Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
“Syndrom Steven Jhonson”

Kelompok 4 :
III B KEPERAWATAN
Cristiana Kurniawati P Tuyu 201601103
Fitria 201601107
Dendi 201601104
Putri Restu Nirwana 201601084
Vicky Monica 201601094
Ni Putu Dita Meryanti 201601122
Nopdin Kamai 201601123
Rofiatul Hikmah 201601132
Sri Ayuningsih 201601137

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA
PALU
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya
kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah “Syndrom Steven Jhonson”
dengan tepat waktu.
Semoga dengan adanya makalah ini, dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai “Syndrom Steven Jhonson”. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari seluruh pembaca sekalian demi kesempurnaan Makalah ini.
Kami mengharapkan kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Palu, 07 Desember 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ...................................................................................... ... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sindrom Steven Johnson ............................................................. 3

B. Etiologi ...................................................................................................... 4

C. Patofisiologi .............................................................................................. 8

D. Manifestasi Klinis...................................................................................... 9

E. Pathways.................................................................................................... 11

F. Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 12

G. Penatalaksanaan ........................................................................................ 12

H. Komplikasi …. ........................................................................................ 12

I. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................... 13

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................... 24

B. Saran.......................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi
paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik,
agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan
kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner &
Suddarth, 2013) Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika, yaitu A. M.
Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi
alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa
maupun muda, jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria dan
wanita tidak berbeda jauh, di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap tahun kira-kira ditemukan
10 kasus. Pada cuaca yang dingin, penyakit ini sering ditemukan juga adanya faktor fisik pada
lingkungan seperti sinar matahari dan sinar X yang akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini.
Dari data yang dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk membahas perihal sindrom steven johnson
karena sindrom steven johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom
ini tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab sindrom steven johnson sendiri sangat
bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat.

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum
dan tujuan khusus, dimana :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang
konsep dasar penyakit sindrom steven johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien
dengan sindrom steven johnson..

2. Tujuan Khusus

a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson yang
meliputi definisi sindrom steven johnson, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways,
pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.

b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan sindrom
steven johnson yang meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Definisi Sindrom Steven Johnson

Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi
paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik,
agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan
kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner &
Suddarth, 2013) Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom
ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane
mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui
adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015) Sindrom
Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven johnson yaitu suatu
sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh
eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi,
dan terkadang keganasan.

Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):

1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10%

2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%

3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%

B. Etiologi

Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom steven johnson dipicu
oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem
imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus.
Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat.
Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015):
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks, influenza,
gondongan/mumps, histoplasmosis, virus EpsteinBarr,atau sejenisnya).

2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin,


penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin,
ibuprofen, ethosuximide,carbamazepin).

3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).

4. Faktor idiopatik (hingga 50%).

5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang dari
suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan
oleh karena penggunaan kokain.

6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat terhadap
pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole.
Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom
Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin (antibiotic),
berbiturate (sedative), lamotrigin (antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi
lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.

C. Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi
aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan
lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin,2012).

D. Manifestasi Klinis

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara lain
konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus,demam, sakit kepala, batuk, sakit
tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema
yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya
bula yang kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas
sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki,kuku tangan, alis dan bulu mata dapat
rontok, begitu juga dengan epidermis di sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang
mengelupas akan menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka
bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada
kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan
esofagus akibat ulserasi. Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek,dan nyeri
tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini dengan segera akan menjadi
berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah,
kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif,
2015).

Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya kelainan berupa :

1. Kelainan kulit

Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk seperti cincin (pinggir
eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi
hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih
buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate.

2. Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut/bibir (100%),
kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan
anus jarang (masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel
pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan
menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel dan bulla sehingga
terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat
terbentuk psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang
tevbal. Adanya stomatitis ini dapat

menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di mukosa dapat juga terjadi di faring,
traktus respiratorus bagian atas, dan esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat
memberikan keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum.

3. Kelainan mata

Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah conjunctivitis
kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea,
iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis,
conjunctivitis, balanitis, uretritis.

E. Pathway

Obat-obata, infeksi virus, Kelainan hipersensitifitas


keganasan kelainan hipersensitifitas
kelainan hipersensitifitas
Hiper sensitifitas tipe IV Hipersensitifitas tipe III

Limfist T tersintesitas Agen antibody


terbentuk terperangkap
Peningkatan sel T dalam jaringan kapiler

Melepaskan Aktivitas S.komplemen


limfokin/sitotoksik
Degranulasi sel mast
Penghancuraan sel-sel
Akumulasi netrofil
Reaksi peradangan memfagosit sel rusak

Nyeri akut Melepas sel yang rusak

Kerusakan jaringan

Kerusakan Triase gangguan pada


integritas kulit kulit, mukosa,dan mata

Respon local : eritemia,


vesikel, dan bula Respon inflamasi
sistemik
Post de entree Terjadi evaporasi Gangguan
pada kulit gastrointestinal,
demam, malaise
Resiko infeksi
Resiko kekurangn
volume caran Intake tidak adekuat
( Kusuma & Nurarif, 2015)

Ketidakseimbangan
nutrisi: kurangn
dari kebutuhan
tubuh
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven johnson menurut


(Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :

1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya


infeksi dapat dilakukan kultur darah.

2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, danesktravasasi sel darah
merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.

3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat
komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

G. Penatalaksanaan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan
cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama
penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif, diantaranya yaitu :

1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.

2. Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.

3. Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk mengangkat kulit yang
rusak.

4. Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan lepuhan yang tidak pecah
digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.

5. Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

6. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.

7. Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.

8. Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat perbaikan kondisi dan
penyembuhan kulit.

9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi digunakan untuk
mencegah sepsis pada luka.
10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik semipermeabel
(vigilon) dapat digunakan.

11. Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat pentingketika membran mukosa
dan mata mengalami gangguan berat.

H. Komplikasi

Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:

1. Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan


2. Gastroenterologi - Esophageal strictures
3. Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
4. Pulmonari – pneumonia
5. Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
6. Infeksi sitemik, sepsis
7. Kehilangan cairan tubuh, shoc
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Anamnesa riwayat pengobatan pasien

b. Gambaran klinik

c. Riwayat kesehatan : riwayat alergi, reaksi alergi terhadap makanan, obat serta zat kimia,
masalah kulit sebelumnya dan riwayat kanker kulit.

Data Penunjang

• Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia

• Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi
lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

• Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat harus dilakukan, dan penampilan
kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang normal diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah
timbul daerah daerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untuk memantau
jumlah, warna dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk mendeteksi pembentukan bula dan lesi
yang terkelupas harus dilakukan setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan
keluhan gatal, terbakar dan kekeringan pada mata. Kemampuan pasien menelan dan meminum
cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal, ditentukan. Tanda-tanda vital pasien
dimonitor dan diberikan perhatian khusus

terhadap keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi, dalam serta irama
pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah sekresi respiratorius dicatat. Pemeriksaan
untuk menilai panas yang tinggi,takikardia dan kelemahan serta rasa lelah yang ekstrim sangat
penting,karena semua ini menunjukkan proses nekrosis epidermis, peningkatan kebutuhan
metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan mukosa gastrointestinal serta respiratorius.
Volume urin, berat jenis dan warnanya

harus dipantau. Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untuk menemukan tanda-tanda infeksi
setempat. Berat badan pasien dicatat setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).

Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan tingkat nyeri yang dirasakannya.
Upaya untuk mengevaluasi tingkat kecemasan pasien harus dilakukan. Mekanisme koping dasar
yang dimiliki pasien dinilai dan strategi koping yang efektif diidentifikasi (Smeltzer, Suzanne C,
2010)
2. Diagnosa Keperawatan

Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan sindrom steven
johnson, adalah :

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa, dan mata (00046)

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (gangguan integritas
kulit) (00004)

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya
lesi (00132)

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


makan ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (00002)

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi kebutuhan
cairan (00028)

3. Perencanaan Keperawatan

a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi
pada kulit, mukosa, dan mata (00046)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Integritas jaringan : kulit & membran mukosa baik

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada lesi pada kulit dan mukosa membran

2) Tidak ada pengelupasan kulit

3) Tidak ada eritema

4) Tidak ada peningkatan suhu kulit


Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional
1. Pantau kulit dan membran mukosa pada area 1. Mengetahui perkembangan kondisi luka/lesi
yang mengalami perubahan warna, memar, dan dan menentukan intervensi tindakan selanjutnya
kerusakan. dengan tepat untuk memperbaiki integritas kulit.
2. Pantau adanya kekeringan dan kelembaban 2. Kekeringan/kelembaban yang berlebihan pada
yang berlebihan pada kulit. kulit dapat memperparah kerusakan integritas
kulit dan menjadi indikator keseimbangan cairan
klien.
3. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi. 3. Pemberian salep yang sesuai dapat menjadi
pelindung area luka dari agens infeksi dan
mempercepat penyembuhan luka/lesi.
4. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis 4. Balutan yang sesuai dengan jenis luka dapat
luka. menghindari gesekan luka pada area lain.
5. Pakaian yang ketat dapat meningkatkan
5. Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian gesekan antara luka dengan kain, sehingga dapat
yang longgar. memperparah kerusakan integritas kulit.
6. Ajarkan kepada keluarga tentang tanda dan 6. Pengetahuan yang adekuat pada keluarga
kerusakan kulit. dapat membantu tenaga kesehatan dalam
mengantisipasi tanda kerusakan kulit pada klien.
7. Rujuk pada ahli diet, dengan tepat 7. Pemberian diet tinggi protein diperlukan
untuk pembentukan jaringan baru pada luka/lesi

b. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (gangguan integritas
kulit) (00004)

Tujuan yang diharapkan (NOC): Kontrol resiko: proses infeksi dapat dilakukan dan status imunitas
baik

Kriteria Hasil:

1) Mengidentifikasi faktor resiko infeksi

2) Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi

3) Memonitor perilaku diri yang berhubungan dengan resiko infeksi

4) Memonitor faktor di lingkungan yang berhubungan dengan resiko infeksi

5) Jumlah leukosit dalam batas normal (5000 - 10.000/mm3)


Rencana Tindakan (NIC):

Intervensi Rasional
1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status 1. Perubahan tanda vital, terutama suhu
pernafasan dengan tepat. merupakan komplikasi lanjut untuk terjadinya
infeksi.
2. Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, 2. Karakteristik luka dapat menjadi indikator
warna, ukuran, dan bau. adanya infeksi.
3. Batasi jumlah pengunjung 3. Pengunjung dapat meningkatkan resiko
kontaminasi silang.
4. Tingkatkan intake nutrisi yang tepat 5. Nutrisi yang adekuat dapat mempercepat
regenerasi jaringan dan penyembuhan luka.
5. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan 5. Mencuci tangan dapat meminimalkan adanya
pada saat memasuki dan meninggalkan ruangan kontaminasi silang.
pasien.
6. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda 6. Pasien dan keluarga dapat kooperatif dan
dan gejala infeksi dan kapan harus mengantisipasi faktor resiko terjadinya infeksi.
melaporkannya kepada penyedia perawatan
kesehatan.
7. Ajarkan pasien dan anggota keluarga 7. Pengetahuan yang cukup dapat
mengenai bagaimana menghindari infeksi. meminimalkan faktor resiko infeksi.
8. Berikan terapi antibiotik yang sesuai 8. Antibiotik dapat mencegah mikroorganisme
(kolaborasi dengan dokter). menyerang tubuh klien.

c. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi
(00132)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol nyeri dapat dilakukan dan tingkat nyeri dapat berkurang

Kriteria Hasil :

1) Secara konsisten menunjukkan dalam menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik

2) Nyeri yang dilaporkan : tidak ada

3) Ekspresi nyeri wajah : tidak ada

4) Melaporkan nyeri yang terkontrol

5) Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan


Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri yang komprehensif 1. Data-data tersebut digunakan sebagai data
meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, dasar dalam menentukan intervensi tindakan
frekwensi, kualitas, intensitas atau keparahan yang tepat pada klien selanjutnya untuk
nyeri, dan faktor presipitasinya. mencapai kesembuhan klien yang optimal.
2. Observasi isyarat nonverbal 2. syarat nonverbal klien (meringis, mengernyit)
menjadi tanda bahwa klien merasakan
ketidaknyamanan.
ketidaknyamanan/nyeri
3. Nyeri dan pemberian analgesik dapat
memengaruhi vital sign klien, seperti nadi dan
3. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
RR.
pemberian analgesik pertama kali. 4. Perubahan posisi dan relaksasi dapat
membantu klien mengurangi rasa nyeri dan
4. Lakukan perubahan posisi dan relaksasi.
klien merasa rileks.
5. . Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk 5. Istirahat/tidur dapat mengalihkan fokus pada
membantu mengurangi rasa nyeri. nyeri klien.
6. Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi 6. . Teknik relaksasi nonfarmakologi dapat
dilakukan klien tanpa bantuan perawat atau
nonfarmakologi sebelum atau sesudah rasa sakit
tenaga kesehatan untuk mengurangi nyeri.
meningkat.
7. Berikan informasi yang lengkap dan akurat
7. Pengetahuan yang adekuat pada keluarga
untuk mendukung pengetahuan keluarga dapat membantu perawat atau tenaga kesehatan
untuk mengenali respon nyeri klien.
terhadap respon nyeri pasien
8. Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri 8. Analgesik dapat mengurangi nyeri pada klien
(berkolaborasi dengan dokter).

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


makan ditandai dengan demam, sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa (00002)

Tujuan yang diharapkan (NOC): Status nutrisi klien baik

Kriteria Hasil:

1) Asupan makanan secara oral adekuat

2) Tidak ada rasa tidak nyaman dengan menelan

3) Hasrat/keinginan untuk makan tidak terganggu

4) Tidak ada lesi mukosa mulut


Rencana Tindakan (NIC):

Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan 1. Kemampuan pasien makan dapat
nutrisi yang dibutuhkan. mempengaruhi intake nutrisi pasien.
2. Monitor kalori dan intake nutrisi 2. Kalori dan intake nutrisi pasien dapat
digunakan sebagai data dasar untuk menentukan
intervensi selanjutnya.
3. Lakukan atau bantu pasien terkait dengan 3. Mulut yang bersih dapat meningkatkan
perawatan mulut sebelum makan kenyamanan dan nafsu makan klien

4. Pastikan makanan disajikan dengan cara yang 4. Menambah nafsu makan klien
menarik dan pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi secara optimal
5. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik 5. Dengan pengetahuan yang cukup akan nutrisi
klien dapat kooperatif dan menerapkannya
dengan klien dan orang terdekat dengan klein.
dalam proses penyembuhannya.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 6. Nutrisi dan jumlah kalori yang tepat dapat
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang memenuhi kebutuhan nutrisi klien dan
dibutuhkan pasien. mempercepat kesembuhan

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan faktor yang

mempengaruhi kebutuhan cairan (00028)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Keseimbangan cairan baik dengan indikator status nutrisi : makanan
& cairan dapat terpenuhi

Kriteria Hasil :

1) Tidak ada kehausan

2) Asupan makanan secara oral adekuat

3) Asupan cairan secara oral adekuat


Rencana Tindakan (NIC) :

Intervensi Rasional
1. Monitor status hidrasi (kelembaban membran 1. Sebagai data dasar untuk menentukan
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), kemungkinan adanya resiko kekurangan volume
jika diperlukan. cairan pada klien.
2. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung 2. Masukan makanan/cairan dan kalori harian
menjadi indikator untuk mengukur
intake kalori harian.
keseimbangan cairan pada klien

3. Dorong keluarga untuk membantu pasien


3. Keluarga mempunyai peran penting dalam
makan pendekatan dengan klien

4. Transfusi diperlukan jika klien terdapat


4. Atur kemungkinan transfusi
purpura yang luas, untuk memperbaiki
keadaan umum dan menggantikan
kehilangan darah.
5. Kolaborasikan pemberian cairan IV.
5. Pemberian cairan IV untuk
mempertahankan keseimbangan cairan pada
klien dengan gangguan menelan (terdapat
lesi pada mukosa mulut/faring).
6. Kolaborasi dengan dokter tentang
6. Pemberian suplemen makanan dan cairan
kebutuhan suplemen makanan seperti NGT melalui NGT dapat mempertahankan intake
sehingga intake cairan adekuat dapat cairan yang adekuat.
dipertahankan.
.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh
permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh
respon dari pengobatan,infeksi, dan terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas,
diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson antara
lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit
tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya
kelainan kulit, kelainan selaput

lendir di orifisium, dan kelainan mata. Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis
sindrom steven johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunologi. Sasaran
penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan
mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang
suportif. Pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien,
menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi yang akan dilakukan
pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat agar klien dapat meningkat status
kesehatannya.

B. Saran

Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih banyak
referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu, pembaca
sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas
tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3. EGC: Jakarta

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC Gloria M. Bulechek,
et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier

Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima. Missouri: Mosby
Elsevier Morton, Gonce, Patricia. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic. Jakarta:
EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan GangguanSistem
Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan :
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction Publishing

Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama Puspitasari, Fanny, Steven Johnson Syndrom Word, Academia.edu, dilihat 22

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, Edisi: 12.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai