PENDAHULUAN
1
Untuk mengetahui Proses Keperawatan pada PPOK
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari paru
2. Untuk mengetahui definisi dari PPOK
3. Untuk mengetahui klasifkasi dari PPOK
4. Untuk mengetahui etiologi dari PPOK
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC dari PPOK
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada PPOK
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada PPOK
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada PPOK
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada PPOK
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan
kepada mahasiswa calon tenaga keperawatan masa depan tentang Askep
pada PPOK sehingga dapat membuat askep pada PPOK dengan mudah saat
melakukan perawatan pada pasien.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang
berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi
2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk
3
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.
4
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu
penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.
2.2 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan
emfisema pulmonum.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001 : 595)
2.3 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling
sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anatomic
paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi
sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat
bronkospasme.
4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda
asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
5
2.4 Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-
faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
6
WOC
Faktor
predisposisi
B1 Edema, spasme
Bersihan bronkus, peningkatan
jalan napas secret bronkiolus
tidak efektif
Obstruksi bronkiolus
awal fase ekspirasi
Udara terperangkap
dalam alveolus
Produksi ATP B5 B2
menurun Risiko Pola napas
perubahan tidak efektif
Defisit energi nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Lelah, lemah
tubuh
B4
Intoleransi
aktivitas
7
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
8
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.
9
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PPOK
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan.
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu.
3. Keluhan Utama
Sesak nafas yang sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan
semakin berat setelah beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak
berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
nafas (sternokleidomastoid).
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)
- B1 (Breathing) :
Sesak napas, napas pendek, ekspirasi yang memanjang, pengunaan otot bantu
pernapasan.
- B2 (Bleeding) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
- B3 (Brain) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
11
- B4 (Bladder) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
- B5 ( Bowel) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
- B6 (Bone) :
Intoleransi aktifitas, lelah, lemah
3.2 Diagnosa
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
Observasi : Observasi :
Kaji warna, Karakteristik
kekentalan, dan sputum dapat
jumlah sputum menunjukkan
berat ringannya
obstruksi
H.E : H.E :
Ajarkan cara batuk Batuk yang
efektif terkontrol dan
efektif dapat
memudahkan
pengeluaran
secret yang
melekat di jalan
nafas.
Kolaborasi : Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian Pemberian
obat : bronkodilator
Bronkodilator via inhalasi akan
Nebulizer (via langsung menuju
inhalasi) dengan area bronchus
golongan terbutaline yang mengalami
0,25 mg, fenoterol spasme sehingga
HBr 0,1% solution, lebih cepat
13
orcipenaline sulfur berdilatasi.
0,75 mg
Observasi : - Observasi : -
H.E : H.E :
Ajarkan pasien Membantu pasien
diafragmatik dan memperpanjang
pernafaan bibir waktu ekspirasi.
dirapatkan. Dengan teknik ini
pasien akan
bernafas lebih
14
efisien dan
efektif.
Kolaborasi : - Kolaborasi : -
3 Setelah Tidak terdapat Mandiri : Mandiri :
dilakukan disritmia, Atur posisi Pengiriman
tindakan Menunjukan semifowler oksigen
keperawatan perbaikan dalam
selama 1x24 laju aliran Auskultasi bunyi Bunyi nafas
jam : diharapkan ekspirasi, GDA nafas, catat area mungkin redup
tidak terjadi normal penurunan aliran karena adanya
gangguan udara dan atau bunyi penurunan aliran
pertukaran gas tambahan. udara atau area
konsolidasi.
Adanya mengi
mengindikasika
n spasme
bronkus/tertahan
nya secret.
Observasi : Observasi :
Kaji frekuensi, Berguna dalam
kedalaman pernafasan. evaluasi derajat
Catat penggunaan otot disstres
aksesori, napas bibir, pernafasan dan
keridakmampuan atau kronisnya
berbicara. proses penyakit.
H.E : - H.E : -
Kolaborasi : - Kolaborasi : -
4 Setelah Melakukan Mandiri : Mandiri :
dilakukan aktivitas dengan Dukung pasien dalam Dukung pasien
tindakan nafas pendek menegakkan regimen dalam
keperawatan lebih sedikit, latihan teratur dengan menegakkan
selama 1 x 24 Mengungka cara berjalan atau regimen latihan
jam : diharapkan pkan perlunya latihan lainnya yang teratur dengan
klien dapat untuk sesuai, seperti berjalan cara berjalan
melakukan melakukan perlahan, latihan atau latihan
aktivitas seperti latihan setiap berdiri tanpa alat lainnya yang
orang normal hari dan bantu, dll. sesuai, seperti
(sehat) memperagakan berjalan
rencana latihan perlahan, latihan
yang akan berdiri tanpa alat
dilakukan di bantu, dll.
rumah,
Berjalan dan Observasi : - Observasi : -
secara bertahap
meningkatkan H.E : - H.E : -
waktu dan jarak
berjalan untuk Kolaborasi : Kolaborasi :
memperbaiki Konsultasikan dengan Ahli terapi fisik
kindisimfisik, ahli terapi fisik untuk akan lebih tau
Minimal menentkan program tentang latihan
bisa berjalan 10 latihan spesifik fisik yang akan
– 15 meter. terhadap kemampuan diberikan pada
pasien. klien, akan
membrikan
porsi yang
sesuai dengan
klien.
16
5 Setelah Menunjukan Mandiri : Mandiri :
dilakukan perilaku Auskultasi bunyi usus Penurunan
tindakan mempertahanka bising usus
keperawatan n masukan menunjukan
selama 2 x 24 nutrisi adekuat, penurunan
jam : diharapkan Mengidentifi mobilitas gaster
terpenuhinya kasi kebutuhan dan konstipasi
kebutuhan nutrisi (konstipasi
nutrisi sesuai individual, umum) yang
kebutuhan. Peningkatan berhubungan
asupan makanan dengan
dari sepertiga pembatasan
porsi menjadi pemasukan
setengah porsi cairan,
untuk setiap kali pemulihan
makan. makanan buruk,
penurunan
aktivitas dan
hipoksemia.
17
Observasi : Observasi :
Kaji kebiasaan diet, Pasien distress
masukan makanan pernafasan akut
saat ini. Catat derajat sering anoreksia
kesulitan makanan. karena dispnea,
Evaluasi berat badan produksi sputum
dan ukuran tubuh. dan obat. Selain
itu pasien
PPOM
mempunyai
kebiasaan
makan buruk,
meskipun
kegagalan
pernafasan
membuat ststus
hipermetabolik
dengan
peningkatan
kebutuhan
kalori.
H.E : H.E :
Hindari makanan yang Suhu ekstrem
sangat panas atau dapat mencetus
sangat dingin. atau
meningkatkan
spasme batuk.
Kolaborasi : - Kolaborasi : -
3.4 Evaluasi
a) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam :
- Bersihan jalan nafas kembali efektif
b) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam:
- Pola nafas kembali efektif
c) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam :
- Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
d) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam :
- Klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)
e) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam :
- Terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001 : 595)
Sehingga diagnosa keperawatan yang muncul adalah bersihan jalan nafas tidak
efektif, pola nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktifitas, dan
resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4.2 SARAN
Kami selaku penulis menyarankan kepada para pembaca baik individu,
keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar kiranya dapat
memperhatikan gejala-gejala awal munculnya penyakit PPOK sehingga mampu
mencegah terjadinya gejala-gejala yang lebih berat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8. Jakarta: EGC
Darmojo; Martono. (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2001). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai Penerbit FKUI
Caepenito Lynda Juall. (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:
20