Anda di halaman 1dari 35

KEPERAWATAN KRITIS

“Konsep Asuhan Keperawatan pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK)”

Dosen pengampu : Saiful Nur Hidayat, S.Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

1. REYNALDY ANGGARA SAPUTRA (19631874)


2. EKI MEILIA DAMAYANTI (18631659)
3. NIKEN AYU NINGTIYAS (19631868)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2022
BAB I
PENDAHULUAN

I. KONSEP DASAR

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
progresif, artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk
secara lambat dari tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase
eksaserbasi akut. Berbagai faktor berperan pada perjalanan penyakit ini, antara lain
faktor resiko yaitu faktor yang menimbulkan atau memperburuk penyakit seperti
kebiasaan merokok, polusi udara, polusi lingkungan, infeksi, genetik dan perubahan
cuaca.
Derajat obtruksi saluran nafas yang terjadi, dan identifikasi komponen yang
memugkinkan adanya reversibilitas. Tahap perjalanan penyakit dan penyakit lain
diluar paru seperti sinusitis dan faringitis kronik. Yang pada akhirnya faktor-faktor
tersebut membuat perburukan makin lebih cepat terjadi. Untuk melakukan
penatalaksanaan PPOK perlu diperhatikan faktor-faktor tersebut, sehingga
pengobatan PPOK menjadi lebih baik. Penyakit paru obstruksi kronik adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis,
emfisema dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan
oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan
dalam masa observasi beberapa waktu.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. DEFINISI

Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang


ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis
kronis atau empisema. Obstruksi aliran udara pada umumnya progresif kadang
diikuti oleh hiperaktivitas jalan nafas dan kadangkala parsial reversibel, sekalipun
empisema dan bronkitis kronis harus didiagnosa dan dirawat sebagai penyakit
khusus, sebagian besar pasien PPOK mempunyai tanda dan gejala kedua penyakit
tersebut.( Amin, Hardhi, 2013).

Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi
penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian
dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat,
terutama pada penderita laki-laki lanjut usia. Angka penderita PPOK di Indonesia
sangat tinggi.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang


sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma
bronchiale (S Meltzer, 2001 : 595)?

II. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a) Anatomi fisiologi paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini
terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke
dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru
ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan). Pembagian paru-
paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supe¬rior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segment.
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada
lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua)
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-
saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus,
bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 - 0,3 mm
b) Letak paru-paru
Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum
mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput
yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga
paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
c) Pembuluh darah pada paru
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan
tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan
yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal
ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri
bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan
dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis
membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-
paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli
halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan
kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara
hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk
paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena
pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang
mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai
persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung
udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan
bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat
menampung udara sebanyak ± 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada
waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600
cm3 (2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 -
18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30
x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah,
misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat
dan sebaliknya.
Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk
menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat
dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang
merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas
dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara
keluar dari hidung dan mulut
III. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
a) Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
b) Bronkitis Akut
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis akut, yaitu :
1. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
2. Alergi
3. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
IV. ETIOLOGI
Penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor
risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
7. Defisiensi alfa-1 antitripsin
8. Defisiensi anti oksidan

Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan

V. KOMPLIKASI

Bronchitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik yang


mengenai beberapa alat tubuh, yaitu :

a) Penyakit Jantung Menahun, baik pada katup maupun myocardium. Kongesti


menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahannya sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
b) Infeksi sinus paranasalis dan Rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang
dapat menyerang dinding bronchus.
c) Dilatasi Bronchus (Bronchiectasi), menyebabkan gangguan susunan dan
fungsi dinding bronchus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.Rokok, yang
dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus
sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri

VI. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.
Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen- komponen
asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi
yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya
peradangan (GOLD, 2009).Komponen-komponen asap rokok juga merangsang
terjadinya peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas
saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara
kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan
(recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi
recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan
Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
VII. TANDA DAN GEJALA
a) Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
b) Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:

1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Mengi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
8. Penggunaan otot bantu pernapasan
9. Suara napas melemah
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki, asites dan jari tabuh

VIII. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
adalah Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan
batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari.
Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan
produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk
persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banya. Reeves (2001).
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan
berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan
secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat
badan yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena
produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan
selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena
tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan
PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernafasan.
IX. PENATALAKSANAAN
a) Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

b) Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan
dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
c) Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.

X. PATHWAYS
Pencetus serangan (alergen,
emosi/obat-obatan, stress dan infeksi)

Reaksi antigen dan antibodi

Dikeluarkannya substansi vasoaktif


(histamin,bradikinin,anafilatoksin)

Preambilitas kapiler

Kontraksi otot polos, edema


mukosa,hipersekresi

Obstruksi saluran napas

Bersihan jalan napas Dipsnea Hipoksemia Lemah


tidak efektif

Pola nafas Sesak napas Intolreansi


tidak efektif aktivitas
Gangguan
pertukaran gas
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PPOK

A. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.
b. Keluhan utama
Biasanya pasien PPOK mengeluh sesak nafas dan batuk yang disertai sputum.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien PPOK mengeluhkan sesak napas, kelemahan fisik, batuk yang disertai
dengan adanya sputum.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ada riwayat paparan gas berbahaya seperti merokok, polusi udara, gas hasil
pembakaran dan mempunyai riwayat penyakit seperti asma (Ikawati 2016).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat alergi (asma)
karna asma merupakan salah satu penyebab dari PPOK.
f. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya pada penderita PPOK terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
PPOK. Biasanya terdapat riwayat merokok karena merokok meningkatkan risiko
terjadinya PPOK 30 kali lebih besar ( Ikawati, 2016).
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien PPOK terjadi penurunan nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Pada pola eliminasi biasanya tidak ada keluhan atau gangguan
4) Pola istirahat dan tidur
Pola tidur dan istirahat biasanya terganggu karena karena sesak.
5) Pola aktifitas dan latihan
Pasien dengan PPOK biasanya mengalami penurunan toleransi terhadap aktifitas.
Aktifitas yang membutuhkan mengangkat lengan keatas setinggi toraks dapat
menyebabkan keletihan atau distress pernafasan (Suzanne, 2001).
6) Pola persepsi dan konsep diri
Biasa nya pasien merasa cemas dan ketakutan dengan kondisinya.
7) Pola sensori kognitif
Biasa nya tidak ditemukan gangguan pada sensori kognitif
8) Pola hubungan peran
Biasanya terjadi perubahan dalam hubungan intrapersonal maupun interpersonal .
9) Pola penanggulangan stress
Biasanya proses penyakit membuat klien merasa tidak berdaya sehingga menyebabkan
pasien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Biasanya pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
mempengaruhi pola ibadah pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum
Biasanya kesadaran pasien composmentis
2) Secara sistemik dari kepala sampai ujung kaki
a) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK mengalami penurunan
toleransi terhadap aktifitas termasuk perawatan diri.
b) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik
c) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran normal
d) Hidung
Biasanya hidung simetris, hidung bersih
e) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
f) Paru
(1) Inspeksi
biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel chest penggunaan otot bantu
pernafasan
(2) Palpasi
biasanya premitus kanan dan kiri melemah
(3) Perkusi
bisanya hipersonor
(4) Auskultasi
biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif
g) jantung
(1) inspeksi
bisanya ictus cordis tidak terlihat
(2) palpasi
biasanya ictus cordis teraba
(3) auskultasi
biasanya irama jantung teratur
h) abdomen
(1) inspeksi
biasanya tidak ada asites
(2) palpasi
biasanya hepar tidak teraba
(3) perkusi
biasanya timphany
(4) auskultasi
biasanya bising usus normal
i) ekstremitas
biasanya didapatkan adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai dampak dari
hipoksemia yang berkepanjangan (Muttaqin, 2012).
h. Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml
c) FEV1 (forced expired volume in one second) selalu menurun :
untuk menentukan derajat PPOK dengan nilai normal 3,2 L
d) FVC (forced vital capacity) awalnya normal kemudian
menurun dengan nilai normal 4 L
e) TLC (Kapasitas Paru Total) normal sampai meningkat sedang
dengan nilai normal 6000 ml
2) Analisa gas darah
PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2
meningkat dengan nilai normal 35-45 mmHg dan nilai pH normal
dengan nilai normal 7,35-7,45
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) meningkat dengan nilai normal pada wanita
12-14 gr/dl dan laki-laki 14-18 gr/dl , hematocrit (Ht)
meningkat dengan nilai normal pada wanita 37-43 % dan pada
laki-laki 40-48 %
b) Jumlah darah merah meningkat dengan nilai normal pada
wanita 4,2-5,4 jt/mm3 dan pada laki-laki 4,6-6,2 jt/mm3
c) Eosonofil meningkat dengan nilai normal 1-4 % dan total IgE
serum meningkat dengan nilai normal < 100 IU/ml
d) Pulse oksimetri , SaO2 oksigenasi meningkat dengan nilai
normal > 95 %.
e) Elektrolit menurun
4) Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran .
kuman pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus
pneumonia, hemophylus influenzae.
5) Pemeriksaan radiologi Thoraks foto (AP dan lateral) Menunjukkan adanya
hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru (Muttaqin, 2012)
Pengkajian mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi
penyakit sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan
data riwayat kesehatan dari proses penyakit:
a) Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
b) Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
c) Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
d) Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
e) Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
f) Riwayat merokok?
g) Obat yang dipakai setiap hari?
h) Obat yang dipakai pada serangan akut?
i) Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai
berikut:
a) Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
b) Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
c) Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
d) Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
e) Barrel chest?
f) Apakah tampak sianosis?
g) Apakah ada batuk?
h) Apakah ada edema perifer?
i) Apakah vena leher tampak membesar?
j) Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
k) Bagaimana status sensorium pasien?
l) Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :
a) Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
1. Keletihan, kelemahan, malaise.
2. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
3. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
4. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan. Tanda :
5. Keletihan.
6. Gelisah, insomnia.
7. Kelemahan umum atau kehilangan masa otot
Sirkulasi Gejala :
1. Pembengkakan pada ekstrimitas bawah
2. Peningkatan tekanan darah.
3. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
4. Distensi vena leher atau penyakit berat.
5. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
6. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
7. Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
8. Pucat dapat menunjukkan anemia
b) Integritas Ego
Gejala :
1. Peningkatan faktor resiko
2. Perubahan pola hidup
3. Makanan atau cairan
Tanda :
1. Mual atau muntah.
2. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema)
3. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan
4. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
c) Pernafasan
Gejala :
1. Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
2. Lapar udara kronis.
3. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
4. Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
5. Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya
asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus Tanda :
1. Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema).
2. Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis)
3. Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung.
4. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel
chest), gerakan diafragma minimal.
5. Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar,
lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area
paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
6. Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan
emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
7. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
8. Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan,
warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
9. Tabuh pada jari-jari (emfisema).
d) Keamanan
Gejala :
1. Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
2. Adanya atau berulangnya infeksi.
3. Kemerahan atau berkeringan (asma)
e) Seksual
Gejala : Penurunan libido.
f) Interaksi Sosial
Gejala :
1. Hubungan ketergantungan.
2. Kurang sistem pendukung.
3. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
4. Penyakit lama atau kemampuan membaik.
Tanda :
1. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
2. Keterbatasan mobilitas fisik.
3. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
g) Penyuluhan atau pembelajan
Gejala :
1. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
2. Kesulitan menghentikan merokok.
3. Penggunaan alkohol secara teratur.
B. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan
kebutuhan oksigen.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosa keperawatan (SDKI) Luaran keperawatan (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI

1. D.0001 Bersihan jalan napas tidak efektif L. 01001 Bersihan jalan I.01006 Latihan batuk efektif
Definisi : ketidakmampuan membersihkan nafas
Observasi
secret atau obstruksi jalan napas untuk
Luaran tambahan :
mempertahankan jalan napas tetap paten. a. Identifikasi kemampuan batuk
Penyebab a. Control gejala
b. Monitor adanya retensi aputum
Fisiologis
b. Pertukaran gass
1. Spasme jalan napas c. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Hipersekresi jalan napas c. Respons alergi local saluran napas
3. Disfungsi neuromuskuler
d. Respon alergi sistemik d. Monitor input dan output cairan
4. Benda asing dalam jalan napas
9mis. Jumlah dan karakteristik)
5. Adanya jalan napas buatan e. Respons ventilasi
6. Sekresi yang tertahan mekanik Terapetuik
7. Hiperplasia dinding jalan napas
f. Tingkat infeksi a. Atur posisi semi fowler atau
8. Proses Infeksi
fowler
9. Respon alergi Setalah dilakukan tindakan
10. Efek agen farmakologis ( mis . keperawatan selama 1x24 jam, b. Pasang perlak dan bengkok di
anastesi ) diharapkan : pangkuan pasien
Situasional
a. Batuk efektif c. Buang secret pada tempat
1. Merokok aktif
2. Merokok pasif meningkat sputum
3. Terpajan polutan
b. Produksi sputum Edukasi
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif
menurun
(tidak tersedia ) a. Jelaskan tujuan dan prosedur
Objektif c. Mengi menurun batuk efektif
1. Batuk tidak efektif
d. Wheezing menurun b. Anjurkan tarik napas dalam
2. Tidak mampu batuk
melalui hidung selama 4 detik,
3. Spuntum berlebih e. Dyspnea menurun
ditahan selama 2 derik kemudian
4. Mengi , wheezing dan/atau ronkhi
f. Ortopnea menurun keluarakan dri mulut dengan
kering
bibir mecucu (dibulatkan)
5. Mekoniuk dijalan napas ( pada g. Sulit bicara menurun
selama 8 detik
neonatus)
h. Sianosis menuurn
Gejala dan tanda minor c. Anjurkan mengulangi tarik
Subjektif i. Gelisah menurun napas dalam hingga 3 kali
1. Dispnea
j. Frekuensi napas d. Anjurkan batuk dengan kuat
2. Sulit bicara
membaik langsung setelah tarik napas
3. Ortopnea
Objektif k. Pola napas membaik dalam yang ke-3
1. Gelisah
Kolaborasi
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun a. Kolaborasi pemebrian mukolitik
4. Frekuensi napas berubah
atau ekspektoran, jika perlu
5. Pola napas berubah

Kondisi klinis terkait


1. Gullian barre syndrome
2. Sklerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostik (mis.
Bronkoskopi, transesophgeal
echocardiography(TEE))
5. Depresi sistem saraf pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Sindrom aspirasi mekonium
10. Infeksi saluran napas

2. D.0005 Pola Napas Tidak efektif L.01004 Pola napas I.01011 Manajemen Jalan Napas
Definisi : Inspirasi dan / atau ekspirasi yang Definisi : Inspirasi dan/atau Definisi Mengidentifikasi dan
tidak memberikan ventilasi adekuat ekspirasi yang memberikan mengelola kepatenan jalan napas
ventilasi adekuat
Penyebab: Tindakan
Kriteria hasil membaik
1. Depresi pusat pernapasan Observasi
1. Ventilasi semenit
2. Hambatan upaya napas ( mis .nyeri 1. Monitor pola napas ( frekuensi ,
saat bernapas , kelemahan otot 2. Kapasitas vital kedalaman , usaha napas )
pernapasan)
3. Diameter thoraks 2. Monitor sputum (jumlah , warna
3. Deformitas dinding dada anterior – posterior , aroma )

4. Deformitas tulang dada 4. Tekanan ekspirasi 3. Monitor bunyi napas tambahan


(mis . gurgling ,
5. Gangguan neuromuskular 5. Tekanan inspirasi
mengi ,wheezing, ronkhi
6. Gangguan neurologis ( mis . kering )
elektroensefalogram ( EEG positif ,
Terapeutik
cedera Kupala , ganguan kejang)
1. Pertahankan kepatenan jalan
7. Imaturitas neurologis
napas dengan head - tilt dan chin
8. Penurunan energi - lift ( jaw - thrust jika curiga
trauma servikal )
9. Obesitas
2. Posisikan semi - Fowler atau
10. Posisi tubuh yang menghambat Fowler
ekspansi paru
3. Berikan minum hangat
11. Sindrom hipoventilasi
4. Lakukan fisioterapi dada , jika
12. Kerusakan inervasi diafragma perlu
(kerusakan saraf C5 ke atas )
5. Lakukan penghisapan lendir
13. Cedera peda medula spinalis kurang dari 15 detik

14. Efek agen fermakologis 6. Lakukan hiperoksigenasi


sebelum penghisapan
15. Kecemasan
endotrakeal
Subjektif :
7. Keluarkan sumbatan banda
1. Dispnea padat dengan forsep McGill

Objektif 8. Berikan oksigen , jika perlu

1. Penggunaan otot bantu pernapasan Edukasi

2. Fase ekspirasi memanjanh 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml


/ hari , jika tidak kontraindikasi
3. Pola napas abnormal (mis.takipnea,
bradipnea , hiperventilasi , 2. Ajarkan teknik batuk efektif
kussumaul , cheyne-stokes )
Subjektif Kolaborasi

1. Ortopnea 1. Kolaborasi pembedan


bronkodilator , ekspektoran ,
Objektif
mukolitik , jika perlu .
1. Pernapasan pursed-lip

2. Pernapasan cuping hidung

3. Diameter thoraks anterior – posterior

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas ekspirasi menurun

6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekanan inspirasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

Kondisi klinis terkait :

1. Depresi sistem saraf

2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks

4. Gullian barre syndrome

5. Multiple sclerosis

6. Myasthenia gravis

7. Store

8. Kuadriplegla

9. Intoksikasi alkohol

3. D.0003. Gangguan Pertukaran Gas L.01003 I.01014 Pemantauan Respirasi

Definisi : Lebihan atau kekurangan Definisi : Oksigenasi dan/atau Definisi Mengumpulkan dan
oksigenasi dan / atau eleminasi eliminasi karbondioksida pada menganalisis data untuk memastikan
karbondioksida pada membran alveolus - membran alveolus-kapiler kepatonan jalan napas dan koefektifan
kapiler dalam batas normal pertukaran gas

Penyebab Kriteria hasil Tindakan

1. Ketidakseimbangan ventilasi – 1. Bunyi napas tambahan Observasi


perfusi menurun
1. Monitor frekuensi , irama ,
2. Perubahan membran alveolus - 2. Pusing menurun kedalaman dan upaya napas 2.
kapiler 3. Penglihatan kabur Monitor pola napas (seperti
menurun bradipnea , takipnas ,
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif
hiperventilasi , Kussmeul ,
4. Diaforesis menurun
1. Dispnea Cheyne - Stokes , Biot , ataksik )
5. Gelisah menurun
Objektif 2. Monitor kemampuan batuk
6. Napas cuping hidung efektif –
1. PCO₂ meningkat / menurun
menurun
3. Monitor adanya produkal
2. PO₂ menurun
sputum
3. Takikardia
4. Monitor adanya sumbatan jalan
4. pH arteri meningkat / menurun napas

5. Bunyi napas tambahan 5. Palpasi kesimetrisan ekspansi


paru
Gejala dan Tanda Manor Subjektif
6. Auskultasi bunyi napas
1. Pusing
7. Monitor saturesi oksigen
2. Penglihatan kabur
8. Monitor nilai AGD Monitor
3. Pneumonia Tuberkulosis paru
hasil x - ray toraks
Objektif
Terapeutik
1. Sianosis 1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Diaforesis
2. Dokumentasikan hasil
3. Gelisah
pemantauan
4. Napas cuping hidung
Edukasi
5. Pola napas abnormal
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
(cepat/lambat,reguler/ireguler ,
pemantauan Informasikan hasil
dalam / dangkal )
pemantauan , jika perlu
6. Warna kulit abnormal (mis.pucat ,
kebiruan)

7. Kesadaran menurun

Kondisi Klinis Terkait

1. Penyakit paru obstruktif kronis


( PPOK )

2. Gagal jantung kongestif

3. Asma

4. Pneumonia
5. Tuberkulosis paru

6. Penyakot membran hilalin

7. Asfiksia

8. Persistent pulmonary hypertension of


newborn ( PPHN )

9. Prematuritas

10. Infeksi saluran pernapasan

4 D.0056 Intoleransi Aktivitas L. 05047 Toleransi aktivitas I. 05178 Manajemen energi

Definisi : Ketidakcukupan energi untuk Definisi : Respon fisiologis Definisi: Mengidentifikasi dan
melakukan aktivitas sehari-hari terhadap aktivitas yang mengelola penggunaanenergi untuk
membutuhkan tenaga mengatasi ataumencegah kelelahan dan
Penyebab :
mengoptimalkan prosespemulihan
Ekspektasi: Meningkat
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan
Tindakan:
kebutuhan oksigen Kriteria Hasil:
Observasi
2. Tirah baring 1. Frekuensi nadi 1. Monitor kelelahan fisik dan
emosional
3. Kelemahan 2. Saturasi oksigen
2. Monitor pola dan jam tidur
Imobilitas : 3. Kemudahan melakukan
aktivitas sehari-hari Terapeutik
1. Gaya hidup monoton
4. Kecepatan berjalan 1. Sediakan lingkungan nyaman
2. Gejala & Tanda Mayor
dan rendah stimulus (misal:
5. Jarak berjalan
3. Subjektif: cahaya, suara, kunjungan)
6. Kekuatan tubuh bagian
4. Mengeluh Lelah 2. Berikan aktifitas distraksi yang
atas
menenangkan
Objektif :
7. Kekuatan tubuh bagian
Edukasi
1. Frekuensi jantung meningkat >20% bawah
dari kondisi istirahat 1. Anjurkan tirah baring
8. Toleransi menaiki
2. Gejala & Tanda Minor tangga 2. Anjurkan melakukan aktifitas
secara bertahap
Subjektif :
Kolaborasi
1. Dispnea saat/ setelah aktivitas
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
2. Merasa tidak nyaman setelah
tentang cara meningkatkan
beraktivitas
asupan makanan
3. Merasa lemah

Objektif :

1. Tekanan darah berubah >20% dari


kondisi istirahat

2. Gambaran EKG menunjukkan aritma


saat/ setelah aktivitas

3. Gamabaran EKG menunjukkan


iskemia

4. Sianosis

5. Kondisi Klinis Terkait:

6. Anemia

7. Gagal jantung kongestif

8. Penyakit jantung coroner

9. Penyakit katup jantung

10. Aritmia

11. Penyakit paro obstruktif kronis


(PPOK)

12. Gangguan metabolic

13. Gangguan muskuloskeletal


ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

Hasil penelitian

Berdasarkan dari jurnal bahwa KIA-N menunjukkan pada pengkajian ditemukan


data batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, wheezing, ronchi, gelisah,
frekuensi napas berubah, pola napas berubah, diagnosa keperawatan menggunakan SDKI
gejala dan tanda mayor ≥80%, sehingga diagnosa bersihan jalan napas tidak efektif dapat
ditegakkan, perencanaan keperawatan menggunakan SLKI dan SIKI lebih menekankan
pada intervensi Active Cycle Of Breathing Tehnique (ACBT) dan batuk efektif,
implementasi sesuai perencanaan, evaluasi dengan hasil bersihan jalan napas tidak efektif
meningkat, analisis intervensi didapatkan tiga penelitian yang mendukung, bahwa
pemberian terapi pernapasan ACBT dan batuk efektif mampu mengatasi bersihan jalan
napas tidak efektif.

Sehingga asuhan keperawatan pada pasien diagnosa PPOK dapat menegakkan


masalah asuhan keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis, Edisi VI,Vol I, Jakarta, EGC, 2001
Tucker S. Martin, Standart Perawatan Pasien, Jilid 2, Jakarta, EGC, 1998
Reeves. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 1. Jakarta : Salemba Medika; 2001
Halim Danukusantoso, Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Jakarta, Penerbit Hipokrates , 2000
Smeltzer, C . Suzanne,dkk, Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 1. Jakarta ,
EGC, 2002
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Jakarta, EGC, 1997
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan
Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai