Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001 : 595).
Berdasarkan klasifikasinya, pasien yang menderita PPOK disebabkan
Bronkitis Kronik, jumlah penderita laki-laki lebih banyak dari pada perempuan, yaitu
laki-laki dewasa sebanyak 20 % dan Wanita dewasa dibawah jumlah tersebut. Untuk
Emfisema paru, kira-kira 2/3 laki-laki dan 1/3 wanita. Sedangkan Asma Bronkhial,
Untuk indonesia antara 5 s/d 7 %.
Faktor-faktor resiko seperti merokok, polusi, umur, akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkus terminal.
Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis),
yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah
masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi
pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas,
maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 1993).
Adapun tanda dan gejala yang sering muncul antara lain Kelemahan badan,
Batuk, Sesak napas, Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi, Mengi atau
wheeze, Ekspirasi yang memanjang, Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit
lanjut, Penggunaan otot bantu pernapasan, Suara napas melemah, Kadang ditemukan
pernapasan paradoksal, Edema kaki, asites dan jari tabuh.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum

1
Untuk mengetahui Proses Keperawatan pada PPOK
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari paru
2. Untuk mengetahui definisi dari PPOK
3. Untuk mengetahui klasifkasi dari PPOK
4. Untuk mengetahui etiologi dari PPOK
5. Untuk mengetahui patofisiologi dan WOC dari PPOK
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada PPOK
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada PPOK
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada PPOK
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada PPOK
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pengetahuan
kepada mahasiswa calon tenaga keperawatan masa depan tentang Askep
pada PPOK sehingga dapat membuat askep pada PPOK dengan mudah saat
melakukan perawatan pada pasien.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi dan Fisiologi


Paru merupakan sebuah organ yang terletak di rongga dada datarannya
menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Sebagian besar terdiri dari
gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli
ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih
kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah
dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih
700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :
1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra
superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus supe rior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus
superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10
segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada
lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini
masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.
Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang
berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus
terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang
banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus
berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm.
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi
2 (dua):
1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung
membungkus paru-paru.
2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar
Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura.
Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat
berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk

3
meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan
dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.

Pembuluh darah pada paru


Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan
tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang
ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung
mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah
“kaya oksigen” (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif
kekurangan oksigen.
Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis
membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru.
Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus.
Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu
menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan
oleh dinding kapiler.
Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-
paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis
ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena
kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung
udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada
inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung
pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi
maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung
udara sebanyak ± 5 liter
3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada
waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3
(2 1/2 liter)
4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 – 18
x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam

4
keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu
penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

2.2 Definisi
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan
emfisema pulmonum.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001 : 595)

2.3 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi
kronik adalah sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling
sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan anatomic
paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang
trakeobronkial terhadap pelbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi
sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan reversible akibat
bronkospasme.
4. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda
asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

5
2.4 Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan dengan factor-
faktor risiko yang terdapat pada penderita antara lain:
1. Merokok sigaret yang berlangsung lama
2. Polusi udara
3. Infeksi peru berulang
4. Umur
5. Jenis kelamin
6. Ras
Pengaruh dari masing-masing factor risiko terhadap terjadinya PPOK adalah saling
memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.

2.5 Patofisiologi dan WOC


Fungsi paru mengalami kemunduran dengan datangnya usia tua yang
disebabkan elastisitas jaringan paru dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia
yang lebih lanjut, kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit
bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi
oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya
fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti
fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan proses inflamasi
bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus terminalis. Akibat
dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang
mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk
ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping).
Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan
ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon,
et al, 1993).

6
WOC
Faktor
predisposisi

B1 Edema, spasme
Bersihan bronkus, peningkatan
jalan napas secret bronkiolus
tidak efektif
Obstruksi bronkiolus
awal fase ekspirasi

Udara terperangkap
dalam alveolus

Suplai O2 PaO2 rendah Sesak napas, napas


jaringan rendah PaCO2 tinggi pendek, mengi,
ekspirasi yang
B3 memanjang,suara
napas melemah,
Gangguan Gangguan penggunaan otot
metabolisme pertukaran bantu pernapasan
jaringan gas
Metabolisme
anaerob

Produksi ATP B5 B2
menurun Risiko Pola napas
perubahan tidak efektif
Defisit energi nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Lelah, lemah
tubuh

B4
Intoleransi
aktivitas

7
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah bronchitis kronis (blue
bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).

Tanda dan gejalanya adalah sebagi berikut:


1. Lelah, lemah
2. Batuk
3. Sesak napas, napas pendek
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
5. Ronkhi atau wheeze
6. Ekspirasi yang memanjang
7. Penggunaan otot bantu pernapasan
8. Suara napas melemah

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
 Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula.
Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
2. Corakan paru yang bertambah.
3. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas
lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada

8
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

 Analisis gas darah


Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi
vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik
merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada
kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih
berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.
 Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari
1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
1. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
2. Laboratorium darah lengkap

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
5. Pengobatan simtomatik.

9
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
8. Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
5. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PPOK

3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan.
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah yang lalu.
3. Keluhan Utama
Sesak nafas yang sudah berlangsung lasa sampai bertahun-tahun , dan
semakin berat setelah beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak
berwarna hijau,, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja.
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu
nafas (sternokleidomastoid).
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor, sedangkan
diafragma mendatar/menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat
keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)
- B1 (Breathing) :
Sesak napas, napas pendek, ekspirasi yang memanjang, pengunaan otot bantu
pernapasan.
- B2 (Bleeding) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
- B3 (Brain) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini

11
- B4 (Bladder) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
- B5 ( Bowel) :
Tidak ada gangguan pada sistem ini
- B6 (Bone) :
Intoleransi aktifitas, lelah, lemah

3.2 Diagnosa
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.

3.3 Perencanaan dan Implementasi


Dx Tujuan Kriteria Hasil Tindakan Rasional
Keperawatan
1 Setelah Frekuensi nafas Mandiri : Mandiri :
dilakukan normal (16 – 20 Atur posisi Meningkatkan
tindakan × per menit), semifowler ekspansi dada
keperawatan Tidak sesak,
selama 1x24 Tidak ada Bantu klien nafas Ventilasi
jam, diharapkan sputum, dalam maksimal
bersihan jalan Batuk membuka lumen
nafas kembali berkurang, tidak jalan nafas dan
efektif adanya ronkhi meningkatkan
gerakan secret
kedalam jalan
nafas besar
untuk
dikeluarkan.

Tingkatkan masukan Hidrasi


cairan sampai 3000 menbantu
ml/hari sesuai menurunkan
12
toleransi jantung. kekentalan
secret,
mempermudah
pengeluaran.

Lakukan fisioterapi Postural


dada dengan teknik drainage dengan
postural drainage, perkusi dan
perkusi, dan fibrasi vibrasi
dada menggunakan
bantuan gaya
gravitasi untuk
membantu
menaikkan
sekresi sehingga
dapat
dikeluarkan atau
dihisap dengan
mudah.

Observasi : Observasi :
Kaji warna, Karakteristik
kekentalan, dan sputum dapat
jumlah sputum menunjukkan
berat ringannya
obstruksi

H.E : H.E :
Ajarkan cara batuk Batuk yang
efektif terkontrol dan
efektif dapat
memudahkan
pengeluaran
secret yang
melekat di jalan
nafas.

Kolaborasi : Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian Pemberian
obat : bronkodilator
Bronkodilator via inhalasi akan
Nebulizer (via langsung menuju
inhalasi) dengan area bronchus
golongan terbutaline yang mengalami
0,25 mg, fenoterol spasme sehingga
HBr 0,1% solution, lebih cepat
13
orcipenaline sulfur berdilatasi.
0,75 mg

Agen mukolitik dan Agen mukolitik


ekspektoran menurunkan
kekentalan dan
pelengketan
secret paru
untuk
memudahkan
pembersihan.
Agen
ekspektoran
akan
memudahkan
secret lepas dari
pelengketan dari
jalan nafas.
2 Setelah Frekuensi nadi Mandiri : Mandiri :
dilakukan normal (70 – 90 Berikan dorongan Memberikan
tindakan × permenit), untuk menyelingi jeda aktivita
keperawatan Tidak ada aktivitas dengan akan
selama 1 x 24 dispnea istirahat. Biarkan memungkinkan
jam : diharapkan pasien membuat pasien untuk
pola nafas bisa beberapa keputusan melakukan
efektif (mandi, bercukur) aktivitas tanpa
tentang perawatannya disstres berlebih.
berdasarkan pada
tingkat toleransi
pasien.

Berikan dorongan Menggunakan


penggunaan pelatihan dan
otot-otot pernafasan mengkondisikan
jika diharuskan. otot-otot
pernafasan.

Observasi : - Observasi : -

H.E : H.E :
Ajarkan pasien Membantu pasien
diafragmatik dan memperpanjang
pernafaan bibir waktu ekspirasi.
dirapatkan. Dengan teknik ini
pasien akan
bernafas lebih
14
efisien dan
efektif.

Kolaborasi : - Kolaborasi : -
3 Setelah Tidak terdapat Mandiri : Mandiri :
dilakukan disritmia, Atur posisi Pengiriman
tindakan Menunjukan semifowler oksigen
keperawatan perbaikan dalam
selama 1x24 laju aliran Auskultasi bunyi Bunyi nafas
jam : diharapkan ekspirasi, GDA nafas, catat area mungkin redup
tidak terjadi normal penurunan aliran karena adanya
gangguan udara dan atau bunyi penurunan aliran
pertukaran gas tambahan. udara atau area
konsolidasi.
Adanya mengi
mengindikasika
n spasme
bronkus/tertahan
nya secret.

Awasi tingkat Gelisah dan


kesadaran/status ansietas adalah
mental. Selidiki menifestasi
adanya perubahan. umum pada
hipoksia.

Awasi tanda vital dan Takikardia,


irama jantung. disritmia, dan
perubahan TD
dapat
menunjukan
efekl
hipoksemia
sistemik pada
fungsi jantung.

Observasi : Observasi :
Kaji frekuensi, Berguna dalam
kedalaman pernafasan. evaluasi derajat
Catat penggunaan otot disstres
aksesori, napas bibir, pernafasan dan
keridakmampuan atau kronisnya
berbicara. proses penyakit.

Kaji/awasi secara Sianosis


rutin kulit dan warna mungkin perifer
15
membrane mukosa. (terlhat pada
kuku) atau
sentral (terlihat
di sekitar bibir
atau telinga).
Keabu-abuan
dan sianosis
sentral
mengindikasika
n beratnya
hipoksemia.

H.E : - H.E : -

Kolaborasi : - Kolaborasi : -
4 Setelah Melakukan Mandiri : Mandiri :
dilakukan aktivitas dengan Dukung pasien dalam Dukung pasien
tindakan nafas pendek menegakkan regimen dalam
keperawatan lebih sedikit, latihan teratur dengan menegakkan
selama 1 x 24 Mengungka cara berjalan atau regimen latihan
jam : diharapkan pkan perlunya latihan lainnya yang teratur dengan
klien dapat untuk sesuai, seperti berjalan cara berjalan
melakukan melakukan perlahan, latihan atau latihan
aktivitas seperti latihan setiap berdiri tanpa alat lainnya yang
orang normal hari dan bantu, dll. sesuai, seperti
(sehat) memperagakan berjalan
rencana latihan perlahan, latihan
yang akan berdiri tanpa alat
dilakukan di bantu, dll.
rumah,
Berjalan dan Observasi : - Observasi : -
secara bertahap
meningkatkan H.E : - H.E : -
waktu dan jarak
berjalan untuk Kolaborasi : Kolaborasi :
memperbaiki Konsultasikan dengan Ahli terapi fisik
kindisimfisik, ahli terapi fisik untuk akan lebih tau
Minimal menentkan program tentang latihan
bisa berjalan 10 latihan spesifik fisik yang akan
– 15 meter. terhadap kemampuan diberikan pada
pasien. klien, akan
membrikan
porsi yang
sesuai dengan
klien.

16
5 Setelah Menunjukan Mandiri : Mandiri :
dilakukan perilaku Auskultasi bunyi usus Penurunan
tindakan mempertahanka bising usus
keperawatan n masukan menunjukan
selama 2 x 24 nutrisi adekuat, penurunan
jam : diharapkan Mengidentifi mobilitas gaster
terpenuhinya kasi kebutuhan dan konstipasi
kebutuhan nutrisi (konstipasi
nutrisi sesuai individual, umum) yang
kebutuhan. Peningkatan berhubungan
asupan makanan dengan
dari sepertiga pembatasan
porsi menjadi pemasukan
setengah porsi cairan,
untuk setiap kali pemulihan
makan. makanan buruk,
penurunan
aktivitas dan
hipoksemia.

Berikan perawatan Rasa tak enak,


oral sering, buang bau, dan
secret, berikan wadah penampillan
khusus untuk sekali adalah
pakai dan tisu. pencegahan
utama terhadap
nafsu makan dan
dapat membuat
mual dan
muntah dengan
peningkatan
kesulitan nafas.

Dorong periode Membantu


istirahat selama 1 jam menurunkan
sebelum dan sesudah kelemahan
makan. Berikan porsi selama waktu
kecil atapi sering. makan dan
memberikan
kesempatan
untuk
meningkatkan
masukan kalori
total.

17
Observasi : Observasi :
Kaji kebiasaan diet, Pasien distress
masukan makanan pernafasan akut
saat ini. Catat derajat sering anoreksia
kesulitan makanan. karena dispnea,
Evaluasi berat badan produksi sputum
dan ukuran tubuh. dan obat. Selain
itu pasien
PPOM
mempunyai
kebiasaan
makan buruk,
meskipun
kegagalan
pernafasan
membuat ststus
hipermetabolik
dengan
peningkatan
kebutuhan
kalori.

H.E : H.E :
Hindari makanan yang Suhu ekstrem
sangat panas atau dapat mencetus
sangat dingin. atau
meningkatkan
spasme batuk.

Kolaborasi : - Kolaborasi : -

3.4 Evaluasi
a) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam :
- Bersihan jalan nafas kembali efektif
b) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam:
- Pola nafas kembali efektif
c) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam :
- Tidak terjadi gangguan pertukaran gas
d) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam :
- Klien dapat melakukan aktivitas seperti orang normal (sehat)
e) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam :
- Terpenuhinya kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal
dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale
(S Meltzer, 2001 : 595)
Sehingga diagnosa keperawatan yang muncul adalah bersihan jalan nafas tidak
efektif, pola nafas tidak efektif, gangguan pertukaran gas, intoleransi aktifitas, dan
resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

4.2 SARAN
Kami selaku penulis menyarankan kepada para pembaca baik individu,
keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar kiranya dapat
memperhatikan gejala-gejala awal munculnya penyakit PPOK sehingga mampu
mencegah terjadinya gejala-gejala yang lebih berat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8. Jakarta: EGC

Long Barbara C. (1996). Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses

keperawatan, alih bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan

Padjajaran Bandung. Bandung.

Darmojo; Martono. (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).

Jakarta: Balai penerbit FKUI

Price Sylvia Anderson. (1997). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,

alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4. Jakarta: EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. (2001). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga. Jakarta: balai Penerbit FKUI

Nugroho, Wahjudi. (2000). Keperawatan Gerontik, edisi 2. Jakarta: EGC

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni

Caepenito Lynda Juall. (1997). Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:

Yasmin Asih, edisi 6. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai