(PPOK)
Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi Fisiologi
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari
sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2
pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02
dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000
buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
a) Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior,
Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
b) Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinister lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap
lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,
cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung
udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
a) Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa
hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
b) Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksimal. Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara
sebanyak ± 5 liter
c) Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita
bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
d) Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18 x/menit,
Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan
tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit,
pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan
napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan
baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan
pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput
lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut
2. Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah peradangan pada paru-paru yang
berkembang dalam jangka panjang. PPOK umumnya ditandai dengan sulit bernapas,
batuk berdahak, dan mengi (bengek). Dikutip dari badan kesehatan dunia, WHO, PPOK
terdiri atas dua jenis utama, yaitu bronkitis dan emfisema. Pada bronkitis kronis,
kerusakan terjadi pada saluran bronkus, sedangkan pada emfisema kerusakan terjadi
pada alveolus.
Bronkitis kronis merupakan peradangan yang terjadi pada saluran bronkus di
dalam paru-paru. Peradangan ini termasuk ke dalam kondisi kronis karena umumnya
terjadi dalam waktu yang lama, serta sering datang dan pergi secara tiba-tiba dalam
hitungan bulan atau tahun. Para penderita bronkitis dapat mengalami batuk berdahak,
sesak napas, mengi, dan dada terasa sesak sebagai gejala awal. Jika bronkitis yang
dialami semakin parah dan dalam waktu yang lama, pasien akan mengalami beberapa
gejala tambahan seperti demam, kelelahan, dan gangguan pernapasan karena hidung
tersumbat.
Emfisema adalah penyakit kronis atau jangka panjang akibat kerusakan pada
alveolus, yaitu kantong udara kecil pada paru-paru. Kondisi ini dapat menyebabkan
penderitanya sesak atau sulit bernapas. Alveolus berfungsi sebagai tempat pertukaran
oksigen dan karbon dioksida ketika bernapas. Pada penderita emfisema, alveolus
mengalami kerusakan dan pecah, sehingga terbentuk satu kantong udara besar.
Terbentuknya kantong udara tersebut mengakibatkan luas area permukaan paru-paru
menjadi berkurang dan kadar oksigen yang mencapai aliran darah pun menurun.
3. Prevalensi
PPOK menyerang 65 juta orang di dunia dalam tingkat keparahan sedang sampai
berat. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK dan penyebab kematian kelima di
dunia. Total kematian akibat penyakit tersebut diproyeksikan meningkat lebih dari 30%
dalam 10 tahun kedepan kecuali jika ada tindakan segera untuk mengurangi faktor risiko
yang mempengaruhi penyakit tersebut. WHO memperkirakan pada tahun 2030, PPOK
adalah penyebab ketiga kematian di dunia (WHO, 2015)
Berdasarkan Global Burden of Disease 2015, tingkat kematian yang disebabkan
oleh PPOK meningkat hamper 11% dari tahun 1990-2015. Selama periode yang sama,
prevalensi penyakit PPOK juga meningkat sebesar 44%. Jika tidak ada penanggulangan
maka PPOK akan menjadi penyebab kematian global ketiga pada tahun 2030 (GBD,
2017). PPOK juga merupakan kematian utama di Amerika, namun banyak masyarakat
yang tidak menyadari bahwa PPOK adalah masalah kesehatan nasional utama (NH,
2019)
PPOK merupakan satu dari 4 penyakit tidak menular utama yang 60%
menyebabkan kematian di Indonesia (Kemenkes RI, 2019). Prevalensi PPOK di
Indonesia pada usia > 30 tahun sebesar 3,7%, tertinggi di provinsi Lampung (1,4%).
5. Patofisiologis
PPOK terutama mempengaruhi jalur pernapasan kecil dan alveoli paru.
Mekanisme penting dalam patogenesis PPOK adalah adanya inflamasi kronis dan
ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan sehingga menyebabkan stres
oksidatif. Stres oksidatif berkontribusi pada sumbatan (obstruksi) jalur pernapasan dan
hiperinflasi. Sel-sel inflamasi yang terlibat pada PPOK umumnya yaitu sel darah putih,
dengan komponen berupa neutrofil, makrofag, dan limfosit. Neutrofil menghasilkan
pemikat substansi kimia (chemo-attractant) dan enzim proteolitik yang menghancurkan
jaringan paru sehingga paru-paru kehilangan elastisitasnya. Neutrofil juga meningkatkan
aktivasi makrofag dan sel epitel dalam memproduksi mukus yang menjadi tanda utama
PPOK. Makrofag menghasilkan sitokin seperti IL-8, IL-6, IL-10, TNFα, serta oksigen
reaktif yang menarik berbagai sel radang dan memperburuk inflamasi pada paru.
Limfosit CD8+ menghasilkan enzim penghancur (destruktif) seperti perforin dan
granzyme B yang mampu menyebabkan kerusakan pada dinding epitel alveoli.
Sedangkan limfosit CD4 menginduksi respon autoimun pada jaringan paru.
Perubahan fisiologis pada penderita PPOK menyebabkan penurunan kualitas
hidup mereka. Kerusakan elastisitas pada jaringan paru berakibat pada penyempitan
jalur napas yang signifikan, sehingga terjadi penumpukan udara atau hiperinflasi paru.
Hiperinflasi merupakan penyebab utama terjadinya sesak napas dan buruknya prognosis
PPOK. Pembentukan jaringan ikat (fibrosis) pada jalur pernapasan juga menyebabkan
penyempitan jalur yang tidak bisa kembali normal walaupun dibantu oleh obat-obatan
bronkolidator.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal nafas
Gagal nafas kronik: hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan PCO2> 60
mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan:
o Jaga keseimbangan PO2 dan PCO2
o Bronkodilator adekuat
o Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu aktiviti atau waktu tidur
o Antioksidan
o Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik, ditandai oleh:
o Sesak nafas dengan atau tanpa sianosis
o Sputum bertambah dan purulen
o Demam
o Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang.
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk
koloni kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini
imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
3. Kor pulmonal
ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50%, dapat disertai gagal
jantung kanan
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) antara lain :
Pada PPOK ditemukan penurunan nilai FEV1 dengan penurunan rasio FEV1/FVC.
Dapat juga dilakukan uji bronkodilator. Jika Nilai rasio FEV1/FVC post pemberian
bronkodilator <0.70, ini menunjukkan adanya keterbatasan aliran udara yang
persisten.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah foto rontgen toraks
dan CT Scan toraks.
Pemeriksaan CT scan toraks dapat membantu dalam mendiagnosis berbagai tipe dari
PPOK. CT Scan lebih spesifik dalam mendiagnosa emfisema jika dibandingkan foto
toraks polos.
Gambar: Gambaran CT scan pada penderita PPOK emfisematous (kiri) dan non-
enfisematosa (kanan)
c. Pemeriksaan Echokardiografi
Pada pasien dengan PPOK lama, dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal
dan gagal jantung kanan (cor pulmonale). Echocardiografi dapat digunakan untuk
menilai tekanan sistolik arteri pulmonal dan fungsi sistolik ventrikel kanan.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium sebetulnya tidak ada yang spesifik untuk PPOK. Apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium, maka akan didapatkan :
Pada bronchitis kronis, biasanya sputum bersifat mukoid dan penuh dengan
makrofag. Pada PPOK eksaserbasi, sputum akan menjadi purulen dan penuh dengan
neutrofil. Perlu juga dilakukan pemeriksaan kultur mikroorganisme, sehingga dapat
diberikan antibiotik yang definitif.
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer
(2002) adalah :
Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. Terapi
eksaserbasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampicillin 4 x
0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarrhalis yang memproduksi beta
laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksazol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien
yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratropium bromide 250
mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv
secara perlahan.
10. Pathway
B. ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
penyusunan kriteria hasil, tindakan dan evaluasi. Perawat menggunakan pengkajian dan
penilaian klinis untuk merumuskan hipotesis atau penjelasan tentang penyajian masalah
aktual atau potensial, risiko dan atau peluang promosi kesehatan. Semua langkah-langkah
ini membutuhkan pengetahuan tentang konsep-konsep yang mendasari ilmu keperawatan
sebelum pola diidentifikasikan sesuai data klinis atau penetapan diagnosis yang akurat
(Herdman H, 2015).
1. Pengkajian
a. Identitas klien Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor
registrasi.
b. Keluhan utama biasanya pasien PPOK mengeluh sesak nafas dan batuk yang
disertai sputum.
c. Riwayat kesehatan sekarang biasanya pasien PPOK mengeluhkan sesak napas,
kelemahan fisik, batuk yang disertai dengan adanya sputum.
d. Riwayat kesehatan dahulu biasanya ada riwayat paparan gas berbahaya seperti
merokok, polusi udara, gas hasil pembakaran dan mempunyai riwayat penyakit
seperti asma (Ikawati 2016).
e. Riwayat kesehatan keluarga biasanya ditemukan ada anggota keluarga yang
mempunyai riwayat alergi (asma) karna asma merupakan salah satu penyebab dari
PPOK.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya pada penderita PPOK terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang PPOK. Biasanya terdapat
riwayat merokok karena merokok meningkatkan risiko terjadinya PPOK 30
kali lebih besar ( Ikawati, 2016).
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien PPOK terjadi penurunan nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya tidak ada keluhan atau gangguan
4) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat biasanya terganggu karena karena sesak.
5) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan PPOK biasanya mengalami penurunan toleransi terhadap
aktifitas. Aktifitas yang membutuhkan mengangkat lengan keatas setinggi
toraks dapat menyebabkan keletihan atau distress pernafasan (Suzanne, 2001).
6) Pola persepsi dan konsep diri
Biasa nya pasien merasa cemas dan ketakutan dengan kondisinya.
7) Pola sensori kognitif
Biasa nya tidak ditemukan gangguan pada sensori kognitif
8) Pola hubungan peran
Biasanya terjadi perubahan dalam hubungan antar personal maupun
interpersonal .
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya sehingga
menyebabkan pasien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Biasanya pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi pola ibadah pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum Biasanya kesadaran pasien compos mentis
2) Secara sistemik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK
mengalami penurunan toleransi terhadap aktivitas termasuk perawatan diri.
b) Mata Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik
c) Telinga Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi
pendengaran normal
d) Hidung Biasanya hidung simetris, hidung bersih
e) Leher Biasanya tidak ditemukan benjolan.
f) Paru
(1) Inspeksi biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel chest
penggunaan otot bantu pernafasan
(2) Palpasi biasanya premitus kanan dan kiri melemah
(3) Perkusi bisanya hipersonor
(4) Auskultasi biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif
g) Jantung
(1) Inspeksi bisanya ictus cordis tidak terlihat
(2) Palpasi biasanya ictus cordis teraba
(3) Auskultasi biasanya irama jantung teratur
h) Abdomen
(1) Inspeksi biasanya tidak ada asites
(2) Palpasi biasanya hepar tidak teraba
(3) Perkusi biasanya timphany
(4) Auskultasi biasanya bising usus normal
i) Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai dampak
dari hipoksemia yang berkepanjangan ( Muttaqin, 2012).
h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun : untuk
menentukan derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L
d) FVC (forced vital capacity) awalnya normal kemudian menurun dengan
nilai normal 4 L
e) TLC (Kapasitas Paru Total) normal sampai meningkat sedang dengan nilai
normal 6000 ml
2) Analisa gas darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2 meningkat dengan
nilai normal 35-45 mmHg dan nilai pH normal dengan nilai normal 7,35-7,45
3) Pemeriksaan laboratorium
4) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran . kuman patogen
yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia, hemophylus influenzae.
5) Pemeriksaan radiologi Thorax
Menunjukkan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan bendungan area
paru (Muttaqin, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang biasa ditemukan pada pasien dengan PPOK menurut NANDA (2015)
adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan, batuk
yang tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi
c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan,
penggunaan otot bantu pernafasan
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2 ke sel dan
jaringan kurang
e. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan kurang asupan makanan
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
g. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan kerja siliaris
h. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
i. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Monitor pernafasan
a) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
b) Catat pergerakan dada,
catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi
otot
c) Monitor suara nafas
tambahan
d) Monitor pola nafas
e) Auskultasi suara nafas,
catat area dimana
terjadi penurunan atau
tidak adanya ventilasi
dan keberadaan suara
nafas tambahan
f) Kaji perlunya
penyedotan pada jalan
nafas dengan
auskultasi suara nafas
ronki di paru
g) Monitor kemampuan
batuk efektif pasien
h) Berikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)
Seorang pasien laki-laki , 49 th, datang ke IGD dengan keluhan Utama Dispneu, Demam dan
batuk-batuk disertai pengeluaran sputum sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit 2 tahun. Saat di anamnesa pasien sering berkeringat, anoreksia dan
Letarghi. Pasien juga mempunyai kebiasaan merokok sudah 6 tahun dan pasien profesinya
sehari-hari adalah seorang kondektur metro mini (angkutan bus Jakarta). Riwayat penyakit
sebelumnya pasien menderita Bronkitis tetapi pasien tidak pernah meminum obatnya saat
dilakukan pemeriksaan fisik : TTV: TD 140/90 mmHg, Nadi 100x/. Suhu 38.5ºC, RR: 28 x/mnt.
Pemeriksaan penunjang: Foto Rontgen: kesan :Tubular shadow berupa bayangan garis-garis
yang parallel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah. Lalu Dokter
mendiagnosis pasien menderita PPOK jenis Bronkhitis Kronis. Pasien bertanya kenapa bisa
terkena penyakit tersebut. Lalu Dokter memberikan O2 dan Terapi Eksaserbasi akut:
Kontrimoksazol. Perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang terkait, melakukan perawatan
secara integrasi untuk menghindari / mengurangi resiko komplikasi lebih lanjut.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.A
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Lak-laki
Diagnosa Medik : Bronkitis Kronis
2. Keluhan Utama
Klien datang ke IGD dengan keluhan utama dispnea, demam, dan batuk-batuk disertai
pengeluaran sputum sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun
5. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda Vital
1) Kesadaran : compos mentis
2) Tekanan darah : 140/90 mmHg
3) Pernapasan : 28 x/menit
4) Denyut nadi : 100 x/menit
5) Temperatur : 38.5ºC
b. Istirahat & Tidur
Tingkat Energi : Lethargic
6. Data Penunjang
Foto Rontgen
Hasil : Tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang parallel keluar dari hilus
menuju apex paru dan corakan paru yang bertambah
7. Penatalaksanaan
Dokter memberikan O2 dan Terapi Eksaserbasi akut: Kontrimoksazol.
DATA FOKUS
DS:
- Pasien mengeluh sesak
napas
- Pasien mengeluh batuk-
batuk disertai pengeluaran
sputum
Ketidakefektifan Pola
DO: Napas Hiperventilasi
- TD: 140/90 mmHg (Nanda-I 2018-2020.
- RR: 28 x/menit Domain 4, Kelas 4, 00032)
- N: 100 x/menit
DT:
- Pasien tampak sesak
- Pasien tampak gelisah
- Pernapasan cuping hidung
DS:
- Pasien mengatakan
demam
DO:
- Pasien lethargi Hipertermi
- Suhu: 38.5ºC (Nanda-I 2018-2020. Penyakit
- Nadi : 100 x/menit Domain 11, Kelas 6, 00007)
- RR: 28 x/menit
DT
- Pasien tampak gelisah
- Kulit pasien teraba hangat
DS:
- Pasien mengatakan tidak
nafsu makan
- Pasien mengatakan sering Nyeri Akut
berkeringat (Nanda-I 2018-2020. Agen cedera biologis
Domain 12, Kelas 1, 00132)
DO:
- Nadi : 100 x/menit
- RR: 28 x/menit
DT:
- Pasien mengatakan nyeri
dibagian dada
- Pasien mengatakan nyeri
seperti ditusuk-tusuk
- Pasien mengatakan skala
nyeri 5
- Pasien mengatakan nyeri
hilang timbul
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi d.d:
- Pasien mengeluh sesak napas
- Pasien mengeluh batuk-batuk disertai pengeluaran sputum
- TD: 140/90 mmHg
- RR: 28 x/menit
- N: 100 x/menit
- Pasien tampak sesak
- Pasien tampak gelisah
- Pernapasan cuping hidung
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Manajemen Energi
- Monitor waktu dan
lama istirahat/tidur
pasien
- Batasi stimuli
lingkungan yang
mengganggu
- Monitor respon
oksigen pasien
Paramitha, P. (2020). Respon Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok) Dengan Gangguan
Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Terhadap Penerapan Fisioterapi Dada Di Rumah Sakit
Khusus Paru “Respira,” 8–25. Retrieved from
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2512/4/Chapter2.pdf
Yohni, C. (2018). Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Pada Psien
Tn.”T” di Ruang Bougenvil Dr.Soedjono Magelang, 7-8. Retrieved from
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHNI%20MENGKO.pdf
Firdausi, N L. (2020). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (Ppok) Di Indonesia, 1-8. Retrieved from
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/96078
Aryadi, I Putu Hendri. (2018). Yoga pranayama dan terapi musik: sebuah kombinasi terapi
rehabilitatif holistik pada penderita penyakit paru obstruktif kronis (ppok), 1-25. Retrieved from
https://saiful.web.id/wp-
content/uploads/2021/05/SARJANA_IPA_I_PUTU_HENDRI_ARYADI_18019882_KTI.pdf
Paramitha, Pratna. (2020). Respon Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ppok) Dengan
Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Terhadap Penerapan Fisioterapi Dada Di Rumah
Sakit Khusus Paru “Respira”, 8-25. Retrieved from
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2512/4/Chapter2.pdf
Putri, S. T. (2017). Asuhan Keperewatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang PARU
RSUP Dr. M. Djamil Padang. 5(3), 1–55. http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/KTI_SINTYA_TINELA_PUTRI_PDF.pdf