Dosen Pembimbing
Mata Kuliah
Keperawatan Anak II
Disusuh Oleh :
Mutamimatul A (181014201634)
2020
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,hidayah dan
inayahnya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II
yang di bina oleh ibu Ika Arum D.S,S.Kep.,Ns.,M.Biomed makalah ini berjudul
“Asuhan Keperawatan Atresia Duktus Hepatikus“.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kita semua, terutama bagi
kami. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Untuk kritik
dan saran selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami
sampaikan terimakasih. Apabila ada kekliruan kata atau kalimat, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalammu’alaikum Wr. Wb
2
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................5
1.3 Tujuan....................................................................................................5
BAB II. TINJAUAN KONSEP................................................................................6
2.1 Definisi....................................................................................................6
2.2 Etiologi....................................................................................................6
2.3 Patofisiologi............................................................................................6
2.4 Pathway..................................................................................................7
2.5 Pemeriksaan Diagnostik.........................................................................7
2.6 Konsep Dasar Askep..............................................................................7
A. Pengkajian..............................................................................................7
B. Diagnosa Keperawatan........................................................................11
C. Intervensi..............................................................................................12
D. Implementasi........................................................................................19
E. Evaluasi................................................................................................19
BAB III. PEMBAHASAN......................................................................................21
3.1 Pemberian Steroid untuk Meningkatkan Bilirubin Clearance pada Pasien
dengan Atresia Bilier Pasca Prosedur Kasai...................................................21
A. Mekanisme kerja steroid.......................................................................21
B. Kasus...................................................................................................21
C. Efektivitas Pemberian Steroid...............................................................22
D. Dosis dan Durasi pemberian Steroid....................................................22
BAB IV. PENUTUP.............................................................................................24
4.1 Kesimpulan...........................................................................................24
4.2 Saran....................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
3
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Atresia duktus hepatikus atau Atresia bilier merupakan proses
inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi
obstruksi saluran tersebut. Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus
bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu.
Tindakan operatif atau bedah dapat dilakukan untuk
penatalaksanaannya. Pada lebih kurang 80% - 90% bayi dengan atresia
biliaris ekstrahepatik yang menjalani pembedahan ketika usianya kurang
dari 10 minggu dapat dicapai drainase getah empedu. Meski demikian,
sirosis yang progresif tetap terjadi pada anak, dan sampai 80% - 90%
kasus pada akhirnya akan memerlukan transplantasi hati.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke
kandung empedu. Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan
abnormal dari saluran empedu di dalam maupun di luar hati. Tetapi
penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini tidak
diketahui. Jika aluran empedu buntu, maka empedu akan menumpuk di
hati. Selain itu akan terjadi ikterus atau kuning di kulit dan mata akibat
tingginya kadar bilirubin dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan
kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati bisa berakibat fatal
atau sampai terjadi kematian.
Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting
sebab efikasi pembedahan hepatik-pontoeterostomi (operasi Kasai) akan
menurun bila dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi penderita atresia
bilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Selain itu,terdapat beberapa intervensi
keperawatan yang penting bagi anak yang menderita atresia bilier.
Penyuluhan yang meliputi semua aspek rencana penanganan dan dasar
pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus disampaikan kepada
anggota keluarga pasien.
4
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Atresia Duktus Hepatikus ?
1.3 Tujuan
Mengetahui Asuhan Keperawatan Atresia Duktus Hepatikus
5
BAB II. TINJAUAN KONSEP
2.1 Definisi
Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam
pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver
menuju ke kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi
congenital, yang berarti terjadi saat kelahiran (Lavanilate.2010.Askep
Atresia Bilier).
2.2 Etiologi
Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti.
Sebagian ahli menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang
dikaitkan dengan adanya kelainan kromosom trisomi17, 18 dan 21, serta
terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia bilier. Namun,
sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat
proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau
iskemi. Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia
bilier, seringkali memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan
merupakan penyakit keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi
pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit
tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah
peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran.
Kemungkinan yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari
faktor-faktor predisposisi berikut:
1. Infeksi virus atau bakteri
2. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
3. Komponen yang abnormal empedu
4. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
5. Hepatocelluler dysfunction
2.3 Patofisiologi
Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun
mekanisme imun atau viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang
menimbulkan obstruksi saluran empedu. Berbagai laporan menunjukkan
bahwa atresia bilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru lahir.
Keadaan ini menunjukan bahwa atresia bilier terjadi pada akhir
kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu
6
beberapa minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif
dengan menimbulkan obstruksi dan fibrosis pada saluran empedu
intrahepatik atau ekstrahepatik.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu keluar hati, kantung empedu dan usus
akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati,
bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis.
Obstruksi melibatkan dua duktus hepatic yaitu duktus biliaris yang
menimbulkan ikterus dan duktus didalam lobus hati yang meningkatkan
ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke
dalam usus menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur.
Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi garam empedu di dalam
darah sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak
adanya empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di
absorbsi sehingga mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan g
agal tumbuh pada anak.
2.4 Pathway
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat
sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi
dan mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja).
2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu
dan menilai parenkim hati.
3. Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat
menunjang diagnosis atresia bilier.
7
Terdapat keluhan yaitu jaundice dalam 2 minggu sampai 2
bulan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Anak dengan Atresia Billiary intra hepatik setelah usia 6 tahun
terjadi gangguan neuromuskuler seperti tidak ada reflek-reflek
tendo dalam, kelemahan memandang ke atas,
ketidakmampuan berjalan akibat parosis kedua tungkai
bawah serta kehilangan rasa getar.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan lalu meliputi riwayat penyakit yang pernah
diderita, riwayat operasi, riwayat alergi, riwayat imunisasi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang
menderita penyakit yang sama dengan klien, keturunan dan
lainnya. Menentukan apakah ada penyebab herediter atau
tidak.
f. Pemeriksaan Fisik
BI :Sesak nafas, RR meningkat
B2 :Takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K).
B3 :Gelisah atau rewel
B4 :Urine warna gelap dan pekat
B5 :Distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites,
feses warna pucat, anoreksia, mual, muntah, regurgitasi
berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm.
B6 :Ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit
berkeringat dan gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan
kulit, otot lemah
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi
b) Nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
c) Bilirubin indirek serum meninggi karena
kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas
8
d) Tidak ada urobilinogen dalam urine
e) Pada bayi yang sakit berat terdapat
peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-
20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital
penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat berupa
dilatasi kristik saluran empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai
duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika
tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti
atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk
mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu
sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu di duodenum, maka dapat
berarti terjadi katresia intra hepatic
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna
coklat kehijauan dan noduler. Kandung empedu
mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak
ditemukan lumen yang jelas
h. Pemeriksaan tingkat perkembangan
1) Tahap Tumbuh Kembang umur 6-9 Bulan
a) Duduk (sikap tripoid-sendiri)
b) Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian
berat badan
c) Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
d) Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan
lainnya
e) Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang
satu benda pada saat yang bersamaan
f) Memungut benda sebesar kacang dengan cara
meraup
9
g) Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa,
papapa
h) Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
i) Bermain tepuk tangan atau ciluk ba
j) Bergembira dengan melempar benda
k) Makan kue sendiri
2) Umur 9-12 bulan
a) Mengangkat badannya ke posisi berdiri
b) Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di
kursi
c) Dapat berjalan dengan di tuntun
d) Mengulurkan lengan/badan untuk meraih
mainan/gambar yang diinginkan
e) Menggenggam erat pensil
f) Memasukkan benda ke mulut
g) Mengulang menirukan bunyi yang didengar
h) Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
i) Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh
apa saja
j) Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan
k) Senang diajak bermain “ ciluk ba”
l) Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang
belum dikenal
3) Umur 12-18 bulan
a) Berdiri sendiri tanpa berpegangan
b) Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri
kembali
c) Berjalan mundur 5 langkah
d) Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu
dengan kata “mama”. Tergantung mengajarinya, kalau
diajari memanggilnya “ayah” ya akan dipanggil “ayah
i. Pola fungsi kesehatan
1) Aktivitas istirahat Gejala :
Letargi atau kelemahan Tanda : Gelisah atau rewel
2) Sirkulasi Tanda :
10
Takikardia, berkeringat, ikterik pada sklera kulit dan
membran mukosa.
3) Eliminasi
Tanda :Distensi abdomen, asites
Urine :Warna gelap, pekat
Feses :Warna dempul, steatorea, diare/konstipasi dapat
terjadi
4) Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : Takut, cemas, gelisah , menari diri
5) Makanan/ Cairan Gejala : Anoreksia, tidak mau makan,
mual/muntah tidak toleran terhadap lemak dan makanan
pembentuk gas, regurgitasi berulang.
6) Higyene
Tanda : Sangat ketergantungan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala: Otot tegang atau kaku bila kuadran kanan atas
ditekan..
8) Pernapasan
Gejala: Peningkatan frekuensi pernafasan
9) Keamanan
Tanda : Ikterik, kulit berkeringat dan gatal (pruritus),
kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K),
oedem perifer, jaundice, kerusakan kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan infeksi virus atau bakteri,
kerusakan progresif pada duktus bilier, inflamasi progresi.
2. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan obstruksi aliran dari hati kedalam, lemak dan vitamin larut
lemak tidak dapat di absrobsi, kekurangan vitamin larut lemak
(A,D,E,K).
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses peradangan
pada hati, hepatomegali, distensi abdomen, menekan diafragma.
11
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ekskresi bilirubin ke usus terhambat, gangguan penyerapan
lemak dan vitamin larut lemak, malnutrisi.
C. Intervensi
12
hipertermi.
13. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
14. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
15. Berikan antipiretik jika
perlu. Vital Sign
Monitoring
16. Monitor TD, nadi,
suhu dan RR.
17. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah.
18. Monitor kualitas dari
nadi.
19. Monitor suara patu. -
Monitor sianosis
perifer.
20. Identifikasi penyebab
dari perubahan
2 Keterlambatan NOC NIC
pertumbuhan dan Grownt and Development Peningkatan perkembangan
perkembangan bd Delayed Nutrition anak dan remaja –
NOC Grownt and Imbalance Less Than 1. Kaji faktor penyebab
Development, NIC Body Requirements: gangguan
Peningkatan Kriteria Hasil: perkembangan anak .
perkembangan anak 1. Anak berfungsi 2. Identifikasi dan
dan 31 obstruksi aliran optimal sesuai gunakan sumber
dari hati kedalam, tingkatannya pendidikan untuk
lemak dan vitamin larut 2. Keluarga dan memfasilitasi
lemak tidak dapat di anak mampu perkembangan anak
absrobsi, kekurangan menggunakan yang optimal
vitamin larut lemak koping terhadap 3. Berikan perawatan
(A,D,E,K). Definisi: tantangan karena yang konsisten
Penyimpangan/kelainan adanya 4. Tingkatan komunikasi
dari aturan kelompok ketidakmampuan verbal dan stimulasi
13
usia Batasan 3. Keluarga mampu taktil
karakteristik : mendapatkan 5. Berikan instruksi
Gangguan sumber-sumber berulang dan
pertumbuhan fisik sarana komunikasi sederhana
Penurunan waktu 4. Kematangan 6. Berikan reinforcement
respon fisik : - Wanita: positif atas hasil yang
Terlambat dalam perubahan fisik dicapai anak
melakukan normal pada 7. Dorong anak
keterampilan umum wanita yang terjadi melakukan perawatan
kelompok usia dengan transisi sendiri
14
Pengasuh ganda 6. Kolaborasi dengan ahli
Ketergantungan yang gizi, jumlah kalori dan jenis
terprogram nutrisi yang dibutuhkan untuk
Perpisahan dari orang memenuhi persyaratan gizi
15
4. Kelola pemberian
bronchodilator sesuai
kebutuhan Ajarkan
klien bagaimana
menggunakan
inhaler.
5. Atur posisi klien
untuk mengurangi
dypsneu.
6. Monitor status
respirasi dan oksigen
sesuai kebutuhan.
16
mentoleransi
perpindahan O2 ketika
makan.
9. Monitor tingkat
kecemasan klien
berhubungan dengan
kebutuhan terapi
oksigen.
Monitor Respirasi
(Respiratory monitoring).
1. Monitor kecepatan,
irama, kedalaman
respirasi.
2. Catat pergerakan
dada, kesimetrisan,
penggunaan otot
nafas tambahan dan
adanya retraksi otot
intercosta.
3. Monitor pola nafas:
bradypneu,
tachyoneu,
hiperventilasi,
pernapasan kusmaul
cheynes stokes, biot
dan apneu.
4. Palpasi ekspansi
paru.
Perkusi thoraks
anterior dan posterior
bagian apeks dan
dasar kedua paru-
paru.
5. Auskultasi bunyi paru
setelah pemberian
17
pengobatan.
6. Monitor penongkatan
kegelisaan dan
kecemasan.
7. Monitor kemampuan
klien untuk batuk
efektif.
8. Monitor hasil
pemeriksaan foto
thoraks.
4 Nutrisi kurang dari NIC NOC
kebutuhan tubuh 1. Pengelolaan
Status gizi: tingkat zat
berhubungan dengan gangguan makan
gizi yang tersedia untuk
ekskresi bilirubin ke 2. Pengelolaan nutrisi
memenuhi kebutuhan
usus terhambat, 3. Bantu menaikkan BB
metabolic
gangguan penyerapan 4. Tentukan BB idea klien
lemak dan Status gizi: asupan 5. Berikan informasi
Vitamin larut lemak makanan dan cairan: menyangkut sumber-
malnutrisi. jumlah makanan dan sumber yang tersedia .
cairan yang di konsumsi seperti: konseling
tubuh selama waktu 2X diet,program latihan.
24 jam
Tercapai setelah
menjalani perawatan
selama 3 hari
Kriteria hasil:
Klien akan
mempertahanka
18
n berat badan
ideal
Klien
menyatakan
toleransi
terhadap diet
Yang dianjurkan
Mempertahanka
n massa tubuh
dan beratbadan
dalam batas
normal
Melaporkan
keadekuatan
tingkat energy
D. Implementasi
Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan
intervensi keperawatan.
E. Evaluasi
1. Diagnosa Hipertermia :
19
c. Keluarga mampu mendapatkan sumber
sumber sarana komunikasi
20
BAB III. PEMBAHASAN
3.1 Pemberian Steroid untuk Meningkatkan Bilirubin Clearance pada
Pasien dengan Atresia Bilier Pasca Prosedur Kasai
A. Mekanisme kerja steroid
Terdapat dua kemungkinan mekanisme kerja steroid sebagai
terapi pada atresia bilier, yaitu meningkatkan aliran empedu dan
koleresis, serta efek antiinflamasi secara sistemik pada hati maupun
secara lokal pada area anastomosis.Penelitian yang dilakukan pada
tikus, dijelaskan bahwa efek koleresis terjadi melalui induksi aktivitas
Na+-K+ATPase yang menyebabkan peningkatan transport elektrolit
sehingga menstimulasi aliran empedu yang bergantung pada
konsentrasi garam empedu12,13 Ketika steroid diberikan dengan
dosis tinggi, steroid memiliki efek antiinflamasi dan imunosupresi
sehingga mengurangi edema dan deposisi kolagen, menghambat
pembentukan scar, dan menghambat migrasi monosit dan limfosit.
F. Kasus
Bayi laki-laki 3 bulan datang dengan keluhan kuning di
seluruh tubuh sejak pasien berusia 1,5 bulan. Terkadang BAK
pasien pekat seperti teh. Buang air besar (BAB) pasien berwarna
dempul secara terus menerus sejak pasien berusia 7 hari. Pasien
tetap tampak aktif selama sakit. Pasien memiliki riwayat kuning pada
usia 7 hari. Kuning terlihat pada mata pasien. Ibu menyusui pasien
sampai usia 7 hari karena ASI yang keluar sedikit, kemudian
digantikan dengan susu formula Pregestimil®. Pasien diperiksa dan
dikatakan hiperbilirubinemia. Pasien menjalani fototerapi selama 5
hari, kemudian kuning hilang. Pasien terdiagnosis atresia bilier pada
saat pasien berusia 2 bulan 2 hari setelah melalui pemeriksaan
darah dan USG hati dua fase didapatkan gambaran obstruksi bilier.
21
pascaoperasi dibalut verban pada abdomen pasien. Tidak tampak
adanya rembesan. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin indirek.
22
untuk menarik kesimpulan. Menurut metaanalisis tersebut, tidak
ditemukan adanya perbedaan efektivitas antara durasi terapi yang
lebih pendek
maupun lebih lama jika diamati secara umum, tetapi dianjurkan
durasi terapi steroid yang lebih pendek agar paparan terhadap
steroid lebih rendah. Regimen steroid yang dianjurkan pada meta-
analisis tersebut
adalah prednisolon 4–5 mg/kg/hari selama 1–2 minggu diikuti
dengan setidaknya 4 minggu penurunan dosis.9 Analisis dosis
steroid oleh Zhang dkk10 (2017) tidak dapat dilakukan karena data
dari studi yang diambil tidak mencukupi. Terdapat dua studi pada
meta-analisis
tersebut yang membandingkan efek terapi steroid dosis tinggi
dengan dosis rendah. Salah satu studi memberikan prednisolon
intravena satu minggu setelah operasi pada kelompok steroid dosis
sedang-tinggi dengan dosis inisial 4 mg/kg diikuti dengan penurunan
dosis menjadi 3 mg/kg dan 2 mg/kg setiap 3 hari. Setelah itu,
diberikan
prednisolon oral selama 8 – 12 minggu yang dimulai dengan dosis 4
mg/kg dengan penurunan dosis secara gradual sampai pasien
bebas ikterus (bilirubin direk <20µmol/L). Pada kelompok steroid
dosis rendah, diberikan prednisolon dengan dosis inisial 4 mg/kg/
hari dengan penurunan dosis menjadi 2 mg/kg/hari selama satu
sampai dua minggu.13 Waktu pemberian dosis inisial steroid dan
strategi penurunan dosis tidak dapat dianalisis karena kedua hal
tersebut tidak konsisten pada studi yang dianalisis.
23
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Atresia Bilier adalah suatu defek kongenital
yang merupakan hasil dari tidak adanya atau
obstruksi satu atau lebih saluran empedu pada
ekstrahepatik atau intrahepatik (Suriadi dan Rita
Yulianni, 2006) Atresia biliary merupakan obliterasi
atau hipoplasi satu komponen atau lebih dari duktus
biliaris akibat terhentinya perkembangan janin,
menyebabkan ikterus persisten dan kerusakan hati
yang bervariasi dari statis empedu sampai sirosis
biliaris, dengan splenomegali bila berlanjut menjadi
hipertensi porta. (Kamus Kedokteran Dorland, 2006)
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan
bagi pembaca khususnya mahasiswa/i Jurusan
Keperawatan , hendaknya memberikan asuhan
keperawatan lansia dengan benar dan tepat sehingga
dapat sesuai dengan evaluasi yang diharapkan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC
25