PADA PPOK
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
DISUSUN OLEH :
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
Penyusun
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomik-fisiologik dan dapat
timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup
lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan,
status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang
semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Menurut
ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan
pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian
bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang
diderita oleh masyarakat. Belum banyak dijumpai laporan para ahli
tentang insidens PPOK orang tua usia lanjut.
Penyakit paru-paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang ditandai
dengan sebutan PPOK adalah : Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan
Asma bronkial. Perjalanan PPOK yang khas adalah panjang dimulai pada
usia 20-30 tahun dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai
pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan
toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui
karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan
brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin dan
kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai
usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas. Penderita
dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya
tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam
beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat
lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka
prognosis adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun
sesudah timbulnya penyakit.
B. TUJUAN
C. MANFAAT
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru
yang menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau
menghembuskan napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-
paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar
paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam paru-paru. Hal ini
akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi
bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan
proses inflamasi yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan
kelainan di dalam struktur paru-paru, sehingga aliran udara terhambat
secara permanen(itulah sebabnya disebut “obstruktif kronis”).
Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:
a. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya
mengenai trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan
laringotrakeobronkitis. Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan
napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya
morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis. Istilah bronkitis kronis
menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya
menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik
yang berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri.
Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus trakeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk
menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun
dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.
b. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru
yang ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai
destruktif jaringan. Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan
kelainan berupa pelebaran ruang udara(alveolus) tanpa disertai adanya
destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya tidak termasuk
emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu
bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan
pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif
dinding alveoli paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh
perubahan jaringan daripada produksi mukus, seperti yang terjadi pada
asma bronkitis kronis.
c. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai
ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas)
terutama pada percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh
berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi,
otonomik, dan psikologi. Asma didefinisakn sebagai suatu penyakit
inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana terdapat banyak sel-sel
induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada individu
rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas,
dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
a. Kebiasaan merokok
merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan
kebiasaan yang salah. Namun sebagaian besar perokok tidak
mampu menghilangkan kebiasaan ini. Resiko mengalami serangan
jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau yang merokok 20
batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi
kematian mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak
merokok sama sekali. Namun bagi mereka yang dapat berhenti
merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir sama yang
tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun
bagi tubuh. Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok
memang tidak mematikan, tetapi tetap membahayakan jantung.
Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama
jantung.
b. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis
ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini
dapat berupa bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama
dapat berupa batuk dan demam, kalau berat, dapat disertai sesak napas
dan nyeri dada. Penanganan penyakit ini dapat dilakukan dengan
istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau pengobatan kausal
untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan
pencegahan penularan kepada orang sekitar, antara lain dengan
menutup mulut ketika batuk, tidak meludah sembarang. Faktor
berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat pengungsian tempat
korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
c. Polusi udara
Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari
pencemaran udara kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa
justru yang mempunyai andil sangat besar adalah gas dan partikel yang
di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh kendaraan bermontor. Padahal
kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah besar.
Di kota-kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor
sebagai sumber pencemaran udara mencapai 60 – 70%. Padahal,
konstribusi gas buah dari cerobong asap industri hanya berpisah 10-
15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran lain, misalnya dari
rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi
WHO ( word helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan
yang di anggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan
manusia, hewan, serta mudah merusak harta benda adalah partikulat
yang mengandung partikel ( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di
oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan
bermontor.
Tingkatan keparahan penyakit PPOK :
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
1. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang
cukup berat dan keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
2. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
3. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
7. Deformitas toraks
E. Patofisiologi
Faktor – faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding
bronkiolus terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi
obstruksi bronkus kecil atau bronkiolus terminal, yang mengalami
penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.Udara yang pada saat
inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang
terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau air
trapping. Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas
dengan segala akibat – akibatnya.Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi
akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan
fase ekspirasi.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita PPOK usia lanjut, sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologik atau presipifasi
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi
anti mikrobia tidak perlu diberikan.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator
( Aminophillin dan Adrenalin ).
5. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
- Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
- Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
- Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infuse
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan
dengan aliran lambat : 1-2 liter/menit.
8. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara
yang terperangkap.
9. Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara
untuk menyimpan energy
10. Tindakan “Rehabilitasi”
- Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret
bronku
- Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernafasan yang paling efektif baginya.
- Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmaninya.
- Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar
sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
Pengelolaan Psikososial : terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Keperawatan pada klien PPOK
Study kasus
Tn.R, 68 thn, dating ke IGD dengan keluhan pusing, sesk napas dan batuk
riwayat penyakit sekrang: 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai dahak
keluar semua. Sesak napas bila menaiki tangga. 2 hari terakhir, pasien mengeluh
demam, batuk, pilek, pusing, dan sesak napas. Berdasarkan anamnesia dan
pemeriksaan spirometri dan foto thoraks, diagnose yang di tegakkan klinis/ dokter
adalah PPOK st III.
Oksigen, setelah stabil, terapi yang di berikan adalah: codein 10 mg po 3x1 dan
seretide MDI tiap 6 jam tanda-tanda vital saat pasien MRS: suhu 38,5 oC, TD
140/90 mmHg, Nadi 100/menit,RR 25x/menit
A. Pengkajian
I. Identitas pasien
Nama = Tn. R
Umur = 60 th
II. Riwaya penyakit sekarang
Keluhan utama = pusing, sesak nafas, batuk
Riwayat penyakit sekarang = 1 bulan terakhir tiap pagi batuk-batuk sampai
dahak keluar semua, sesak nafas bila menaiki tangga
III. Riwayat penyakit dahulu
2 hari terakhir pasien mengeluh demam, batuk pilek, pusing ,sesak nafas
IV. Pemeriksaan fisik
TTV=
T= 38,5 °C
P= 100 x/m
RR= 25 x/m
BP= 140/90 mmHg
V. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri dan foto thorax (+) PPOK ST III
VI. Terapi yang di dapat
Oksigen, setelah stabil, terapi yang diberikan codein 10 mg po 3x1 dan
seretide MDI tiap 6 jam
1. KATZ Index
KATZ indeks klien termasuk dalam kategori A: mandiri dalam makan,
kontinensia (BAK, BAB) mengguanakan pakaian, pergi ketoilet,
berpindah, dan mandi.
2. Barthel Indeks
Interpretasi :
Interpretasi Hasil :
a. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
2. MMSE (Mini Mental Status Exam)
Keterangan :
>23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
Interpretasi :
PENGKAJIAN KESEIMBANGAN
N KRITERIA NILAI
O
A. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Bangun dari tempat tidur (dimasukkan analisis) dengan mata 1
terbuka
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan
tetapi usila mendorong tubuhnya keatas dengan tangan atau
bergerak kebagian depan kursi terlebih dahulu, tidak stabil
pada saat berdiri pertama kali
Duduk ke kursi (dimasukkan analisis) dengan mata terbuka 0
Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi
Bangun dari tempat duduk ( dimasukkan analisis) dengan 0
mata tertutup
Tidak bangun dari tempat tidur dengan sekali gerakan, akan
tetapi usila mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan atau
bergerak ke bagian depan kursi terlebih dahuli, tidak stabil
pada saat berdiri pertama kali
Duduk ke kursi (dimasukkan analisis) dengan mata tertutup 0
Menjatuhkan diri ke kursi, tidak duduk di tengah kursi
Ket : kursi harus yang keras tanpa lengan
Menahan dorongan pada sternum (3 kali) dengan mata 0
terbuka
Klien menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan,
kaki tidak menyentuh sisi-sisinya
Menahan dorongan pada sternum (3 kali) dengan mata
0
tertutup
Klien menggerakkan kaki, memegang objek untuk dukungan,
kaki tidak menyentuh sisi-sisinya
Perputaran leher (klien sambil berdiri) 0
Menggerakkan kaki, menggenggam objek untuk dukungan
kaki: keluhan vertigo, pusing atau keadaan tidak stabil
Gerakkan menggapai sesuatu 0
Tidak mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi
sepenuhnya sementara berdiri pada ujung jari-jari kaki, tidak
stabil memegang sesuatu untuk dukungan
Membungkuk 0
Tidak mampu membungkuk untuk mengambil objek-objek
kecil (misalnya ballpoint) dari lantai, memegang objek untuk
bias berdiri lagi, dan memerlukan usaha-usaha yang keras
untuk bangun
B. Komponen gaya berjalan atau pergerakkan
Minta klien berjalan ke tempat yang ditentukan 0
Ragu-ragu, tersandung, memegang objek untuk dukungan
Ketinggian langkah kaki
0
Kaki tidak naik dari lantai secara konsisten (menggeser atau
menyeret kaki), mengangkat kaki terlalu tinggi (> 5 cm)
Kontinuitas langkah kaki 0
Setelah langkah-langkah awal menjadi tidak konsisten,
memulai mengangkat satu kaki sementara kaki yang lain
menyentuh lantai
Kesimetrisan langkah 0
Langkah tidak simetris, terutama pada bagian yang sakit
Penyimpangan jalur pada saat berjalan 0
Tidak berjalan dalam garis lurus, bergelombang dari sisi ke
sisi
Berbalik
Berhenti sebelum mulai berbalik, jalan sempoyongan,
bergoyang, memegang objek untuk dukungan
TOTAL NILAI 1
Interpretasi hasil
0-5 resiko jatuh rendah.
6-10 resiko jatuh sedang
11-15 resiko jatuh tinggi
B. Diagnosa
I. Analisis data
Do : pemeriksaan
spirometri dan foto
thorax diagnosa
PPOK St III suhu :
38,5 °C, TD : 140/ 90
mmHg, nadi : 100
x/menit
3. Ds : pasien mengeluh Penyakit Hipertemia
demam
Do : suhu 38,50C , RR 25
x/menit , nadi 100
x/menit, TD 140/ 90
mmHg
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru
yang menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau
menghembuskan napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-
paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh.PPOK terdiri dari kumpulan tiga
penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema paru dan Asma.
2. Faktor resiko dari PPOK adalah Merokok sigaret yang berlangsung lama,
Polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi
alfa-1 antitripsin, Defisiensi anti oksidan
3. Manifestasi klinik PPOK adalah pada Lansia, antara lain : Batuk yang
sangat produktif, purulent, dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalen, Sesak nafas, Hipoksia dan hiperkapnea, Takipnea, Dispnea yang
menetap.
4. Penatalaksanaan pada penderita PPOK : Meniadakan faktor etiologi dan
presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi,
Mengatasi Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap
komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”.
B. SARAN
1. Bagi Lansia
Anjurkan klien untuk tidak merokok,cukup istirahat, menghindari
allergen, mengurangi aktifitas, mendapatkan asupan gizi yang cukup.
2. Bagi Perawat
Sebagai perawat diharapkan mampu membuat asuhan keperawatan
dengan baik terhadap penderita penyakit saluran pernapasan terutama
PPOK. Oleh karena itu, perawat juga harus mampu berperan sebagai
pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun memberikan
edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai
tanda-tanda, penanganan dan penceganhanya.
DAFTAR PUSTAKA
Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC