Anda di halaman 1dari 9

Tugas Mandiri PBL S4 BLOK 2

Akibat Kebiasaan Merokok

Name :Jovita Rahmatania Putri


NPM : 1102022131
Kelompok : A15

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI


2022
SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan menjelaskan rokok
1.1. Definisi (rokok, perokok aktif, perokok pasif)
Rokok : gulungan tembakau (kira-kira sebesar kelingking) yang dibungkus (daun
nipah, kertas);
Perokok aktif : orang yang merokok secara aktif (menghisap dari batangnya)
Perokok pasif : orang yang menerima asap rokok saja, bukan perokoknya sendiri
(terpapar asap rokok orang lain

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2015,
PPOK diklasifikasikan seperti tingkatan berikut:
1. 1) Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis berupa batuk atau tanpa batuk. Dengan
atau tanpa produks sputum.Sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80% .
2. 2) Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis berupa batuk atau tanpa batuk, dengan
atau tanpa produksi sputum. Sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas). Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
3. 3) Derajat III (PPOK berat) Gejala klinis berupa sesak napas derajat sesak 3 dan 4.
Eksaserbasi lebih sering terjadi. Spirometri :FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
4. 4) Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis pasien derajat III dengan gagal
napas kronik. Disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri
:FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau < 50%.
5.
1.2. Kandungan rokok
1.3. Dampak

Konsumsi rokok terus menerus akan menjadi salah satu faktor tertinggi pengidap
Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Perokok memiliki risiko tinggi terkena PPOK
sedangkan sebagian perokok dengan jumlah dan sejarah merokok yang sama tidak
terkena penyakit tersebut.

Namun ada juga faktor resiko genetik yang bisa memperparah keadaan yaitu
SERPINA1. Gen ini mengkode serine protease inhibitor yaitu α1-antitripsin
(AAT).Adanya kesalahan pada pengkodean SERPINA1 ini yang menyebabkan
defisiensi AAT menjadikan aktivitas protease tidak terhalangi dan puncaknya adalah
terjadi emfisema. (Alel M yang berhubungan dengan AAT = normal, Alel Z =
defisiensi AAT.
Kelainan patologis pada PPOK (penyebab utama merokok)
Asap rokok dapat menghambat pembersihan mukosa oleh silia yang akan
mengakibatkan penumpukan mukus pada paru. Makrofag dan neutrofil masuk ke
dalam epitel dan memicu sejumlah kerusakan epitel bersamaan dengan sel sel yang
overproduksi mukus membuat bronkiolus dan alveoli terisi dengan mukus. Mukus
yang berlebihan akan memenuhi alveolus membuat ukuran alveoli membesar dan
kehilangan fungsi pertukaran gas (kepenuhan sama mukus) (Cripps and Gibbs, 2012).
Hal ini dipersulit dengan susahnya membersihkan sekret oleh karena silia tidak
berfungsi dengan baik, oklusi distal saluran nafas, dan ketidakefektifan batuk dalam
mengeluarkan sekret karena lemahnya otot respiratori dan penurunan PEF (Peak
Expiratory Flow)
Kelebihan mukus disebut juga dengan inflamasi kronis di saluran nafas, diawali
dengan paparan yang secara terus-menerus terhadap toksin eksogen (asap rokok)
mengakibatkan kerusakan pada epitel saluran nafas dan mengaktivasi respon sistem
imun bawaan (innate) yang utama yaitu inflamasi neutrofil dengan respon yang cepat
dan tidak spesifik. Sel sel sistem imun innate akan mengaktifkan sistem imun adaptif
(sel CD8+-, CD4+, sel T-helper1, dan sel-B). aktivasi respon imun adaptif adalah
awal dari meluasnya inflamasi kronik, stres oksidatif, dan remodeling yang akan
berujung pada destruksi ruang alveolar.

Fibrosis dan penyempitan (remodelling) terjadi di saluran nafas kecil (diameter


kurang dari 2mm) yang merupakan tempat utama terjadinya keterbatasan aliran udara
ekspiratori. Dipersulit lagi dengan hilangnya elastisitas pada dinding alveolus akibat
destruksi, rusaknya penyokong alveolar dan akumulasi mukus oleh sel inflamasi dan
eksudat plasma.

Fibrosis ini bisa menyebabkan munculnya penyakit Bronchiectasis yaitu perubahan


patologis pada paru dimana bronkus terdilatasi (pengembangan /pemuaian suatu
ruangan/rongga) secara permanen. Hal ini sering terjadi setelah pasien terserang
bronkitis akut saat mukus memenuhi dan meregangkan dinding bronkus. Pada kasus
infeksi berat, bronkiolus dan alveoli dapat rusak secara permanen dan tidak dapat
kembali ke ukuran dan bentuk semula (Cripps and Gibbs, 2012). Karakteristik
bronchiectasis adalah infeksi akut pada bronkial atau saluran nafas dengan
peningkatan frekuensi batuk dan produksi sputum. Sputum menjadi sukar untuk
dibersihkan pada pasien dengan bronchiectasis. Sputum dapat terperangkap di
‘kantung’ saluran pernafasan yang akan mengarah pada infeksi lanjutan lalu
menyebabkan kerusakan pada saluran pernafasan (Australian Lung Foundation, 2012)

Pembengkakan progresif yang destruktif pada bronkiolus, saluran alveolar, dan


kantung alveolar adalah yang kita sebut sebagai emfisema. Alveoli yang berdekatan
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, kecuali dengan dua konsekuensi
utama.
1. Hilangnya permukaan untuk pertukaran gas, yang mengarah pada meningkatnya
bagian yang mati pada alveolus dan ketidakseimbangan pertukaran gas.
2. Hilangnya tonjolan elastis di saluran nafas kecil dimana tonjolan ini merupakan hal
yang vital untuk mempertahankan ekspirasi paksa, mengakibatkan kecenderungan
saluran nafas kecil untuk mengalami kegagalan, khususnya pada saat ekspirasi.
Hal ini berakibat pada meningkatnya hasil pengukuran volume gas toraks dan
hiperinflasi paru (Cripps and Gibbs, 2012). Pada gejala yang berat biasanya sering
terdapat udara terperangkap pada alveoli yang menyebabkan peningkatan rasio RV
terhadap TLC (total lung capacity), selain itu juga terjadi hiperinflasi progresif yang
berdampak pada peningkatan TLC. Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi
seperti meningkatkan kapasitas residual, khususnya saat beraktivitas, mengakibatkan
peningkatan dyspnea (sesak napas) dan keterbatasan kapasitas aktivitas.

Neutrofil melepaskan enzim protoeolitik (elastase, proteinase-3, katapsin-G, katapsin-


B dan matrix metealoproteinases [MMP]) menyebabkan kerusakan pada jaringan
pada jaringan elastis paru.
Makrofag melepaskan sitokin dan kemokin (IL-8, IL-6, IL-10 TNFα, LTB4 dan
oksigen reaktif ) yang akan menarik berbagai sel inflamasi, beberapa enzim proteinase
terutama MMP dan sistein elastinolistik protease.
Limfosit CD8+ melepskan enzim destruktif (perforin dan granzyme B) untuk
menginduksi apoptosis sel epitel alveolar dan CD4 menginduksi respn autoimun pada
jaringan paru.

Agar dapat bekerja, kortikosteroid membutuhkan histone deasetilase untuk


menghentikan transkripsi gen inflamasi. Pada PPOK aktivitas histon deasetilase tidak
seimbang karena terjadi stres oksidatif yang kemudian menurunkan responsifitas
terhadap kortikosteroid. Selain stres oksidatif, asap rokok juga mengganggu fungsi
dari histon deasetilase.

1.4. Pencegahan dan pengobatan untuk berhenti merokok


Pencegahan :
1. Hindari berkumpul dengan teman teman yang merokok
2. Yakinlah bahwa rokok bukan satu-satunya sarana untuk bergaul
3. Per kuat pengetahuan agama tentang rokok serta mencari tahu bahaya rokok bagi
kesehatan
4. Berani berkata tidak jika ada yang menawari rokok

Pengobatan :
bronkodilator karena efek utama dari semua kelas obat ini adalah relaksasi otot polos
saluran napas
Kortikosteroid baik dalam bentuk oral maupun sistemik : mempersingkat waktu
pemulihan, meningkatkan fungsi paru-paru, mengurangi risiko kambuh , kegagalan
pengobatan, dan lama tinggal di rumah sakit.
Prednison mempunyai efek antiradang
Terapi oksigen : mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel
baik di otot maupun organ - organ lainnya

Berhenti merokok, Rehabilitasi paru-paru , Vaksin, Transplantasi paru

2. Memahami dan menjelaskan enzim elastase dan neutrofil


2.1. Definisi
Enzim Elastase merupakan enzim yang memiliki kemampuan mendegradasi elastin..
Elastase adalah protease serin, bersifat kolagenolitik, dan mampu mendegradasi
elastin, protein kental yang tidak larut yang terdapat dalam jaringan ikat ikan (Brown
dan Wold, 1973). Elastase neutrofil adalah protease utama (enzim proteolitik) yang
terlibat dalam cedera paru-paru akut, sindrom gangguan pernapasan akut, serta
banyak banyak proses inflamasi lain seperti emfisema, fibrosis kistik, PPOK,
penyembuhan luka, rheumathoid arthritis, dan iskemia reperfusi.

Neutrofil adalah sel fagosit yang berespons terhadap rangsangan kemotaksis dengan
bermigrasi ke lokasi-lokasi infeksi, inflamasi atau kematian sel.

2.2. Peran dalam tubuh


enzim elastase bersifat destruktif atau merusak jaringan paru-paru

Neutrofil ini memiliki fungsi sebagai  garis pertahanan tubuh terhadap zat asing
terutama terhadap bakteri. Ia menggelinding sepanjang endotel, melekat ke reseptor
endotel spesifik, berjalan menembus dinding kapiler (diapedesis) dan bermigrasi
melewati jaringan sebagai respons terhadap zat kemotaksin. Neutrofil menelan bakteri
dan material asing lain di jaringan dengan proses yang disebut fagositosis.

2.3. Hubungan
Elastase neotrofil merupakan enzim proteolitik yang dikeluarkan oleh sel makrofag.
Sel makrofag dan neutrophil akan aktif karena akibat respon inflamasi dengan adanya
radikal bebas yang dapat menghambat aktivitas I- antitrypsin. Elastase neutrophil
dapat merusak serat-serat elastin yang akan menimbulkan kelemahan dinding saluran
pernafasan
Neutrofil melepaskan ganulanya yang mengandung enzim protoeolitik (elastase,
proteinase-3, katapsin-G, katapsin-B dan matrix metealoproteinases [MMP]) dan
meieloperoksidase ke vakuola fagosit yaitu tempat pembentukkan H2O2 dan oksigen
reaktif lainnya. Mikroba akan terbunuh san terjadi proteolisis fagosom.

menyebabkan kerusakan pada jaringan pada jaringan elastis paru.


Makrofag dan neutrofil masuk ke dalam epitel dan memicu sejumlah kerusakan epitel

2.4. Gangguan
Asap rokok akan mengaktivasi respon sistem imun bawaan (innate) yang utama yaitu
inflamasi neutrofil dengan respon yang cepat dan tidak spesifik. Sel sel sistem imun
innate akan mengaktifkan sistem imun adaptif (sel CD8+-, CD4+, sel T-helper1, dan
sel-B). Aktivasi respon imun adaptif adalah awal dari meluasnya inflamasi kronik,
stres oksidatif, dan remodeling (penyempitan) yang akan berujung pada destruksi
ruang alveolar.

Enzim elastase ini sangat berpengaruh bagi tubuh yaitu menyebabkan cedera paru-
paru akut, sindrom gangguan pernapasan akut, serta banyak banyak proses inflamasi
lain seperti emfisema, fibrosis kistik, PPOK, penyembuhan luka, rheumathoid
arthritis, dan iskemia reperfusi.

3. Memahami dan menjelaskan AAT


3.1. Definisi
AAT (alpha 1 antitrypsin) merupakan enzim anti proteinase utama yang diproduksi
tubuh yang juga dikenal sebagai α1-proteinase inhibitor. Fungsi dari AAT adalah
melindungi paru dari zat-zat berbahaya. Jaringan-jaringan pada paru diketahui
terpapar oleh berbagai macam zat yang dihirup setiap harinya, seperti polutan, bakteri,
debu, dan asap rokok. AAT membantu tubuh melawan polutan-polutan tersebut agar
tidak menimbulkan kerusakan pada paru.
Stres oksidatif yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antar oksidan dan
antioksidan juga bisa menurunkan aktivitas dari enzim antiproteinase. Kontribusi stres
oksidatif yaitu mengoksidasi molekul biologi yang menyebabkan destruksi dan
menginisiasi histon asetilase.

AAT juga untuk menjalankan fungsi proteksi terhadap enzim perusak (elastase) yang
dihasilkan tubuh sebagai reaksi terhadap polutan.

3.2. Kadar normal dan tinggi (penyebab & akibat)

( kadar dalam plasma kurang dari 11 mol atau 80 mg/dl)

Akibat
Individu yang menderita defisiensi α1-antitripsin mempunyai risiko tinggi untuk
mengidap emfisema (Pembengkakan progresif yang destruktif pada bronkiolus,
saluran alveolar, dan kantung alveolar) yang mengarahkan kita pada teori bahwa
ketidakseimbangan proteinase-antiproteinase menyebabkan destruksi paru.

Defisiensi α1-antitripsin merupakan kelainan genetik. Orang dengan defisiensi α1-


antitripsin (AAT) lebih rentan terkena PPOK. Defisiensi AAT meningkatkan risiko
terjadinya emfisema yang mana mengarahkan kita pada teori bahwa
ketidakseimbangan antara proteinase dan antiproteinase yang menyebabkan destruksi
paru.

TAMBAHAN
Protease merupakan kelompok enzim-enzim yang sangat kompleks yang menduduki
posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan produk- produk komersil.
Protease ekstraseluler sebagian besar berperan dalam hidrolisis substrat polipeptida
besar. Protease intraseluler berperan dalam fungsi fisiologis lainnya, seperti
penecernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon imun, imflamantasi, fertilisasi,
koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah, sporulasi, germinasi dan
pathogenesis. Protease juga diimplikasikan dalam peran regulasi ekspresi gen,
perbaikan DNA, dan sintesis DNA (Rao et al., 1998) Enzim proteolitik membantu
tubuh dalam pencernaan dan mengubah protein menjadi asam amino penyusunnya.

4. Memahami dan menjelaskan mudharat merokok menurut pandangan islam

Anda mungkin juga menyukai