan (melalui penguapan) meningkat sehigga sulit untuk diukur. Pada kasus ini, bila volume urine yang
dikeluarkan kurang dari 500 cc/hari, diperlukan adanya perhatian khusus.
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan pengeluaran cairan
secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan, demam, keringat dan diare dapat
menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan kehilangan cairan
secara berlebihan adalah muntah secara terus menerus. Hasil-hasil pengeluaran cairan:
 Urine. Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung kemih). Proses
ini merupakan proses pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan
dalam tubulus ginjal untuk kemudoan diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekresi berupa urine. Jika
terjadi penurunan volume dalam sirkulasi darah, receptor atrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan
impuls ke otak, kemudian otak akan mengirimkan kembali ke ginjal dan memproduksi ADH sehingga
mempengaruhi pengeluaran urine.
 Keringat. Terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas. Keringat banyak
mengandung garam, urea, asam laktat dan ion kalium. Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan
mempengaruhi kadar natrium dalam plasma.
 Feses. Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air melalui feses
merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya
berlebihan, maka dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan melalui
feses adalah 100 ml/hari.
2.6 Jenis Cairan
 Cairan nutrien. Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan sebanyak 450 kalori setiap harinya. Cairan
nutrien (zat gizi) melalui intravena dapat memenuhi kalori ini dalam bentuk karbohidrat, nitrogen dan vitamin
yang penting untuk metabolisme. Kalori dalam cairan nutrient dapat berkidar antara 200-1500/liter. Cairan
nutrient terdiri atas:
 Karbohidrat dan air, contoh: dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert sugar ( ½ dextrose dan ½
levulose).
 Asam amino, contoh: amigen, aminosol dan travamin.
 Lemak, contoh: lipomul dan liposyn.
Blood Volume Expanders
Merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi menigkatkan volume pembuluh darah setelah kehilangan
darah atau plasma. Apabila keadaan darah sudah tidak sesuai, misalnya pasien dalam kondisi pendarahan
berat, maka pemberian plasma akan mempertahankan jumlah volume darah. Pada pasien dengan luka bakar
berat, sejumlah besar cairan hilang dari pembuluh darah di daerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk
menggantikan cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: human serum albumin dan dextran dengan
konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotic, sehingga secara langsung dapat
meningkatkan jumlah volume darah.

2.7 Kebutuhan dan Pengaturan Elektrolit


1. Kebutuhan elektrolit
Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrient dan sisa
metabolism, seperti karbondioksida yang semuanya disebut dengan ion. Beberapa jenis garam dalam air akan
dipecah dalam bentuk ion elektrolit. Contohnya, NaCl akan dipecah menjadi ion Na+ dan Cl-. Pacahan elektrolit
tersebut merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negative disebut anion
dan ion bermuatan positif disebut kation. Contoh kation ayitu natrium, kalium, kalsium dan magnesium.
Sedangkan anion contohnya klorida, bikarbonat dan fosfat. Komposisi elektrolit dalam plasma adalah:
Natrium: 135-145 mEq/lt, Kalium: 3,5-5,3 mEq/lt, Kalsium: 4-5 mEq/lt, Magnesium: 1,5-2,5 mEq/lt, Klorida:
100-106 mEq/lt, Bikarbonat: 22-26 mEq/ltd an Fosfat: 2,5-4,5 mEq/lt.
Pengukuran elektrolit dalam satuan miliequivalen per liter cairan tubuh atau milligram per 100 ml (mg/100
ml). Equivalen tersebut merupakan kombinasi kekuatan zat kimia atau kation dan anion dalam molekul.
2. Pengaturan Elektrolit
 Pengaturan Keseimbangan Natrium. Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi mengatur
osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium paling banyak terdapat pada cairan ekstrasel. Pengaturan
konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal
dan berfungsi mempertahankan keseimbangankonsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh
ADH. ADH mengatur sejumlah air yang diserap kembali ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga
mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah. Natrium tidak hanya bergerak ke
dalam atau ke luar tubuh, tetapi juga mengatur keeseimbangan cairan tubuh. Eksresi dari natrium dapat
dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil melalui feses, keringat dan air mata.
 Pengaturan Keseimbangan Kalium. Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan
berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme
perubahan ion natrium dalam tubulsu ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur
keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel).
System pengaturan keseimbangan kalium melalui 3 langkah yaitu: Peningkatan konsentrasi kalium dalam
cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan produksi aldosteron, peningkatan jumlah aldosteron akan
mempengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkan melalui ginjal dan peningkatan pengeluaran kalium;
konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel menurun.
 Pengaturan Keseimbangan Kalsium. Kalsium dalam tubuh berfungsi membentuk tulang, menghantarkan
impuls kontraksi otot, koagulasi (pembekuan) darah dan membantu beberapa enzim pancreas. Kalsium
diekskresi melalui urine dan keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur oleh hormone paratiroid dalam
reabsorpsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan
hormone paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.
 Pengaturan Keseimbangan Klorida. Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi tidak
dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium, yaitu
mempertahankan keseimbangan tekanan osmotic dalam darah. Hipokloremia merupakan siatu keadaan
kekurangan kadar klorida dalam darah, sedangkan hiperkloremia merupakan kelebihan klor dalam darah.
Normalnya, kadar klorida dalam darah pada orang dewasa adalah 95-108 mEq/lt.
 Pengaturan Keseimbangan Magnesium. Magnesium merupakan kation dalam tubuh, merupakan yang
terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium
diabsorpsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium.
Hipmagnesium terjadi bila konsentrasi serum turun menjadi < 1,5 mEq/ltd dan hipermagnesium terjadi bila
kadar magnesium serta seum meningkat menjadi > 2,5 mEq/lt.
 Pengaturan Keseimbangan Bikarbonat. Bikarbonat merupakan elektrolit utama larutan buffer (penyangga)
dalam tubuh.
 Pengaturan Keseimbangan Fosfat. Fosfat (PO4) bersama-sama dengan kalsium berfungsi membentuk gigi
dan tulang. Posfat diserap dari saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine.
2.8 Jenis Cairan Elektrolit
Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan tetap dengan bermacam-
macam elektrolit. Cairan saline terdiri atas cairan isotonic, hipotonik dan hipertonik. Konsentrasi isotonic
disebut juga normal saline yang banyak dipergunakan. Contoh cairan elektrolit:
 Cairan Ringer’s, terdiri atas: Na+, K+, Cl, Ca2+
 Cairan Ringer’s Laktat, terdiri atas: Na+, K+, Mg2+, Cl, Ca2+, HCO3
 Cairan Buffer’s, terdiri atas: Na+, K+, Mg2+, Cl, HCO3

2.9 Keseimbangan Asam dan Basa


Dalam aktivitasnya, sel tubuh memerlukan keseimbangan asam-basa. Keseimbangan asam-basa dapat diukur
dengan pH (derajat keasaman). Dalam keadaan normal, pH cairan tubuh adalah 7,35-7,45. Keseimbangan
asam-basa dapat dipertahankan melalui proses metabolism dengan system buffer pada seluruh cairan tubuh
dan oleh pernapasan dengan system regulasi (pengaturan di ginjal). 3 macam system larutan buffer cairan
tubuh adalah larutan bikarbonat, fosfat dan protein. System buffer itu sendiri terdiri atas natrium bikarbonat
(NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3) dan asam karbonat (H2CO3). Pengaturan keseimbangan asam-basa
dilakukan oleh paru melalui pengangkutan kelebihan CO2 dan H2CO2 dari darah yang dapat meningkatkan pH
hingga kondisi standar (normal). Ventilasi dianggap memadai apabila suplai O2 seimbang dengan kebutuhan
O2. Pembuangan melalui paru harus simbang dengan pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi
yang memadai dapat mempertahankan kadar pCO2 sebesar 40 mmHg.
Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentrasinya dalam cairan ekstrasel juga meningkat.
Sebaliknya, penurunan metabolism memperkecil konsentrasi CO2. Jika kecepatan ventilasi paru meningkat,
kecepatan pengeluaran CO2 juga meningkat dan hal ini menurunkan jumlah CO2 yang berkumpul dalam cairan
ekstrasel. Peningkatan dan penurunan ventilasi alveolus efeknya akan mempengaruhi pH cairan ekstrasel.
Peningkatan pCO2 menurunkan pH, sebaliknya pCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi alveolus
juga akan mengubah konsentrasi ion H+. sebaliknya konsentrasi ion H+ dapat mempengaruhi kecepatan
ventilasi alveolus (umpan balik). Kadar pH yang rendah dan konsentrasi ion H+ yang itnggi disebut asidosis,
sebaliknya pH yang tinggi dan konsentrasi ion H+ yang rendah disebut alkalosis.
2.10 Jenis Asam Basa
Cairan basa (alkali) digunakan untuk mengoreksi asidosis. Keadaan asidosis dapat disebabkan oleh henti
jantung dan koma diabetika. Contoh cairan alkali adalah natrium (sodium) laktat dan natrium bikarbonat.
Laktat merupakan agram dari asam lemah yang dapat mengambil ion H+ dari cairan, sehingga mengurangi
keasaman (asidosis). ion H+ diperoleh dari asam karbonat (H2CO3), yang mana terurai menjadi HCO3-
(bikarbonat) dan H+. Selain system pernapasan, ginjal juga berperan untuk mempertahankan asam-basa yang
sangat kompleks. Ginjal mengeluarkan ion hydrogen dan membentuk ion bikarbonat dengan pH darah normal.
Jika pH plasma turun dan menjadi lebih asam, ion hydrogen dikeluarkan dan bikarbonat dibentuk kembali.

Masalah Keseimbangan Asam-Basa


 sidosis Respiratorik. Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh kegagalan system pernapasan dalam
membuang karbondioksida dari cairan tubuh sehingga terjadi kerusakan pada pernapasan, peningkatan pCO2
arteri diatas 45 mmHg, dan penurunan pH hingga < 7,35 yang dapat disebabkan oleh adanya penyakit
obstruksi, trauma kepala, perdarahan dan lain-lain.
 Asidosis Metabolik. Merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadinya penumpukan asam yang
ditandai dengan adanya penurunan pH hingga kurang dari 7,35 dan HCO3 kurang dari 22 mEq/lt.
 Alkalosis Respiratorik. Merupakan suatu keadaan kehilangan CO2 dari paru dapat menimbulkan terjadinya
pCO2 arteri < 35 mmHg dan pH > 7,45 akibat adanya hiperventilasi, kecemasan, emboli paru dan lain-lain.
 Alkalosis Metabolik. Merupakan suatu keadaan kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa pada cairan
tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma > 26 mEq/ltd an pH arteri > 7,45 atau secara umum
keadaan asam-basa dapat dilihat melalui tabel berikut:
HCO3 Plasma pH Plasma pCO2 Plasma Gangguan Asam-Basa
Meningkat Menurun Meningkat Asidosis Respiratorik
Menurun Menurun Menurun Asidosis Metabolik
Menurun Meningkat Menurun Alkalosis Respiratorik
Meningkat Meningkat Meningkat Alkalosis Metabolik

2.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


 Usia. Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ sehingga dapat
mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
 Temperature. Temperature ayng tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup
banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
 Diet. Apabila kekurangan nutrient, tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan di dalamnya
sehingga dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstisial ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada
jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
 Stress. Stress dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit melalui proses peningkatan
produksi ADH, karena proses ini dapat meningkatkan metabolism sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis
otot yang dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
 Sakit. Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk memperbaiki sel yang rusak
tersebut dibutuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan
ketidakseimbangan system dalam tubuh, seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu
keseimbangan kebutuhan cairan.

2.12 Masalah-Masalah pada Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


Masalah Kebutuhan Cairan
 Hipovolume atau Dehidrasi. Kekurangan cairan eksternal terjadi karena asupan cairan dan kelebihan
pengeluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskuler.
Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel.
Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah. Ada tiga macam kekurangan volume cairan
eksternal, yaitu:
 Dehidrasi isotonik, terjadi jika tubuh kehilangan sejumlah cairan dan elektrolit secara seimbang.
 Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak air daripada elektrolit
 Dehidrasi hipitonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak elektrolit daripada air
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan menyebabkan volume ekstrasel berkurang (hipovolume) dan
perubahan hematokrit. Pada keadaan dini, tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke permukaan,
sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, kadar urea,
nitrogen dan kreatinin meningkat dan menyebabkan perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah.
Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak delalu cepat diketahui.
Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan klorida/natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran
urine secara berlebihan serta berkeringat dalam waktu lama dan terus-menerus. Hal ini dapat terjadi pada
pasien yang mengalami gangguan hipotalamus, kelenjar gondok, ginjal diare, muntah secara terus-menerus,
pemasangan drainase dan lain-lain.

Macam dehidrasi berdasarkan derajatnya:


 Dehidrasi berat, dengan ciri-ciri: pengeluaran/kehilangan cairan sebanyak 4-6 lt; serum natrium mencapai
159-166 mEq/lt; hipotensi; turgor kulit buruk; oliguria; nadi dan pernapadan meningkat serta kehilangan cairan
mencapai > 10 % BB.
 Dehidrasi sedang, dengan ciri-ciri; kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10% BB; serum natrium mencapai
152-158 mEq/lt serta mata cekung.
 Dehidrasi ringan, dengan ciri-ciri; kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 lt.

 Hipervolume atau Overhidrasi. Terdapat 2 manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial). Normalnya cairan
interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastic dan hanya terdapat diantara jaringan. Pitting edema
merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan pada daerah
yang bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan. Cairan dalam jaringan
yang edema tidak digerakkan ke permukaan lain dengan jari. Nonpitting edema tidak menunjukkan tanda
kelebihan cairan ekstrasel, tetapi sering karena infeksi dan trauma yang menyebabkan membekunya cairan
pada permukaan jaringan. Kelebihan cairan vascular meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan
ke permukaan interstisial.
Edema anasarka adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh. Peningkatan tekanan hidrostatik yang sangat
besar menekan sejumlah cairan hingga ke membrane kapiler paru sehingga menyebabkan edema paru dan
dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema paru adalah penumpukan sputum, dispnea, batuk dan
adanya suara napas ronnchi basah. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantung sehingga dapat
mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru.
Perawat harus melakukan observasi secara cermat bila memberikan cairan intravena pada pasien yang
mempunyai masalah jantung, sebab kelebihan cairan pada kapiler paru terutama pada anak/bayi dan orang
tua dapat membahayakan. Pada anak, paru dan kapasitas vaskularnya kecil sehingga tidak mampu
menampung cairan dalam jumlah besar. Pada pasien tua, elastisitas pembuluh darah menurun dan hanya
mampu menampung sedikit cairan. Kelebihan cairan ekstrasel dihubungkan dengan gagal jantung, sirosis hati
dan kelainan ginjal.
Pada kelebihan ekstrasel, gejala yang sering ditimbulkan adalah edema perifer (pitting edema), asites, kelopak
mata membengkak, suara napas ronchi basah, penambahan berat badan secara tidak normal/sangat cepat dan
nilai hematokrit pada umumnya normal, akan tetapi menurun bila kelebihan cairan bersifat akut.
Masalah Kebutuhan Elektrolit
 Hiponatremia. Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai
dengan adanya kadar natrium dalam plasma sebanyak < 135 mEq/lt, rasa haus berlebihan, denyut nadi yang
cepat, hipotensi konvulsi dan membrane mukosa kering. Hiponatremia disebabkan oleh hilangnya cairan
tubuh secara berlebihan, misalya ketika tubuh mengalami diare yang berkepanjangan.
 Hipernatremia. Merupakan suatu keadaan dimana kadar natrium dalam plasma tinggi, ditandai dengan
adanya mukosa kering, oliguri/anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan,
lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan naik serta kadar natrium dalam plasma lebih dari 145
mEq/lt. Kondisi ini dapat disebabkan karena dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan sementara
asupan garam sedikit.
 Hipokalemia. Merupakan suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah. Hipokalemia dapat terjadi
dengan sangat cepat. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang mengalami diare berkepanjangan, juga
ditandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah,
perut krmbung,lemah dan lunaknya otot tubuh, tidak beraturannya denyut jantung (aritmia), penurunan bising
usus dan turunnya kadar kalim plasma hingga kurang dari 3,5 mEq/lt.
 Hiperkalemia. Merupakan suatu keadaan diamna kadar kalium dalam darah tinggi, sering terjadi pada pasien
luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolic, pemberian kalium yang berlebihan melalui intravena yang
ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas system pencernaan, aritmia, kelemahan, sedikitnya jumlah urine
dan diare, adanya kecemasan dan iritabilitas serta kadar kalium dalam plasma mencapai lebih dari 5 mEq/lt.
 Hipokalsemia.  Merupakankondisi kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah yang ditandai dengan
adanya kram otot dankram perut, kejang, bingung,kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/lt dan
kesemutan pada jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok
serta kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi intestinal.
 Hiperkalsemia. Merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium darah yang dapat terjadi pada pasien
yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D secara berlebihan, ditandai dengan
adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-mual, koma dan kadar kalsium dalam plasma
mencapai lebih dari 4,3 mEq/lt.
 Hipomagnesia. Merupakan kondisi kekurangan kadar magnesium dalam darah, ditandai dengan adanya
iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi, hipertensi, disoriensi dan konvulasi. Kadar
magnesium dalam darah mencapai kurang dari 1,3 mEq/lt.
 Hipermagnesia. Merupakan kondisi berlebihnya kadar magnesium dalam darah, ditandai dengan adanya
koma, gangguan pernapasan dan kadar magnesium mencapai lebih dari 2,5 mEq/lt.

2.13 ASKEP pada Masalah Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


A. Pengkajian Keperawatan
 Riwayat Keperawatan. Pengakajian keperawatan pada masalah kebutuhan cairan dan elektrolit meliputi
jumlah asupan cairan yang dapat diukur melalui jumlah pemasukan secara oral, parenteral atau enteral.
Jumlah pengeluaran dapat diukur melalui jumlah produksi urine, feses, muntah atau pengeluaran lainnya,
status kehilangan/kelebihan cairan dan perubahan berat badan yang dapat menentukan tingkat dehidrasi.
 Faktor yang Berhubungan. Meliputi factor-faktor yang memepengaruhi masalah kenutuhan cairan seperti
sakit, diet, lingkungan, usia perkembangan dan penggunaan obat.
 Pengkajian Fisik. Meliputi system yang berhubungan dengan masalah cairan dan elektrolit seperti system
integument (status turgor kulit dan edema), system kardiovaskular (adanya distensi vena jugularis, tekanan
darah dan bunyi jantung), system penglihatan (kondisi dan cairan mata), system neurologi (gangguan
sensorik/motorik, status kesadaran dan adanya refleksi) dan system gastrointestinal (keadaan mukosa mulut,
lidah dan bising usus).
 Pemeriksaan laboratorium atau diagnostik lainnya. Dapat berupa pemeriksaan kadar elektrolit (natrium,
kalium, klorida, berat jenis urine, analisis gas darah dan lain-lain).
B. Diagnosis Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan:
Pengeluraran urine secara berlebihan akibat penyakit diabetes mellitus atau lainnya; peingkatan permeabilitas
kapiler dan hilangnya evaporasi pada pasien luka bakar atau meningkatnya kecepatan metabolism;
pengeluaran cairan secara berlebihan; asupan cairan yang tidak adekuat serta pendarahan.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan:
Penurunan mekanisme regulator akibat kelaiann pada ginjal; penurunan curah jantung akibat penyakit
jantung; gangguan aliran balik vena akibat penyakit vascular perifer atau thrombus; retensi natrium dan air
akibat terapi kostikosteroid serta tekanan osmotic koloid yang rendah.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan: mempertahankan volume cairan dalam keadaan seimbang.
Rencana tindakan:
1. Monitor jumlah asupan dan pengeluaran cairan serta perubahan status keseimbangan cairan.
2. Pertahankan keseimbangan cairan. Bila kekurangan volume cairan lakukan:
 Rehidrasi oral atau parenteral sesuia dengan kebutuhan
 Monitor kadar elektrolit darah seperti urea nitrogen darah, urine, serum, osmolaritas, kreatinin, hematokrit
dan Hb.
 Hilangkan factor penyebab kekurangan volume cairan, seperti muntah, dengan cara memberikan minum
secara sedikit-sedikit tapi sering atau dengan memberikan teh.
Bila kelebihan volume cairan, lakukan:
 Pengurangan asupan garam
 Hilangkan factor penyebab kelebihan volume cairan dengan cara melihat kondidi penyakit pasien terlebih
dahul. Apabila akibat bendungan aliran pembuluh darah, maka anjurkan pasien untuk istirahat dengan posisi
telentang, posisi kaki ditinggikan, atau tinggikan ekstremitas yang mengalami edema diatas posisi jantung,
kecuali ada kontra indikasi.
 Kurangi konstriksi pembuluh darah seperti pada penggunaan kaos kaki yang ketat.
3. Lakukan mobilisasi melalui pengaturan posisi
4. Anjurkan cara mempertahankan keseimbangan cairan.
D. Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan
1. Pemberian cairan melalui infuse. Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara
memasukkan cairan melalui intravena dengan abntuan infuse set, bertujuan memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makan.
Alat dan bahan: standar infuse, infuse set, cairan sesuai dengan kebutuhan pasien, jarum infuse/abocath atau
sejenisnya sesuai dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung, kapas alcohol 70%, plester, gunting, kasa
steril, betadineTM dan sarung tangan.
Prosedur kerja:
Cuci tangan; jelaskan prosedur yang akan dilakukan; hubungkan cairan dan infuse set dengan menusukkan ke
dalam botol infuse (cairan); isi cairan ke dalam infuse set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga
ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan udaranya keluar; letakkan pengalas;
lakukan pembendungan dengan tourniquet; gunakan sarung tangan; desinfeksi daerah yang akan ditusuk;
lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas; cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar
melalui jarum infuse/abocath); tarik jarum infuse dan hubungkan dengan selang infuse; buka tetesan; lakukan
desinfeksi dengan betadineTM  dan tutup dengan kasa steril; beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada
plester; lalu cuci tangan.

Cara Menghitung Tetesan Infuse


 Dewasa:
Tetesan/Menit =    Jumlah cairan yang masuk
       Lamanya infuse (jam) x 3
Contoh: seorang pasien dewasa memerlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol) infuse dalam waktu satu jam,
maka tetesan permenit adalah:
Jumlah Tetesan/Menit =     1000  = 20 tetes/menit
                      1x3
 Anak:
Tetesan/Menit =    Jumlah cairan yang masuk
         Lamanya infuse (jam)
Contoh: seorang pasien neonatus memerlukan rehidrasi dengan 250 ml infuse dalam waktu 2 jam, maka
tetesan permenit adalah:
Jumlah Tetesan/Menit =      250  = 125 tetes mikro/menit
                       2
2. Tranfusi Darah. Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang membutuhkan darah
dengan cara memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan alat tranfusi set. Tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan darah dan memperbaiki perfusi jaringan.
Alat dan bahan: standar infuse, tranfusi set, NaCl 0,9 %, darah sesuai dengan kebutuhan pasien, jarum
infuse/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran, pengalas, tourniquet/pembendung, kapas alcohol 70%,
plester, gunting, kasa steril, betadineTM dan sarung tangan.

Prosedur kerja:
Cuci tangan; jelaskan prosedur yang akan dilakukan; hubungkan cairan NaCl 0,9% dan tranfusi set dengan cara
menusukkan; isi cairan NaCl 0,9% ke dalam tranfusi set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan
tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan udaranya keluar; letakkan pengalas; lakukan
pembendungan dengan tourniquet; gunakan sarung tangan; desinfeksi daerah yang akan ditusuk; lakukan
penusukan dengan arah jarum ke atas; cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui
jarim infuse/abocath); tarik jarum infuse dan hubungkan dengan selang tranfusi; buka tetesan; lakukan
desinfeksi dengan betadineTM  dan tutup dengan kasa steril; beri tanggal dan jam pelaksanaan infuse pada
plester; setelah NaCl 0,9% masuk, kurang lebih 15 menit, ganti dengan darah yang sudah disiapkan; sebelum
dimasukkan, terlebih dahulu cek warna darah, identitas pasien, jenis golongan darah dan tanggal kedaluwarsa;
lakukan observasi tanda-tanda vital selama pemakaian infuse; lalu cuci tangan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap gangguan kebutuhan cairan dam elektrolit secara umum dapat dinilai dari adanya
kemampuan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan ditunjukkan oleh adanya
keseimbangan antara jumlah asupan dan pengeluaran, nilai elektrolit dalam batas normal, berat badan sesuai
dengan tinggi badan atau tidak ada penurunan, turgor kulit baik, tidak terjadi edema dan lain sebagainya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh membutuhkan
perubahan yang tetap dalam berespon terhadap stressor fisiologis dan lingkungan. Ginjal merupakan organ
yang paling berperan, sebegai pengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Selain ginjal, yang
turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hydrogen, CO2
dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.
3.2 Saran
Kebutuhan cairan tubuh tak hanya berasal dari konsumsi air putih saja, melainkan juga dari makanan dan
minuman yang mengandung air. Meskipun begitu, akan jauh lebih baik bila kita memilih untuk mengkonsumsi
air putih ketimbang jenis minuman lainnya yang banyak mengandung gula, kalori, kafein dan zat-zat lainnya.
Mekanisme Pertukaran Gas Oksigen (02)dan
Karbondioksida (CO2)
Mekanisme Pertukaran Gas Oksigen (02)dan Karbondioksida (CO2)
Udara lingkungan dapat dihirup masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui dua cara,
yakni pernapasan secara langsung dan pernapasan tak langsung. Pengambilan udara
secara langsung dapat dilakukan oleh permukaan tubuh lewat proses difusi. Sementara udara
yang dimasukan ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dinamakan pernapasan tidak
langsung.
Saat kita bernapas, udara diambil dan dikeluarkan melalui paruparu. Dengan lain kata, kita
melakukan pernapasan secara tidak langsung lewat paru-paru. Walaupun begitu, proses difusi
pada pernapasan langsung tetap terjadi pada paru-paru. Bagian paru-paru yang meng alami
proses difusi dengan udara yaitu gelembung halus kecil atau alveolus.
Oleh karena itu, berdasarkan proses terjadinya pernapasan, manusia mempunyai dua tahap
mekanisme pertukaran gas. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang dimaksud yakni
mekanisme pernapasan eksternal dan internal.
a. Pernafasan Eksternal
Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara tersebut akan masuk ke dalam paru-
paru. Udara masuk yang mengandung oksigen tersebut akan diikat darah lewat difusi. Pada
saat yang sama, darah yang mengandung karbondioksida akan dilepaskan. Proses pertukaran
oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam paru-paru
dinamakan pernapasan eksternal.
Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke dalam kapiler paru-paru, sebagian besar CO2 yang
diangkut berbentuk ion bikarbonat (HCO- 3) . Dengan bantuan enzim karbonat anhidrase,
karbondioksida (CO2) air (H2O) yang tinggal sedikit dalam darah akan segera berdifusi
keluar. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.
Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi (yang disimbolkan HHb) melepaskan ion-ion
hidrogen (H+) sehingga hemoglobin (Hb)-nya juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin
akan berikatan dengan oksigen (O2) menjadi oksihemoglobin (disingkat HbO2).
Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus), karena adaperbedaan tekanan parsial
antara udara dan darah dalam alveolus. Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan
karbondioksida pada darah dan udara berbeda.
Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan tekanan parsial
oksigen pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara lebih
tinggi daripada konsentrasi oksigen pada darah. Oleh karena itu, oksigen dari udara akan
berdifusi menuju darah pada alveolus paru-paru.
Sementara itu, tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar dibandingkan tekanan
parsial karbondioksida pada udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada darah akan
lebih kecil di bandingkan konsentrasi karbondioksida pada udara. Akibatnya, karbondioksida
pada darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa keluar tubuh lewat hidung.
b. Pernafasan Internal
Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran gas pada pernapasan
internal berlangsung di dalam jaringan tubuh. Proses pertukaran oksigen dalam darah dan
karbondioksida tersebut berlangsung dalam respirasi seluler.
Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk, oksigen akan lepas, dan
selanjutnya menuju cairan jaringan tubuh. Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses
metabolisme sel. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga melalui proses difusi.
Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida antara darah dan cairan jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam cairan
jaringan, lebih rendah dibandingkan oksigen yang berada dalam darah. Artinya konsentrasi
oksigen dalam cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam darah mengalir
menuju cairan jaringan.
Sementara itu, tekanan karbondioksida pada darah lebih rendah daripada cairan jaringan.
Akibatnya, karbondioksida yang terkandung dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah.
Karbondioksida yang diangkut oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama
hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2). Reaksinya sebagai berikut.
Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam plasma darah dan
bergabung dengan air menjadi asam karbonat (H2CO3). Oleh enzim anhidrase, asam
karbonat akan segera terurai menjadi dua ion, yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat
(HCO- Persamaan reaksinya sebagai berikut.
CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya dibebaskan ke luar tubuh oleh paru-paru,
akan tetapi hanya 10%-nya saja. Sisanya yang berupa ion-ion bikarbonat yang tetap
berada dalam darah. Ion-ion bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bu. er atau larutan
penyangga.\ Lebih tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas pH
(derajat keasaman) darah.

Ciri-ciri vena yang bisa dimasuki infus:

- Tidak bercabang dan lurus

Berikut kami akan membahas beberapa cairan infus yang biasa di gunakan,
yaitu ;
Ranger laktat (RL).
Ranger laktat adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler (cairan diluar sel). 

Larutan RL juga bisa di gunakan untuk menormalisasi tekanan darah pada pasien combustio, 18 sampai 24 jam
setelah terjadi cedera luka bakar. 

Larutan RL juga termasuk salah satu cairan kristaloid yang bisa digunakan untuk terapi sindroma syok,
kombustio, serta hipovolemia dengan asidosis metabolik.
RL.

Cairan RL berisi Natrium Laktat, C3H5NaO3, Natrium klorida, NaCL, Kalium klorida, KCl, CaCI2.2H2O,
serta air untuk injeksi.

Tempat metabolisme cairan RL terutama pada hati serta sebagian kecil pada ginjal.

Kelebihan dalam memberikan cairan ini dapat mengalami edema pada seluruh badan pasien sehingga
pemakaian larutan RL yang berlebih itu perlu di cegah.

NaCL.
    Larutan NaCL Juga termasuk cairan kristaloid. Di anjurkan pada penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, alkalosis metabolik atau hipokhloremia.

left;"> 

Keuntungan menggunakan cairan ini adalah harga lebih murah, mudah di dapat, sedikit efek samping, tidak
menyebabkan raksi alergi, serta mudah di pakai.
Cairan NaCL.

Cairan NaCL berisi sodium chloride beserta air untuk injeksi. Pada kasus Gadar, biasanya cairan ini di gunakan
untuk membantu proses penanganan serta perawatan pada luka.

Dektrose.
Larutan dextrose juga bisa di gunakan sementara untuk mengganti kehilangan cairan dengan cara melarutkan
NaCl 0,45 % dalam larutan dextrose 5 %. Larutan Dektrose juga dapat diberikan untuk penanganan awal pada
pasien hipoglikemia (gula darah rendah).
Cairan Dextrose.

Larutan dextrose berisi glukosa, C6H12O6, H2O, serta air untuk injeksi.

Jadi secara sederhana bisa kita simpulkan , tujuan dari pemberian terapi cairan di bagi atas manajemen untuk
mengganti kebutuhan harian, juga untuk mengganti kehilangan cairan akut.

Home » Review » Tindakan Medis » 15 Jenis-Jenis Cairan Infus dan Fungsinya

15 Jenis-Jenis Cairan Infus dan Fungsinya


ads

Infus menjadi salan satu perawatan medis yang serong dilakukan. Perawatan medis ini dilakukan
dengan mengaliri tubuh lewat pembuluh darah melalui selang infus. Selang infus ini di dalamnya
terdapat cairan infus yang akan masuk ke tubuh. Seperti apakah jenis cairan infus yang seringkali
diberikan. Berikut ini diantaranya :

1. Asering
Cairan dalam tiap liternya memiliki komposisi sebagai berikut :

 Na 130 mEq
 Cl 109 mEq
 Ca 3 mEq
 K 4 mEq
 Asetat/garam 28 mEq
Fungsi cairan ini dapat diberikan saat pasien dehidrasi (keadaan shock hipovolemik dan
asidosis), demam berdarah dengue, trauma, dehidrasi berat, luka bakar dan shock hemoragik.

Adapun manfaat cairan asering yaitu:

 Dapat menjaga suhu tubuh sentral pada anestasi dan isofluran terutama kandungan
asetatnya pada saat pasien dibedah
 Meningkatkan tonisitas sehingga dapat mengurangi resiko edema serebral

2. Cairan Kristaloid
a.) Normal Saline
Komposisi : Na: 154 mmol/l,Cl:154 mmol/l

Kegunaan :

 Mengganti cairan saat diare


 Mengganti elektrolit dan cairan yang hilang di intravaskuler
 Menjaga cairan ekstra seluler dan elektrolit serta membuat peningkatan pada metabolit
nitrogen berupa ureum dan kreatinin pada penyakit ginjal akut.

b.) Ringer Laktat (RL)


Komposisi : (mmol/100 ml : Na = 130, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110, Basa = 28-30 mEq /L)

Manfaat cairan Ringer Laktat : Kandungan kaliumnya bermanfaat untuk konduksi saraf dan otak,
mengganti cairan hilang karena dehidrasi, syok hipovolemik dan kandungan natriumnya menentukan
tekanan osmotik pada pasien.

c.) Deaktrosa
Cairan terdiri dari beberapa komposisi yakni :

Glukosa = 50 gr/l,100 gr/l,200 gr/l

Manfaat deaktrosa adalah cairan yang diperlukan pasien pada saat terapi intravena,dan diperlukan
untuk hidrasi ketika pasien sedang dan selesai operasi.

d.) Ringer Asetat (RA)


Komposisi cairan ini hampir sama dengan cairan Ringer Laktat namun keduanya memiliki manfaat
yang berbeda bagi pasien yaitu :

 berguna sebagai cairan metabolisme di otot pasien


 Bermanfaat bagi pasien resusitasi (kehilangan cairan akut) yang mengalami dehidrasi yang
berat dan syok maupun asidosis
 bagi pasien diare (yang kehilangan cairan dan bikarbonat masif)
 demam berdarah
 luka bakar (syok hemoragik)

Manfaat yang dirasakan pasien dengan cairan ini 3-4 kali lebih cepat dan efektif daripada cairan
Ringer Laktat (RL).

3. Cairan Koloid
Cairan ini merupakan cairan yang terdiri dari molekul besar yang sulit untuk menembus pada
membran kapiler. Biasanya cairan digunakan untuk mengganti cairan yang hilang yakni cairan
intravaskuler, digunakan untuk membuat tekanan osmose plasma lebih terjaga dan mengalami
peningkatan. Jenis cairan koloid yaitu :

a.) Albumin
Komposisi : Protein 69-kDa yang mendapat pemurnian yang berasal dari plasma manusia (misalnya
5 %).

Adapun manfaat albumin yaitu mengganti jumlah volume yang hilang atau protein ketika pasien
mengalami syok hipovolemia, hipoalbuminemia, saat operasi ,trauma, gagal ginjal yang akut dan luka
bakar. Selain itu, ketika pasien diterapi dengan albumin dapat memberi pengaruh diuresis yang
berkelanjutan serta membantu dalam penurunan berat badan.

b.) Hidroxyetyl Starches (HES)


Komposisi : Starches (memiliki 2 tipe polimer glukosa:amilosa dan amilopektin).

Manfaat cairan HES yakni membantu menurunkan permeabilitas pembuluh darah pada pasien post
trauma. sSehingga resiko kebocoran kapiler dapat terhindarkan dan membantu menambah jumlah
volume plasma walaupun pasien mengalami kenaikan permeabilitas.

c.) Dextran
Komposisi : Polimer glukosa (hasil sintesis bakteri Leuconosyoc mesenteroides melalui media
sukrosa)

Manfaat dextran, membantu menambah plasma ketika pasien mengalami trauma, syok sepsis,
iskemia celebral, vaskuler perifer dan iskemia miokard. Selain itu, cairan dextran memberi efek anti
trombus yakni dapat menurunkan viskositas darah dan mencegah agregasi platelet.

d.) Gelatin
Komposisi: hidrolisi kolagen bovine

Manfaat : Memberi efek antikoagulan, Dapat membantu menambah volume plasma pada pasien

4. Cairan Mannitol
Komposisi terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen (C6H14O6). Manfaatnya yaitu membantu
tekanan intrakranial yang tingga menjadi normal atau berkurang, memberi peningkatan diuresis pada
proses pengobatan gagal ginjal (oliguria), membuateksresi senyawa toksik menjadi meningkat.
Bermanfaat juga sebagai larutan irigasi genitouriner ketika pasien sedang menjalani operasi prostat
atau transuretral.

5. KA-EN 1B
Komposisinya dalam tiap 1000 ml yaitu :

 Sodium klorida 2,25 g


 Anhidrosa dekstros 37,5 g
 Elektrolit (meq/L) yang terdiri dari : Na+ (38,5),Cl- (38,5),dan glukosa (37,5 g/L

Manfaat cairan KA-EN 1B :

Dapat menjadi cairan elektrolit pasien pada kasus pasien yang sedang dehidrasi karena tidak
mendapat asupan oral dan pasien yang sedang demam. Selain itu cairan ini bisa diberikan kepada
bayi prematur maupun bayi yang baru lahir sebagai cairan elektrolitnya.

6. KA-EN 3A & KA-EN 3B


Komposisi :

 KA-EN 3A
 Sodium klorida 2,34 g
 Potassium klorida 0,75 g
 Sodium laktat 2,24 g
 Anhydrous dekstros 27 g
 Cairan elektrolit (meq/L): Na + 60,K+10,Cl-50,glukosa 27g/L,kcal/L:108
 KA-EN 3B
 Sodium klorida 1,75 g
 Ptasium klorida 1,5 g
 Sodium laktat 2,24
 Anhydrous dekstros 27 g
 Cairan elektrolit (mEq/L) : Na + (50),K+ (20),Cl- (50),laktat- (20),glukosa (27g/L),kcal/L (108)

Manfaat kedua larutan ini adalah :

Membantu memenuhi kebutuhan pasien akan cairan dan elektrolit karena kandungan kaliumnya
(pada KA-EN 3A mengandung kalium 10 mEq/L dan KA-EN 3B mengandung kalium 20 mEq/L) yang
cukup walaupun pasien sudah melakukan ekskresi harian.

7. KA-EN MG3
Komposisi :

 Sodium klorida 1,75 g


 Anhydrous dekstros 100 g
 Sodium laktat 2,24 g
 Cairan elektrolit (mEq/L) yang terdiri dari: Na+ (50),K+ (20),Cl- (50),laktat- (20),glikosa (100
g/L),kcal/l (400)

Manfaatnya yakni membantu cairan elektrolit harian pasien maupun saat pasien mendapat asupan
oral terbatas, memenuhi kebutuhan kalium pasien (20 mEq/L) dan sebagai suplemen NPC yang
dibutuhkan pasien (400 kcal/L).

8. KA-EN 4A
Memiliki komposisi (per 1000 ml), yang mengandung :

 Na 30 mEq/L
 Cl 20 mEq/L
 K 0 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 40 gr/L

Manfaat larutan ini yakni dapat diberikan sebagai larutan infus untuk bayi dan anak-anak,
menormalkan kadar konsentrasi kalium serum pada pasien, membantu pasien mendapatkan cairan
kembali ketika mengalami dehidrasi hipertonik.

9. KA-EN 4B
Komposisinya yaitu :

 Na 30 mEq/L
 K 8 mEq/L
 Laktat 10 mEq/L
 Glukosa 37,5 gr/L
 Cl 28 mEq/L

sponsored links
Manfaat cairan infus KA-EN 4B :

Dapat diberikan pada bayi dan anak–anak usia kurang dari 3 tahun sebagai cairan infus bagi mereka,
mengurangi resiko hipokalemia ketika pasien kekurangan kalium dan mengganti cairan elektrolit
pasien ketika dehidrasi hipertonik.
10. Otsu-NS
Komposisinya terdiri dari elektrolit (mEq/L) :

 Na+=154
 Cl- +154

Manfaat cairan Otsu-NS yakni mengganti Na dan Cl ketika pasien diare,mengganti kehilangan
natrium pada pasien saat asidosis diabetikum,insufisiensi adrenokortikal,dan luka bakar. Selain itu,
mengganti cairan saat pasien mengalami dehidrasi akut.

11. Otsu-RL
Komposisi terdiri dari cairan elektrolit (mEq/L), yaitu :

 Na+ =130
 K+ = 4
 Cl- =108.7
 Laktat = 28
 Ca++ = 2.7

Manfaatnya yaitu memberi pasien ion bikarbonat dan sebagai cairan asidosi metabolik dan sebagai
resuisitasi.

12. MARTOS-10
Komposisi : 400 kcal/L

Manfaat cairan ini adalah dapat membantu mencukupi suplai air dan karbohidray pada pasien
diabetik secara parental dan dapat memberi nutrisi eksogen pada pasien kritis penderita tumor,infeksi
berat,pasien stres berat maupun pasien mengalami defisiensi protein.

13. AMIPAREN
Komposisi tiap liter dari Amiparen terdiri dari beberapa kandungan yaitu:

L-leucine 14g, L-isoleucine 8g, L-valine 8g,lysine acetate 14,8g (L-lysine equivalent 10,5g), L-
threonine 5,7g,L-tryptophan 2g,L-methionine 3,9g,L-phenylalanine 7g,L-cysteine 1g,L-tyrosine 0,5g,
L-arginine 10,5g,L-histidine 5g,L-alanine 8g, L-proline 5g,L-serine 3g,aminoacetic acid 5,9g,L-aspartic
acid 30 w/w%,total nitrogen 15,7g,sodium kurang lebih 2 mEq,acetate kira-kira 1220 mEq dan
kandungan Sodium bisulfit ditambahkan sebagai stabilisator.

Cairan ini bermanfaat bagi pasien yang mengalami stres metabolik berat, mengalami luka bakar,
kwasiokor dan sebagaikebutuhan nutrisi secara parental.

14. AMINOVEL- 600


Komposisi cairan ini tiap 600 liter terdiri atas :

 amino acid (L-form) 50g


 D-sorbitol 100g
 ascorbic acid 400mg
 inositol 500mg
 nicotinamide 60mg
 pyridoxine HCl 40mg,
 riboflavin sodium phosphate 2,5mg.
 Selain itu komposisinya terdiri dari elektrolit:
 Sodium 35 mEq
 potassium 25 mEq
 magnesium 5 mEq
 acetate 35 mEq
 maleate 22 mEq
 chloride 38 mEq

Manfaatnya adalah meningkatkan kebutuhan metabolik pada pasien yang mengalami luka bakar,
trauma pasca operasi serta pasien yang mengalami stres metabolik sedang. Selain itu, cairan
diberikan kepada pasien GI sebagai penambah nutrisi.

15. TUTOFUSIN OPS


Komposisi tiap liternya adalah:

 Natrium = 100 mEq


 Kalium = 18 mEq
 Kalsium = 4 mEq
 Sorbitol = 50 gram
 Klorida = 90 mEq
 Magnesium =6 mEq

Manfaatnya yakni memenuhi kebutuhan pasien akan air dan cairan elektrolit baik saat
sebelum,sedang dan sesudah operasi. Selain itu, dapat membantu pasien mendapatkan kembali air
dan cairan elektrolit saat mengalami dehidrasi isotonik dan kehilangan cairan intarselular, juga
memenuhi kebutuhan pasien akan makanan yang mengandung karbohidratsecara parsial.

Anda mungkin juga menyukai