Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2015,
PPOK diklasifikasikan seperti tingkatan berikut:
1. 1) Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis berupa batuk atau tanpa batuk. Dengan
atau tanpa produks sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% .
2. 2) Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis berupa batuk atau tanpa batuk, dengan
atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
3. 3) Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis berupa sesak napas derajat sesak 3 dan 4.
Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
4. 4) Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis pasien derajat III dengan gagal
napas kronik. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri
:FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.
5.
1.2. Kandungan rokok
1.3. Dampak
Konsumsi rokok terus menerus akan menjadi salah satu faktor tertinggi pengidap
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Perokok memiliki risiko tinggi terkena PPOK
sedangkan sebagian perokok dengan jumlah dan sejarah merokok yang sama tidak
terkena penyakit tersebut.
Namun ada juga faktor resiko genetik yang bisa memperparah keadaan yaitu
SERPINA1. Gen ini mengkode serine protease inhibitor yaitu α1-antitripsin
(AAT).Adanya kesalahan pada pengkodean SERPINA1 ini yang menyebabkan
defisiensi AAT menjadikan aktivitas protease tidak terhalangi dan puncaknya adalah
terjadi emfisema. (Alel M yang berhubungan dengan AAT = normal, Alel Z =
defisiensi AAT.
Kelainan patologis pada PPOK (penyebab utama merokok)
Asap rokok dapat menghambat pembersihan mukosa oleh silia yang akan
mengakibatkan penumpukan mukus pada paru. Makrofag dan neutrofil masuk ke
dalam epitel dan memicu sejumlah kerusakan epitel bersamaan dengan sel sel yang
overproduksi mukus membuat bronkiolus dan alveoli terisi dengan mukus. Mukus
yang berlebihan akan memenuhi alveolus membuat ukuran alveoli membesar dan
kehilangan fungsi pertukaran gas (kepenuhan sama mukus) (Cripps and Gibbs, 2012).
Hal ini dipersulit dengan susahnya membersihkan sekret oleh karena silia tidak
berfungsi dengan baik, oklusi distal saluran nafas, dan ketidakefektifan batuk dalam
mengeluarkan sekret karena lemahnya otot respiratori dan penurunan PEF (Peak
Expiratory Flow)
Kelebihan mukus disebut juga dengan inflamasi kronis di saluran nafas, diawali
dengan paparan yang secara terus-menerus terhadap toksin eksogen (asap rokok)
mengakibatkan kerusakan pada epitel saluran nafas dan mengaktivasi respon sistem
imun bawaan (innate) yang utama yaitu inflamasi neutrofil dengan respon yang cepat
dan tidak spesifik. Sel sel sistem imun innate akan mengaktifkan sistem imun adaptif
(sel CD8+-, CD4+, sel T-helper1, dan sel-B). aktivasi respon imun adaptif adalah
awal dari meluasnya inflamasi kronik, stres oksidatif, dan remodeling yang akan
berujung pada destruksi ruang alveolar.
Pengobatan :
bronkodilator karena efek utama dari semua kelas obat ini adalah relaksasi otot polos
saluran napas
Kortikosteroid baik dalam bentuk oral maupun sistemik : mempersingkat waktu
pemulihan, meningkatkan fungsi paru-paru, mengurangi risiko kambuh , kegagalan
pengobatan, dan lama tinggal di rumah sakit.
Prednison mempunyai efek antiradang
Terapi oksigen : mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ - organ lainnya
Neutrofil adalah sel fagosit yang berespons terhadap rangsangan kemotaksis dengan
bermigrasi ke lokasi-lokasi infeksi, inflamasi atau kematian sel.
Neutrofil ini memiliki fungsi sebagai garis pertahanan tubuh terhadap zat asing
terutama terhadap bakteri. Ia menggelinding sepanjang endotel, melekat ke reseptor
endotel spesifik, berjalan menembus dinding kapiler (diapedesis) dan bermigrasi
melewati jaringan sebagai respons terhadap zat kemotaksin. Neutrofil menelan bakteri
dan material asing lain di jaringan dengan proses yang disebut fagositosis.
2.3. Hubungan
Elastase neotrofil merupakan enzim proteolitik yang dikeluarkan oleh sel makrofag.
Sel makrofag dan neutrophil akan aktif karena akibat respon inflamasi dengan adanya
radikal bebas yang dapat menghambat aktivitas I- antitrypsin. Elastase neutrophil
dapat merusak serat-serat elastin yang akan menimbulkan kelemahan dinding saluran
pernafasan
Neutrofil melepaskan ganulanya yang mengandung enzim protoeolitik (elastase,
proteinase-3, katapsin-G, katapsin-B dan matrix metealoproteinases [MMP]) dan
meieloperoksidase ke vakuola fagosit yaitu tempat pembentukkan H2O2 dan oksigen
reaktif lainnya. Mikroba akan terbunuh san terjadi proteolisis fagosom.
2.4. Gangguan
Asap rokok akan mengaktivasi respon sistem imun bawaan (innate) yang utama yaitu
inflamasi neutrofil dengan respon yang cepat dan tidak spesifik. Sel sel sistem imun
innate akan mengaktifkan sistem imun adaptif (sel CD8+-, CD4+, sel T-helper1, dan
sel-B). Aktivasi respon imun adaptif adalah awal dari meluasnya inflamasi kronik,
stres oksidatif, dan remodeling (penyempitan) yang akan berujung pada destruksi
ruang alveolar.
Enzim elastase ini sangat berpengaruh bagi tubuh yaitu menyebabkan cedera paru-
paru akut, sindrom gangguan pernapasan akut, serta banyak banyak proses inflamasi
lain seperti emfisema, fibrosis kistik, PPOK, penyembuhan luka, rheumathoid
arthritis, dan iskemia reperfusi.
AAT juga untuk menjalankan fungsi proteksi terhadap enzim perusak (elastase) yang
dihasilkan tubuh sebagai reaksi terhadap polutan.
Akibat
Individu yang menderita defisiensi α1-antitripsin mempunyai risiko tinggi untuk
mengidap emfisema (Pembengkakan progresif yang destruktif pada bronkiolus,
saluran alveolar, dan kantung alveolar) yang mengarahkan kita pada teori bahwa
ketidakseimbangan proteinase-antiproteinase menyebabkan destruksi paru.
TAMBAHAN
Protease merupakan kelompok enzim-enzim yang sangat kompleks yang menduduki
posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan produk- produk komersil.
Protease ekstraseluler sebagian besar berperan dalam hidrolisis substrat polipeptida
besar. Protease intraseluler berperan dalam fungsi fisiologis lainnya, seperti
penecernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon imun, imflamantasi, fertilisasi,
koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah, sporulasi, germinasi dan
pathogenesis. Protease juga diimplikasikan dalam peran regulasi ekspresi gen,
perbaikan DNA, dan sintesis DNA (Rao et al., 1998) Enzim proteolitik membantu
tubuh dalam pencernaan dan mengubah protein menjadi asam amino penyusunnya.