Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

OLEH :
UCI SRI WAHYUNI,S.KEP
1741312049

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
KONSEP TEORITIS
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

1. Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) atau Penyakit Paru Obstruktif
Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup
bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth,
2002).

PPOM adalah kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dipsnea saat


aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru, yang
mencakup bronchitis kronis, bonkiektasis, emfisema dan asma.
(Smeltzer,2002).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
COPD adalah : bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

2. Anatomi Fisiologi Paru

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung
alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara,
O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan
kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus
inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil
bernama segment.

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada


lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan
mempunyai 10 segmen yaitu : 5 (lima) buah segmen pada lobus superior, 2
(dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh
jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-
saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus,
bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut
duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang
diameternya antara 0,2 0,3 mm.

a. Letak paru-paru

Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/ kavum


mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh
selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):

Uci Sri Wahyuni


1741312049
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang
langsung membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum
pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/ hampa udara
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit
cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura),
menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana
sewaktu bernapas bergerak.

b. Pembuluh darah pada paru

Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3
dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi
dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran
melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru
dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah kaya oksigen
(oxygen-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif
kekurangan oksigen.

Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri


pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel
kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran
bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk
jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli
(gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding
kapiler.

Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui
tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari
vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru
mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam


menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan
sebagai berikut :

1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat
tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan
bentuk seseorang.
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah
ekspirasi maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru
dapat menampung udara sebanyak 5 liter.
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara.
Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru
2.600 cm3 (2 1/2 liter).
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16
18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30
x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah,
misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat
dan sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk


menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa,
akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan
kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin.
Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir
hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut.

c. Fisiologi Pernafasan

Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida


yang terjadi pada paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
eksterna, oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas
kemudian oksigen masuk melalui trakhea sampai ke alveoli berhubungan
dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alveoli memisahkan oksigen dari
darah, oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah dibawa
kejantung dan dari jantung dipompakan ke seluruh tubuh. Didalam paru-
paru karbondioksida merupakan hasil buangan yang menembus membran
alveoli. Dari kapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir
sampai pada mulut dan hidung. Empat proses yang berhubungan dengan
pernafasan pulmoner: a) Ventilasi pulmoner, gerakan pernasfasan yang
menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. b) Arus darah melalui
paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh,
karbondioksida dari seluruh tubuh masuk ke paru-paru. c) Distribusi arus
udara dan arus darah sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa
dicapai untuk semua bagian. d) Difusi gas yang menembus membran
alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi daripada
oksigen. Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika
konsentrasi dalam darah mempengaruhi dan merangsang pusat
peernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar kecepatan dalam
pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengambilan CO2 lebih
banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen
dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan yang akhirnya mencapai
kapiler. Darah mengeluarkan oksigen ke dalam jaringan, mengambil
karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi
pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-
5000 ml(4,4-5 liter). Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan
ekspirasi) hanya 10%, 500 ml disebut juga udara pasang surut (tidal air)
yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan pada pernafasan biasa.
Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi daripada pria. Pernafasan
secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat.
Pada bayi ada kalanya terbalik, inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga
pernafasan terbalik.

3. Klasifikasi

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Asma Bronkhial: dikarakteristikan oleh konstruksi yang dapat pulih
dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca
dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.
b. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari
disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut
dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu
dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma
bronkial.
c. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus
terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.
4. Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui, timbulnya penyakit ini dikaitkan
dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, misalnya merokok
yang lama, polusi udara, infeksi paru yang berulang, umur , jenis kelamin, ras,
defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan. Faktor merokok dianggap
faktor yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini. Berbagai
penyakit yang dapat menyebabkan penyakit paru obstruksi menahun antara
lain:
A. Emfisema
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomik, yaitu suatu perubahan
anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran
udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding
alveolus.

1) Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas


yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang
berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas dan kolaps bronkiolus
serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu
berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak
ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada
tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring


kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan
ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi
dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan
(kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya
kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar
menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak


mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan
sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru
yang mengalami emfisema memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran


masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan
heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-
paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif
dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama
ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani
aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya
otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-
iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada
banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya
kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

Uci Sri Wahyuni


1741312049
2) Tanda dan Gejala Emfisema
Dispnea
Takipnea
Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang
paru
Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan
ekspirasi
Hipoksemia
Hiperkapnia
Anoreksia
Penurunan BB
Kelemahan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
3) Pemeriksaan Penunjang

a) Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta


dan jantung normal

b) Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV,


penurunan VC dan FEV

B. Bronchitis kronik
Bronchitis adalah penyakit pernapasan dimana selaput lendir pada
saluran-saluran bronchial paru meradang. Ketika selaput yang teriritasi
membengkak dan tumbuh lebih tebal, hal ini menyebabkan penyempitan
bronkus, berakibat pada serangan-serangan batuk yang disertai oleh dahak dan
sesak napas

1) Tanda dan Gejala Bronkitis Kronis

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

2) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia

b) Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar

c) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume


ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru
total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

d) Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

C. Asma bronkiale
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas
cabang-cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan
ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic
dan reversible akibat bronkospasme.
1) Patofisiologi Asma

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-
sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan
antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut
mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam
jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur
oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung
menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai
toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.
Selain itu, reseptor a- dan b-adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor a adrenergik dirangsang , terjadi
bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor b-adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor a- dan b-adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor -alfa
mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator
kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon
beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan
adalah bahwa penyekatan b-adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos

2) Tanda dan Gejala Asma

Batuk
Dispnea

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Mengi
Hipoksia
Takikardi
Berkeringat
Pelebaran tekanan nadi

3) Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma


b. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil).
Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik
c. AGD : hipoksi selama serangan akut
d. Fungsi pulmonari :Biasanya normal
e. Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun

D. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang
mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan
obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari
saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang
berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

5. Manifeastasi Klinik
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK.
Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali,
hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak
inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi
akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

Uci Sri Wahyuni


1741312049
a. Batuk bertambah berat
b. Produksi sputum bertambah
c. Sputum berubah warna
d. Sesak nafas bertambah berat
e. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
f. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
g. Penurunan kesadaran

6. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi
dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru.
Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah,
sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan
ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV),
sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap
rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu,
silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus
berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan.
Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan
Uci Sri Wahyuni
1741312049
kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada
ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara
pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan
Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan
antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi
mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol
(Chojnowski, 2003).

7. WOC (terlampir)

8. Komplikasi

a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan
mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada
tahap lanjut timbul cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya
dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini

Uci Sri Wahyuni


1741312049
sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.

g. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan


terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang.
Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limposit darah.

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologi
1) Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
Corak paru yang bertambah
2) Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular
dan pink puffer.
Corakan paru yang bertambah.
Pemeriksaan faal paru

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat
penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF
dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas
lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan
hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema
kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
b. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
c. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
d. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
e. Laboratorium darah lengkap : terjadi peningkatan leukosit

10. Penatalaksanaan
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikan faktor-faktor yang
dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang harus dicegah terjadinya pada
penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya
diusahakan meniadakannya atau menguranginya.

Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita :


- Kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor
genetic, infeksi(saluran nafas) dan perubahan cuaca.
- Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi
- Tahap perjalanan penyakit, perjalanan penyaki PPOM lambat progresif

Uci Sri Wahyuni


1741312049
- Penyakit lain di luar paru misalnya sinusitis, faringitis
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah :
o Memeperbaiki kemamapuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase
akut tetapi juga pada fase kronik.
o Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian
o Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal
a. Penanganan untuk penderia PPOM usia lanjut adalah :
Meniadakan faktor etiologic/Presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara
Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berabagai cara
Memberantas infeksi dengan antimikroba, bila tidak ada infeksi tidak perlu
diberikan.
Mengatasi bronkospasme dengan obat obat bronkdilator
Pengobatan simtomatik
Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul
Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan harus diberikan dengan aliran
lambat :1-2 liter/menitTindakan rehabilitasi
b. Rehabilitasi
Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi aktivitas-aktivitas berikut:
Fisioterapi membantu pengeluaran secret bronkus
Latihan pernafasan, melatih penderita agar mampu melakukan pernafasan
yang efektif bagi dirinya
Latihan dengan beban olah raga tertentu untuk memulihkan kesegaran
jasmaninya.
Vocasional guidance: usaha yang dilakukan agar penderita mampu
melakukan pekerjaan semula
Pengelolaan psikososial, ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakitnya
c. Penatalaksanaan pada Ppok Stabil
1) Terapi farmakologik
o Obat-obatan yang sekarang tersedia dapat mengurangi atau
menghilangkan gejala, menaikkan kapasitas exercise, mengurangi
frekuensi dan keparahan exaserbasi, dan meningkatkan status kesehatan.
o Saat ini belum ada obat-obatan yang dapat mencegah tingkatan penurunan
fungsi paru.
o Perubahan pada fungsi paru setelah terapi singkat dengan obat tidak dapat
membantu memprediksi akibat lain yang akan terjadi.
Uci Sri Wahyuni
1741312049
o Obat-obatan inhalasi lebih dipilih.
o Perubahan pada FEV1 setelah terapi bronkodilator mungkin saja kecil,
tapi sering diikuti perubahan yang besar pada volume paru, dimana hal ini
ikut mempengaruhi pengurangan sesak napas yang terjadi
o Kombinasi beberapa obat menyebabkan perubahan yang besar pada gejala
dan hasil pemeriksaan spirometri dibandingkan dengan penggunaan obat
tunggal.
o Tiga tipe bronkodilator yang umum dipakai: -agonis, antikolinergik dan
metilxantin.
o SA-BD dapat meningkatkan toleransi exercise secara cepat pada PPOK
o Antikolinergik diberikan 4x sehari dapat memperbaiki status kesehatan
dalam waktu 3 bulan pengobatan
o Inhalasi -agonis long acting dapat memperbaiki status kesehatan yang
mungkin lebih baik dari ipatroprium. Selain itu obat-obatan jenis ini juga
mengurangi gejala, memperpanjang waktu exaserbasi
o Mengkombinasi obat-obatan jangka pendek (salbutamol/ipratropium)
mengakibatkan perbaikan pada hasil test spirometri dalam 3 bulan
pengobatan daripada obat tunggal masing-masing
o Mengkombinasi long acting -agonis inhalasi dan ipratropium
mengurangi exaserbasi daripada obat tunggal
o Mengkombinasi long-acting -agonis dan teofilin juga dapat memperbaiki
hasil test spirometri daripada obat tunggal
o Tiotropium meningkatkan status kesehatan dan mengurangi exaserbasi,
juga mengurangi kemungkinan rawat inap dibandingkan dengan placebo
dan ipratropium
2) Terapi oksigen jangka panjang (LTOT)
o Long-term oxygen therapy (LTOT) meningkatkan survival, exercise, tidur
dan cognitive performance.
o Perhatian lebih kepada masalah hipoksemia daripada retensi CO2.
o Analisa gas darah adalah pemeriksaan yang dianjurkan.
o Sumber oksigen yang tersedia : gas, cairan dan concentrator.
o Metode pemberian : nasal - kontinyu, nasal tergantung nadi, kanula
reservoir dan kateter trans tracheal.
3) Rehabilitasi paru
o Program multidisipliner yang disusun secara individual untuk
mengoptimalkan performance fisik dan sosial serta kepentingan masing-
masing

Uci Sri Wahyuni


1741312049
o Dilakukan untuk pasien yang : mempunyai keluhan sesak dan gejala
pernapasan lain, toleransi exercise yang kurang, aktivitas terbatas karena
sakitnya, atau status kesehatan yang kurang.
o Rehabilitasi paru meliputi:
a) Latihan
b) Edukasi
c) Intervensi psikososial / tingkah laku
d) Terapi nutrisi
e) Penentuan hasil ( outcome assesment )
f) promosi untuk terus mengikuti rehabilitasi

4) Nutrisi
o Kehilangan berat badan dan fat-free mass (FFM) sering terjadi pada pasien
PPOK stabil
o Underweight resiko kematian lebih besar
o Kriteria kehilangan berat badan yang dimaksud : * >10% dalam 6 bulan
terakhir atau >5% dalam sebulan terakhir
o Terapi nutrisi menjadi efektif bila disertai latihan atau rangsang anabolik
lain.
5) Operasi (Bullectomy dan Lung Volume Reduction)
Pembedahan kadang-kadang membantu untuk PPOK pada kasus tertentu.
Bullectomy A adalah operasi pengangkatan bula, ruang berisi udara besar yang
dapat squash dimana paru-paru sekitarnya lebih normal. Lung volume operasi
juga merupakan pengurangan serupa, bagian dari paru-paru yang sangat rusak
oleh emfisema dikeluarkan, tersisa relatif paru-paru yang baik dan bekerja
lebih baik. transplantasi paru-paru kadang-kadang dilakukan untuk PPOK
berat, khususnya pada orang yang lebih muda.
6) Masalah tidur
o Terjadi desaturasi oksigen yang disebabkan karena penyakit itu sendiri.
Desaturasi oksigen ini terjadi lebih banyak pada waktu tidur daripada
sewaktu latihan
o Kualitas tidur berkurang secara obyektif dan subyektif
o Penatalaksanaan gangguan tidur difokuskan pada cara meminimalisasikan
batuk dan sesak.
o Obat-obat hipnotik sebaiknya dihindarkan pada pasien PPOK

Uci Sri Wahyuni


1741312049
7) Air travel
o Penerbangan komersial dapat terbang pada ketinggian >12,000 m
(>40,000 kaki) selama dalam kabin mendapat tekanan pada 1,8002,400
m (6,0008,000 kaki). Hal ini ekuivalen dengan konsentrasi oksigen
terhirup ~15% (permukaan air laut)
o Terjadi penurunan tekanan arterial O2 (pa,o2) Kira-kira 25 mmhg (3.3
kpa) pada pasien PPOK
o Perlu pemeriksaan sebelum terbang
o Oksigen di dalam pesawat
o Pada penerbangan jarak jauh dan lama, resiko terjadinya deep vein
thrombosis meningkat

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, pekerjaan,
alamat, nama penanggung jawab, hubungan dengan pasien.

2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Batuk dan sesak nafas, sesak bertambah berat , Sesak nafas dan batuk tidak
berhubungan dengan aktivitas dan sesak nafas dan batuk pada waktu setelah
berbaring atau tiduran, duduk, berdiri maupun berjalan. Beberapa bulan yang lalu
batuk berdahak, kental berwarna putih kekuningan serta agak berbau.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Sesak nafas sebelumnya, mempunyai riwayat Asthma Bronkiale. Klien
mempunyai riwayat perokok.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada keluarga yang mengindap penyakit yang sama dengan klien atau
yang mempunyai riwayat Asthma Bronkiale.

3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon


Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Gordon di kutip dari Hidayat (2004).
a. Persepsi kesehatan dan penanganan kesehatan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang perlu
ditanyakan adalah persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap
kesehatan, persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti penggunaan
atau pemakaian tembakau, atau penggunaan alkohol dan sebagainya.
b. Nutrisi dan metabolik
Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet khusus,/suplemen
yang di konsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu makan, jumlah makan atau
jumlah minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual-muntah, stomatitis,
fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik/turun, adanya kesukaran menelan,
penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat masalah/penyembuhan kulit, ada
tidaknya ruam, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gzinya, dll.
c. Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi perhari,
ada/tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi yang di alami,
kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nuctoria, urgensi, hematuri, retensi,
inkontinensia, apakah kateter indwing atau kateter eksternal, dll.
d. Aktivitas dan latihan
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan dalam
menata diri antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting, tingkat
mobilitas di tempat tidur, berpindah, berjalan, dll.
e. Kognitif dan perseptual
Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal
atau tidak, kemampuan berkomunikasi, keadekuatan alat sensori, seperti
penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi nyeri,kemampuan
fungsional kognitif.
f. Istirahat dan tidur
Pengkajian pola tidur dan istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah jam tidur
pada malam hari , pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah tidur, masalah
selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk.
g. Persepsi diri dan konsep diri
Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari masalah-
masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau penilaian
terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri dan
identitas tentang dirinya.
h. Peran dan hubungan
Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan
terhadap peran yang dilakukan.

Uci Sri Wahyuni


1741312049
i. Seksualitas dan reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien dengan seksualitas,
tahap dan pola reproduksi.

j. Koping dan toleransi stress


Pola koping yang umum, toleransi stress, sistem pendukung, dan kemampuan
yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi.
k. Nilai dan keyakinan
Nilai dan keyakinan yang perlu ditanyakan adalah agama apa dan pantangan
dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya rohaniawan.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk
ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara
kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.
b. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
c. Pemeriksaan kepala
Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun
(fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan.
d. Mata
Dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, dan lensa.
e. Telinga
Penilaian meliputi liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran.
f. Hidung
Ada atau tidaknya polip dan nyeri tekan, pernafasan cuping hidung.
g. Mulut
Ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda
radang, lidah, salivasi.
h. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran,
bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan. Kelenjar getah bening :
Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah
servikal anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
i. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain.
j. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain),
turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.

k. Pemeriksaan dada
1. Paru
Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi
simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara,
krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi

Uci Sri Wahyuni


1741312049
perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau
pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru,
dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas
normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi
gesekan dan lain-lain pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah.\
2. Pengkajian Pernapasan
Meliputi frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan. Auskultasi bunyi
nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi.
- Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
- Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas, distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
- Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
- Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
- Observasi karakteristik batu, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
Gejala : Dispnea, rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas
(asma), batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari minimal 3 bulan
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum banyak sekali
(bronkitis kronis). Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada
tahap dini meskipun bisa menjadi produktif (emfisema).
Tanda : Fase ekspirasi memanjang, penggunaan otot bantu pernafasan, dada
bentuk barrel chest. Hiperesonan pada emfisema, krekels pada bronkitis
kronis, ronki dan wheezing pada asma, sianosis, clubbing finger pada
emfisema.

3. Jantung
Pemeriksaan jantung yang diperiksa adalah denyut apeks/iktus kordis dan
aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), dan bunyi jantung.
l. Pemeriksaan abdomen
Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk
perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya
nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung
kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut,
kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
m. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman
tangan, otot kaki, dan lain-lain.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Chest X-Ray :
Dapat menunjukkan hiperinflation paru, flattened diafragma, peningkatan ruang
udara retrosternal, penurunan tanda vaskular/bulla (emfisema), peningkatan
bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dari dyspnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek dari terapi, misal :
bronchodilator.
c. TLC : Meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asthma, menurun pada
emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : Menurun pada emfisema
e. FEV1/FVC : Ratio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas
vital (FVC) menurun pada bronchitis dan asthma.
f. ABGs : Menunjukkan proses penyakit kronis, seringkali PaO2 menurun dan
PaCO2 normal atau meningkat (bronchitis kronis dan emfisema) tetapi seringkali
menurun pada asthma, pH normal atau asidosis, alkalosis respiratori ringan
sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asthma).
g. Bronchogram : Dapat menunjukkan dilatasi dari bronchi saat inspirasi, kollaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronchitis)
h. Darah Komplit : Peningkatan hemoglobin (emfisema berat), peningkatan
eosinofil (asthma).
i. Kimia Darah : Alpha 1-antitrypsin dilakukan untuk kemungkinan kurang pada
emfisema primer.
j. Sputum Kultur : Untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau allergi.
k. ECG : Deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asthma berat), atrial disritmia
(bronchitis), gel. P pada Leads II, III, AVF panjang, tinggi (bronchitis, emfisema),
axis QRS vertikal (emfisema)
l. Exercise ECG, Stress Test : Menolong mengkaji tingkat disfungsi pernafasan,
mengevaluasi keefektifan obat bronchodilator, merencanakan/evaluasi program.

B. Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC

Uci Sri Wahyuni


1741312049
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Bersihan jalan nafas Status Respirasi : Manajemen Jalan Nafas
tidak efektif b.d, Kepatenan Jalan nafas Intervensi :
bronkokontriksi, Indikator : Buka jalan nafas
peningkatan produksi Tidak ada demam Posisikan pasien untuk
sputum, batuk tidak Tidak ada cemas memaksimalkan potensi
efektif, Tidak ada rasa ventilasi
Ajarkan terapi dada
kelelahan/berkurangnya terkecik Instruksikan bagaimana cara
tenaga dan infeksi Frekuensi napas dbn batuk efektif
bronkopulmonal. Irama napas dbn Auskultasi bunyi nafas
Pantau respiratori dan status
Mampu
oksigenasi
mengeluarkan dahak Ajarkan pasien bagaimana
Bebas dari suara menggunakan inhalers
napas tambahan

Suctioning Jalan Nafas


Intervensi :
Informasikan kepada pasien dan
keluarga mengenai suction
Auskultasi bunyi nafas sebelum
dan sesudah suctioning
(pengisapan)
Aspirasi nasofaring dengan bulb
syringe atau alat suction
Pantau timbulnya nyeri
Pantau status oksigen, status
neurologik dan status
hemodinamik pasien.

Fisioterapi Dada
Intervensi :
Jelaskan kontraindikasi
fisioterapi dada
Lakukan fisioterapi dada
setidaknya 2 jam setelah makan
Pantau respiratori dan status
cardiac
Uci Sri Wahyuni
1741312049
Dorong batuk sebelum dan
sesudah tindakan
2. Gangguan pertukaran Status Repirasi : Manajemen Asam Basa
gas b.d ketidaksamaan Pertukaran gas Intervensi :
ventilasi perfusi Indikator : Pertahankan kepatenan jalan
(obstruksi jalan nafas RR normal nafas
oleh sekret, spasme Irama pernafasan Posisikan pasien untuk
bronkus) normal mendapatkan ventilasi yang
Status mental dalam adekuat
rentang yang Pantau PH arteri, PaCO2 dan
diharapkan HCO3 untuk menentukan tipe
Mudah bernafas ketidakseimbangan dan
Tidak ada dispnea
mekanisme kompensasi
saat istirahat
Tidak ada gelisah fisiologis
Tidak sianosis Pantau pola respiratori
Tidak samnolen Pantau status hemodinamik
PaO2 dalam batas Pantau status neurologik
Pantau kehilangan asam
normal Pantau intake dan output
PaCO2 dalam batas Laksanakan terapi oksigen
normal
pH arteri dalam batas
normal Manajemen Jalan Nafas
Saturasi O2 dalam Intervensi :
batas normal
Posisikan pasien untuk
End Tidal CO2 dalam
memaksimalkan potensi
rentang yang
ventilasi
diharapkan
Foto sinar X dada Auskultasi bunyi nafas, catat
dalam rentang yang area yang berkuirang atau tidak
diharapkan ada ventilasi
Keseimbangan
Pantau pernafasan dan status
perfusi ventilasi
oksigenasi
Atur pemasukan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan
cairan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Terapi Oksigen
Intervensi :
Bersihkan mulut, hidung dan
trakeal dari sekret
Batasi merokok
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Siapkan peralatan oksigen
Kelola oksigen tambahan sesuai
dengan kebutuhan
Pantau aliran oksigen
Pantau keefektifan terapi
oksigen.
3. Pola nafas tidak efektif Status Respirasi : Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan ventilasi Intervensi :
Indikator :
bromkopasme, napas
Rata-rata Pernafasan Posisikan pasien untuk
pendek, mukus, memaksimalkan potensi
dalam rentang yang
bronkokontriksi dan ventilasi
diharapkan
iritan jalan napas.
Irama pernafasan Auskultasi bunyi nafas, catat
dalam rentang yang area yang berkuirang atau tidak
diharapkan ada ventilasi
Kedalaman pernafasan Pantau pernafasan dan status
Ekspansi dada yang oksigenasi
simetris Atur pemasukan cairan untuk
Mudah bernafas mengoptimalkan keseimbangan
Pengeluaran sputum cairan
keluar dari jalan nafas
Keadekuatan vokal Monitor Pernafasan
Ekpulsi udara Intervensi :
Tidak ada penggunaan
Pantau yang mengganggu
otot-otot bantu
pernafasan
pernafasan
Pantau pola nafas
Tidak ada bunyi nafas
Pantau saturasi oksigen
Tidak ada retraksi
Pantau yang meningkatkan
Uci Sri Wahyuni
1741312049
dada kegelisahan, kecemasan
Tidak ada mulut yang
berkerut saat bernafas Monitor Tanda-tanda Vital
Tidak ada dipnea saat Intervensi :
istirahat
Monitor tekanan darah, nadi,
Tidak ada dipnea
suhu dan RR
dengan latihan
Monitor jumlah dan irama
Tidak ada ortopnea
jantung
Tidak ada traktil
Monitor bunyi jantung
fremitus
Monitor suhu, warna dan
Auskultasi bunyi
kelembaban kulit
pernafasan dalam
rentang yang
diharapkan
Auskultasi vocal
dalam rentang yang
diharapkan
Volume tidal dalam
rentang yang
diharapkan
Kapasitas vital dalam
rentang yang
diharapkan

4. Ketidakseimbangan Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


nutisi kurang dari Indikator : Indikator :
kebutuhan tubuh b.d Asupan gizi Tentukan status gizi pasien dan
ketidakmampuan Asupan makanan
kemampuan untuk memenuhi
Asupan cairan
menyerap nutrisi, kebutuhan gizi
Energi
dispnea, kelamahan, Rasio berat / tinggi Identifikasi alergi makanan
efek samping obat, Hidrasi pada pasien atau intoleransi
Tentukan preferensi makanan
produksi sputum dan
pasien
anoreksia, mual Status Nutrisi :
Anjurkan pasien tentang
Uci Sri Wahyuni
1741312049
muntah. Pemasukan Nutrisi kebutuhan nutrisi (yaitu ,
Indikator : membahas pedoman diet dan

Pemasukan kalori piramida makanan)


Pemasukan protein Bantu pasien dalam
Pemasukan lemak menentukan pedoman atau
Pemasukan
piramida makanan (misalnya ,
karbihidrat
piramida makanan vegetarian ,
Pemasukan serat
Pemasukan vitamin panduan piramida makanan,
Pemasukan mineral dan piramida makanan untuk
Pemasukan zat besi
Pemasukan kalsium pasien berusia lebih dari 70
Pemasukan sodium. tahun) yang paling cocok
dalam memenuhi kebutuhan
Massa Tubuh gizi dan pilihan pasien
Tentukan jumlah kalori dan
Indikator :
jenis nutrisi yang dibutuhkan
Berat
untuk memenuhi kebutuhan
Ketebalan lipatan
nutrisi
kulit trisep
Berikan makanan pilihan
Ketebalan lipatan
sambil menawarkan bimbingan
kulit subscapular
Persentase lemak terhadap pilihan yang lebih
tubuh sehat , jika perlu
Atur pola makan, yang
diperlukan (yaitu ,
menyediakan makanan
berprotein tinggi, menyarankan
menggunakan bumbu dan
rempah-rempah sebagai
alternatif untuk garam,
menyediakan pengganti gula ,
meningkatkan atau
menurunkan kalori, menambah
atau mengurangi vitamin,
mineral , atau suplemen )

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Terapi nutrisi
Intervensi :
Kolaborasi dngan ahli gizi
jumlah kalori yang dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan
pasien.
Selesaikan pengkajian nutrisi
pasien.
Pastikan bahwa diet telah
memenuhi makanan yang
tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.

Monitor Nutrisi
Intervensi :
Berat badan pasien
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Mendapatkan ukuran
antropometri dari komposisi
tubuh (seperti : BMI, ukuran
pinggang)
Monitor kecenderungan naik
dan turun berat badan
Identifikasi perubahan dalam
berat badan
Menentukan jumlah yang tepat
dari kenaikan berat badan
selama periode antepartum
Monitor turgor kulit dan
mobilitas
Identifikasi abnormalitas pada
kulit (seperti banyak memar,
penyembuhan luka yang tidak
baik, dan perdarahan)
Identifikasi abnormalitas pada
Uci Sri Wahyuni
1741312049
rambut (seperti kering, tipis,
rambut kasar, dan mudah
patah)
Monitor mual dan muntah
Identifikasi abnormalitas pada
eliminasi (seperti diare, darah,
mukus, dan nyeri dan
ketidakteraturan eliminasi)
Monitor intake diet dan kalori
Identifikasi perubahan terbru
nafsu makan dan aktifitas.
5. Intoleransi aktivitas b.d Toleransi Aktivitas Terapi Aktivitas
ketidakseimbangan Indikator : Intervensi :
antara suplai dengan Saturasi oksigen Kaji tanda dan gejala yang
kebutuhan oksigen dalam rentang yang menunjukan ketidaktoleransi
diharapkan dalam terhadap aktivitas dan
respon aktivitas memerlukan pelaporan
Heart rate dalam terhadap perawat dan dokter
rentang yang Tingkatkan pelaksanaan
diharapkan dalam ROM pasif sesuai indikasi
respon aktivitas Buat jadwal latihan aktivitas
RR dalam rentang secara bertahap untuk pasien
yang diharapkan dan berikan periode istirahat
dalam respon Berikan suport dan libatkan
aktivitas keluarga dalam program
Tekanan darah terapi
dalam rentang yang Berikan berikan reinforcemen
diharapkan dalam untuk pencapaian aktivitas
respon aktivitas sesuai program latihan
Kolaborasi ahli fisioterapi
Management Diri
Sendiri-Penyakit Kronis.
Manajemen Energi
Indikator :
Intervensi :
Gunakan strategi
Uci Sri Wahyuni
1741312049
untuk meningkatkan Bantu pasien untuk
kesenangan hidup. mengidentifikasi pilihan-
Gunakan strategi
pilihan aktivitas
untuk mengontro
Rencanakan aktivitas untuk
nyeri.
Seimbangkan periode dimana pasien

aktifitas dan istirahat mempunyai energi paling


Monitor perubahan banyak
pada penyakit. Bantu dengan aktivitas fisik
teratur
Tentukan persepsi lain pasien
tentang penyebab fatigue
Dorong verbalisasi perasaan
keterbatasan
Tentukan penyebab fatigue

Monitor pola tidur pasien dan


jumah jam tidur
Monitor lokasi nyeri selama
aktivitas
Batasi stimulus lingkungan

Batasi pengunjung

Dorong bedrest

Gunakan ROM asif atau


aktif untuk mengurangi
ketegangan otot

C. Evaluasi
1. Tidak terjadinya peningkatan produksi sekret, ventilasi/ oksigenasi adekuat untuk
kebutuhan, pencapaian klirensi jalan nafs
2. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas, mempertahankan tingkat oksigen yang
adekuat untuk keperluan tubuh
3. Terjadi perbaikan dalam pola pernafasan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PROSEDUR TINDAKAN
PEMASANGAN WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

I. PENGERTIAN WSD

Water Seal Drainage ( WSD ) merupakan suatu intervensi yang penting untuk
memperbaiki pertukaran gas dan pernapasan pada periode pasca operatif yang dilakukan
pada daerah thorax khususnya pada masalah paru-paru.
WSD adalah suatu tindakan invansif yang dilakukan dengan memasukan suatu
kateter/ selang kedalam rongga pleura ,rongga thorax,mediastinum dengan maksud untuk
mengeluarkan udara, cairan termasuk darah dan pus dari rongga tersebut agar mampu
mengembang atau ekspansi secara normal.
Bedanya tindakan WSD dengan tindakan punksi atau thorakosintesis adalah
pemasangan kateter / selang pada WSD berlangsung lebih lama dan dihubungkan dengan
suatu botol penampung.

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Macam-Macam metode dari WSD :
a. Sistem WSD Botol Tunggal
Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua
lubang, satu untuk ventilasi udara dan lubang yang lain memungkinkan selang masuk
kedalam botol.
Keuntungan :
Penyusunan sederhana
Memudahkan untuk mobilisasi pas
Kerugian :
Saat melakukan drainage, perlu kekuatan yang lebih besar dari ekspansi dada
untuk mengeluarkan cairan / udara
Untuk terjadinya aliran kebotol, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan
dalam botol
Kesulitan untuk mendrainage udara dan cairan secara bersamaan.

b. Sistem WSD Dua Botol


Pada system dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang
kedua bekerja sebagai water seal. Pada system dua botol, penghisapan dapat dilakukan
pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi udara.
Keuntungan :
Mampu mempertahankan water seal pada tingkat yang konstan
Memungkinkan observasi dan tingkat pengukuran jumlah drainage yang keluar
dengan baik
Uci Sri Wahyuni
1741312049
Udara maupun cairan dapat terdrainage secara bersama-sama

Kerugian :
Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol
Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara sehingga dapat terjadi
kebocoran udara.

c. Sistem WSD Tiga Botol


Pada system tiga botol, system dua botol ditambah dengan satu botol lagi yang
berfungsi untuk mengatur / mengontrol jumlah drainage dan dihubungkan dengan
suction. Pada system ini yang terpenting adalah kedalaman selang dibawah air pada botol
ketiga. Jumlah penghisap didinding yang diberikan botol ketiga harus cukup untuk
menciptakan putaran-putaran lembut gelembung dalam botol. Gelembung yang kasar
menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan tingkat
kebisingan .
Keuntungan :
System paling aman untuk mengatur penghisapan

Kerugian :
Perakitan lebih kompleks sehingga lebih mudah terjadi kesalahan pada pada
perakitan dan pemeliharaan
Sulit untuk digunakan jika pasien ingin melakukan mobilisasi

d. Sistem WSD sekali pakai / disposable


Jenis-jenisnya :
Pompa penghisap Pleural Emerson
Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti
penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai
menggunakan sistem dua atau tiga botol.
Keuntungan :
Plastik dan tidak mudah pecah

Kerugian :
Mahal
Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit terbalik.

Fluther valve
Keuntungan :
Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik
Kurang satu ruang untuk mengisi
Tidak ada masalah dengan penguapan air
Penurunan kadar kebisingan

Uci Sri Wahyuni


1741312049
Kerugian :
Mahal
Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra pleural
karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.

Calibrated spring mechanism


Keuntungan :
Mampu mengatasi volume yang besar

Kerugian
Mahal

2. INDIKASI , TUJUAN DAN LOKASI PEMASANGAN WSD


a. Indikasi

Uci Sri Wahyuni


1741312049
1. Pneumothoraks yang disebabkan oleh :
- Spontan > 20 % karena rupture bleb
- Luka tusuk tembus
- Klem dada yang terlalu lama
- Kerusakan selang dada pada system drainage
2. Hemothoraks yang disebabkan oleh :
- Robekan pleura
- Kelebihan antikoagulan
- Pasca bedah thoraks
3. Empyema disebabkan oleh :
- Penyakit paru serius
- Kondisi inflamasi

4. Bedah paru karena :


- Ruptur pleura sehingga udara dapat masuk kedalam rongga pleura
- Reseksi segmental. Misalnya : pada tumor paru , TBC
- Lobectomy. Missal : pada tumor paru, abses, TBC
- Pneumektomi.
5. Efusi pleura yang disebabkan oleh :
- Post operasi jantung

b. Tujuan
1. Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura
2. Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura
3. Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura ( reflux drainage) yang dapat
menyebabkan pneumotoraks
4. Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan mempertahankan
tekanan negatif pada intra pleura.

Uci Sri Wahyuni


1741312049
c. Lokasi
1) Apikal
- Letak selang pada intercosta III midclavicula
- Dimasukan secara anterolateral
- Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2) Basal
- Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
- Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura

3. KONSEP FISIOLOGI TINDAKAN WSD TERHADAP TUBUH


Paru-paru disokong dalam rongga dada oleh tekanan negative. Tekanan negative
ini dibuat oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama kecenderungan dinding dada
untuk mengembang kedepan dan belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan
alveolar elastis untuk berkontraksi.
Analogi adalah dua lapisan mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang
terletak diantaranya.
Kedua lapisan tersebut adalah lapisan visceral dan lapisan pleural parietal.
Tetesan air adalah cairan pleura.
Sesuai analogi lapisan tersebut, upaya kekuatan yang berlawanan untuk menarik
pleura pada arah yang berbeda. Terjadinya tekanan paru negative yang mengikat paru
dengan kencang pada dinding dada akan mencegah paru menjadi kolaps.Selama
inspirasi, tekanan intrapleura akan menjadi lebih negative. Pada ekspirasi, tekanan
menjadi kurang negative.

4. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
- Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( aritmia )
- Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
- Hipertensi / hipotensi
Uci Sri Wahyuni
1741312049
b. Nyeri
Subyektif :
- Nyeri dada sebelah
- Serangan sering tiba-tiba
- Nyeri bertambah saat bernafas dalam
- Nyeri menyebar ke dada, badan dan perut
Obyektif :
- Wajah meringis
- Perubahan tingkah laku ( pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku
distraksi )
c. Respirasi
Subyektif :
- Riwayat sehabis pembedahan dada, trauma
- Riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
- Kesulitan bernafas
- Batuk
Obyektif :
- Takipnoe
- Peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal.
- Fremitus menurun pada sisi yang abnormal
- Perkusi dada : hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
- Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan daerah dada, berkeringat,
d. Rasa aman
- Riwayat fraktur / trauma dada
- Kanker paru, riwayat radiasi / khemotherapi
e. Integritas ego
- cemas, ketakutan, gelisah
f. Pengetahuan
- Riwayat keluarga yang mempunyai resiko tinggi seperti TB, Ca.
- Pengetahuan tentang penyakit, pengobatan, perawatan.

5. DIAGNOSIS KEPERWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan insisi pemasangan WSD
DS :
- Mengatakan nyeri dada sebelah
- Serangan nyeri sering tiba-tiba
- Nyeri bertambah saat bernapas dalam
- Nyeri menyebar kedada,badan dan perut
DO :
- Wajah tampak meringis

Uci Sri Wahyuni


1741312049
- Perubahan prilaku (pergerakan hati-hati pada daerah yang sakit, prilaku
distraksi)
- Perubahan tanda-tanda vital terutama nadi biasanya meningkat.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
penumpukan cairan/ udara,nyeri luka insisi, ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan mempunyai riwayat pembedahan dada,trauma
- Riwayat penyakit paru kronik,peradangan paru, tumor paru,
- Mengatakan sulit bernapas akibat nyeri
- Batuk-batuk.
DO :
- Takipnea
- Peningkatan kerja napas, penggunaan otot Bantu pernapasan,retraksi intercosta
- Perkusi dada : Hipersonor
- Pada inspeksi dan palpasi pergerakan dada tidak simetris
- Pada kulit terjadi sianosis, pucat, berkeringat dan terjadi krepitasi subcutan
daerah dada.
3. Syndrome kurang perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan pola napas tidak
efektif akibat pemasangan selang WSD ditandai dengan
DS :
- Klien mengungkapkan nyeri pada saat melakukan mobilisasi
- Klien mengungkapkan tidak dapat memenuhi ADL nya karena nyeri dan sesak
DO :
- Klien tampak membatasi pergerakanya dan tidak mampu memenuhi ADL nya
- Pada daerah thoraks terpasang selang WSD
4. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang tindakan WSD,
ditandai dengan
DS :
- Klien mengatakan cemas dan takut dengan keadaanya yang terpasang selang
- Klien mengatakan tidak mengerti tentang fungsi,cara perawatan dan semua yang
berkaitan dengan tindakan WSD
DO :
- Klien tampak cemas,
- Klien tampak gelisah dan ketakutan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan insisi / invansif akibat pemasangan
selang WSD ditandai dengan :
DS : -
DO :
- Terdapat luka insisi pemasangan selang WSD pada daerah thoraks

7. PERSIAPAN ALAT PROSEDUR TINDAKAN PEMASANGAN WSD


a. Kasa steril
b. Sarung tangan steril dan masker
Uci Sri Wahyuni
1741312049
c. Motor suction
d. Duk steril
e. Sumber cahaya
f. Sedative ( jika siperlukan )
g. Lidokain 1 % tanpa epinephrine ( 20 ml )
h. Spuit ukuran 10 ml dengan needle no 18 dan 23
i. Tube / selang WSD no 28 atau 36 french ( untuk dewasa ) steril
j. System drainage dan penyedot/suction ( pompa emerson )
k. Botol penampung berisis cairan antiseptic ( jumlah botol tergantung dengan system
WSD yang akan dipakai )
l. Tabung oksigen dan kanul oksigen
m. Mata pisau scalpel dan tangkainya no 10 dan no 11
n. Naalpocdes,Klem,duk berlubang steril.
o. Trocart
p. Klem mosquito 6 buah
q. Klem Kelly bengkok yang besar
r. Gunting jaringan 2 buah
s. Gunting jahitan 2 buah
t. Gunting diseksi bengkok metsenbaum 2 buah
u. Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi 2 buah
v. Plester / hipavik
w. Benang jahitan
1) no 2-0, 30 silk jarum kulit ( cutting needle )
2) no 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan ( taxen needle)
x. Bengkok / tempat sampah
y. Gunting plester dan betadine

8. PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN PERSIAPAN KLIEN


Persiapan lingkungan
a. Selalu menjaga privacy klien
b. Atur pencahayaan ruangan dan sirkulasi udara tempat tindakan
c. Ciptakan suasana lingkungan yang bersih,nyaman dan tenang

Persiapan klien
a. Beritahu klien tentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan pemasangan WSD

Uci Sri Wahyuni


1741312049
b. Posisikan pasien pada posisi supinasi / fowler tergantung pada tempat yang akan
diinsisi untuk pemasangan WSD

9. PROSEDUR KERJA PEMASANGAN WSD


a. Kaji airway,breathing dan circulation klien
b. Lakukan tindakan untuk melindungi airway,dengan membebaskan jalan napas
c. Lakukan tindakan pemasangan O2 sesuai yang dibutuhkan
d. Pasang intravena line untuk menjaga sirkulasi
e. Kaji klien terhadap kemungkinan adanya cidera pada dada seperti adanya :
1) Memar pada dada / abdomen
2) Tanda luka dalam atau luar
3) Kesimetrisan dan bentuk dada
4) Menggunakan otot Bantu napas
5) Retraksi dada
6) Suara napas.ada tidaknya Hipersonor
7) Adanya nyeri
8) Adanya emphysema subcutan
f. Kaji adanya tanda-tanda komplikasi pernapasan
g. Periksa nilai Analisa gas darah ( AGD )
h. Hadirkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan
i. Kaji apakah klien ada allergi dengan obat-obatan atau betadine
j. Jelaskan prosedur tindakan kepada klien dan keluarga
k. Posisikan klien dengan posisi fowler atau supinasi atau miring dengan sisi yang sehat
mengarah ketempat tidur dan posisi tangan diangkat keatas kepala.
l. Tentukan lokasi insisi tempat pemasangan selang,cuci tangan.
1. Apikal
- Letak selang pada intercosta III midclavicula
- Dimasukan secara anterolateral
- Fungsi : Untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
2. Basal
- Letak selang pada intercosta V-VI atau intercosta VIII-IX midaksilaler
- Fungsi : Untuk mengeluarkan cairan dan rongga pleura
m. Lakukan tindakan asepsis dan anti sepsis pada daerah pemasangan WSD dengan
betadine
n. Berikan anastesi local dengan lidokain 1 % tanpa epineprin 20 ml
o. Lakukan sayatan/ insisi pada kulit yang telah ditentukan sampai batas subcutis
p. Buatlah terowongan/lubang dengan spuit 110 ml diatas tepi iga/intercosta sampai
menembus pleura,dengan tanda cairan akan menyemprot keluar
q. Masukkan selang berukuran 28-36 french untuk mengeluarkan darah / nanah. Bila
mengeluarkan udara maka ukuran selang akan lebih kecil
r. Hubungkan selang WSD dengan system botol yang sudah diberi cairan antiseptic
sebanyak 20 cm
s. Lakukan penjahitan atau heating pada tempat insisi dan lakukan disinfeksi dengan
betadin,fiksasi selang kekulit dengan kasa steril kemudian plester.
Uci Sri Wahyuni
1741312049
t. Rapikan klien dan rapikan alat-alat
u. Cuci tangan dengan teknik aseptic.

10. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN


a. Kaji vital sign klien selama pemasangan WSD
b. Gunakan selang berbahan karet dan harus tertutup dari kemungkinan masuknya
udara luar.
c. Botol tidak boleh ditempatkan lebih tinggi dari tempat pemasangan selang kecuali
pada keaadan diklem
d. Selang hanya boleh diklem dalam waktu beberapa menit untuk mencegah terjadinya
tekanan positif pada rongga pleura
e. Pemasangan dilakukan dengan teknik steril
f. Lakukan pendokumentasian yang meliputi waktu pemasangan WSD, jumlah cairan
yang dilkeluarkan, warna dan respon klien terhadap pemasangan WSD.

11. PERAWATAN WSD


a. Mengisi bilik water seal dengan air steril sampai batas ketinggian yang sama dengan
2 cm H2O
b. Jika digunakan penghisap,isi bilik control penghisap dengan air steril sampai
ketinggian 20 cm atau aesui yang diharuskan
c. Pastikan bahwa selang tidak terlipat,menggulung atau mengganggu gerakan klien
d. Berikan dorongan klien untuk mencari posisi yang nyaman dan pastikan selang tidak
tertindih.
e. Lakukan latihan rentang gerak untuk lengan dan bahu dari sisi yang sakit beberapa
kali sehari
f. Dengan perlahan pijat selang,pastikan adanya fluktuasi dari ketinggian cairan dalam
bilik WSD yang menandakan aliran masih lancer.
g. Amati adanya kebocoran terhadap udara dalam system drainage sesuai yang
diindikasikan oleh gelembung konstan dalam bilik WSD
h. Observasi dan laporkan adanya pernapasan cepat,dangkal,sianosis, adanya emfisema
subcutan, gejala-gejala hemoragi,dan perubahan yang signifikan pada tanda-tanda
vital
i. Anjurkan klien mengambil napas dalam dan batuk pada interval yang teratur dan
efektif
j. Jika klien harus dipindahkan kearea lain,letakkan botol dibawah ketinggian dada.
Jika selang terlepas,gunting ujung yang terkontaminasi dari selang dada dan
selang.Pasang konektor steril dalam selang dada dan selang ,sambungkan kembali
kesistem drainage. JANGAN mengklem WSD selama memindahkan klien.
k. Ganti botol WSD setiap tiga hari atau bila sudah penuh,catat jumlah cairan yang
dibuang.
Cara mengganti Botol :
Siapkan set baru.Botol yang berisi aquabides ditambahkan dengan disinfektan
Selang WSD diklem dulu
Uci Sri Wahyuni
1741312049
Ganti botol WSD dan lepaskan klem
Amati adanya undulasi dalam selang WSD

Perawatan pada klien yang menggunakan WSD


a. Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru yg terkena &
TTV stabil
b. Observasi adanya distress pernafasan
c. Observasi :
- Pembalut selang dada
- Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang menggantung, bekuan
darah
- Sistem drainage dada
- Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien
- Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang
- Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV & warna kulit
- Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap digunakan
d. Posisikan klien :
- Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak)
- Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai ruang
drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa drainase dimulai
pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau permukaan tertulis
sistem komersial yang sekali pakai
h. Urut selang jika ada obstruksi
i. Cuci tangan
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien

Cara mengganti botol WSD


a. Siapkan set yang baru
Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan
b. Selang WSD di klem dulu
c. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem

Uci Sri Wahyuni


1741312049
d. Amati undulasi dalam slang WSD

12. PELEPASAN DAN INDIKASI PELEPASAN SELANG WSD


Pelepasan Selang WSD :
a. Instruksikan klien untuk melakukan maneuver valsava dengan lambat dan bernapas
dengan tenang
b. Selang dada diklem dan dengan cepat dilepas
c. Secara bersamaan,pasangkan balutan kecil kedap udara dengan penutup kasa dan
difiksasi dengan plaster adesif/tahan air.

Indikasi Pelepasan Selang WSD :


a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :
Tidak ada undulasi, namun perlu hati-hati karena tidak adanya undulasi juga
salah satu tanda yang menyatakan kondisi motor suction tidak jalan, selang
tersumbat / terlipat atau paru memang sudah benar-benar mengembang.
Tidak ada cairan keluar
Tidak ada gelembung udara yang keluar
Tidak ada kesulitan bernapas
Dari foto rontgent menunjukan tidak ada cairan atau udara
b. Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan
pada selang.
13. KOMPLIKASI PEMASANGAN WSD
a. Perdarahan intercosta
b. Empisema
c. Kerusakan pada saraf interkosta, vena, arteri, Pneumothoraks kambuhan

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi

Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Potter & Perry. (2002). Buku ajar fundamental keperawatan :konsep, proses,
danpraktik volume 2, edisi 4. Jakarta: EGC.
Uci Sri Wahyuni
1741312049
Sariani, S. (2013).Perawatan WSD. Diaksespadatanggal 30 Oktober 2017
darihttp://www.scribd.com/doc/151239977/1/A-PENGERTIAN
Saryono.(2013). Water Seal Drainage (WSD).Diaksespadatanggal 30 Oktober 2017
darihttp://kedokteran.unsoed.ac.id/Files/Kuliah/modul%20/Modul%20B3%20%2Water
%20Seal%20Drainage.pdf
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarths,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Uci Sri Wahyuni


1741312049

Anda mungkin juga menyukai