Anda di halaman 1dari 23

1.

Tugas Mandiri PBL S2 BLOK 3


Edema

Name :Jovita Rahmatania Putri

NPM : 1102022131

Kelompok : A15

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI

2022
1. Memahami dan menjelaskan aspek biokimia dan fisiologi kelebihan cairan tubuh
 Aspek Biokimia
Pengaturan keseimbangan cairan tubuh adalah usaha untuk
mempertahankan jumlah volume cairan yang terdapat pada extraseluler dan
intraseluler. Hal yang mempengaruhi jumlah cairan masuk dan keluar tubuh
(1) proses difusi melalui membran sel dan
(2) tekanan osmotik yang dihasilkan oleh elektrolit pada kedua
kompartemen.
Air yang diminum atau air dalam makanan diserap di usus, masuk ke
pembuluh darah, beredar ke seluruh tubuh. Di kapilar air difiltrasi ke ruang
interstisium, selanjutnya masuk ke dalam sel secara difusi, dan sebaliknya,
dari dalam sel keluar kembali. Dari darah difiltrasi di ginjal dan sebagian kecil
dibuang sebagai urin. Ke saluran cerna dikeluarkan sebagai liur pencernaan;
ke kulit dan saluran napas keluar sebagai keringat dan uap air.
Kontrol Keseimbangan H20 bebas sangat penting untuk mengatur
cairan ekstraselular. Karena Peningkatan H20 bebas menyebabkan cairan
ekstraselular menjadi lebih encer dan defisit H20 bebas menyebabkan cairan
ekstraselular menjadi terlalu pekat, maka osmolaritas cairan ekstrasel harus
segera dikoreksi dengan memulihkan keseimbangan H20 bebas untuk
menghindari perpindahan osmotik cairan masuk atau keluar sel yang
membahayakan. Untuk mempertahankan stabilitas keseimbangan H20 maka
pemasukan H20 harus sama dengan pengeluarannya.
 Aspek Fisiologis

Perubahan volume cairan ekstrasel dalam jumlah kecil tidak akan


memberi reaksi fisiologik. Keseimbangan cairan dipertahankan dengan
mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel. Bila terjadi peningkatan
volume dalam jumlah besar akan timbul mekanisme koreksi yang serupa
dengan pengaturan volume dan tekanan darah.
Peningkatan volume cairan ekstrasel akan meningkatkan volume dan
tekanan darah; demikian pula sebaliknya. Jadi, pengaturan volume cairan
ekstrasel sangat penting dalam pengaturan tekanan darah. Oleh karena itu,
pemantauan jumlah cairan ekstrasel dilakukan dengan melakukan tekanan
darah.
Bila asupan (intake) air terlalu banyak, akan segera dikeluarkan dengan
mengurangi seksresi anti diuretic hormone (ADH) dari hipfisis posterior, yang
mengurangi reabsorbsi air ditubulus distal dan duktus koligentes nefron ginjal.
Peningkatan volume plasmaakan diikuti oleh berkurangnya venous retum yang
akan meregang dinding atrium.
Pada keaadan hipovolemia (dehidrasi) baik karena kekurangan intake
atau pengeluaran berlebihan seperti pada diare dan muntah-muntah, tubuh
berusaha menghambat pengeluaran air berkelanjutan dengan cara
meningkatkan sekresi ADH, yang selanjutnya akan meningkatkan reabsorbsi
air di ginjal. Bersamaan dengan peristiwa tersebut, juga timbul rasa haus dan
dorongan untuk minum, agar kekurangan segera teratasi.
Pada saat terjadi oenurunan volume cairan ekstrasel, volume dan
tekanan darah akan berukurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada
system rennin-angiotensin sehingga timbul respons berupa pengurangan
produksi urin (restriksi pengeluaran cairan), rangsang yang haus yang disertai
denganm meningkatnya pemasukan cairan yang selanutnya akan
meningkatkan volume cairan ekstrasel. Keseimbangan cairan dipertahankan
dengan mengatur volume dan osmolaritas cairan ekstrasel.
Mekanisme homeostatis air dan elektrolit bertujuan untuk
mempertahankan volume dan osmolaritas cairan ekstrasel dalam batas normal,
dengan mengatur keseimbangan antara absorbsi diet (makanan dan minuman)
dan eksresi ginjal yang melibatkan juga system hormonal.

Mekanisme untuk mempertahankan homeostatis cairan tubuh terjadi 4 mekanisme,


yaitu:

1. Filtrasi plasma di glomerulus


2. Reabsorpsi yang selektif oleh tubulus ginjal untuk material yang diperlukan
dalam mempertahankan homeostatis terutama milieu interior
3. Sekresi substansi tertentu oleh tubulus yang berasal dari darah ke lumen
tubulus agar dieksresikan bersama urin
4. Sekresi ion H+ dan diproduksi ammonia yang berfungsi untuk
mempertahankan pH darah. Untuk melaksanakan hal-hal tersebut ginjal
memerlukan energi. Energy ini untuk proses reabsorpsi dan sekresi, dan
keperluan O2 untuk menghasilkan energy ini meliputi 10 % dari konsumsi O2
basal.

1.1  Penyebab
Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah
menjadi sangat kecil. Minum air dalam jumlah yang sangat banyak biasanya tidak
menyebabkan overhidrasi jika kelenjar hipofisa, ginjal dan jantung berfungsi secara
normal. Overhidrasi lebih sering terjadi pada orang-orang yang ginjalnya tidak
membuang cairan secara normal, misalnya pada penderita penyakit jantung, ginjal
atau hati. Orang-orang tersebut harus membatasi jumlah air yang mereka minum dan
jumlah garam yang mereka makan.

Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :

a. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air


b. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air
c. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV)
d. Perpindahan cairan interstisial ke plasma

Penyebab spesifik kelebihan cairan, antara lain:


 Asupan natrium yang berlebihan
 Pemberian infus berisi natrium terlalu cepat dan banyak, terutama pada klien
dengan gangguan mekanisme regulasi cairan.
 Penyakit yang mengubah mekanisme regulasi, seperti gangguan jantung
(gagal ginjal kongestif), gagal ginjal, sirosis hati, sindrom Cushing.
 Kelebihan steroid.
Organ yang berperan dalam pengaturan keseimbangan cairan meliputi:
a. Ginjal
Fungsi-fungsi utama ginjal dalam mempertahankan keseimbangan cairan:
 Pengaturan volume dan osmolalitas CES melalui retensi dan eksresi
selektif cairan tubuh.
 Pengaturan kadar elektrolit dalam CES dengan retensi selektif
substansi yang dibutuhkan .
 Pengaturan pH CES melalui retensi ion-ion hidrogen.
 Ekskresi sampah metabolik dan substansi toksik.
Oleh karena itu gagal ginjal jelas mempengaruhi keseimbangan cairan,
karena ginjal tidak dapat berfungsi.

b. Jantung dan pembuluh darah


Kerja pompa jantung mensirkulasi darah melalui ginjal di bawah tekanan
yang sesuai untuk menghasilkan urine. Kegagalan pompa jantung ini
mengganggu perfusi ginjal dan karena itu mengganggu pengaturan air dan
elektrolit.

c. Paru-paru
Melalui ekhalasi paru-paru mengeluarkan air sebanyak +300L setiap hari
pada orang dewasa. Pada kondisi yang abnormal seperti hiperpnea atau
batuk yang terus-menerus akan memperbanyak kehilangan air; ventilasi
mekanik dengan air yang berlebihan menurunkan kehilangan air ini.

d. Kelenjar pituitary
Hipotalamus menghasilkan suatu substansi yaitu ADH yang disebut juga
hormon penyimpan air, karena fungsinya mempertahankan tekanan
osmotik sel dengan mengendalikan retensi atau ekskresi air oleh ginjal dan
dengan mengatur volume darah.

e. Kelenjar adrenal
Aldosteron yang dihasilkan/disekresi oleh korteks adrenal (zona
glomerolus). Peningkatan aldosteron ini mengakibatkan retensi natrium
sehingga air juga ditahan, kehilangan kalor. Sedangkan apabila aldosteron
kurang maka air akan banyak keluar karena natrium hilang. Kortisol juga
menyebabkan retensi natrium.

f. Kelenjar paratiroid
Mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat melalui hormon paratiroid
(PTH). Sehingga dengan PTH dapat mereabsorbsi tulang, absorbsi kalsium
dari usus dan reabsorbsi kalsium dari ginjal.
1.2 Cara mengatasi (koreksi)

Tubuh manusia pada kelahiran mengandungi sekitar 75% berat cairan. Di usia
satu bulan, nilai ini menurun menjadi 65% dan pada saat dewasa berat cairan
dalam tubuh manusia bagi pria adalah 60% dan wanita pula sekitar 50%.
Selain itu, faktor kandungan lemak juga mengkontribusi kepada kandungan
cairan dalam tubuh. Semakin tinggi jumlah lemak yang terdapat dalam tubuh,
seperti pada wanits, semakin ssemakin kurang kandungan cairan yang ada.

Nilai normal ambilan cairan dewasa adalah sekitar 2500ml, termasuk 300ml
hasil metabolism tenaga susbtrat. Rata-rata kehilangan cairan adalah sebanyak
2500ml dimana ia terbahagi kepada 1500ml hasil urin, 400ml terevaporasi
lewat respiratori, 400ml lewat evaporasi kulit, 100ml lewat peluh dan 100ml
melalui tinja.

Air, seperti subtrat lain, berubah menjadi toksik apabila dikonsumsi secara
berlebihan dalam jangka waktu tertentu. Intoksikasi air sering terjadi bila
cairan di konsumsi tubuh dalam kadar tinggi tanpa mengambil sumber
elektrolit yang menyeimbangi kemasukan cairan tersebut.

Overhidrasi terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran
darah menjadi sangat rendah. Penyebab overhidrasi meliputi, adanya
gangguan ekskresi air lewat ginjal (gagal ginjal akut), masukan air yang
berlebihan pada terapi cairan, masuknya cairan irigator pada tindakan reseksi
prostat transuretra, dan korban tenggelam.

Gejala overhidrasi meliputi, sesak nafas, edema, peningkatan tekanan vena


jugular, edema paru akut dan gagal jantung. Dari pemeriksaan lab dijumpai
hiponatremi dalam plasma. Terapi terdiri dari pemberian diuretik(bila fungsi
ginjal baik), ultrafiltrasi atau dialisis (fungsi ginjal menurun), dan flebotomi
pada kondisi yang darurat.

1.3 Faktor yang memengaruhi metabolisme air

a. Usia

Usia merupakan tahap kehidupan seseorang dimana terjadi pertumbuhan dan


perkembangan yang sistematis secara normal, kebutuhan cairan dan elektrolit
akan berjalan seiringnya perubahan perkembangan seseorang. Akan tetapi, hal
ini bisa berubah jika terdapat penyakit. Dikarenakan faktor penyakit ini akan
mengganggu status homeostasis cairan dan elektrolit. Berikut ini kebutuhan
cairan dan elektrolit sesuai rentang usia:
1) Bayi

Proporsi cairan dalam tubuh bayi lebih besar daripada orang dewasa.
Meskipun demikian, dalam menjaga status keseimbangan cairan pada bayi
lebih rumit daripada orang dewasa. Karena bayi mengekskresikan volume air
dalam jumlah yang besar, sehingga asupan cairan juga harus besar untuk
menjaga keseimbangan tersebut.

2) Anak

Pada anak kebutuhan cairan masih cukup tinggi. Pada masa pertumbuhan ini
sering terganggu oleh penyakit sehingga berdampak pula dengan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menjadi kurang stabil. Kondisi ini
memicu terjadinya pengeluaran cairan lebih besar dari dalam tubuh dan terjadi
dalam bentuk insensible water loss

3) Dewasa

Pada masa remaja terjadi beberapa perubahan anatomis dan fisilogis yang
berdampak pada status metabolik. Dengan peningkatan metabolik maka
jumlah air juga meningkat. Hormonal yang telah berubah juga mempengaruhi
kebutuhan cairan pada masa ini.

Pada masa lansia organ utama dalam keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu
ginjal juga mengalami penurunan fungsi. Penyakit yang diderita pada lansia
juga menyebabkan perubahan pada keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti
diabetes melitus, kanker atau gangguan kardiovaskuler.

Terapi obat deuretik pada lansia juga akan berdampak pada defisit cairan dan
elektrolit.

b. Ukuran tubuh

Proporsional tubuh berbanding lurus dengan kebutuhan cairan. Selain proporsi


ukuran tubuh, komposisi dalam tubuh pun ikut mempengaruhi jumlah total
cairan di dalam tubuh. Lemak (lipid) sebagai jaringan yang tidak bisa menyatu
dengan air akan memiliki kandungan air yang minimal. Sehingga pada wanita
yang obesitas kandungan air dalam tubuhnya lebih sedikit daripada wanita
dengan berat badan tubuh normal.

c. Temperatur Lingkungan

Suhu lingkungan juga mempengaruhi kebutuhan caian dan elektrolit


seseorang. Di saat suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka keringat
akan diproduksi lebih banyak untuk menjaga kelembaban kulit dan
mendinginkan permukaan kulit yang panas. Pada kondisi suhu lingkungan
yang dingin, pori-pori tubuh mengecil dan sedikit untuk memproduksi
keringat karena kulit sudah lembab. Berbeda di ginjal, dimana aldosterone
akan menurun. Sehingga urine yang diekskresikan akan lebih banyak.

d. Gaya hidup

Gaya hidup disini meliputi diet, stres, serta olahraga.

1) Diet

Dalam mempertahankan status cairan dan elektrolit, secara langsung asupan


yang seimbang akan menjadi balance cairan.

2) Stres

Stress akan meningkatkan beberapa hormon, seperti aldosterone,


glukokortikoid serta ADH. Hormon aldosterone dan glukokortikoid akan
menyebabkan retensi natrium, sehingga air juga akan tertahan. Dampak dari
ADH adalah penurunan jumlah urine.

3) Olahraga

Olahraga memerlukan energy lebih besar dari biasanya, sehingga memicu


peningkatan kehilangan air yang tidak disadari (insible water loss)

1.4 Tenaga aliran darah berasal dari tekanan hidrostatik, tekanan koloid osmotik
protein darah, dan tekanan hidrostatik cairan interstitial
Tekanan osmotik koloid plasma / tekanan onkotik adalah gaya yang
disebabkan oleh dispersi koloid protein protein plasma, tekanan ini ini
mendorong pergerakan cairan kedalam kapiler. Tekanan koloid plasma rata
rata adalah 25 mmHg.
Tekanan hidrostatik cairan interstisium adalah tekanan cairan yang
bekerja dibagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium, tekanan ini
mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
Pada ujung arteri dari kapiler, tekanan hidrostatik lebih tinggi dari
tekanan osmotic koloid darah,air,larutan,dan sedikit protein melintasi dinding
kapiler. Pada ujung vena,tekanan hidrostatik lebih rendah dan tekanan osmotic
koloid cenderung menarik air,eletrolit,dan produk katabolisme jaringan
kembali ke dalam darah. Namun sebagian cairan dan banyak dari protein
plasma yang telah keluar dari darah tidak kembali secara langsung, namun ikut
limfe dan kembali ke darah melalui system vaskuler limfe. Jadi terpelihara
keseimbangan,yang menjaga agar volume cairan ekstrasel cukup konstan dan
menahan sejumlah kecil protein plasma yang secara tetap lolos melalui
dinding kapiler darah.
Hukum starling : kecepatan dan arah perpindahan air dan zat terlarut
antara kapiler dan jaringan dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik dan osmotik
masing masing kompartemen.

Empat gaya yang mempengaruhi perpindahan cairan menembus dinding


kapiler adalah :
 Tekanan Hidrostatik Kapiler ( Pc )
Tekanan cairan/hidrostatik darah yang bekerja pada bagian dalam dinding
kapiler. Tekanan ini mendorong cairan dari membran kapiler untuk
masuk ke dalam cairan interstisium. Secara rata rata, tekanan hidrostatik
di ujung arteriol kapiler jaringan adalah 37 mmHg dan semakin menurun
menjadi 17 mmHg di ujung venula.

 Tekanan Koloid Osmotik Kapiler ( π c )


Disebut juga tekanan onkotik, yaitu suatu gaya akibat dispersi koloid
protein protein plasma. Tekanan ini mendorong gerakan cairan ke dalam
kapiler. Plasma punya konsentrasi protein yang lebih besar dan
konsentrasi air yang lebih kecil daripada di cairan interstisium. Perbedaan
ini menimbulkan efek osmotik yang mendorong air dari daerah dengan
konsentrasi air tinggi di cairan interstisium ke daerah dengan air yang
berkonsentrasi rendah ) konsentrasi protein lebih tinggi ) dari plasma.
Tekanan koloid osmotik plasma rata rata adalah 25 mmHg.

 Tekanan Hidrostatik Cairan Interstisium ( Pi)


Tekanan ini bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan
interstisium. Tekanan ini mendorong cairan masuk ke dalam kapiler.
Tekanan hidrostatik cairan interstisium dianggap 1 mmHg.

 Tekanan Osmotik Koloid Cairan Interstisium ( π i)


Sebagian kecil protein plasma yang bocor ke luar dinding kapiler dan
masuk ke ruang interstisium dalam keadaan normal akan dikembalikan ke
dalam darah melalui sistem limfe. Tetapi apabila protein plasma bocor
secara patologis, protein yang bocor menimbulkan efek osmotik yang
akan mendorong perpindahan cairan keluar dari kapiler dan masuk ke
cairan interstisium.

Filtrasi sepanjang kapiler terjadi karena ada tenaga Starling :


perbedaan tekanan hidrostatik intravaskuler dan interstisiil, dan perbedaan
tekanan koloid-osmotik intravaskuler dan interstisiil. Maka aliran cairan :

K (Pc + i) – (Pi + c)

K = koefisien filtrasi kaplier


Pc = tekanan hidrostatik kapiler = 37 mm Hg
Pi = tekanan hidrostatik interstitial = 17 mm Hg
c = tekanan koloid – osmotik kapiler = 25 mm Hg
i = tekanan koloid – osmotik interstisiil = diabaikan
 Jadi yang difiltrasi per hari sebanyak 24 liter/hari, 85% diserap
kembali dan 15% masuk saluran limfe.
 Pada jaringan yang tidak aktif, kapiler kolaps dan aliran darah
mengambil jalan pintas dari arteriol langsung ke venula.

(Buku ajar bedah jonatan oswari 1992)

2. Memahami dan menjelaskan  susunan sirkulasi kapiler


2.1 Aliran cairan tubuh dari kapiler di sisi arteri ke sel-sel tubuh
Sistem sirkulasi adalah sistem transport yang menghantarkan oksigen dan
berbagai zat yang di absorpsi dan traktus gastrointestinal menuju kejaringan
serta melibatkan karbondioksida keparu dan hasil metabolisme lain menuju
ginajl. Sistem sirkulasi berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan
mendistribusi hormon serta berbagai zat lain yang mengatur fungsi sel. Setiap
pembuluh halus yang menghubungkan anteriol dan venol membentuk suatu
jaringan pada hampir seluruh bagian tubuh. Dindingnya bekerja sebagai
membran semipermiabel untuk pertukaran berbagai substansi.

Sirkulasi kapiler adalah penghubung antar lingkungan eksternal dan


lingkungan cairan internal tubuh. Pertukaran material dalam pembuluh darah
kapiler ke sel terjadi melalui mekanisme difusi dan transport aktif

Difusi: peristiwa mengalirmya suatu zat dalam pelarut dari konsentrasi tinggi
ke rendah
Transport aktif: pergerakan atau pemindahan yang menggunakan energy
untuk mengeluarkan dan memasukkan ion ion dan molekul melalui membran
sel yang bersifat permeable

O2 dalam alveolus  berdifusi melalui membrane kapiler pulmonalis 


diikat Hb dalam sel darah merah  dikapiler darah jaringan O2 dilepas Hb 
O2 menuju sel jaringan
Darah mengalir dari jantung ke arteri, yang bercabang dan menyempit ke
arteriola, dan kemudian masih bercabang lagi menjadi kapiler. Setelah
terjadinya perfusi jaringan, kapiler bergabung dan melebar menjadi vena,
yang mengembalikan darah ke jantung.

Kapiler bercabang langsung dari arteriol atau dari mertarteiol, suatu saluran
utama antara arteriol dan venula. Kapiler-kapiler menyatu kembali di venula
atau metarteriol. Mertaarteriol dikelilingi oleh otot-otot polos yang
membentuk sfingter prakapiler yang mengelilingi kapiler sewaktu pembuluh
ini muncul dari mertarteriol Sfingter prakapiler bekerja sebagai keran untuk
mengatur aliran darah melalui kapiler tertentu.

3. Memahami dan menjelaskan edema pada gangguan keseimbangan aliran darah di


kapiler, arteri venule, dan limfa

UMUM
Arteri

Fungsi dari arteri adalah mengalirkankan darah dengan tekanan tinggi ke


jaringan. Oleh sebab itu, arteri mempunyai dinding pembuluh darah yang kuat
dan aliran yang kuat.

Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi (1) arteri besar


atau arteri elastis; (2) arteri ukuran sedang, arteri muskuler, dan (3) arteriola.

1. Arteri besar (arteri elastin) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya.


Arteri

jenis ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: (1) Intima, dibatasi oleh sel-sel
endotel. Pada arteri besar membrana basalis subendotel kadang-kadang tidak
terlihat. Membrana elastika interna tidak selalu ada. (2) Lapisan media terdiri
atas serangkaian membran elastin yang tersusun konsentris. (3) Tunika
adventitia tidak menunjukkan membrana externa, relatif tidak berkembang dan
mengandung serabut-serabut elastin dan kolagen.

2. Arteri ukuran sedang dan kecil memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-
sel

ini bercampur dengan sejumlah serabut elastin serta kolagen dan proteoglikan.

3. Arteriola merupakan pembuluh arteri yang paling kecil (halus), bergaris


tengah kurang dari 0,5 mm dan relatif mempunyai lumen yang sempit.
Memiliki tunika intima dengan tanpa lapisan subendotel dan umumnya tidak
mempunyai membrana elastik interna. Lapisan media adalah lapisan sel-sel
otot polos yang tersusun melingkar. Lapisan adventitia tipis, tidak berkembang
dengan baik dan tidak menunjukkan adanya membrana elastik externa.
Arteriol

Arteriol merupakan cabang kecil terakhir dari sistem arteri, yang mempunyai
diameter kurang dari 200 m. Arteriol mempunyai dinding otot yang

Pengaturan transport molekul

Transport glukosa, asam amino, dan albumin

kuat, dimana memiliki kemampuan dilatasi atau kontraksi dan mengontrol


aliran darah ke kapiler. Aliran darah ke masing-masing jaringan dikontrol oleh
tahanan pada arteriol. Metarteriol adalah bagian akhir arteriol yang bercabang,
membentuk 10 sampai 100 kapiler yang berhubungan dengan venul.

Kapiler

Kapiler merupakan tempat pertukaran oksigen dan nutrisi ke jaringan dan


menerima produk metabolisme.

Kapiler tersusun atas selapis sel endotel yang berasal dari mesenkim,
melingkar dalam bentuk tabung, mengelilingi ruang silindris, garis tengah
rata-rata kapiler berkisar dari 7 sampai 9 μm. Kapiler dapat dikelompokkan
dalam 3 jenis menurut struktur dinding sel endotel.

1. Kapiler . Susunan sel endotel rapat.

2. Kapiler atau perforata ditandai oleh adanya pori-pori diantara sel

endotel. Kapiler perforata biasanya ditemukan dalam jaringan-jaringan dimana


terjadi pertukaran-pertukaran zat dengan cepat antara jaringan dan darah,
seperti yang terdapat pada ginjal, usus, dan kelenjar endokrin.

3. Kapiler sinusoid, berkelok-kelok dan garis tengahnya sangat besar (30-40


μm), sirkulasi darah lambat, tidak memiliki dinding yang dibatasi kontinu oleh
sel– sel endotel, tetapi terbuka pada ruang–ruang antara sel, dan adanya sel
dengan dinding bulat selain sel endotel yang biasa dengan aktivitas
fogositosis. Kapiler sinusoid terutama ditemukan pada hati dan organ-organ
hemopoetik seperti sumsum tulang dan limpa. Struktur ini diduga bahwa pada
kapiler sinusoid pertukaran antar darah dan jaringan sangat dipermudah,
sehingga cairan darah dan makromolekul dapat berjalan dengan mudah bolak-
balik antara kedua ruangan tersebut.

Venul dan Vena

Venul mengumpulkan darah dari kapiler untuk dihantarkan ke vena, dimana


berperan sebagai penghantar darah ke atrium kanan. Karena tekanan sistem
vena rendah, dinding venul tipis. Dinding vena adalah otot, dimana
memungkinkan pembuluh darah untuk berkontraksi atau melebar dan
menyimpan darah, tergantung kepada kebutuhan fisiologis. Mekanisme vena
penting untuk membawa darah ke jantung.

Vena biasanya digolongkan menjadi:

1. Venula, garis tengah 0,2 – 1 mm, ditandai oleh tunika intima yang terdiri
atas

endotel, tunika media tebal yang terdiri atas lapisan sel otot polos, dan lapisan
adventitia merupakan lapisan yang paling tebal, terdiri atas jaringan
penyambung yang kaya akan serabut-serabut kolagen.

2. Vena ukuran kecil atau sedang dan mempunyai garis tengah 1 – 9 mm.
Tunika intima biasanya mempunyai lapisan subendotel yang tipis, tetapi hal
ini pada suatu saat mungkin tidak ada. Tunika media terdiri atas berkas-berkas
kecil otot polos yang bercampur dengan serabut-serabut kecil kolagen dan
jala-jala halus serabut elastin. Lapisan kolagen adventitia berkembang dengan
baik.

3. Vena besar mempunyai tunika intima yang berkembang dengan baik.


Tunika media jauh lebih kecil, dengan sedikit sel-sel otot polos dan banyak
jaringan penyambung. Tunika adventitia adalah lapisan yang paling tebal dan
pada pembuluh yang paling besar dapat mengandung berkas-berkas
longitudinal otot polos. Di samping perbedaan lapisan ini, vena ukuran-kecil
atau sedang menunjukkan adanya katup-katup di dalamnya. Struktur ini terdiri
atas 2 lipatan semilunaris dari lapisan dalam pembuluh yang menonjol ke
dalam lumen. Mereka terdiri atas jaringan penyambung elastin dan dibatasi
pada kedua sisinya oleh endotel. Katup-katup khususnya banyak pada vena
anggota badan (lengan dan tungkai). Mereka mendorong darah vena ke arah
jantung--- berkat kontraksi otot-otot rangka yang terletak di sekitar vena.

Limfe

Pembuluh limfe, merupakan saluran tipis yang dibatasi endotel berperan


dalam pengumpulan cairan dari ruang-ruang jaringan dan mengembalikannya
ke darah. Cairan ini dinamakan cairan limfe. Limfe hanya beredar dalam satu
arah, yaitu ke arah jantung.

Kapiler limfe berasal dari berbagai jaringan sebagai pembuluh tipis dengan
ujung buntu. Mereka terdiri atas satu lapisan endotel. Pembuluh yang tipis ini
bergabung dan berakhir sebagai 2 batang besar, yaitu ductus thorasicus dan
ductus limphaticus dexter, yang mengosongkan limfe ke dalam peralihan vena
jugularis interna dengan vena jugularis interna dexter. Di antara pembuluh-
pembuluh limfe terdapat kelenjar-kelenjar limfe. Dengan pengecualian sistem
syaraf dan sumsum tulang, sistem limfe ditemukan pada hampir semua organ.
Pembuluh limfe mempunyai struktur yang mirip dengan vena kecuali mereka
mempunyai dinding yang lebih tipis dan tidak mempunyai batas yang nyata
antara ketiga lapisan (intima, media, dan adventitia). Seperti vena, mereka
mempunyai banyak katup-katup interna. Akan tetapi, katup-katup ini lebih
banyak pada pembuluh limfe. Antara katup-katup pembuluh limfe melebar
dan mempunyai bentuk noduler.

Seperti vena, sirkulasi cairan limfe dibantu oleh kerja gaya eksterna (misalnya
kontraksi otot-otot sekitarnya) pada dindingnya. Gaya-gaya ini bekerja secara
tidak kontinu, dan aliran limfe terutama terjadi sebagai akibat adanya banyak
katup dalam pembuluh ini dan irama kontraksi otot-otot polos yang terdapat
dalam dindingnya.

Duktus limfaticus ukuran besar mempunyai struktur yang mirip dengan vena
dengan penguatan otot polos pada lapisan media. Pada lapisan ini, berkas-
berkas otot tersusun longitudinal dan sirkuler, dengan serabut-serabut
longitudinal lebih banyak. Tunika Adventitia relatif kurang berkembang.

EDEMA

i. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan osmotik


koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan
kelebihan cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih
sedikit daripada normal; karena itu, kelebihan cairan tersebut tetap berada
di ruang interstisium. Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi
protein plasma melalui beberapa cara berbeda: pengeluaran berlebihan
protein plasma melalui urine, akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis
protein plasma, akibat penyakit hati (hati membentuk hampir semua
protein plasma); makanan yang kurang mengandung protein; atau
pengeluaran bermakna protein plasma akibat luka bakar yang luas.

ii. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memung-kinkan lebih banyak


protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstisium
sekitar—sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh
histamin sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekanan
osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif,
sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang
terjadi akibat peningkatan protein di cairan interstisium meningkatkan
tekanan keluar efektif. Ketidak seimbangan ini ikut berperan menyebabkan
edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya, lepuh) dan reaksi
alergik (misalnya biduran).

iii. Meningkatnya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di vena,


menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler. Karena kapiler
mengalirkan isinya ke dalam vena, pembendungan darah di vena mengarah
pada "back log" darah di dalam kapiler karena lebih sedikit darah yang
keluar dari kapiler menuju vena yang kelebihan muatan daripada yang
masuk ke arteriol. Peningkatan tekanan hidrostatik keluar melewati
dinding kapiler ini berperan besar menyebabkan edema pada gagal jantung
kongestif .Edema regional juga dapat terjadi akibat restriksi lokal aliran
balik vena. Contohnya adalah pembengkakan yang sering terjadi di
tungkai dan kaki selama kehamilan. Uterus yang membesar menekan
vena-vena besar yang menyalurkan darah dari ekstremitas bawah sewaktu
pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke rongga abdomen. Bendungan
darah di vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki,
mendorong edema regional ekstremitas bawah.

iv. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan cairan


filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke
darah melalui pembuluh limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium
memperparah masalah melalui efek osmotiknya. Sumbatan pembuluh
limfe Iokal dapat terjadi, sebagai contoh, di lengan wanita yang saluran-
saluran drainase limfenya dari lengan telah tersumbat akibat pengangkatan
kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan
pembuluh limfe Elefantiasis. Penyakit tropis ini disebabkan oleh cacing
parasit yang ditularkan melalui nyamuk yang menginvasi pembuluh limfe.
Akibat gangguan pada drainase limfe, bagian tubuh yang terkena, biasanya
ekstremitas, menjadi sangat edematosa sehingga tampak mirip kaki gajah.
yang lebih luas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit yang
ditularkan melalui nyamuk yang terutama ditemukan di daerah pantai
tropis. Pada penyakit ini, cacing filaria yang halus mirip benang
menginfeksi pembuluh limfe dan keberadannya mencegah aliran limfe
yang normal. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan
ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering dinamai
elefantiasis karena kaki yang membengkak tampak seperti kaki gajah.
Apapun penyebab edemanya, satu konsekuensi yang penting adalah
berkurangnya pertukaran bahan antara darah dan sel. Karena penumpukan
cairan berlebih, jarak antara darah dan sel yang harus dilalui oleh nutrien,
O2, CO2, dan zat sisa untuk berdifusi bertambah. Karena itu, sel-sel di
dalam jaringan edematosa mungkin mengalami kekurangan pasokan.

4. Memahami dan menjelaskan gangguan kelebihan cairan tubuh (edema)


4.1 Definisi edema
Edema merupakan pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan
beberapa sel yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstitial (Robbins
et al, 2015). Edema adalah salah satu tanda adanya inflamasi. Inflamasi
merupakan reaksi pertahanan organisme dan jaringan terhadap kerusakan,
tujuannya adalah memperbaiki kerusakan atau paling tidak membatasinya
serta menghilangkan penyebab kerusakan, seperti bakteri atau benda asing.
4.2 Etiologi
FAKTOR AKIBAT KONDISI KLINIS
Tekanan hidrostatik Darah yang terhambat kembali ke Gagal jantung
plasma kapiler vena dapat menyebabkan Gagal ginjal
meningkat peningkatan tekanan kapiler. Obstruksi vena
Akibatnya cairan akan banyak Kehamilan
masuk kedalam
jaringan → edema
Tekanan osmotik Konsentrasi plasma protein Malnutrisi
koloid plasma berkurang → tekanan osmotik Diare kronik
menurun koloid plasma menurun → air Luka bakar
berpindah dari plasma masuk ke Sindroma nefrotik
dalam jaringan → edema Sirosis

Permeabilitas Peningkatan permeabilitas kapiler Infeksi bakteri


kapiler meningkat menyebabkan terjadinya Reaksi alergi
kebocoran membran kapiler Luka bakar
sehingga protein dapat berpindah Penyakit ginjal akut :
dari kapiler masuk ke ruang nefriris
interstitial
Retensi Natrium Ginjal mengatur ion natrium di Gagal jantung
meningkat cairan ekstrasel. Fungsi ginjal Gagal ginjal
dipengaruhi oleh aliran darah Sirosis hati
yang masuk. Bila aliran darah Trauma (fraktur, operasi,
tidak adekuat akan terjadi retensi luka bakar)
natrium dan air → edema Peningkatan produksi
hormon kortikoadrenal :
(aldosteron, kortison,
hidrokortison)
Drainase limfatik Drainase limfatik berfungsi untuk Obstruksi limfatik
menurun mencegah kembalinya protein ke (kanker sistem limfatik)
sirkulasi. Bila terjadi gangguan
limfatik maka protein akan masuk
ke sirkulasi, akibatnya tekanan
koloid osmotik plasma akan
menurun → edema

4.3 Klasifikasi
Edema dapat dibedakan menjadi :
a. Edema lokalisata (edema lokal) Hanya tebatas pada organ/pembuluh darah
tertentu. Terdiri dari :
 Ekstremitas (unilateral), pada vena atau pembuluh darah limfe
 Ekstremitas (bilateral), biasanya pada ekstremitas bawah
 Muka (facial edema)
 Asites (cairan di rongga peritoneal)
 Hidrotoraks (cairan di rongga pleura)
b. Edema Generalisata ( edema umum ) Pembengkakan yang terjadi pada seluruh
tubuh atau sebagian besar tubuh pasien. Biasanya pada :
 Gagal jantung
 Sirosis hepatis
 Gangguan ekskresi
c. Edema Organ, adalah suatu pembengkakan yang terjadi di dalam organ, misalnya,
hati, jantung, ataupun ginjal. Edema akan terjadi di organ-organ tertentu sebagai
bagian dari peradangan, seperti dalam faringitis, tendonitis atau pancreatitis, sebagai
contoh. Organ-organ tertentu mengembangkan edema melalui mekanisme jaringan
tertentu

Jenis edema berdasarkan penekanan pada kulit :


1. Edema pitting adalah mengacu pada perpindahan (menyingkirnya) air
interstisial oleh tekanan dari pada kulit yang meninggalkan cekungan. Setelah
tekanan dilepas memerlukan beberapa menit bagi cekungan ini untuk kembali
pada keadaan semula. Edema pitting sering terlihat pada sisi dependen,seperti
sokrum pada individu yang tirah baring,begitu juga dengan tekanan hidrostatik
grafitasi meningkatkan akumulasi cairan di tungkai dan kaki pada individu
yang berdiri.
2. Edema Non pitting adalah terlihat pada area lipatan kulit yang longgar,seperti
periorbital pada wajah. Edema non pitting apabila ditekan, bagian yg ditekan
itu akan segera kembali ke bentuk semula.

Edema Intrasel
Ada dua kondisi yang memudahkan terjadinya pembengkakan intrasel: (1)
depresi system metabolism jaringan dan (2) tidak adanya nutrisi sel yang adekuat.
Contohnya, bila aliran darah ke jaringan menurun,pengiriman oksigen dan nutrient
berkurang. Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk mempertahankan
metabolism jaringan normal,maka pompa ion membrane sel menjadi tertekan. Bila hal
ini terjadi, ion natrium yang biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi dipompa
keluar dari sel, dan kelebihan ion natrium dalam sel menimbulkan osmosis air ke
dalam sel. Kadang – kadang hal ini dapat meningkatkan volume intrasel suatu
jaringan bahkan pada seluruh tungkai yang iskemik,contohnya sampai dua atau tiga
kali volume normal. Bila hal ini terjadi, biasanya merupakan awal terjadinya kematian
jaringan.
Edema intrasel juga dapat terjadi pada jaringan yang meradang. Peradangan
biasanya mempunyai efek langsung pada membrane sel yaitu meningkatnya
permeabilitas membrane, dan memungkinkan natrium dan ion-ion lain berdifusi
masuk ke dalam sel, yang diikuti dengan osmosis air ke dalam sel.

Edema Ekstrasel
Edema ekstrasel terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam
ruang ekstrasel. Ada dua penyebab edema ekstrasel yang umum dijumpai : (1)
kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruangan interstisial dengan melintasi
kapiler dan (2) kegagalan system limfatik untuk mengembalikan cairan dari
interstisium ke dalam darah. Penyebab kliniis akumulasi cairan interstisial yang
paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan.

Jenis Edema
1. Edema perifer
Edema jenis ini adalah kondisi yang umumnya menyerang kaki, telapak kaki, dan
engkel, tapi bisa juga terjadi di lengan. Ini bisa menjadi tanda masalah sistem
sirkulasi, kelenjar getah bening, atau ginjal.
2. Edema pedal
Edema pedal adalah kondisi yang terjadi ketika cairan berkumpul di betis dan kaki
bagian bawah. Ini lebih umum terjadi pada perempuan hamil dan orang tua.
Kondisi ini menyebabkan kesulitan bergerak karena Anda mungkin merasakan terlalu
banyak beban di kaki Anda.
3. Limfedema
Edema atau pembengkakan jenis ini adalah yang paling sering disebabkan oleh
sumbatan atau kerusakan pada jaringan kelenjar getah bening, yaitu jaringan yang
membantu menyaring kuman dan limbah dari tubuh Anda.
Kerusakan tersebut mungkin disebabkan oleh perawatan kanker, seperti operasi dan
radiasi. Kanker itu sendiri juga dapat menghalangi jalan kelenjar getah bening dan
menyebabkan penumpukan cairan.
4. Edema paru
Ketika cairan terkumpul di kantung udara di paru-paru Anda, Anda mengalami edema
paru. Edema jenis ini adalah kondisi yang membuat Anda sulit bernapas.
Kondisi ini menjadi lebih buruk ketika Anda berbaring. Anda mungkin merasakan
detak jantung yang cepat, merasa lemas, dan batuk berbusa dan berdarah.
5. Edema serebral
Edema serebral adalah kondisi yang sangat serius di mana cairan menumpuk di otak.
Kondisi ini bisa terjadi jika kepala Anda terbentur dengan keras, pembuluh darah
tersumbat atau pecah, atau Anda memiliki rumor atau reaksi alergi.
6. Edema makula
Edema jenis ini adalah kondisi ketika cairan menumpuk di bagian mata yang disebut
makula, yang berada di tengah retina, jaringan peka cahaya di bagian belakang mata.
Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah yang rusak di retina mengeluarkan cairan
ke daerah tersebut.

4.4 Gejala
 Bengkak, mengkilat, bila ditekan timbul cekungan dan lambat kembali seperti
semula
 Berat badan naik, penambahan 2% kelebihan ringan, penambahan 5% kelebihan
sedang, penambahan 8% kelebihan berat
 Adanya bendungan vena di leher
 Pemendekan nafas dan dalam, penyokong darah (pulmonary).
 Perubahan mendadak pada mental dan abnormalitas tanda saraf, penahanan
pernapasan (pada edema cerebral yang berhubungan DKA)
 Nyeri otot yang berkaitan dengan pembengkakan
 Peningkatan tekanan vena ( > 11cm H 2O)
 Efusi pleura
 Denyut nadi kuat
 Edema perifer dan periorbita
 Asites

1. Penambahan berat badan secara cepat: penambahan 2% = kelebihan ringan,


penambahan 5%= kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
2. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium
serum normal, natrium urine rendah (<10 mEq/24 jam)

4.5 Laboratorium penyaring kelebihan cairan

Pemeriksaan Fisis

Untuk penyebab edema Untuk luasnya edema


 Bengkak tungkai  Tekanan vena jugularis (JVP)
 Bengkak sacral  Tanda penyakit jantung, hati,
 Asites ginjal
 Efusi pleura  Pemeriksaan rektal, vaginal
 Edema paru  Limfadenopati

 Inspeksi : Pemeriksaan dilakukan dengan melihat pada daerah edema biasanya


bentuk paru seperti kdok (abdomen cekung dan sedikit tegang), variesis di
dekat usus , variesis di dekat tungkai bawah dan sebagainya
 Palpasi : Menekan dengan ibu jari bagian yang bengkak dan di amati waktu
pengembaliannya (Pitting dan Non Pitting)
Derajat 1 : Kedalaman 1-3 mm dengan waktu kembali 3 detik
Derajat 2 : Kedalaman 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
Derajat 3 : Kedalaman 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Derajat 4 : Kedalaman 7 mm dengan waktu kembali 7 detik

a. Bentuk paru – paru seperti kodok ; abdomen cembung dan sedikit


tegang
b. Variesis di dekat usus
c. Variesis di dekat tungkai bawah
d. Edema timbal karena hipoalbuminemia
e. Perubahan sirkulasi Distensi abdomen
f. Timpani pada puncak asites
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang inisial yang bermanfaat untuk kasus edema paru akut adalah
rontgen toraks. Selanjutnya, pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi untuk
mengidentifikasi etiologi.

Rontgen Toraks

Pemeriksaan penunjang edema paru akut yang paling sederhana namun penting
dilakukan adalah rontgen toraks. Posisi ideal adalah posteroanterior dan lateral.
Namun demikian, bila kondisi pasien tidak memungkinkan, posisi anteroposterior
masih dapat dipertimbangkan.

Pada rontgen toraks edema paru akut yang disebabkan proses kardiogenik dapat
ditemukan garis Kerley B septal, peribronchial cuffing, bat-wing appearance, dan
kardiomegali. Sementara itu, pada edema paru akut yang disebabkan proses
nonkardiogenik, dapat ditemukan gambaran pneumonia berupa infiltrat pada
parenkim paru, gambaran ground glass appearance, dan konsolidasi yang ditandai
oleh air bronchogram.[3,4,6]

Edema paru akut pada umumnya terjadi bersamaan di kedua paru. Namun, pada
situasi tertentu, seperti adanya faktor posisi pasien selama menjalani prosedur
tertentu, edema paru akut dapat terjadi asimetris unilateral.[3,4]

CT Scan Toraks

Pada CT Scan toraks dapat ditemukan gambaran penebalan bronkovaskuler dan


opasitas ground glass pada kedua paru.[4]

USG

Pemeriksaan ini tidak mengandung unsur paparan radiasi yang dapat merugikan
pasien. USG Paru dapat dilakukan di IGD dan kamar operasi untuk mendeteksi lokasi
akumulasi cairan. Adanya gambaran berupa garis pleura Kerley lebih dari 3 buah
merupakan tanda khas terjadinya edema paru (lung rockets). Garis Kerley pada USG
tampak sebagai struktur hiperekoik.[3,4]

Echocardiography dapat dilakukan untuk memastikan adanya disfungsi ventrikel atau


katup yang menyebabkan gangguan sirkulasi paru.[3]
EKG

Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengeksklusi adanya proses kardiogenik seperti


infark miokard, disritmia, atau blok jantung yang dapat memicu terjadinya edema
paru akut.[3,7,8]

LABORATORIUM

Pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis edema paru akut antara
lain BNP, albumin, troponin, dan enzim pankreas.

Peningkatan kadar BNP terjadi karena adanya peregangan pada miosit ventrikel
karena terjadi peningkatan volume darah atau tekanan intrakardiak. Kadar BNP >500
pg/ml menandakan probabilitas yang tinggi akan terjadinya gagal jantung sebagai
salah satu penyebab edema paru akut.

Kadar albumin yang rendah (≤ 3,4 g/dl) merupakan penanda adanya gangguan pada
tekanan onkotik yang dapat memfasilitasi terjadinya edema paru akut dan dapat
terjadi pada penyakit hepar kronik, gangguan fungsi ginjal, malnutrisi, atau kondisi
lain yang dapat menyebabkan protein-loss.

Peningkatan enzim pankreas lipase dan amilase dalam darah dapat menandakan
adanya pankreatitis yang memicu terjadinya edema paru akut.

Sementara itu, pemeriksaan laboratorium yang dapat mengeksklusi adanya penyebab


nonkardiogenik seperti proses infeksi atau inflamasi yang memicu edema paru akut
juga harus dilakukan. Misalnya dengan melakukan pemeriksaan hitung darah lengkap
dan elektrolit.[3,6,7,11,13]

4.6 Penatalaksanaan (cara mengobati)


1. Pengobatan pada penyakit yang mendasar. Menyembuhkan penyakit
yang mendasari seperti asites peritonitis tuberkulosis.
2. Tirah Baring. Tirah Baring dapat memperbaiki efektifitas diuretika
pada pasien transudasi yang berhubungan dengan hipertensi porta
yang bisa menyebabkan aldosteron menurun. Dianjurkan Tirah
Baring ini sedikit kakinya diangkat, selama beberapa jam setelah
minum diuretika.
3. Diet. Diet rendah natrium antara 40-60 mEq/hari atau setara dengan
<500 mg/hari namun jika diet garam terlalu rendah akan
mengganggu fungsi ginjal.
4. Terapi presentesis. Dengan mengetahui dasar patofisiologi dari
protein (gradien nilai albumin serum) untuk mengetahui
penyebabnya dengan transudat atau eksudat dan menghitung sel
untuk mengetahui akibat dari inflamasi
5. Restriksi cairan <1500 ml/hari
6. Diuretik
a) Pada gagal jantung :
 Hindari overdiuresis karena dapat menurunkan curah
jantung dan menyebabkan azotemia prerenal
 Hindari diuretik yang bersifat hipokalemia karena dapat
menyebabkan intoksikasi digitalis

b) Pada sirosis hati :


 Spironolakton dapat menyebabkan asidosis dan hiperkalemia
 Dapat pula ditambahkan diuretik golongan tiazid
 Deplesi volume yang berlebihan dapat menyebabkan gagal
ginjal, hiponatremia dan alkalosis

Jenis jenis obat diuretic

a. Loop diuretik : dapat diberikan per oral atau intra vena


a) Furosemid :
 40-120 mg (1-2 kali sehari)
 Masa kerja pendek
 Efektif pada laju filtrasi glomerulus (LFG) yang rendah

b) Bumetanide :
 0,5 – 2 mg (1-2 kali sehari)
 Digunakan bila alergi terhadap furosemid

c) Asam etakrinat
 50-200 mg (1 kali sehari)
 Masa kerja panjang

b. Bekerja di tubulus distal, tidak hemat kalium (menyebabkan


hipokalemia)
a) Hidroklorotiazide (HCT)
 25-200 mg (1 kali sehari)
 Bekerja bila LFG > 25 ml/menit
b) Clortalidone
 100 mg (1 hari atau 2 hari sekali)
 Masa kerja panjang sampai 72 jam
 Bekerja bila LFG > 25 ml/menit

c) Metolazone
 Masa kerja panjang
 Efektif pada LFG yang rendah

b. Bekerja di tubulus distal, tapi hemat kalium


a) Spironolakton
 25-100 mg (4 kali sehari)
 Dapat menyebabkan hiperkalemia, asidosis
 Blok aldosteron → ginekomastia, impotensi, amenorea
 Onset 2-3 hari
 Jangan bersamaan dengan ACE-inhibitor dan K
 Sebaiknya tidak digunakan pada pasien GG
b) Amiloride
 5-10 mg (1-2 kali sehari)
 Kurang poten dibanding spironolakton
 Dapat menyebabkan hiperkalemia

c) Triamterene
 100 mg (2 kali sehari)
 Kurang poten dibanding spironolakton
 ES : hiperkalemia dan pembentukan batu ginjal

c. Bekerja di tubulus proksimalis


a) Asetazolamide (Diamoks)

b) Teofilin

 Diperantarai oleh cyclic adenosine monophosphate.

7. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar : diuresis yang


berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi,
perfusi yang inadekuat, sehingga diuretic harus diberikan dengan
hati-hati

Anda mungkin juga menyukai