Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEMINAR EBN : PENGARUH TINDAKAN

SUCTION TERHADAP SATURASI OKSIGEN PERIFER


PADA TN B DENGAN CHOLELITHIASIS POST
LAPARATOMI DI RUANG ICU RSUP Dr. KARIADI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Stase Kegawatdaruratan

Disusun oleh:
Agung Bakti Mahardika
(G3A017055)

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Batu empedu merupakan batu yang terdapat pada kandung empedu atau pada saluran
empedu atau bisa pada keduanya. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan
bahwa faktor risiko penyakit batu empedu adalah multifaktorial. Faktor risiko yang
mempengaruhi terbentuknya penyakit batu empedu adalah usia, jenis kelamin, faktor
genetik, kegemukan, diet tinggi lemak rendah serat, kehamilan, peningkatan kadar lemak
darah, penurunan berat badan yang cepat, penyakit kencing manis. Selama ini dinyakini
penyakit batu empedu terjadi pada kelompok risiko tinggi yang disebut sebagai “4 F”:
forty (usia diatas 40 tahun lebih berisiko), female (perempuan lebih berisiko), fertile
(paritas), fatty (orang gemuk lebih berisiko). Namun dewasa ini kecenderungan
kelompok risiko tinggi mulai berubah. Dalam beberapa penelitian didapatkan fakta yang
berbeda.
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian secara klinis, sementara
publikasi penelitian batu empedu masih terbatas (Lesmana, 2014). Di Amerika Serikat
setiap tahunnya tercatat 700.000 dilakukan prosedur kolesistektomi dengan biaya hingga
6,5 milyar dolar (Shaffer, 2006; Chen, 2014). Insiden batu empedu di negara Barat
adalah 20% dan kebanyakan menyerang orang dewasa dan lanjut usia (Sjamsuhidayat,
2010). Sedangkan di Taiwan batu empedu menjadi masalah kesehatan utama dengan
peningkatan prevalensi 4,3% pada tahun 1989 hingga 10,7% pada tahun 1995 (Hung SC,
2011). Sampai saat ini di Indonesia belum ada data yang valid mengenai angka kejadian
penyakit batu empedu. Sebagian besar pasien dengan batu empedu seringkali tidak
menimbulkan keluhan. Walaupun gejala dan komplikasi risiko penyakit batu empedu
relatif kecil akan tetapi dapat menjadi ancaman yang serius jika tidak ditangani dengan
benar.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan dan mengaplikasika mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan cholelithiasis
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan konsep dasar teori cholelithiasis
b. Mendeskripsikan konsep asuhan keperawatan pada pasien cholelithiasis
c. Mendiskripsikan tinjauan kasus pasien dengan cholelithiasis
d. Mendiskripsikan aplikasi EBN

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan yaitu menggunakan sumber-sumber dari buku, web
dan jurnal.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau
di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan
gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu
material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama
dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang
ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu
coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran.
Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus,
duktus koledokus, ampula vateri, di dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong
berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu
yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di
dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran
yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus
komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak
orang,duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri
sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula
dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi.

D. Etiologi
Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi kolesterol yang
berlebihan), Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak),
Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan kontraksi otot
kandung empedu. Menyebabkan penurunan kecepatan pengososngan kandung empedu)
angka kejadian meningkat pada wanita yang hamil berulang. Batu di dalam kandung
empedu. Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain
itu juga tersusun oleh bilirubin, kalsium dan protein.

Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:


a. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi kolesterol dan penurunan
produksi empedu. Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu: Infeksi
kandung empedu, Usia yang bertambah, Obesitas, Wanita, Kurang makan sayur.
b. Batu pigmen empedu , ada dua macam;  Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam
kandung empedu dan disertai hemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi  Batu
pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis, ditemukan disepanjang saluran
empedu, disertai bendungan dan infeksi.

E. Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 %
batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu
campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis
pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan
kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu
dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi
(supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan
berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk
dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran,
beragregasi, melebur dan membentuk batu. Factor motilitas kandung empedu dan biliary
stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran.

F. Manifestasi Klinis
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau
punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4. Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10. Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus

G. Penatalaksanaan
1. Diet
a. Rendah lemak dalam usaha mencegah nyeri lebih lanjut.
b. Bila batu menyebabkan pembuntuan dari aliran empedu dilakuakn
penggantian vitamin yang larut lemak (ADEK) dan pemberian garam empedu
untuk membantu pencernaan dan absorbst vitamin.
c. Infus cairan dan makanan bila ada masalah mual-mual dan muntah .
2. Terapi Obat
a. Analgesik/narkotik
b. Antispasme dan anti Colinergik (prophantheline bromide / probanthine) untuk
relaksasi otot polos dan menurunkan tonus dan spasme saluran empedu.
c. Terapi asam empedu untuk melarutkan batu empedu yang kecil (chenodiol)
d. Cholesteramine untuk menurunkan gatal yang sangat karena penumpukan
berlebihan empedu pada kulit.
3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotherapy)
4. Colecystectomy: Bedah pengambilan batu empedu
KONSEP DASAR : ASKEP PADA PASIEN
DENGAN CHOLELITHIASIS

A. Pengkajian
1. Anamnesa
2. Identitas Pasien
3. Sejarah/Riwayat
a. `Menentukan berat, ras, jenis kelamin, umur. Riwayat kehamilan, pil KB,
esterogen, atau hormone suplemen.
b. Kecenderungan makan (kesenangan makan) menentukan apakah dietnya
berlebihan lemak dan kolesterol.
c. Riwayat keluarga : Batu empedu, pengobatan medis, dan operasi
4. Pemeriksaan Umum
a. Aktivitas dan istirahat:
 Subyektif : kelemahan
 Obyektif : kelelahan
b. Sirkulasi :
 Obyektif : Takikardia, Diaphoresis
c. Eliminasi :
 Subyektif : Perubahan pada warna urine dan feces
 Obyektif : Distensi abdomen, teraba massa di abdomen atas/quadran kanan atas,
urine pekat .
d. Makan / minum (cairan) Subyektif : Anoreksia, Nausea/vomit.
 Tidak ada toleransi makanan lunak dan mengandung gas.
 Regurgitasi ulang, eruption, flatunasi.
 Rasa seperti terbakar pada epigastrik (heart burn).
 Ada peristaltik, kembung dan dyspepsia.
Obyektif :
 Kegemukan.
 Kehilangan berat badan (kurus).
e. Nyeri/ Kenyamanan :
Subyektif :
 Nyeri abdomen menjalar ke punggung sampai ke bahu. Dirasakan tiba-tiba
 Nyeri epigastrium setelah makan.
f. Respirasi :
Obyektif : Pernafasan panjang, pernafasan pendek, nafas dangkal, rasa tak nyaman.
g. Keamanan :
Obyektif : demam menggigil, Jundice, kulit kering dan pruritus , cenderung
perdarahan ( defisiensi Vit K ).
5. Pemeriksaan Penunjang
 SGOT, LDL (Low Density Lipoprotein) meningkat
 Bilurubin direk dan indirek meningkat bila terjadi obstruksi (pembuntuan)
 Lekosit meningkat sebagai tanda radang.
 Bila ada keterlibatan pancreas, emylase darah dan amylase urin meningkat.
 Amylase adalah : suatu enzim pencernaan yang diproduksi oleh pankreas.
 Rontgen, Oral cholecystogram, MRI , CT Scan, USG : adalah yang paling sensitive
atau spesifik dan invasive dan tidak mahal. Untuk mendetksi batu empedu.
 ERCP membutuhkan pemeriksaan pada saluran empedu dalam prosedur ini sebuah
alat endoscopy dimasukkan melalui duodenum dan papilla vater, cairan kontras
radiopague dimassukkan pada saluran empedu memunculkan bayangan kontras pada
X-Ray. Batu pada empedu meuncul sebagai Filling defects (batunya) pada saluran
yang putih (opak) sekarang ERCP biasanya digunakan bersama-sama dengan ERS
(endoscopic retrograde sphincteromy) dan pengeluaran batu empedu.
B. Pathways
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan / nekrisis
2. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan muntah,
distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
D. Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi / spasmeduktus, proses inflamasi, iskemia
jaringan / nekrisis
Tujuan : Nyeri terkontrol, teradaptasi
Kriteria hasil :
 Penurunan respon terhadap nyeri (ekspresi)
 Laporan nyeri terkontrol Rencana intervensi :
a. Observasi catat lokasi, tingkat dan karakter nyeri
R/ membantu mengidentifikasi nyeri dan memberi informasi tentang
terjadinya perkembangannya
b. Catat respon terhadap obat nyeri
R/ nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan rutin dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi
c. Tingkatkan tirah baring (fowler) / posisi yang nyaman
R/ posisi fowler menurunkan tekanan-tekanan intra abdominal
d. Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
R/ meningkatkan istirahat dan koping
e. Ciptakan lingkungan yang nyaman (turunkan suhu ruangan)
R/ mendukung mental psikologik dalam persepsi tentang nyeri
f. Kompres hangat
R/ dilatasi dingin empedu spasme menurun
g. Kolaborasi  Antibiotik  Analgetik  Sedatif  Relaksasi otot halus
2. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi terhadap) berhubungan dengan muntah,
distensi dan hipermotilitas gaster, gangguan proses pembekuan
Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan yang adekuat Kriteria hasil :  Turgor
kulit yang baik  Membran mukosa lembabPengisian kapiler baik  Urine cukup 
TTV stabil  Tidak ada muntah
Rencana intervensi :
a. Pertahankan intakke dan output cairan
R/ mempertahankan volume sirkulasi
b. Awasi tanda rangsangan muntah
R/ muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan pemasukan oral
menimbulkan degfisit natrium, kalium dan klorida
c. Anjurkan cukup minum (1 botol aqua 1500 ml/hr)
R/ mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh
d. Kolaborasi :  Pemberian antiemetik  Pemberian cairan IV  Pemasangan
NGT
3. Resiko tinggi perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
gangguan pencernaan lemak, mual muntah, dispepsia, nyeri
Tujuan : Menunjukkan kestabilan BB Kriteria hasil : BB stabil, laporan tidak mual
muntah
Rencana intervensi :
a. Kaji perkiraan kebutuhan kalori tubuh
R/ mengidentifikasi jumlah intake kalori yang diperlukan tiap hari
b. Timbang BB sesuai indikasi
R/ mengawali keseimbangan diet
c. Diskusi menu yang disukai dan ditoleransi
R/ meningkatkan toleransi intake makanan
d. Anjurkan gosok gigi sebelum atau sesudah makan
R/ menjaga kebersihan mulut agar tidak bau dan meningkatkan nafsu makan
e. Konsultasi pada ahli gizi untuk menetapkan diit yang tepat
R/ berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi individual melalui rute yang
paling tepat
f. Anjurkan mengurangi makan na berlemak dan menghasilkan gas
R/ pembatasan lemak menurunkan rangsangan pada kandung empedu dan
nyeri
g. Berikan diit rendah lemak
R/ mencegah mual dan spasme
h. Kaji distensi abdomen, berhati-hati, menolak gerak
R/ menunjukkan ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan
pencernaan, nyeri gas
i. Ambulasi dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ membantu dalam mengeluarkan flatus, penurunan distensi abdomen
j. Kolaborasi :  Nutrisi total  Garam empedu
DAFTAR PUSTAKA
Andessa, 2011, Asuhan Keperawatan Kolelitiasis. http://hesa-
andessa.blogspot.com/2011/01/asuhan-keperawatan-kolelitiasis.html
Anonim, 2009, Asuhan Keperawatan pada kolelitiasis,
<http://keperawatankita.wordpress.com/2009/02/11/kolelitiasis-definisi-serta-
askepnya/>
Anonim, 2009, Asuhan Keperawatan pasien kolelitiasis
<perawatpskiatri.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-pasien-
dengan.html>
Nucleus Precise Newsletter. (2011). Batu Empedu. Jakarta : PT.Nucleus Precise Dr.
H. Y. Kuncara Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi 2:
2009; Buku kedokteran EGC
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-579.
Musliha,(2010). Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Nuha Medika.
Hidajat, S.R., & De Jong, W., (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah, (2nd eds). Jakarta:
EGC.
Wiyoto. (2010). Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Prosedur Suction
Dengan Perilaku Perawat Dalam Melakukan Tindakan Suction di ICU Rumah
Sakit dr. Kariadi Semarang. Jurnal. Dipublikasikan.
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., & Cheever, K.H., (2010). Brunner and
Suddarth’s Texbook of Medical-Surgical Nursing, (12th eds). Philadelphia:
Lipincott Willian and Wilkins.
Menerez, Fernanda de Souza., Heitor Pons Leite., Paulo Cesar Koch Nogueira. 2011.
Malnutrition as An Independent Predictor Of Clinical Outcome In Critically III
Children. Journal of Nutrition 28 (2012).

Anda mungkin juga menyukai