Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

DIURESIS
MODUL GINJAL DAN CAIRAN TUBUH
KELOMPOK PRAKTIKUM A
Ivo Afiani

I11112017

Daniel Rychards Watopa

I1011131023

Andini Puji Lestari

I1011141005

Erni

I1011141008

Hizki Ervando

I1011141018

Bambang Aditya Rahmadani

I1011141020

Meiza Ihsan Fakhri

I1011141023

Esty Feira Yuliana

I1011141033

Syafitri Khadijah Kesuma

I1011141049

Adityawarman

I1011141061

M. Hammam Faisal F.

I1011141066

Anggita Serli Verdian

I1011141074

Dwi Wahyuningsih

I1011131013

Muhammad Redha Ditama

I1011131046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sistem urinaria berkontribusi terhadap homeostasis dengan cara mengukur
komposisi darah, pH, volume, dan tekanan; mempertahankan osmolaritas darah;
mengekskresi substansi asing dan tidak digunakan; serta memproduksi hormon.
Sistem urinaria terdiri dari ginjal dan saluran keluarnya urin yaitu, ureter, vesika
urinaria, dan uretra. Ginjal berperan penting dalam mempertahankan homeostasis
dengan mengatur konsentrasi berbagai konstituen plasma, khususnya elektrolit
dan air, dan dengan mengeliminasi semua sampah metabolik (kecuali
karbondioksida yang dikeluarkan oleh paru-paru). Urin yang dihasilkan oleh
ginjal mengandung zat sisa metabolisme yaitu, hasil pembongkaran zat sisa
metabolisme yang mana zat sisa ini sudah tidak digunakan tubuh. Sisa
metabolisme ini antara lain CO2, H2O, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.
Meskipun CO2 merupakan zat sisa namun sebagian masih dapat digunakan
sebagai buffer (dapar) dalam darah. Demikian juga H2O yang dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan.1
Meregulasi volume dan komposisi dari cairan tubuh, mengontrol distribusi
cairan ke seluruh tubuh, dan menstabilkan pH dari cairan tubuh adalah hal yang
krusial bagi homeostasis dan kesehatan. Mempertahankan hidrasi adekuat
merupakan hal penting dikarenakan sekitar 55% dan 60% tubuh adalah cairan.
Homeostasis bergantung pada mempertahankan keseimbangan antara masukan
dan keluaran semua bahan dalam lingkungan cairan internal. Pengaturan
keseimbangan cairan melibatkan dua komponen terpisah yaitu kontrol volume
CES yang mencakup volume plasma yang bersikulasi dan kontrol osmolaritas
CES. Ginjal mengatur volume CES dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas CES dengan mempertahankan keseimbangan
air.1,2
Ginjal juga membantu mempertahankan keseimbangan asam basa dengan
menyesuaikan keluaran ion hidrogen (asam) dan ion bikarbonat (basa) di urin
sesuai kebutuhan. Hal yang juga berperan dalam keseimbangan asam basa adalah
sistem buffer pada cairan tubuh yang secara kimia mengompensasi perubahan ion
hidrogen, serta paru yang dapat menyesuaikan laju ekskresi CO2 penghasil ion
hidrogen. Hasil analisa urin dapat menunjukkan status kesehatan ginjal dan tubuh

secara umum. Berbagai penyakit akibat metabolisme abnormal dapat diketahui


melalui sisa metabolisme yang ditemukan dalam urin. Produksi volume urin dan
berat jenis urin dapat menginformasikan kondisi tubuh dalam keadaan dehidrasi
atau tidak. Analisis urin meliputi analisa fisik dan kimiawi. Pemeriksaan urin
secara fisik pada praktikum ini meliputi volume, durasi pengumpulan, laju
produksi urin, berat jenis, warna, pH, dan ada tidaknya glukosa.1,2
1.2. Tujuan Penelitian
1. Memahami konsep homeostasis dan keseimbangan cairan
2. Memahami mekanisme umpan balik negatif sebagai dasar dari homeostasis
3. Memahami pengaturan keseimbangan cairan oleh ADH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Proses Pembentukan Urine


Fungsi pembentukan urin dilakukan oleh bagian ginjal yang disebut nefron,

terdiri dari tiga proses dasar yang terlibat, yaitu filtrasi glomerulus, reabsorbsi
tubulus, dan sekresi tubulus.2
a Filtrasi glomelurus

Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus, plasma bebas-protein tersaring


melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman. Dalam keadaan normal,
20% plasma tersaring ke dalam glomerulus. Proses ini, dikenal sebagai filtrasi
glomerulus. Filtrasi glomerulus adalah langkah pertama dalam pembentukan urin.
Setiap menit sekitar 125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi) terkumpul
dari seluruh glomerulus. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon)
setiap hari. Volume rata-rata plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, jadi
dapat diketahui bahwa ginjal menyaring plasma sekitar 65 kali sehari. Jika semua
yang difiltrasi keluar sebagai urin, maka semua plasma akan menjadi urin dalam
waktu kurang dari setengah jam. Namun, hal ini tidak terjadi karena tubulus ginjal
dan kapiler peritubulus berhubungan erat di seluruh panjangnya, sehingga bahanbahan dapat dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di dalam
kapiler peritubulus.
b

Reabsorbsi tubulus
Sewaktu filtrat mengalir melalui tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi

tubuh dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan selektif bahanbahan dari bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah ini disebut
reabsorpsi tubulus. Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh melalui
urin tetapi dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke
jantung untuk diresirkulasi. Dari 180 liter plasma yang disaring per hari, sekitar
178,5 liter direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam pelvis ginjal
untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum, bahan-bahan yang perlu dihemat
oleh tubuh secara selektif direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak
dibutuhkan dan harus dikeluarkan melalui di urin.
c

Sekresi tubulus
Sekresi tubulus adalah proses pemindahan secara selektif bahan-bahan dari

kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi
masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah, sedangkan yang pertama
adalah melalui filtrasi glomerulus. Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir
melalui kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman. Sedangkan sisa
80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler peritubulus untuk

direabsorbsi. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk mengeluarkan bahan


dari plasma secara cepat dengan mengekstraksi sejumlah bahan tertentu dari 80%
plasma yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan memindahkannya ke bahan
yang sudah ada ditubulus sebagai hasil filtrasi.
2.2.

Proses Pemekatan dan Pengenceran Urine


Manusia memiliki suatu sistem yang berfungsi untuk meregulasi

osmolaritas plasma dan konsentrasi natrium di dalam plasma dengan


menyesuaikan ekskresi air melalui ginjal. Ketika terjadi kelebihan cairan di dalam
tubuh, sekresi dari hormone ADH akan dikurangi sehingga permeabilitas tubulus
terhadap air berkurang dan jumlah urin yang disekresikan pun bertambah.
Menurunnya berat jenis urin dapat disebabkan oleh karena terjadi penurunan pada
osmolaritas. Tubuh manusia mampu mensekresikan sekitar 50 mOsm/l.2,3
Ketika urin memasuki tubulus kotntortus proksimal, tingkat konsentrasinya
adalah 300 mOsm. Urin dapat menjadi encer disebabkan karena terjadi
penyerapan NaCl dan kegagalan penyerpan air. Pada tubulus kontortus distal, urin
memiliki konsentrasi 100 mOsm dan terus berkurang di sepanjang duktus
koligens dan menjadi 50 mOmsm saat keluar dari kaliks minor. Keenceran urin
juga dapat dipengaruhi oleh hormone ADH dan aldosteron. ADH dan aldosterone
dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas tubulus meningkat sehingga
akan meningkatkan reabsorpsi air. Hal ini akan menyebabkan volume urin
menurun. Apabila ADH jumlahnya menurun, maka reabsopsi air menurun dan
akan mengakibatkan jumlah urin meningkat.2,3
Hal-hal yang menyebabkan ADH naik :
1.

Maningkatkan asmolalitas plasma.

2.

Penurunan volume dan tekanan darah.

Hal-hal yang menyebabkan ADH turun:


1.

Penurunan asmolalitas plasma.

2.

Peningkatan volume dan tekanan darah.


Apabila permeabilitas terhadap air tinggi, maka sewaktu bergerak ke bawah

melalui interstisium yang pekat, air akan berdifusi keluar duktus pengumpul dan

kembali ke dalam kapiler peritubulus. Hasilnya adalah penurunan ekskresi air dan
pemekatan urin. Pelepasan ADH dari hipofisis posterior meningkat sebagai
respons terhadap penurunan tekanan darah atau peningkatan osmolalitas ekstrasel
(penurunan konsentrasi air). ADH bekerja pada tubulus pengumpul untuk
meningkatkan permeabilitas air. Apabila tekanan darah rendah, atau osmolalitas
plasma tinggi, maka pengeluaran ADH akan terangsang dan air akan direasorbsi
ke dalam kapiler peritubulus sehingga volume dan tekanan darah naik dan
osmolalitas ekstrasel berkurang. Sebaliknya, apabila tekanan darah terlalu tinggi
atau cairan ekstrasel terlalu encer, maka pengeluaran ADH akan dihambat dan
akan lebih banyak air yang diekskresikan melalui urin sehingga volume dan
tekanan darah menurun dan osmolalitas ekstrasel meningkat.2,3,4
2.3.

Hormon yang Memengaruhi Sistem Urinaria


Ada suatu system umpan balik yang kuat untuk mengatur osmolaritas

plasma dan konsentrasi natrium, yang bekerja dengan cara mengubah ekskresi air
oleh ginjal, dan tidak bergantung pada kecepatan ekskresi zat terlarut. Pelaku
utama dari system uman balik ini adalah hormone antidiuretik (ADH), yang jga
disebut vasopressin.3
Bila osmolaritas cairan tubuh meningkat diatas normal (yaitu zat terlarut
dalam cairan tubuh menjadi terlalu pekat), kelenjar hiposfisis posterior akan
menyekresi lebih banyak ADH, yang meningkatkan permeabilitas tubulus distal
dan duktus koligentes terhadap air. Keadaan ini memungkinkan terjadinya
reabsorpsi air dalam dalam jumlah besar dan penurunan volume urin tetapi tidak
mengubah kecepatan ekstresi zat terlarut oleh ginjal secara nyata.3
Bila terdapat kelebihan air didalam tubuh dan osmolaritas cairan ekternal
menurun, sekresi ADH oleh hipofisis posterior akan menurun oleh sebab itu,
permeabilitas tubulus distal dan duktus kolegentes terhadap air akan menurun,
yang menghasilkan sejumlah besar urin encer. Jadi kecepatan sekresi ADH sangat
menentukan encer atau pekatnya urin yang akan dikeluarkan oleh ginjal.3
2.4.

Faktor yang Memengaruhi Pembentukan Urine

Faktor faktor yang Mempengaruhi Proses Pembentukan Urin Proses


pembentukan urin dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang
menyangkut hormon (antidiuretik dan insulin) dan faktor eksternal yang
menyangkut jumlah air yang diminum.5
a

Hormon antidiuretik (ADH)


Hormon

antidiuretik

dikeluarkan

oleh

kelenjar

sara

hipofisis

(neurohipofisis). Pengeluaran hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di


dalam otak yang secara terus-menerus mengendalikan tekanan osmotik darah
(kesetimbangan konstrasi air dalam darah). Oleh karena itu, hormon ini akan
mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus distal,
permeabilitas sel

sehingga

terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara kerja dan

pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut hormon antidiuretik.


Jika tekanan osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan
dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan
keringat), konsentrasi air dalam darah akan turun.Akiba dari kondisi tersebut,
sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah menuju ke ginjal. ADH selain
meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga meningkatkan permeabilitas
saluran pengumpul, sehingga memperbesar membran sel saluran pengumpul.
Dengan demikian air akan berdifusi ke luar dari pipa pengumpul, lalu masuk
ke dalam darah. Keadaan tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air
dalam darah. Namun, akibatnya urin yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih
pekat.
b

Hormon insulin
Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau Langerhans

dalam pankreas. Hormon


Penderita kencing manis

insulin berfungsi
(diabetes

melitus)

mengatur

gila

dalam darah.

memiliki

konsentrasi hormon

insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam darah akan tinggi. Akibat
dari keadaan tersebut adalah terjadi gangguan reabsorpsi di dalam tubulus
distal, sehingga dalam urin masih terdapat glukosa.
c

Jumlah air yang diminum

Jumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air


dalam darah. Jika kita meminum banyak air, konsentrasi air dalam darah
menjadi tinggi, dan konsentrasi protein dalam darah menurun, sehingga filtrasi
menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini menyebabkan darah lebih
encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya filtrasi dan
berkurangnya ADH akan menyebabkan menururnnya penyerapan air, sehingga
urin yang dihasilkan akan meningkat dan encer
2.5.

Karakteristik Urine

Tabel 2.1. Karakteristik Urin6


Karakteristik
Jumlah dalam 25 jam
(dewasa)

Normal

1200 -1500 mL

Abnormal
Kurang dari 1200 mL
Asupan cairan dalam jumlah
besar
Kuning tua
Keruh

Warna kejernihan

Kuning pucat, kuning transparan

Berwarna jingga tua


Merah atau coklat tua
Sumbat lendir, kental, dan
lengket

Bau

Sedikit beraroma

Menyengat

Sterilitas

Tidak ada mikroorganisme

Ada mikroorganisme
Lebih dari 8

pH

4,5 8
Kurang dari 4,5
Lebih dari 1,025

Berat jenis

1,010 1,025
Kurang dari 1,010

Glukosa

Tidak ada

Ada

Badan keton

Tidak ada

Ada

Darah

Tidak ada

Samar (mikroskopik)

Merah terang

Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome.
Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan,keadaan dehidrasi
konsentrasinya menjadi lebih pekat dan kecoklatan.penggunaan obat-obat tertentu
seperti multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi
kemerahan sampai kehitaman. Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang
merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan
mempengaruhi bau urine. Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada
usia,intake cairan,dan ststus kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1.200 sampai
1.500 ml per hari atau 150 sampai 600 ml per sekali miksi.6
2.6.

Urinalisis
Urinalisis adalah analisis kimia, makroskopis dan mikroskopis terhadap

urin. Urinalisis berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal atau infeksi traktus
urinarius dan untuk mendeteksi adanya penyakit metabolik yang tidak
berhubungan dengan ginjal. Berbagai uji urinalisis rutin dilakukan di tempat
praktik pemberi layanan kesehatan dan juga rumah sakit atau laboratorium
swasta.7
1. Pemeriksaan Makroskopis Urin
Pemeriksaan makroskopis adalah pemeriksaan yang dilakukan langsung
dengan mata tanpa penambahan reagen atau zat kimia tertentu. Pemeriksaan
makroskopis ini meliputi pemeriksaan volume, warna, kejernihan, bau. Untuk
pemeriksaan derajat keasaman (pH) dan berat jenis dilakukan dengan tes cepat
multistick.
a

Volume Urin
Mengukur volume urin bermanfaat untuk ikut menentukan adanya
gangguan faal ginjal , kelainan dalam kesetimbangan cairan badan dan
berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif dan semi
kuantitatif urin. Volume urin dewasa normal daerah tropis untuk urin 24 jam
berkisar antara 750 ml dan 1250 ml. Faktor yang mempengaruhi jumlah urin

adalah : suhu, iklim, jenis dan jumlah makanan, pekerjaan jasmani,


banyaknya keringat yang dikeluarkan, umur dan luas permukaan badan.4
b

Warna Urin
Warna urin yang dikeluarkan tergantung dari konsentrasi dan sifat
bahan yang larut dalam urin. Warna urin dapat berubah oleh karena : obat
obatan, makanan, serta penyakit yang diderita. Warna urin normal: Putih
jernih, kuning muda atau kuning. Warna urin berhubungan dengan derasnya
diuresis ( banyak kencing ), lebih besar diuresis lebih condong putih jernih.
Warna kuning urin normal disebabkan antara lain oleh urocrom dan
urobilin. Pada keadaan dehidrasi atau demam, warna urin lebih kuning dan
pekat dari biasa ginjal normal.4
Adanya infeksi traktus uranius urin akan berwarna putih seperti susu
yang disebabkan oleh bakteri, lemak dan adanya silinder. Warna urin
patologis lain adalah :7
1) Warna kuning coklat ( seperti teh ) penyebabnya adalah bilirubin.
2) Warna merah coklat penyebabnya hemoglobinuria dan porpyrin.
3) Warna merah dengan kabut coklat penyebabnya darah dengan
pigmen pigmen darah.
4) Warna coklat hitam penyebabnya melanin dan warna hitam
disebabkan oleh pengaruh obat obatan1.

Kekeruhan
Urin yang baru dikemihkan biasanya jernih. Kekeruhan yang timbul
bila urin didiamkan beberapa jam disebabkan oleh berkembangnya kuman
Kekeruhan ringan bisa disebabkan oleh nubecula. Pada infeksi traktus
urinarius, urin akan keruh sejak dikemihkan yang disebabkan lendir, sel
sel epitel dan lekosit lama lama mengendap.4

Bau Urin
Biasanya spesifik normal baunya tidak keras. Bau khusus pada urin
dapat disebabkan oleh makanan misalnya : jengkol, pete, durian dan yang
disebabkan obat obatan, misalnya : mentol, terpentin. Pada karsinoma

10

saluran kemih, urin akan berbau amoniak karena adanya kuman yang
menguraikan ureum dalam urin.4
e

Derajat keasaman Urin ( pH )


Derajat keasaman urin harus diukur pada urin baru, pH urin dewasa
normal adalah 4,6 7,5. pH urin 24 jam biasanya asam, hal ini disebabkan
karena zat zat sisa metabolisme badan yang biasanya bersifat asam.
Penentuan pH urin berguna pada gangguan cairan badan elektrolit serta pada
infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh kuman yang menguraikan
ureum. Adanya bakteriurea urin akan bersifat alkalis.4

Berat Jenis Urin. ( BJ Urin )


Berat jenis urin yaitu mengukur jumlah larutan yang larut dalam urin.
Pengukuran BJ ini untuk mengetahui daya konsentrasi dan data dilusi ginjal.
Normal berat jenis berbanding terbalik dengan jumlah urin. Berat jenis urin
erat hubungannya dengan diuresis, makin rendah diuresis makin tinggi berat
jenisnya dan sebaliknya. Normal berat jenis adalah 1003 1030. Tingginya
berat jenis memberikan kesan tentang pekatnya urin, jadi bertalian dengan
faal pemekat ginjal.4

2. Pemeriksaan Mikroskopis Urin


Pada pemeriksaan ini digunakan urin yang baru dikemihkan untuk
menghindari perubahan morfologi unsur sedimen. Syarat syarat pemeriksaan
sedimen adalah :4
a. Sebaiknya dipakai urin baru, bila tidak bisa maka sebaiknya disimpan pada
kulkas maksimal 1 jam atau disimpan dengan diberi pengawet.
b. Sebaiknya digunakan urin pagi karena urin pagi lebih kental dan bahan
bahan yang terbentuk belum rusak atau lisis.
c. Botol penampung harus bersih dan dihindari dari kontaminasi.
Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis adalah :4
a. Eritrosit
Normal jumlah eritrosit adalah 0 1 / LPB. Pada keadaan normal
eritrosit bisa berasal dari seluruh traktus urogenitalis. Kadang kadang
perdarahan saluran kemih bagian bawah menimbulkan bekuan darah dalam

11

urin. Bentuk eritrosit normal adalah cakram bikonkaf, diameter 7 , warna


hijau pucat dan jernih.
b. Lekosit
Normal jumlah lekosit adalah 4 5 / LPB. Lekosit dapat berasal dari
seluruh traktus urogenitalis. Lekosit dalam urin umumnya berupa segmen,
dalam urin asam lekosit atau pus biasanya mengerut, pada urin lindi lekosit
akan mengembang dan cenderung mengelompok. Lekosit umumnya lebih
besar dari eritrosit dan lebih kecil dari sel epitel.
c. Torak , silinder
Tempat pembentukan silinder adalah tubuli ginjal. Dan adanya silinder
dalam jumlah yang banyak dalam urin menandakan adanya kelainan pada
ginjal.
d. Sel Epitel
Bentuk sel epitel saluran kemih berbeda beda dari bagian atas
sampai bawah. Adanya sel epitel berasal dari traktus urogenetalis bagian
atas menunjukkan adanya pelepasan abnormal dari sel epitel tersebut.
e. Kristal
Adanya kristal dalam urin kurang bermanfaat untuk klinik, kecuali
apabila ditemukan kristal cystin atau sulfa. Adapun kristal kristal dalam
urin normal:4
a. Dalam urin asam ; asam urat, natrium urat dan jarang sekali calsium sulfat.
Kristal asam urat biasanya berwarna kuning.
b. Dalam urin asam atau yang netral atau yang agak lindi ; calsium oksalat,
dan kadang kadang asam hipurat.
c. Dalam urin lindi atau kadang kadang dalam netral ; ammonium
magnesium fosfat ( triplefosfat ) dan jarang jarang calsium fosfat.
d. Dalam urin lindi ; calsium carbonat dan calsium fosfat.
e. Bakteri , Spermatozoa , Protozoa, dll. Adanya infeksi pada traktus
urogenitalis akan menunjukkan adanya bakteriuria. Spermatozoa tidak
menunjukkan gejala klinis.

12

BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
a. Gelas untuk menampung urin
b. Gelas ukur
c. Multistix

13

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
3.1.2.
a.
b.
c.
d.

Jam
Timbangan berat badan
Sphygmomanometer raksa
Stetoskop
Tisu
Sarung tangan
Ergometer sepeda
Stopwatch
Alat monitor denyut jantung
Pakaian latihan dan sepatu
Bahan
Air putih 1 liter
Air teh 300 cc
Larutan gula (75 g dalam 300 cc)
Air putih 300 cc

3.2. Cara Kerja


1. Lima probandus dibagi dalam kelompok-kelompok perlakuan, yaitu
kelompok kontrol, kelompok air putih, kelompok teh, kelompok larutan
gula dan kelompok latihan anaerobik. Selama percobaan, subjek tidak boleh
makan, minum dan melakukan aktivitas berat.
2. Dilakukan pengambilan data pre-percobaan, yaitu 60 menit sebelum
percobaana .
3. Pada menit 0 percobaan, dilakukan pengambilan data kembali
4. Dilanjutkan dengan perlakuan terhadap kelompok-kelompok percobaan
sebagai berikut:
a. Kontrol : Minum air putih sebanyak 300 cc dalam waktu kurang dari
10 menit
b. Air putih : Minum air putih sebanyak 1 L dalam waktu kurang dari 10
menit
c. Teh : Minum air teh sebanyak 300 cc dalam waktu kurang dari 10
menit
d. Larutan gula : Minum larutan gula sebanyak 300 cc dalam waktu
kurang dari 10 menit
e. Latihan anaerobik : Minum air putih sebanyak 300 cc dalam waktu
kurang dari 10 menit dilanjutkan dengan latihan anaerobikb
5. Dilakukan pengambilan data pada menit ke-30
6. Dilakukan pengambilan data pada menit ke-60
7. Dilakukan pengambilan data pada menit ke-90
Keterangan:

14

1. Data yang diambil adalah:


a. Urin: volume, warna, urinalisis dengan multistix meliputi berat jenis
(BJ), pH, dan glukosa.
b. Berat badan.
c. Tekanan darah.
2. Prosedur latihan anaerobik:
a. Pemanasan: Subjek mengayuh ergometer sepeda selama 5-10 menit,
dengan siklus 30 detik mengayuh dan 30 detik istirahat dengan beban
yang sesuai. Pemanasan dilakukan hingga denyut jantung mencapai +
150 kali/menit.
b. Istirahat: dilakukan selama 3-5 menit
c. Latihan anaerobik : subjek mengayuh hingga dicapai kecepatan
maksimal. Latihan anaerobik dimulai pada saat kecepatan dan beban
maksimal telah tercapai (kecepatan dan beban maksimal tercapai
dalam waktu sekitar 3-4 detik). Subjek mengayuh pada kecepatan dan
beban maksimal selama 30 detik. Setelah 30 detik, dilakukan
pencatatan denyut jantung.
d. Pendinginan: subjek mengayuh dengan kecepatan dan beban yang
rendah selama 2-3menit.

15

16

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
4.1.1. Kelompok Kontrol
Nama Subjek: Bambang A.R

U-Pre
U-0

Perlakuan: Air 300 ml

Waktu

Volume

Durasi

Laju

pengumpulan

Urin

Pengumpulan

Produksi Urin

urin
08.15
09.15

(ml)
144
215

(menit)
60

180
195
98
-

30
30
30
-

U-30
09.45
U-60
10.15
U-90
10.45
U-120
Volume urin total

Berat

Warna

Jenis
(ml/menit)
1,005
Kuning bening
3,583
1,005
Kuning bening
Perlakuan : minum air putih 300 ml
6
1,010
Kuning bening
6,5
1,010
Kuning bening
3,268
1,010
Kuning bening
-

Berat

Tekanan

badan

Darah

56
56

110/80
110/90

56
56
56
-

110/80
110/80
100/80
-

pH

Glukosa

6
6
6
6
6
-

832

dalam 90 menit
4.1.2. Kelompok Konsumsi Air 1 Liter
Nama Subjek: Meiza

Perlakuan: Air 1 Liter

Waktu

Volume

Durasi

Laju

Berat

pengumpulan

Urin

Pengumpulan

Produksi Urin

Jenis

Warna

pH

Glukosa

Berat

Tekanan

badan

Darah

17

U-Pre

urin
08.14

(ml)
29

(menit)
-

(ml/menit)
-

1,025

Kuning pekat

U-0

09.14

21

60

0,35

1,015

Kuning pekat

26
53
27
-

30
30
30
-

U-30
09.44
U-60
10.14
U-90
10.44
U-120
Volume urin total

Perlakuan: minum air putih 1 liter


0,86
1,010
Kuning pekat
1,76
1,005
Kuning pekat
0,9
1,005
Kuning pekat
-

6
6,
5
6
6
6
-

75

110/90

75

110/90

77
77
77
-

100/80
120/90
120/90
-

156

dalam 90 menit

4.1.3. Kelompok Konsumsi Air teh


Nama Subjek: Adityawarman

U-Pre

Perlakuan: Air Teh

Waktu

Volume

Durasi

Laju

pengumpulan

Urin

Pengumpulan

Produksi Urin

urin
08.14

(ml)
246

(menit)
-

(ml/menit)
-

Berat
Jenis
1,010

Warna
Kuning bening

p
H
6

Glukosa
-

Berat

Tekanan

badan

Darah

63

110/80

18

U-0

09.14

U-30
09.44
U-60
10.14
U-90
10.44
U-120
Volume urin total

175

60

47
154
69
-

30
30
30
-

2,95
1,010
Kuning bening
Perlakuan: minum air teh 300 ml
1,53
1,010
Kuning bening
5,13
1,010
Kuning bening
2,3
1,010
Kuning bening
-

63

110/80

6
6
6
-

63
63
62
-

110/80
110/80
110/80
-

690

dalam 90 menit

4.1.4. Kelompok Konsumsi Larutan Air Gula


Nama Subjek: Hizki Ervando

Perlakuan: Air Gula

Waktu

Volume

Durasi

Laju

pengumpulan

Urin

Pengumpulan

Produksi Urin

U-Pre
U-0

urin
08.20
09.20

(ml)
128
210

(menit)
60

U-30

09.50

168

30

Berat

Warna

Jenis
(ml/menit)
1,005
Kuning bening
3,5
1,010
Kuning bening
Perlakuan: minum air gula
5,6
1,005
Kuning bening

Berat

Tekanan

badan

Darah

89
88

120/100
110/80

87

130/80

pH

Glukosa

6
6
6,

19

U-60

10.20

70

30

2,33

1,015

Kuning bening

U-90

10.50

45

30

1,5

1,010

Kuning bening

U-120
Volume urin total

5
6,
5
6,
5
-

87

130/100

87

140/80

621

dalam 90 menit

4.1.5. Kelompok Konsumsi Air dan Latihan Anaerobik


Nama Subjek: Muhammad Hammam Faisal F.

Perlakuan: anaerobic exercise

Waktu

Volume

Durasi

Laju

pengumpulan

Urin

Pengumpulan

Produksi Urin

U-Pre
U-0

urin
08.20
09.20

(ml)
250
243

(menit)
60

U-30

09.50

41

30

Berat

Warna

Jenis
(ml/menit)
1,010 Kuning keemasan
4,05
1,010 Kuning keemasan
Perlakuan: Melakukan aerobik
1,37
1,010 Kuning keemasan

Berat

Tekanan

badan

Darah

62
62

110/70
110/80

62

120/60

pH

Glukosa

6
6
6

20

U-60
10.20
U-90
10.50
U-120
Volume urin total
dalam 90 menit

25
38
-

30
30

0,833
1,23
-

1,010
1,010
-

Kuning keemasan
Kuning keemasan
597

6
6
-

62
62
-

110/80
100/70

21

4.2. Pembahasan
4.2.1. Kelompok Kontrol
Pada praktikum kali ini di lihat perbandingan antara sampel 1 (Kontrol) dan
sampel perlakuan yang akan dilihat produksi urin dalam waktu 0 menit,30 menit
(kontrol minum air putih sebanyak 300mL),60 menit,dan 90 menit. Pada sampel
yang mendapatkan perlakuan ada yang meminum air teh sebanyak 300mL,air gula
sebanyak 300mL,air putih sebanyak 1 liter,dan sampel yang melakukan gerakan
aerobic. Sampel kontrol menghasilkan urine pre-percobaan sebanyak 144mL,tidak
ditemukan glukosa,pH urin yaitu 6,berat jeni urin 1,005 dan warna urin kuning
bening,dimana urin ini dihasilkan dari konsumsi air sebelum melakukan
percobaan. Kemudian pada 15 menit kemudian sampel kontrol menghasilkan urin
sebanyak 215 mL,laju produksi urin 3,583mL/menit,berat jenis 1,005,pH yaitu
6,tidak ditemukan glukosa,dan warna urin uning bening. Pada keadaan ini terjadi
proses pengaturan keseimbangan cairan tubuh yang sebagian besar dipertahankan
oleh ginjal. Namun, sesuai dengan fisiologi pengaturan keseimbangan cairan
tubuh, ginjal hanya dapat mengurangi pengeluaran cairan tubuh bukan
menggantikan cairan tersebut.3
Pada menit ke 30 didapatkan hasil antara lain urin sebanyak 180mL,laju
produksi urin 6mL/menit,berat jenis 1,010,pH yaitu 6,tidak ditemukan
glukosa,dan warna urin uning bening. Terjadi peningkatan laju produksi urin
hampir 2 kali lipat dari waktu yang sebelumnya hal ini dapat terjadi karena sampel
diberikan minum air putih sebanyak 300mL,perubahan yang terjadi dalam jumlah
filtrat yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar dalam volume urin
yang terbentuk, osmolaritas akan menurun pada ekstraseluler yang menyebabkan
cairan akan lebih encer.2,3
Pada menit ke 60 didapatkan hasil antara lain urin sebanyak 195mL,laju
produksi urin 6,5mL/menit,berat jenis 1,010,pH yaitu 6,tidak ditemukan
glukosa,dan warna urin uning bening. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyebutkan dalam waktu 60 menit volume urin yang dikeluarkan setelah minum
berkisar 2-4 kali normal.1 Pada menit ke-60 ini kecepatan produksi urin mencapai
angka paling tinggi setelah minum air yaitu sebesar 6,5ml/menit.

22

Pada menit ke 90 didapatkan hasil antara lain urin sebanyak 98mL,laju


produksi urin 3,268mL/menit,berat jenis 1,010,pH yaitu 6,tidak ditemukan
glukosa,dan warna urin uning bening. Terjadi penurunan jumlah urin dan laju
produksi urin,hal ini karena fungsi dari ginjal sendiri dalam mempertahankan
keseimbangan cairan didalam tubuh.3
Indikator lainnya adalah berat badan,namun berat badan kurang atau tidak
memperlihatkan perubahan yang berarti dalam penimbangan berat badan. Karena
pada sampel kontrol hanya meminum 300mL air putih,maka tidak berpengaruh
besar terhadap perubahan berat badan. Kalau untuk tekanan darah dan pH urin,
dapat berfluktuasi.3
Pada menit 90,ternyata volume urin kembali menurun, berat jenis masih
sama,kuning bening,pH 6. Hal ini dipengaruhi oleh peran ADH yang akan
disekresi dalam jumlah yang banyak dari hipofisis posterior dan tinggi pada
plasma menuju ke arah ginjal. Apabila konsentrasi ADH tinggi maka akan
meningkatkan permeabilitas tubulus distal, tubulus koligens kortikal, dan duktus
koligens medulla,akibatnya urin yang dikeluarkan akan berkurang dan berwarna
pekat dan sebaliknhya.1,3
4.2.2. Kelompok Konsumsi Air 1 Liter
Pada hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa urin yang dihasilkan oleh
probandus pada saat U-30 adalah 26 ml. Dalam hal ini U-30 bermaksud 30 menit
setelah probandus meminum air putih sebanyak 1 liter. Jumlah tersebut lebih
banyak dibandingkan saat U-0 yang hanya sebanyak 21 ml. Kemudian pada saat
dilakukan pengambilan urin selanjutnya yaitu pada U-60 didapatkan hasil yang
lebih banyak lagi yaitu 53 ml. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan jumlah urin setelah probandus meminum air putih sebanyak 22 ml.
Asupan cairan yang lebih ini memicu ginjal untuk mengeluarkan lebih banyak
volume urin sebagai respon untuk menjaga osmolaritas cairan tubuh.8
Pada saat U-90 sebanyak 27 ml volume urin yang dihasilkan. Hal tersebut
disebabkan karena pada saat U-30 dan U-60

urin yang dikeluarkan belum

sebanding dengan asupan cairan yang dikonsumsi oleh probandus sehingga pada

23

saat U-90 volume urin cukup tinggi. Sehingga pada saat di akumulasikan antara
U-30, U-60, dan U-90 volume urin yang dikeluarkan yaitu sebanyak 156ml yang
tidak sebanding dengan air yang dikonsumsi oleh probandus.8
Pada praktikum didapatkan bahwa sebelum probandus meminum air putih
sebanyak 1 liter urin yang dihasilkan berwarna kuning dan pekat, namun setelah
meminum air putih 1 liter urin yang dihasilkan menjadi bening dan sangat encer.
Ginjal normal memiliki kemampuan yang besar dalam membentuk berbagai
proporsi zat terlarut dan air dalam urin sebagai respon terhadap berbagai
perubahan. Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh dan osmolaritas cairan tubuh
menurun, ginjal akan mengeluarkan urin dengan osmolaritas 50mOsm/L (1/6 dari
Osmolaritas CES normal). Ginjal mereabsorpsi zat terlarut terus menerus dan
pada saat yang sama tidak terjadi proses reabsorbsi sejumlah besar air di
tubulus kontortus distal dan duktus kolektifus. Sehingga volume urin yang
dikeluarkan

semakin

meningkat

dan

osmolaritas

urin

menurun,

yang

menyebabkan ekskresi urin yang encer dalam volume yang besar. Tetapi,
jumlah total zat terlarut yang diekskresi ginjal tetap relatif konstan. Respon
ginjal tersebut mencegah penurunan drastis osmolaritas plasma selama meminum
air dalam jumlah yang berlebihan. Oleh karena itu, setelah meminum air putih
sebanyak 1 liter urin yang dihasilkan menjadi bening, encer dan dengan volume
besar.1
Berat jenis adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan
dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai
standar. Berat jenis urin tergantung dari jumlah zat yang larut di dalam urin atau
terbawa di dalam urin. Berat jenis plasma (tanpa protein) adalah 1001-1035. Bila
ginjal mengencerkan urin (misalnya sesudah meminum air), maka berat jenisnya
rendah. Bila ginjal memekatkan urin maka berat jenis urin akan naik. Pada hasil
praktikum didapatkan bahwa berat jenis urin U-pre dan U-0 adalah sebanyak
1.025 dan 1,015. Namun pada saat probandus meminum air putih sebanyak 1 liter
terjadi penurunan berat jenis urin hingga 1.110. Konsumsi air dalam jumlah besar
akan mengakibatkan kelebihan air harus dikeluarkan dari tubuh tanpa
mengeluarkan solut di dalamnya yang penting untuk menjaga homeostasis

24

tubuh. Sehingga ginjal harus megeluarkan air, namun partikel solut tidak
dikeluarkan dalam jumlah besar yang menyebabkan pengeluaran urin yang
encer. Hal tersebut dibuktikan bahwa setelah probandus meminum air putih
sebanyak 1 liter, ginjal mengencerkan urin sehingga berat jenis yang dihasilkan
akan rendah.
4.2.3. Kelompok Konsumsi Air teh
Pengeluaran urin terbagi menjadi beberapa waktu yaitu U-pre, U-0, U-30,
U-60 dan U-90. Pembuangan urin yang pertama dilakukan untuk mengosongkan
vesica urinaria terlebih dahulu. Pembuangan urin di masukan ke dalam gelas ukur
didapatkan pengukuran sebesar 246 ml. Volume urin tersebut cukup banyak
karena sebelum pratikum prabandus terlebih dahulu meminum air. Setelah itu
sebelum probandus diberikan

perlakuan ( air teh 300cc) sesuai pratikum.

probandus menunggu 60 menit untuk pembuangan urin untuk U-0, didapatkan


hasil pengukuran sebesar 175ml sehingga dapat terukur laju produksi 2,95
ml/menit. Setelah pengukuran U-0, probandus diberikan perlakuan unutk
meminum air teh sebanyak 300ml. Setelah perlakuan diberikan maka dilakukan
pengukuran beberapa variabel berupa voulme urin, laju produksi urin, berat jenis
urin, warna urin, ph urin, glukosa pada urin, berat badan, dan tekanan darah.9
Pengukuran semua variabel tersebut dilakukan setiap 30 menit. Probandus
menunggu 30 menit untuk mengetahui hasil u-30. Waktu U-30 pengeluaran urin
sebesar 47ml sehingga dapat terukur laju produksi 1,53 ml/menit. Waktu U-60
pengeluaran urin sebsar 154 ml sehingga dapat terukur laju produksi 5,13
ml/menit. Waktu U-90 pengeluaran urin sebesar 69 ml/menit sehingga dapat
terukur laju produksi 2,3. Pada teh mengandung Kafein. kafein dalam tubuh
bekerja mengambil alih reseptor adenosin dalam sel saraf akan memeacu produksi
hormone adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah sehingga
pengeluaran urin yang lebih banyak.9
4.2.4.

Kelompok Konsumsi Larutan Air Gula


Pengukuran volume urin pertama kali dilakukan untuk mengosongkan

kandung kemih dan didapatkan volume urin 128 ml. Kemudian setelah proses

25

pengosongan kandung kemih dilakukan pengukuran volume urin untuk mencatat


produksi urin selama 60 menit pada probandus sebelum perlakuan diberikan.
Volume urin sebelum perlakuan diberikan disebut U-0 dan didapat kan volume
210 ml, sehingga dapat terukur laju produksi urin U-0 adalah 3,5 ml/menit.
Setelah pengukuran U-0, probandus diberikan perlakuan dengan meminum air
gula sebanyak 300 ml. Kemudian dilakukan pengukuran beberapa variabel yaitu
volume urin, laju produksi urin, berat jenis urin, warna urin, pH urin, glukosa
pada urin, berat badan, dan tekanan darah. Pengukuran semua variabel tersebut
dilakukan setiap jam.
Pada pengukuran laju produksi urin 30 menit pertama (U-30) yaitu 5,6
ml/menit, 30 menit kedua (U-60) didapatkan 2,33 ml/menit, 30 menit ketiga (U60) didapatkan 1,5 ml/menit. Laju produksi urin ini ditentukan oleh Volume Urin
per satuan Menit, dimana diketahui bahwa volume di U-30 yaitu 168ml, dan di U60 yaitu 70ml serta di U-90 yaitu 45ml,

ini berarti bahwa glukosa dapat

menurunkan volume urin yang mengakibatkan turunnya laju produksi urin. Hal
ini sesuai dengan teori menyatakan dengan mengkonsumsi air gula maka kadar
glukosa dalam darah juga meningkat dan osmolaritas juga bertambah, yang
selanjutnya akan dideteksi oleh osmoreseptor di hipotalamus sehingga memicu
keluarnya hormon ADH. Sehingga, terjadi peningkatan reasorbsi air di tubulus
koligens untuk mencegah air keluar.
Saat meminum air gula, maka kadar glukosa di dalam darah akan
meningkat. Glukosa akan mengalami proses reabsorpsi di Tubulus Kontortus
Proksimal.Hal ini bersifat transpor aktif sekunder saat berada di ultrafiltrat.
Transport glukosa ini difasilitasi oleh carrier SGLT yang dibantu oleh pompa
Na+K+. Glukosa akan ditranspor memasuki sel tubulus bersama dengan ion Na +.
Pompa Na+K+ ini berfungsi untuk memompa ion Na+ keluar dari sel menuju cairan
interstisial agar ion Na+tidak menumpuk di dalam sel. Selanjutnya, glukosa
mengikuti gradient konsentrasi, berpindah menuju kapiler peritubular dan kembali
ke peredaran darah. Penyerapan glukosa bersifat obligat, artinya yaitu pada
kondisi normal, glukosa akan direabsorpsi seluruhnya sehingga di urin tidak akan
ditemukan di urin.

26

Namun, Terdapat suatu keadaan tertentu di mana kadar glukosa terlalu tinggi
sehingga gagal direabsorpsi seluruhnya sehingga menyebabkan terdapat glukosa
di dalam urin. Hal ini bisa terjadi karena terbatasnya carrier glukosa yang ada.
Batasan reabsorpsi ini disebut dengan Tm (transport maximum). Tm glukosa
berkisar pada leve; 3755 mg/min atau kisaran 300 mg / 100 mL. Hal ini menjawab
mengapa glukosa di urin negatif di periode waktu berbeda pada ginjal normal, hal
ini menunjukkan bahwa glukosa yang dikonsumsi masih berada di bawah Tm
sehingga tidak terjadi bocor gula.
Mengenai warna urin dan berat jenis, menurut teori bahwa berat jenis urin
berhubungan dengan molekul-molekul yang terdapat dalam urin. Urin yang pekat
maka berat jenisnya pun besar. Hal ini dikarenakan molekul limbah meningkat
dalam urin seperti urea, kreatinin dan fenol. Secara fisiologis, warna urin berasal
dari pemecahan bilirubin di hati yang akan dieksresi melalui urin, bilirubin ini
akan memberikan warna kuning pada urin. Namun kepekatan warna urin
tergantung dari komposisi urin. Jika kandungan air dalam urin semakin banyak
dan zat terlarut yang dihasilkan sedikit, maka warna urin cenderung pudar,
sedangkan jika urin yang dikeluarkan memiliki kandungan air yang tinggi dan zat
terlarut yang banyak, maka warna urin akan menjadi kuning pekat.
Perihal pH urin, ini berhubungan dengan sekresi ion H+ yang berperan dalam
memelihara keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Ion H+ menjadikan pH urin
menjadi asam. Tingkat sekresi ion H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh.
Pada pengukuran berat badan didapatkan nilai yang relatif konstan karena proses
pembuangan cairan tubuh melalui urin tidak mempengaruhi berat badan dan tubuh
akan menjaga berat badan untuk tetap stabil terhadap berbagai perubahan yang
ada. Pada probandus didapatkan pH berkisar 6-6,5.
Menjawab tekanan darah, didapatkan nilai sebagai berikut U-Pre 120/100,
U-0 110/80, U-30 130/80, U-60 130/100, U-90 140/80. Secara fisologis, tekanan
darah sangat dipengaruhi oleh volume cairan ekstrasel pada sirkulasi darah dan
kadar ion natrium dalam tubuh Secara fisiologis dijelaskan bahwa ketika volume
cairan tubuh meningkat maka tekanan darah meningkat, hal ini sesuai dengan
tahanan Na+, diamana air akan juga mengikuti sehingga sedikit air dalam urin

27

atau sederhananya dikatakan volume urin menurun porsinya, ini berarti akan
berelasi dengan peningkatan tekanan darah sesuai pada percobaan dimana tiap
periode waktu jam terjadi peningkatan darah. Secara garis besar dapat
dimpulkan

berkaitan

dengan

mekanisme

rangsangan

Renin-Angiotensin-

Aldosteron.1,2,3
4.2.5. Kelompok Konsumsi Air dan Latihan Anaerobik
Pada percobaan ini, dilakukan enam kali pengukuran urin. Hasilnya
pengukuran pertama adalah volumenya 250 ml, berat jenis 1,010, warna kuning
muda, pH 6,0, glukosa negatif, BB 62 kg dan TD 110/70 mmHg.
Kemudian, dilakukan kembali pengukuran U-0. Volume urin berkurang
menjadi 243 ml, pH 6,5, sedangkan warna, berat jenis (BJ), dan glukosa urin tidak
mengalami perubahan TD 110/80 mmHg. OP kemudian melakukan latihan
anaerobic setelah meminum 300cc air. Terjadi penurunan volume Urin yang
dihasilkan oleh OP U-30 menjadi 41 ml.. BJ dan pH Urin OP dalam rentang
normal.
Faktor yang mempengaruhi volume urin adalah asupan cairan, sekresi
hormon antidiuretik (ADH), dan kebutuhan ekskresi zat terlarut seperti glukosa
atau garam. Selain itu, aktivitas fisik dan iklim dapat mempengaruhi volume
pengeluaran urin. Contohnya berolahraga dan cuaca panas dapat mengurangi
pengeluaran urin sebesar 20-60%, sedangkan pada saat dingin dan hipoksia akan
menambah volume pengeluaran urin. Hal ini disebabkan pada saat panas ataupun
pada saat seseorang selesai berolahraga, tubuh akan kehilangan cairan melalui
keringat.2
Pada saat melakukan olahraga berat tanpa asupan air yang adekuat, tubuh
akan merespon dengan mengaktifkan Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron untuk
menghemat air. Renin akan mengubah angiotensinogen dalam plasma menjadi
angiotensin I dan dengan bantuan ACE yang terdapat banyak pada kapiler paru
akan mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan memicu
sekresi hormon Vasopressin yang dapat meningkatkan reabsorpsi H2O ditubulus
ginjal, juga menstimulasi pembentukan hormon Aldosteron pada korteks adrenal

28

yang dapat memicu peningkatan reabsorpsi Na + pada tubulus kontortus distal.


Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan diuresis, yang menyebabkan volume
urin OP terus berkurang.2
Berat jenis rata-tata urin OP yaitu 1015,83 dan tergolong dalam kisaran
normal (rentang normal1,001-1,035). Warna urin berubah menjadi kuning tua.
Warna kuning ini diakibatkan oleh urokrom, pigmen yang berasal dari pemecahan
empedu dan urobilin (berasal dari pemecahan hemoglobin) dan masih berada
dalam keadaan normal.1
Rata-rata pH urin 6,3. pH urin OP masih tergolong normal, sesuai dengan
kriteria urin normal yang memiliki pH 4,6-8,0 dengan rentang rata-rata sekitar 6.
Keasaman urin bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Makanan yang
memiliki kandungan protein yang tinggi dapat meningkatkan keasaman urin.1
Tidak ditemukan adanya glukosa pada urin OP yang menunjukkan bahwa
proses filtrasi dan reabsorpsi di nefron ginjal masih dalam keadaan normal.2

29

BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
a. Perbedaan urin setelah dan sebelum meminum air putih 1 liter adalah warna
berubah menjadi bening setelah minum air putih 1 liter dan berat jenis
menjadi turun karena ginjal mengencerkan urin sehingga berat urin turun.
b. Pada teh mengandung Kafein. kafein dalam tubuh bekerja mengambil alih
reseptor adenosin dalam sel saraf akan memeacu produksi hormone
adrenalin

dan

menyebabkan

peningkatan

tekanan

darah

sehingga

pengeluaran urin yang lebih banyak.


c. Air gula yang dikonsumsi akan mempengaruhi volume urin , laju produksi
urin, berat jenis urin, warna urin, pH urin, glukosa pada urin, berat badan,
dan tekanan darah, yang menyebabkan tubuh berespon melalui regulasi
persarafan, hormonal.
d. Aktivitas fisik dan iklim dapat mempengaruhi volume pengeluaran urin,
disebabkan pada saat melakukan aktivitas fisik atau iklim yang panas
ataupun pada saat seseorang selesai berolahraga, tubuh akan kehilangan
cairan melalui keringat.

DAFTAR PUSTAKA

30

1. Tortora GJ. Principles of anatomy and physiology. Australia: John Wiley &
Sons Australia, Ltd; 2016.
2. Sherwood L. Introduction to human physiology. 8 th edition. Brooks/Cole;
2013.
3. Guyton AC. Text Book Of medical physiology 11th Ed.Philadelphia:
Elsevier Inc. 2006.
4. Gandasoebrata, R. Penuntun laboratorium klinik.Cetakan ketigabelas.
Jakarta: Dian Rakyat.2007.
5. Kenneth S. Anatomy & Physiology: The unity of form and function. 6th
Edition. New York: Mc GrawHill; 2012.
6. Brunner & Suddarth.Medical Surgical Nursing,Vol.2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.2008.
7. Kee, Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboraturium & diagnostik.
Edisi 6. Jakarta : EGC. 2007.
8. Pearce, Everlyn C. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka. 2008.
9. Uliyah, musrifatul. kete.rampilan dasar praktek klinik. Jakarta: salemba
medika. 2008.

Anda mungkin juga menyukai