Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL

BEDAH I
OBSTRUKSI INTESTINAL

DOSEN PEMBIMBING:
Fitri Firranda Nurmalisa, S. Kep. Ns., M.Kep

DIBUAT OLEH:
1. Devi Alfiani (182002007)
2. Imeldha Tiara Putri (182002015)
3. Millenia Silva Novanti (182002021)
4. M. Fahmi Amrulloh (182002022)
5. Rose Swastika Harena (182002030)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

STIKES PEMKAB JOMBANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah yang di
limpahkan-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah tentang Obstruksi
Instestinal. Makalah ini disusun dan ditujukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal
Bedah 1 di STIKES PEMKAB JOMBANG.

Makalah ini kami susun dengan menggunakan banyak literatur yang kami gunakan
untuk menjadi dasar terwujudnya makalah ini. Di dalam pembuatan makalah, kami
mendapatkan banyak petunjuk, bantuan, dukungan bimbingan serta pengarahan dari berbagai
pihak.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran. Dan kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Jombang, 26 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2
2.1 Definisi ........................................................................................... 2
2.2 Etiologi. ........................................................................................... 2
2.3 Jenis-jenis Obstruksi ....................................................................... 3
2.4 Tanda dan Gejala............................................................................. 3
2.5 Patofisiologi .................................................................................... 4
2.6 Pathway ........................................................................................... 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 7
2.8 Penatalaksanaan .............................................................................. 8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ....................................................................................... 10
3.2 Diagnosa dan Intervensi .................................................................. 10
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 14
4.1 Kesimpulan ..................................................................................... 14
4.2 Saran ............................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pencernaan adalah sebuah proses metabolisme dimana suatu makhluk hidup memproses
sebuah zat dalam rangka untuk mengubah secara kimia atau mekanik sesuatu zat menjadi
nutrisi. Namun, jika proses ini terjadi perubahan maka akan terjadi gangguan pencernaan
termasuk obstruksi usus dan hernia. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal. (Reeves, 2001). Obstruksi
usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan
dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998). Sedangkan hernia adalah prostusi dari
organ melalui organ defektif yang didapat/ kongenital pada dinding rongga yang secara normal
berisi organ. (Barbara Engran, 1998).
Oleh karena itu, Kami menulis makalah ini guna agar mahasiswa mengetahui hal-hal
mengenai obstruksi usus dan hernia, yang akan dibahas secara lengkap pada bab berikutnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari obstruksi intestinal?
2. Obstruksi apa saja yang dapat terjadi pada sistem pencernaan?
3. Apa penyebab, dan manifestasi klinik dari berbagai macam obstruksi yang terjadi pada
sistem pencernaan?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis, sebagai berikut :
1. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui pengertian obstruksi.
2. Agar penulis dan pembaca mengetahui obstruksi yang dapat terjadi pada sistem pencernaan.
3. Agar penulis dan pembaca mengetahui penyebab, pathogenesis, dan manifestasi klinik dari
berbagai macam obstruksi yang terjadi pada sistem pencernaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu
blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis
atau fungsional (Tucker, 1998).

2.2 Etiologi

a. Mekanis
1) Adhesi atau perlengketan pascabedah. Adhesi bisa terjadi setelah pembedahan abdominal
sebagai respon peradangan intra abdominal. Jaringan parut bisa melilit pada sebuah
segmen dari usus, dan membuat segmen itu kusut atau menekan segmen itu sehingga bisa
terjadi segmen tersebut mengalami supply darah yang kurang.
2) Tumor atau polip. Tumor yang ada pada dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus
3) Hernia. Hernia bisa menyebabkan obstruksi apabila hernia mengalami strangulasi dari
kompresi sehingga bagian tersebut tidak menerima supply darah yang cukup. Bagian
tersebut akan menjadi edematosus kemudian timbul necrosis.
4) Volvulus. Merupakan usus yang terpuntir sedikitnya sampai dengan 180 derajat sehingga
menyebabkan obstruksi usus dan iskemia, yang pada akhirnya bisa menyebabkan
gangrene dan perforasi jika tidak segera ditangani karena terjadi gangguan supply darah
yang kurang.
5) Intususepsi. Intussusepsi adalah invaginasi atau masuknya sebagian dari usus ke dalam
lumen usus yang berikutnya. Intussusepsi sering terjadi antara ileum bagian distal dan
cecum, dimana bagian terminal dari ileum masuk kedalam lumen cecum.

b. Fungsional (non mekanik)


1) Ileus paralitik.
Tidak ada gerakan peristaltis bisa diakibatkan:

2
a) Pembedahan abdominal dimana organ-organ intra abdominal mengalami trauma
sewaktu pembedahan
b) Elektrolit tidak seimbang truma hypokalemia
2) Lesi medula spinalis. Hal tersebut dapat dikarenakan adanya kerusakan saraf pada sakral
4, misal pada penderita spina bifida.
3) Enteritis regional
4) Ketidakseimbangan elektrolit
5) Uremia

2.3 Jenis-jenis Obstruksi

Terdapat 2 jenis obstruksi:

1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)


Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi
kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan
kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.

2. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi
mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan
obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak
dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi). Sehingga menimbulkan
obstruksi strangulata yang disebabkan obstruksi mekanik yang berkepanjangan. Obstruksi
ini tidak mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus.

2.4 Tanda dan Gejala

a. Obstruksi Usus Halus


1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilicus atau bagian
epigasterium yang cenderung bertambah sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat
intermiten (hilang timbul). Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari

3
usus halus (jejunum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konsten atau
menetap.
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mucus, tetapi bukan materi fekal dan tidak
terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi berupa konstipasi yang berakhir pada distensi abdomen,
tetapi pada klien obstruksi partial bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltic pada awalnya menjadi sangat keras dan
akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi. Semakin
kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang terjadi, semakin jelas adanya distensi
abdomen.
6) Jika obstruksi usus terjadi terus dan tidak diatasi maka akan terjadi syok hipovolemia
akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi, suhu tubuh biasanya normal, tapi kadang – kadang dapat meningkat. Demam
menunjukkan obstruksi strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic
meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah
dan hilang. Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intususepsi.
b. Obstruksi Usus Besar
1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus
halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada klien dengan
obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi dapat menjadi gejala satu – satunya selama
beberapa hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar menjadi dapat dilihat
dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah

2.5 Patofisiologi

Menurut Ester (2001: 49) pathofisiologi dari obstruksi usus atau illeus adalah: Secara
normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan direabsorbsi, bila usus

4
tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus dan sebagian dieliminasi melalui muntah,
yang menyebabkan pengurangan besar volume darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok
hipovolemik dan penurunan aliran darah ginjal dan serebral. Pada awitan obstruksi, cairan dan
udara terkumpul pada bagian proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi.
Manifestasi terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus karena usus halus lebih
sempit dan secara normal lebih aktif, volume besar sekresi dari usus halus menambah distensi,
sekresi satu-satunya yang yang bermakna dari usus besar adalah mukus.

Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat usus berusaha untuk
mendorong material melalui area yang tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik
dan usus memperlambat proses yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam
usus mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut segera, tekanan
intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan permeabilitas kapiler dan memungkinkan
plasma ekstra arteri yang menyebabkan nekrosis dan peritonitis.

5
2.6 Pathway

6
2.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum
amilase sering didapatkan. Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi.
Hematokrit yang meningkat dapat terjadi pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan
adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan alkalosis
metabolic bila muntah berat, dan metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi
dan kitosis.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai dengan batas antara air dan
udara atau gas (air fluid lever) yang membentuk bagaikan tangga, terutama pada obstruksi
bagian distal. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa
hilangnya mukosa yang regular dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto
thorax tegak menunjukkan adanya perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi. CT scan
akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan pada dinding usus (obstruksi
komplet, abses, keganasan), kelainan mesenterikus, dan peritoneum. Pada pemeriksaan ini
dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian enema barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang
tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
e. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI
Teknik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis.
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi
internal, intususepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi

7
2.8 Penatalaksanaan

a. Konservatif
1) Penderita dipuasakan.
2) Dekompresi dengan nasogastric tube yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring
miring ke kanan.
3) Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
a) Terapi Na+, K+, komponen darah
b) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
c) Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
4) Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
5) Lavement jika ileus obstruksi, dan kontraindikasi ileus paralitik.
6) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus
paralitik atau infeksi.
7) Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
8) Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.

b. Medications
Antibiotics broad-spectrum untuk bacterial anaerobe dan aerobe. Analgesic apabila nyeri.
(Medlinux.com).

c. Surgery
Bila telah diputuskan untuk tindakan operasi, ada 3 hal yang perlu di perhatikan :
a) Berapa lama obstruksinya sudah berlangsung.
b) Bagaimana keadaan atau fungsi organ vital lainnya, baik sebagai akibat obstruksinya
maupun kondisi sebelum sakit.
c) Apakah ada risiko strangulasi.
d) Indikasi intervensi bedah
e) Obstruksi usus dengan prioritas tinggi adalah strangulasi, volvulus, dan jenis
obstruksi kolon.
f) Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder atau rupture usus.

8
g) Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi melalui laparotomi.

Kewaspadaan akan resiko strangulasi sangat penting. Pada obstruksi ileus yang ditolong
dengan cara operatif pada saat yang tepat, angka kematiannya adalah 1% pada 24 jam
pertama, sedangkan pada strangulasi angka kematian tersebut 31%. Pada umumnya dikenal
4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus:
1) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-
strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian
usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahan kankontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon,invaginasi strangulata, dan sebagainya.
5) Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif
bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian
hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

9
3.1 Pengkajian
Umum:
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan
untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal
obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.

Khusus:
a. Usus halus
 Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
 Distensi ringan
 Mual
 Muntah: pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya
muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
 Dehidrasi
b. Usus besar
 Ketidaknyamana abdominal ringan
 Distensi berat
 Muntah fekal laten
 Dehidrasi laten : asidosis jarang

3.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau
diforesis.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil:

a) Tanda vital normal


b) Masukan dan haluaran seimbang

Intervensi:

a) Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok

10
b) Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c) Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran
drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
d) Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan
pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi
yang benar
e) Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
f) Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam
g) Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
h) Pantau elektrolit, Hb dan Ht
i) Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
j) Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga
dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah
diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.
k) Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan
jumlah absorpsi.
l) Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.
m) Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.
n) Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.
o) Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.
p) Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi

2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan


Tujuan: rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil:

a) pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan


b) menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.

Intervensi:

a) Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.
b) Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
c) Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin
d) Berikan periode istirahat terencana.

11
e) Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
f) Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.
g) Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema
perlahan bila dipesankan.
h) Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Tujuan: pola nafas menjadi efektif.

Kriteria hasil:

a) pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan


b) pernafasan yang dalam dan perlahan.

Intervensi:

a) Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”


b) Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
c) Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
d) Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap
jam.
e) Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.


Tujuan: ansietas teratasi

Kriteria hasil:

pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan


keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.

Intervensi:

a) Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada
waktu lalu.
b) Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan
penenangan.

12
c) Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit,
tindakan dan prognosis.
d) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
e) Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.

BAB IV
PENUTUP

13
4.1 Kesimpulan
Setelah memahami pembahasan dan mengolah data yang disajikan, maka penulis
menarik kesimpulan sebagai berikut:
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran
normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan
perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Hernia adalah penonjolan peritoneum parietale yang berisi viskus melalui bagian yang
lemah pada dinding abdomen.

4.2 Saran
Ada beberapa saran yang penulis tuliskan bagi pembaca, yakni sebagai berikut :
1. Gaya hidup (life style) memberikan pengaruh yang sangat besar dalam menjaga
kesehatan, maka jika kita ingin mendapatkan kehidupan yang sehat harus dimulai dari
gaya hidup yang sehat pula.
2. Makanan yang mengandung nilai gizi seimbang akan memeperkecil resiko
terjangkitnya penyakit pada system pencernaan.
3. Kita harus memperhatikan kebersihan makanan yang akan kita makan, karena
jika makanan yang dikonsumsi telah terkontaminasi oleh bakteri, akan menimbulkan
berbagai jenis penyakit pada tubuh kita.
4. Bagi penderita hernia, disarankan agar jangan terlalu kelelahan dalam
beraktifitas dan bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

14
Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta :
EGC; 2001
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome.
Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa
Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2001
.

15

Anda mungkin juga menyukai