Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Mola hidatidosa merupakan proses degenarasi pada vili korionik
plasenta yang meneyebabkan perkembangan vesikel jernih mirip kista
berbentuk seperti seikat anggur (Varney, 2002).
Angka kejadian Mola hidatidosa di dunia menunjukkan angka yang
tinggi terutama di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika latin. Di negaranegara barat dilaporkan insidensi 1:200 atau 2000 kehamilan, di negaranegara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan (M. Rusda, 2015).
Dikutip dari M. Rusda, 2015 insidensi GTD konstan sekitar 1 sampai
2 per 1.000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama
dijumpai di Afrika Selatan dan Turki. Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah
dilaporkan di Asia. Berdasarkan populasi, penelitian di Korea Selatan
mencatat penurunan insidensi dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000
kelahiran. Demikian pula, rumah sakit berbasis studi di Jepang dan Singapura
telah menunjukkan penurunan kejadian mendekati angka di Amerika Serikat
dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih berisiko mengalami penyakit
trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli Amerika dan kelompok
populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara. Insidensi mola hidatidosa
dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 1/100.000 kehamilan.
Sedangkan di Indonesia menunjukkan angka kematian ibu yang tinggi
yaitu sekitar 373 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu faktor dari tingginya
angka kematian ibu di Indonesia adalah karena mola hidatidosa, akibat dari
perdarahan yang terjadi pada penderita mola hidatidosa. Menurut beberapa
laporan kejadian Mola hidatidosa di Indonesia berkisar antara 1:51 sampai
1:141 kehamilan (Windapuspi, 2015).

Menurut WHO (World Health Organization) Insidensi penyakit


trofoblas di Indonesia maupun negara berkembang masih cukup tinggi
apabila dibandingkan dengan negara yang maju. Angka kejadian mola
hidatidosa berkisar antara 1:1.450 hingga 1:2.000 kehamilan dan angka
kejadian koriokarsinoma 1:14.000 sampai dengan 1:40.000 kehamilan,
sedangkan di Indonesia kejadian mola 1:51 sampai 141 kehamilan, di Jawa
Barat 1:28 sampai 1:105 kehamilan ( Yudi, 2014).
Belum banyak diketahui angka kejadian mola hidatidosa di Provinsi
Kepulauan Riau terutama di Tanjungpinang. Maka dari itu kelompok tertarik
membahas mola hidatidosa sebagai pembahasan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang menunjukkan tingginya tingkat
penderita Mola hidatidosa .Maka kelompok merumuskan masalah pada
makalah ini yaitu Bagaimana Asuhan keperawatan Mola Hidatidosa
C. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Agar mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada Mola
Hidatidosa
2. Tujuan Khusus :
a.
b.

Agar mahasiswa mampu mengetahui defenisi mola hidatidosa


Agar mahasiwa mampu mengetahui anatomi dan fisiologi sistem

c.
d.

reproduksi
Agar mahasiswa mampu mengetahui etiologi mola hidatidosa
Agar mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis mola

e.
f.
g.

hidatidosa
Agar mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi mola hidatidosa
Agar mahasiwa mampu mengetahui Pathway mola hidatidosa
Agar mahasiwa mampu mengetahui komplikasi mola hidatidosa

h.

Agar mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan diagnostik mola


hidatidosa

i.

Agar mahasiwa dapat mengetahui penatalaksanaan medik mola

j.

hidatidosa
Agar mahasiwa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada mola
hidatidosa

D. Metode Penulisan
1. Metode Kepustakaan
Yaitu dengan mengumpulkan referensi dari beberapa buku seperti
buku Saku Bidan, Seri Askeb kehamilan, Obstetri williams, pengantar
kuliah obstetri dan nanda nic-noc.
2.

Media Internet
Yaitu bersumber dari karya tulis ilmiah di internet yang relevan
dengan asuhan keperawatan pada mola hidatidosa.

E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pengembangan ilmu keperawatan
Diharapkan makalah ini dapat mendeskripsikan tentang Asuhan
keperawatan mola hidatidosa, sehingga menambah wawasan dalam
pengembangan ilmu keperawatan.
2. Bagi Institusi pendidikan
Diharapkan makalah ini dapat menambah informasi mengenai, asuhan
keperawatan mola hidatidosa, sehingga dapat dijadikan sebagai penambah
wawasan bagi mahasiswa dengan meletakkan diperpustakaan.
3. Bagi Pembaca
Sebagai referensi dan sarana penambah pengetahuan bagi pembaca
terutama berkaitan dengan asuhan keperawatan mola hidatidosa.

F. Sistematika Penulisan
Berdasarkan dari hasil penyusunan makalah ini, disini kelompok membuat
sistematika penulisan yang dimulai dari:
A BAB I
: PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan.
B BAB II
: TINJAUAN TEORI

Yang terdiri dari defenisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, etiologi,


patofisiologi, pathway, komplikasi, manifestasi klinik, pemeriksaan
diagnostik, penatalaksanaan medik, dan asuhan keperawatan pada pertusis.
C BAB III: TINJAUAN KASUS
Yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan , implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
D. BAB IV: PENUTUP
Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI
I. KONSEP DASAR MEDIK
A.

Definisi
Mola hiatidosa disebut juga hamil anggur, dapat dibagi menjadi mola
hidatidosa total dan parsial. Mola hidatidosa total adalah pada seluruh
kavum uteri terisi jaringan vesikuler berukuran bervariasi, tidak terdapat
fetus dan adneksanya (plasenta, tali pusat, ketuban). Mola hidatidosa parsial

hanya sebagian korion bertransformasi menjadi vesikel, dapat terdapat atau


tidak terdapat fetus (Wan desen, 2011 dalam Amin, Hardhi, 2015).
Suatu kehamilan yang ditandai dengan hasil konsepsi yang tidak
berkembang menjadi embrio setelah fertilisasi, namun terjadi proliferasi dari
vili korialis disertai dengan degenarasi hidropik. Uterus melunak dan
berkembang lebih cepat dari usia gestasi normal, tidak dijumpai adanya
janin dan kavum hanya terisi jaringan seperti rangkaian buah anggur (Lili,
2009).
Menurut Barbara tahun 2005 Mola Hidatidosa adalah perubahan
pertumbuhan embrionik dini yang menyebabkan gangguan pada plasenta,
proliferasi sel-sel abnormal cepat, dan penghancuran embrio.
B.

Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita


1. Genetalia Eksterna

Gambar 2.1 Genetalia Eksterna (Nita, 2012)


a. Tundun (Mons veneris)
Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri dari jaringan
dan lemak, area ini mulai ditumbuhi bulu (pubis hair) pada masa
pubertas. Bagian yang dilapisi lemak, terletak di atas simfisis pubis.
b. Labia Mayora
Merupakan kelanjutan dari mons veneris, berbentuk lonjong. Kedua
bibir ini bertemu di bagian bawah dan membentuk perineum. Labia
5

mayora bagian luar tertutp rambut, yang merupakan kelanjutan dari


rambut pada mons veneris. Labia mayora bagian dalam tanpa rambut,
merupakan selaput yang mengandung kelenjar sebasea (lemak). Ukuran
labia mayora pada wanita dewasa panjang 7- 8 cm, lebar 2 3 cm, tebal
1 1,5 cm. Pada anak-anak dan nullipara kedua labia mayora sangat
berdekatan.
c. Labia Minora
Bibir kecil yang merupakan lipatan bagian dalam bibir besar (labia
mayora), tanpa rambut. Setiap labia minora terdiri dari suatu jaringan
tipis yang lembab dan berwarna kemerahan;Bagian atas labia minora
akan bersatu membentuk preputium dan frenulum clitoridis, sementara
bagian. Di Bibir kecil ini mengeliligi orifisium vagina bawahnya akan
bersatu membentuk fourchette
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil.
Glans clitoridis mengandung banyak pembuluh darah dan serat saraf
sensoris sehingga sangat sensitif. Analog dengan penis pada laki-laki.
Terdiri dari glans, corpus dan 2 buah crura, dengan panjang rata-rata
tidak melebihi 2 cm.
e. Vestibulum (serambi)
Merupakan rongga yang berada di antara bibir kecil (labia minora).
Pada vestibula terdapat 6 buah lubang, yaitu orifisium urethra eksterna,
introitus vagina, 2 buah muara kelenjar Bartholini, dan 2 buah muara
kelenjar paraurethral. Kelenjar bartholini berfungsi untuk mensekresikan
cairan mukoid ketika terjadi rangsangan seksual. Kelenjar bartholini juga
menghalangi masuknya bakteri Neisseria gonorhoeae maupun bakteribakteri patogen

f. Himen (selaput dara)


Terdiri dari jaringan ikat kolagen dan elastic. Lapisan tipis ini yang
menutupi sabagian besar dari liang senggama, di tengahnya berlubang
supaya kotoran menstruasi dapat mengalir keluar. Bentuk dari himen dari
masing-masing wanita berbeda-beda, ada yang berbentuk seperti bulan
sabit, konsistensi ada yang kaku dan ada lunak, lubangnya ada yang
seujung jari, ada yang dapat dilalui satu jari. Saat melakukan koitus
pertama sekali dapat terjadi robekan, biasanya pada bagian posterior
g. Perineum (kerampang)
Terletak di antara vulva dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
Dibatasi oleh otot-otot muskulus levator ani dan muskulus coccygeus.
Otot-otot berfungsi untuk menjaga kerja dari spincter ani.

2. Genitalia Interna

Gambar 2.2. Genitalia Interna (Nita, 2012)


a. Vagina
Merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan
rahim dengan vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari
muskulus sfingter ani dan muskulus levator ani, oleh karena itu dapat
dikendalikan.
Vagina terletak antara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian
depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm.
Bagian serviks yang menonjol ke dalam vagina disebut portio. Portio
uteri membagi puncak (ujung) vagina menjadi:
-Forniks anterior -Forniks dekstra
-Forniks posterior -Forniks sisistra
Sel dinding vagina mengandung banyak glikogen yang menghasilkan
asam susu dengan pH 4,5. keasaman vagina memberikan proteksi
terhadap infeksi.
Fungsi utama vagina:
1) Saluran untuk mengeluarkan lendir uterus dan darah menstruasi.

2) Alat hubungan seks.


3) Jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus
Merupakan Jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara
kandung kemih dan rektum.Dinding belakang dan depan dan bagian atas
tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah berhubungan dengan
kandung kemih.Vaskularisasi uterus berasal dari arteri uterina yang
merupakan cabang utama dari arteri illiaka interna (arterihipogastrika
interna).
Bentuk uterus seperti bola lampu dan gepeng.
1) Korpus uteri : berbentuk segitiga
2) Serviks uteri : berbentuk silinder
3) Fundus uteri : bagian korpus uteri yang terletak diatas kedua pangkal
tuba.
Untuk

mempertahankan

posisinya,

uterus

disangga

beberapa

ligamentum, jaringan ikat dan parametrium. Ukuran uterus tergantung


dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3 cm, nullipara 6-8 cm,
multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada wanita hamil. Uterus dapat
menahan beban hingga 5 liter.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan :
a) Peritonium
Meliputi dinding rahim bagian luar. Menutupi bagian luar uterus.
Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan pembuluh darah
limfe dan urat syaraf. Peritoneum meliputi tuba dan mencapai dinding
abdomen.

b) Lapisan otot
Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar,
lapisan tengah, dan lapisan dalam. Pada lapisan tengah membentuk
lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus
oleh pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini
membentuk angka delapan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh
darah terjepit rapat, dengan demikian pendarahan dapat terhenti.
Makin kearah serviks, otot rahim makin berkurang, dan jaringan
ikatnya bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri
internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum uteri dan
kanalis servikalis dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi
perubahan selaput lendir kavum uteri menjadi selaput lendir serviks)
disebut isthmus. Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim
dan meregang saat persalinan.
c) Endometrium
Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan muara
dari kelenjar endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan fase
pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh perubahan hormonal
dalam siklus menstruasi. Pada saat konsepsi endometrium mengalami
perubahan

menjadi

desidua,

sehingga

memungkinkan

terjadi

implantasi (nidasi).Lapisan epitel serviks berbentuk silindris, dan


bersifat mengeluarakan cairan secara terus-menerus, sehingga dapat
membasahi vagina. Kedudukan uterus dalam tulang panggul
ditentukan oleh tonus otot rahim sendiri, tonus ligamentum yang
menyangga, tonus otot-otot panggul. Ligamentum yang menyangga
uterus adalah:
1) Ligamentum latum
Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopii.
2) Ligamentum rotundum (teres uteri)
Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat.

10

Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi.


3) Ligamentum infundibulopelvikum
Menggantung dinding uterus ke dinding panggul.
4) Ligamentum kardinale Machenrod
Menghalangi pergerakan uteruske kanan dan ke kiri.
Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus.
5) Ligamentum sacro-uterinum
Merupakan penebalan dari ligamentum kardinale Machenrod menuju
os.sacrum.
6) Ligamentum vesiko-uterinum
Merupakan jaringan ikat agak longgar sehingga dapat mengikuti
perkembangan uterus saat hamil dan persalinan.
d. Tuba Fallopii
Tuba fallopii merupakan tubulo-muskuler, dengan panjang 12 cm
dan diameternya antara 3 sampai 8 mm. fungsi tubae sangat penting, yaiu
untuk menangkap ovum yang di lepaskan saat ovulasi, sebagai saluran
dari spermatozoa ovum dan hasil konsepsi, tempat terjadinya konsepsi,
dan tempat pertumbuhan dan perkembangan hasil konsepsi sampai
mencapai bentuk blastula yang siap melakukan implantasi.
e. Ovarium
Merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak kiri dan kanan
uterus di bawah tuba uterina dan terikat di sebelah belakang oleh
ligamentum latum uterus. Setiap bulan sebuah folikel berkembang dan
sebuah ovum dilepaskan pada saat kira-kira pertengahan (hari ke-14)
siklus menstruasi. Ovulasi adalah pematangan folikel de graaf dan
mengeluarkan ovum. Ketika dilahirkan, wanita memiliki cadangan ovum
sebanyak 100.000 buah di dalam ovariumnya, bila habis menopause.
Ovarium yang disebut juga indung telur, mempunyai 3 fungsi:
a. Memproduksi ovum

11

b. Memproduksi hormone estrogen


c. Memproduksi progesteron
Memasuki pubertas yaitu sekitar usia 13-16 tahun dimulai
pertumbuhan folikel primordial ovarium yang mengeluarkan hormon
estrogen. Estrogen merupakan hormone terpenting pada wanita.
Pengeluaran hormone ini menumbuhkan tanda seks sekunder pada
wanita seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut pubis,
pertumbuhan rambut ketiak, dan akhirnya terjadi pengeluaran darah
menstruasi pertama yang disebut menarche.
Awal-awal menstruasi sering tidak teratur karena folikel graaf belum
melepaskan ovum yang disebut ovulasi. Hal ini terjadi karena
memberikan kesempatan pada estrogen untuk menumbuhkan tanda-tanda
seks sekunder. Pada usia 17-18 tahun menstruasi sudah teratur dengan
interval 28-30 hari yang berlangsung kurang lebih 2-3 hari disertai
dengan ovulasi, sebagai kematangan organ reproduksi wanita.
Fisiologi sistem reproduksi wanita
1. Hormon Reproduksi pada wanita
a. Estrogen
Estrogen dihasilkan oleh ovarium. Ada banyak jenis dari estrogen
tapi yang paling penting untuk reproduksi adalah estradiol. Estrogen
berguna untuk pembentukan ciri-ciri perkembangan seksual pada wanita
yaitu pembentukan payudara, lekuk tubuh, rambut kemaluan,dll.
Estrogen juga berguna pada siklus menstruasi dengan membentuk
ketebalan endometrium, menjaga kualitas dan kuantitas cairan cerviks
dan vagina sehingga sesuai untuk penetrasi sperma.
b. Progesteron
Hormon

ini

diproduksi

oleh

korpus

luteum.

Progesterone

mempertahankan ketebalan endometrium sehingga dapat menerima


implantasi zygot. Kadar progesterone terus dipertahankan selama

12

trimester awal kehamilan sampai plasenta dapat membentuk hormon


HCG.
c. Gonadotropin Releasing Hormone
GNRH merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus
diotak. GNRH akan merangsang pelepasan FSH (folikl stimulating
hormone) di hipofisis. Bila kadar estrogen tinggi, maka estrogen akan
memberikan umpanbalik ke hipotalamus sehingga kadar GNRH akan
menjadi rendah, begitupun sebaliknya.
d. FSH (folikel stimulating hormone) dan LH (luteinizing Hormone)
Kedua hormon ini dinamakan gonadotropoin hormon yang
diproduksi oleh hipofisis akibat rangsangan dari GNRH. FSH akan
menyebabkan pematangan dari folikel. Dari folikel yang matang akan
dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan menjadi korpus luteum dan
dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
e. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating
Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH
berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel
granulosa) dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus
(LH-surge).

Selama

fase luteal siklus, LH

meningkatkan dan

mempertahankan fungsi korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan


progesteron. Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah
bervariasi setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1
jam). Kerja sangat cepat dan singkat.
f. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan
trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan

13

kehamilan 10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian


turun pada trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali
sampai akhir trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml). Berfungsi
meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum dan produksi
hormon-hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan awal.
Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah
atau urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan
(tes Galli Mainini, tes Pack, dsb).
g. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu /
meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di
ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan
mempengaruhi fungsi korpus luteum.

C.

Klasifikasi
Terdapat dua tipe mola hidatidosa :
1. Mola Komplet, pada mola komplet kromosomnya bisa 46XX atau 46XY,
tetapi diberuikan hanya pada stu orangtua dan material kromosomnya
diduplikasi. Tipe ini biasa mengarah kepada kariokarsinoma (Barbara,
2005). Secara histologis ditandai dengan degenerasi hidrofik dan
pembengkakan stroma villus, tidak adanya pembuluh darah di vilus yang
membengkak, proliferasi epitel trofoblastik dengan derajat bervariasi dan
tidak adanya janin dan amnion (Leveno, 2009 ).
2.

Mola Parsial, pada tipe ini memiliki 69 kromosom. Terdapat tiga

kromosom untuk setiap pasang dan bukannya dua. Tipe mola ini jarang
menyebabkan terjadinya kariokarsinoma (Barbara, 2005). Bersifat fokal dan
kurang lanjut dan biasanya dijumpai jaringan janin (Leveno, 2009).

14

D.

Etiologi
Menurut Lili tahun 2009. Penyebab pasti dari mola hidatidosa belum
diketahui secara pasti, Faktor-Faktor penyebab kehamilan ini meliputi :
1. Ovum : Ovum sudah patologis sehingga mati namun terlambat
dikeluarkan
2. Imunoselektif atau trofoblast
3. Paritas tinggi
4. Kekurangan protein
5. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
Mola hidatidosa belum diketahui penyebab pastinya abnormalitas
genetik, ovular atau nutrisi menjadi kemungkinan penyebab mola hidatidosa
(Barbara, 2005)
Faktor resiko dari penyakit mola hidatidosa menurut Sulaiman tahun
2005 ialah :
1. Umur, mola hidatidosa banyak ditemukan pada wanita hamil berusia
dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun.
2. Etnik, lebih banyak ditemukan pada mongolia dibanding kaukasia
3. Genetik, wanita dengan balanced translocation mempunyai resiko
lebih tinggi.
4. Gizi, Mola hidatosa banyak ditemukan pada mereka yang
kekurangan protein.

E.

Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala mola hidatidosa menurut Varney tahun 2002 ialah :
1. Tampak normal pada trimester pertama
2. Mual dan Muntah persisten
3. Perdarahan uterus (bercak darah atau lebih parah) pada usia 12 minggu.
4. Kemungkinan terjadi anemia
5. Ukuran uterus besar seperti siap untuk melahirkan
6. Napas pendek
7. Ovarium membesar, nyeri tekan (kista lutein teka)

15

8. Tidak ada denyut jantung janin


9. Pada palpasi tidak teraba bagian janin
10. Preeeklamsia sebelum usia 24 minggu.
Manifestasi klinis menurut Barbara tahun 2005
1. Perdarahan per vagina ( bisa mengandung beberapa vili yang mengalami
edema)
2. Uterus yang membesar daripada yang seharusnya untuk usia kehamilan.
3. Kram abdomen karena distensi usus
4. Tanda-tanda dan gejala preeeklamsi sebelum kehamilan 2 minggu
5. Mual dan muntah berat.
F.

Patofisiologi
Mola hidatidosa adalah tumor plasenta yang berkembang setelah terjadi
kehamilan; tumor ini bisa jinak atau ganas. Resiko keganasan lebih besar
terjadi pada mola komplet. Embrio mati dan sel-sel trofoblastik terus
tumbuh membentuk tumor yang invasif. Penyakit ini ditandai dengan
proliferasi vili plasenta yang menjadi edema dan membentuk kumpulan
seperti anggur. Vesikel-vesikel yang berisi cairan ini tumbuh dengan cepat,
yang menyebabkan uterus menjadi lebih besar dari yang seharusnya dari
usia kehamilan. Pembuluh-pembuluh darah tidak ada, demikian pula janin
dan kantung amnion (Barbara, 2005).
Sedangkan menurut Purwaningsih, 2010 dalam Aris Azulfa, 2012
patofisiologi mola hidatidosa yaitu ovum Y telah dibuahi mengalami proses
segmentasi sehingga terjadi blastomer kemudian terjadi pembelahan dan sel
telur membelah menjadi 2 buah sel. Masing-masing sel membelah lagi
menjadi 4, 8, 16, 32, dan seterusnya hingga membentuk kelompok sel yang
disebut morula. Morula bergerak ke cavum uteri kurang lebih 3 hari dan
didalam morula terdapat exozeolum. Sel-sel morula terbagi dalam 2 jenis
yaitu trofoblas (sel yang berada disebelah luar yang merupakan dinding sel
telur) sel kedua yaitu bintik benih atau nodus embrionale (sel 16 yang
terdapat disebelah dalam yang akan membentuk bayi). Pada fase ini sel

16

seharusnya mengalami nidasi tetapi karena adanya poliferasi dari trofoblas


atau pembengkakan vili atau degenerasi hidrifilik dari stroma vili dan
hilangnya pembuluh darah stroma vili maka nidasi tidak terjadi. Trofoblas
kadang berproliferasi ringan kadang keras sehingga saat proliferasi keras
uterus menjadi semakin besar. Selain itu trofoblas juga mengeluarkan
hormone HCG yang akan mengeluarkan rasa mual dan muntah. Pada mola
hidatidosa tidak jarang terjadi perdarahan pervaginam, ini juga dikarenakan
proliferasi trofoblas yang berlebihan. Pengeluaran darah ini kadang disertai
gelembung vilus yang dapat memastikan diagnosa mola hidatidosa.
G.

Komplikasi
Komplikasi menurut Lili, 2009 adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan hebat sampai syok apabila tidak segera ditangani dapat
berakibat fatal.
2. Perdarahan yang berulang dapat menyebabkan anemia
3. Infeksi sekunder
4. Perforasi karena tindakan dan keganasan
5. Pada kasus yang ganas akan berubah menjadi mola destruens dan
koriokarsinoma

H.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada mola hidatidosa menurut Ida bagus, 2007
adalah :
1. Pemeriksaan USG serial tunggal, tampak seperti tv rusak, tidak terdapat
janin, tampak sebagian plasenta normal dan kemungkinan dapat tampak
janin.
2. Pemeriksaan laboratorium, beta hCG urin tinggi lebih dari 100.000
mlU/ml, beta hCG serum diatas 40.000 IU/ml.
3. Memasukkan sonde intrauteri tanpa tahanan hanifa positif, hal ini berarti
mola hidatidosa

17

4. Penyuntikan bahan kontras intrauteri, foto abdomen akan tampak seperti


sarang tawon
5. Pemeriksaan MRI, tidak tampak janin, jaringan mola hidatidosa jelas
terlihat,
6. Foto Rontgen, janin tidak terlihat tulang-tulang janin (pada kehamilan 34 bulan) (Lili, 2009)
I.

Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik mola hidatidosa adalah dengan terapi yang
dianjurkan bagi pasien dengan mola hidatidosa, terapi tersebut antara lain : (
Ida, 2007 ).
1. Jika terjadi perdarahan dan ekspulsi jaringan mola hidatidosa
a.

Persiapan pemasangan infus dan rencana transfusi darah

b.

Lakukan curretage suction

c.

Observasi tingginya fundus uteri

d.

Evaluasi laboratorium: darah lengkap, urin lengkap, fungsi liver dan


ginjal, konsesntrasi hCG, foto thorax, observasi faal paru.

Menurut Sulaiman, 2005 beberapa terapi untuk penderita mola hidatidosa


dibagi menjadi 3 tahapan :
a. Perbaikan keadaan umum, tranfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik atau
anemi, pengobatan terhadap penyulit, seperti preeeklamsi berat atau tirotoksikosis.
Setelah penderita stabil baru dilakukan evaluasi.
b. Evakuasi, pada umumnya mola hiadtidosa dilakukan dengan kuret vakum,
kemudian sisanya dibersihkan dengan kuret tajam. Tindakan kuret hanya
dilakukan satu kali. Kuret ulangan dilakukan bila hanya ada indikasi. Pada kasus
mola hidatidosa yang belum ada gelembung, harus dipasang dulu laminara shift
(12 jam sebelum kuret), sedangkan pada kasus yang sudah keluar gelembungnya
dapat segera dikuret setelah keadaan umumnya stabil

18

c. Tindakan profilaksis, untuk mencegah terjadinya keganasan pascamola pada


mereka yang mempunyai faktor resiko, speerti umur diatas 35 tahun atau
gambaran PA yang mencurigakan, ada 2 cara yaitu :
1) Hiteresektomi dengan jaringan mola in toto, atau beberapa hari
pasca kuret. Tindkan ini dilakukan pada wanita berusia diatas 35
tahun serta anak cukup.
2) Sitostatika profilaksis. Diberikan kepada mereka yang menolak
hiteresektomi atau wanita muda dengan PA mencurigakan.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Identitas
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat,
dll.
b) Riwayat Kesehatan
1)
Keluhan utama: keluhan utama yang dirasakan oleh klien mola
2)

hidatidosa adalah nyeri dan perdarahan yang sering terjadi.


Riwayat penyakit sekarang: gambaran keadaan klien mulai dari
terjadinya mola hidatodosa seperti perdarahan, uterus yang

3)

membesar lebih dari usia kehamilan.


Riwayat penyakit dahulu: merupakan riwayat penyakit yang
mungkin pernah diderita oleh klien sebelumnya seperti DM,

4)

hipertensi, jantung.
Riwayat penyakit keluarga: merupakan gambaran keadaan
kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan
kesehatan klien, meliputi: penyakit kongenital atau keturunan
(fibrosis, sel sabit, kistik, hemophilia, talasemia, kerusakan tuba

5)

neural)
Riwayat penyakit kesehatan reproduksi: Kaji tentang mennorhoe,
siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna
dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi,
gejala serta keluahan yang menyertainya

19

6)

Riwayat kehamilan dan persalinan: kaji berapa kali klien pernah


persalinan dan hamil. Biasanya pada multipara lebih berisiko

7)

terkena mola hidatidosa


Riwayat seksual: kaji riwayat seksual klien, serta jenis

8)

kontrasepsi yang digunakan


Riwayat pemakaian obat: kaji riwayat pemakaian obat kontrasepsi
oral, dan jenis obat lainnya.

c) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi: mengobservasi kulit terhadap warna, laserasi, lesi
terhadap drainase, pola pernafasan, pergerakan dan postur
b. Palpasi: merasakan adanya pembengkakan, suhu,
kelembaban,

atau

menentukan

kekuatan

kontraski

derajat
uterus,

memperhatikan posisi janin


c. Perkusi: ketuk perut dan dada dengarkan bunyi yang menandakan
adanya cairan atau massa.
d. Auskultasi: dengarkan tekanan darah, bunyi jantung, bising usus
atau denyut jantung janin.
d)

Pola Fungsi Kesehatan


1). Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Meliputi pengobatan klien teratur atau tidak. Mengungkapkan
perhatian untuk menurunkan faktor risiko bagi mola hidatidosa.
2). Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan
mual dan muntah dan perdarahan yang terjadi mengakibatkan
kelemahan fisik.
3). Pola nutrisi dan metabolik
Biasanya klien mengalami anoreksia, disertai mual dan muntah.
4). Pola sensori kognitif
Biasanya klien mengalami nyeri akibat pasca pembedahan.
5). Pola persepsi dan konsep diri

20

Biasanya klien mengalami perubahan pola dalam tanggung jawab,


perubahan

kapasitas

fisik

untuk

melaksanakan

peran,

mengekspresikan keraguan terhadap penampilan peran.


6). Pola peran dan hubungan
Biasanya klien mengalami perubahan persepsi diri mengenai peran,
tidak berdaya, cemas atau depresi, perilaku pesimis, kesempatan
dalam melaksanakan peran tidak adekuat.
7). Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
Biasanya klien mengalami perasaan tak berdaya atau tidak ada
harapan, menyangkal, ansietas, ketakutan, gelisah, kesedihan.
8). Pola eliminasi
Pada trimester pertama klien akan mengalami inkontinensia urin
akibat dari penekanan pada kandung kemih.
9). Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami insomnia. Kesulitan tidur pada malam
karena sulit bernafas serta mual dan muntah.
10). Pola reproduksi dan seksual
Biasanya klien mengalami trauma akibat dari penyakit yang diderita,
sehingga pola reproduksi dan seksual sedikit terganggu.
11). Pola sistem nilai dan kepercayaan
Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah. Karena
kelemahan fisik yang diderita akibat mual muntah serta anemia.
B. Diagnosa Keperawatan
Pre op
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan per vagina
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan asupan oral, mual sekunder akibat peningkatan hCG.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat mual
dan muntah
21

Post op
1.

Nyeri akut berhubungan dengan perdarahan, terputusnya jaringan saraf.

2.

Resiko infeksi berhubungan dengan port de entry

N
O
1.

TGL

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Kekurangan volume

TUJUAN (KRITERIA
HASIL)
Selama dilakukan

cairan berhubungan

tindakan keperawatan

dengan perdarahan per

.x24jam diharapkan

vagina

masalah teratasi dengan


Kriteria Hasil:

22

INTERVENSI

1. Pertahankan cairan

intake dan output yang


akurat.
2. Monitor status hidrasi

a. Tekanan darah, nadi,


suhu tubuh dalam
batas normal
b. Elastisitas turgor

(kelembaban,
membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah

kulitbaik, membran

ortostatik), jika

mukosa lembab, tidak

diperlukan.

ada rasa haus yang


berlebihan.
c. Tidak ada tandatanda dehidrasi

3. Monitor vital sign

4. Monitor masukan
makanan/cairan dan
hitung intake kalori
harian.
5. Atur kemungkinan

transfusi
6. Monitor tingkat Hb
dan Hematokrit

2.

Ketidakseimbangan

Selama dilakukan

nutrisi kurang dari

tindakan keperawatan

kebutuhan tubuh

.x24jam diharapkan

berhubungan dengan

masalah teratasi dengan

penurunan asupan oral,

Kriteria Hasil:

1. Anjurkan klien untuk


meningkatkan protein
dan vitamin c
2. Yakinkan diet yang

mual sekunder akibat

a. Tidak adanya tanda-

dimakan mengandung

peningkatan hCG.

tanda malnutrisi
b. Tidak terjadi

serat tinggi agar tidak


terjadi konstipasi

penurunan berat badan


yang berarti
c. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi

23

3. Monitor jumlah nutrisi


dan kandungan kalori
4. Monitor mual dan

d. Berat badan ideal


sesuai dengan tinggi
badan.

muntah
5. Monitor kadar
albumin, protein, Hb
dan kadar Ht

3.

Nyeri akut berhubungan

Selama dilakukan

dengan perdarahan,

tindakan keperawatan

terputusnya jaringan

.x24jam diharapkan

saraf.

masalah teratasi dengan


Kriteria Hasil:
a. Mampu mengontrol
nyeri (tahu peyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologis,
mencari bantuan)
b. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampiu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tada
nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
24

1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif.
Termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan factor presipitasi.
2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
4. Kolaborasi
pemeberian obat
analgetik
5. Kontrol lingkungan
yang dapat

berkurang.

25

mempengaruhi nyeri.

Anda mungkin juga menyukai