DISUSUN OLEH :
GARUT
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
inayah, dan petunjuk-nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “SYNDROME STEVEN JOHNSEN” secara tuntas dan tepat pada
waktunya. Terimakasih kepada dosen kami, yang telah membimbing kami dan yang
telah memberikan waktu kepada kami untuk mengerjakan tugas ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini belum cukup sempurna
karena kami masih dalam tahap pembelajaran, maka dari itu kami igin mohon maaf
kepada pembaca atas kekurangan dari makalah yang kami buat. Atas kekurangan
tersebut, kami mengharapkan kritik dan saran dari manapun supaya kami dapat
memperbaiki pengkajian makalah pada masa mendatang
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
A. Pengkajian .................................................................................................24
B. Diagnosa ....................................................................................................28
C. Intervensi ...................................................................................................28
2
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................34
B. Saran ..........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom Steven Johnson merupakan kelainan kulit yang bersifat
fatal dan merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis.
Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti
kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering
menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh
eritema dan lepuhan (Brunner& Suddarth, 2013).
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika,
yaituA. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang
bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-
obatan. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun
muda, jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan
antara priadan wanita tidak berbeda jauh, di rumah Sakit Cipto mangun
kusumo setiap tahun kira-kira ditemukan 10 kasus. Pada cuaca yang
dingin, penyakit ini sering ditemukan juga adanya faktor fisik pada
lingkungan seperti sinarmatahari dan sinar X yang akan mempengaruhi
timbulnya sindrom ini (https://www.academia.edu/).
Dari data yang dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk membahas
perihal sindrom steven johnson karena sindrom steven johnson sangat
berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom ini tidak
menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab sindrom steven johnson
sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang
hebat.
1
2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam pembuatan
makalah ini adalah:
1. Apa itu sindrom Steven-Johnson?
2. Apa saja penyebab munculnya sindrom Steven-Johnson?
3. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi akibat sindrom Steven-
Johnson?
4. Apa saja manisfestasi klinis sindrom steven Johnson?
5. Bagaimana cara penatalaksanaan sindrom steven Johnson?
6. Bagaimana cara patofisiologi sindrom Stevens-Johnson?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua
bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana:
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk
mengetahui danmemahami tentang konsep dasar penyakit sindrom
steven johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien
dengan sindrom steven johnson.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar
penyakitsindrom steven johnson yang meliputi definisi sindrom
steven johnson, etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi,
manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar
padaklien dengan sindrom steven johnson yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifaktorial. Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain:
1. Infeksi
a. Virus
Sindrom Stevens-Johnson dapat terjadi pada stadium permulaan
dari infeksi saluran nafas atas oleh virus Pneumonia. Hal ini dapat
terjadi pada Asian flu, Lympho Granuloma Venerium, Measles,
Mumps dan vaksinasi Smalpox virus. Virus-virus Coxsackie,
Echovirus dan Poliomyelits juga dapat menyebabkan Sindroma
Stevens- Johnson.
b. Bakteri
Beberapa bakteri yang mungkin dapat menyebabkan Sindroma
Stevens- Johnson ialah Brucelosis, Dyptheria, Erysipeloid, Glanders,
Pneumonia, Psitacosis, Tuberculosis, Tularemia, Lepromatous
Leprosy atau Typhoid Fever.
c. Jamur
Cocidiodomycosis dan Histoplasmosis dapat menyebabkan
Eritema Multiforme Bulosa, yang pada keadan berat juga dikatakan
sebagai Sindroma Stevens-Johnson.
d. Parasit
Malaria dan Trichomoniasis juga dikatakan sebagai agen penyebab.
2. Alergi Sistemik
C. Klasifikasi
1. Sindrom Steven Johnson
Surface area of epidermal detachment dibandingkan dengan detached
dermis yaitu sebanyak <10 %.
2. Sindron Steven Johnson dan TEN
Surface area of epidermal detachment dibandingkan dengan detached
dermis yaitu sebanyak <10-30%.
5
3. TEN
Surface area of epidermal detachment dibandingkan dengan detached
dermis yaitu sebanyak >30%.
D. Patofisiologi
Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang
dimediasi kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan
keganasan. Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi
hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat
terbentuknya komplek antigen antibody yang mikro presitipasi sehingga
terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan pada organ
sasaran (target organ).
Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi
dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan. Antibiotik
tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan
kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut.
Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga
terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut.
Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang
rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel.
Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian
limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh
sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu
antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang
diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam
sampai 27 jam untuk terbentuknya. Pada beberapa kasus yang dilakukan
biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin, serta
6
dari dermis. Infiltrasi sel mononuclear dengan kepadatan sedang pada papilla
dermis dapat terlihat, sebagian besar diwakili oleh limfosit dan makrofag.
H. Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau
darah, gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan shock.
Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan Lakrimasi.
12
I. Penatalaksanaan
Menurut hasih evidence based practice yang didapat penatalaksanaan yang dapat digunakan pada Steven Johnson
Syndrom yaitu:
Jumlah
No Judul/Tahun Penulis Metode Sampel Hasil
Responden
1. Terapi lesi oral - Yongki deskriptif Pasien di Terapi non farmakologi
pasien sindrom Tamigoes1* Bagian Penyakit berupa pemberian
Stevens-Johnson , Tenny Mulut, Rumah kortikosteroid topikal obat
disertai lupus Setiani Sakit Umum Pusat kumur Chlorhexidine
eritematosus Dewi2 Dr. Hasan Sadikin, gluconate 0,1%, vitamin
sistemik B12, asam folat, dan
nistatin yang menunjukkan
perbaikan pada lesi oral
dalam 3 minggu perawatan,
ditambah dengan terapi non
farmakologi berupa
pemeliharaan kebersihan
rongga mulut dengan obat
kumur Chlorhexidine
gluconate 0,1% sebagai
13
antiseptik untuk
meningkatkan kenyamanan
pasien, untuk memfasilitasi
epitelisasi dan mencegah
komplikasi seperti infeksi.
2. PEMBERIAN Ny S Karsenda Metode yang Nn. S, wanita 38 Penatalaksanaan utama life
KORTIKOSTE Y1 digunakan tahun datang saving untuk Sindrom
ROID PADA afalah Cohort melalui UGD Stevens-Johnson yaitu
PASIEN RSUDAM sebelas pemberian kortikosteroid
SINDROM hari yang lalu serta pemberian antibiotik
STEVENJOHN (23 Agustus 2013), dan intake cairan/elektrolit
SON yang
adekuat.
3. MANAGEMEN 1 orang Dewi Metode
T OF ORAL wanita Puspasari*, penelitian Seorang Lesi oral mengalami
LESIONS hamil Irna adalah cohort perempuan, 40 penyembuhan setelah
ASSOCIATED dengan SSJ Sufiawati tahun dirujuk dari diberikan terapi
WITH Departemen Ilmu klorheksidin glukonat
CARBAMAZE Kulit dan Kelamin 0,1%, suspensi oral
PINE dengan diagnosis nistatin, vitamin B12, asam
14
RSUP Dr. M. Rahmatini pasien SSJ di pria dan wanita adalah 3:1
Djamil Padang RSUP Dr. M. SSJ banyak terjadi pada
Periode Januari Djamil Padang. umur > 19 tahun sampai ≤
2010 Sampai 59 tahun (31,81%) dengan
Desember 2011 penyebab terbanykan
adalah obat (81,82%)
terutama obat golongan
antikonvulsan (33,33%).
Semua pasien mengalami
gejala prodromal dan trias
kelainan SSJ. Lama
rawatan pasien SSJ ≤10
hari. Sebagian besar pasien
memiliki tingkat keparahan
SSJ yang ringan
berdasarkan nilai
SCORTEN, yaitu 3,2% dan
hampir semua pasien
sembuh (95,46%).
5. Hubungan Subjek pada Diana Penelitian ini pasien yang Berdasarkan data
16
Johnson medis Anang retrospektif adalah pasien SJS, terhadap 19 orang pasien
Syndrome dan pasien Endaryanto, dengan SJS-TEN overlap yang menjadi subjek dalam
Toxic Epidermal Afif Nurul menggunaka dan TEN usia 0-18 penelitian ini, didapatkan
Necrolysis pada Hidayati n total tahun yang etiologi terjadinya SJS,
Pasien sampling mendapatkan SJSTEN overlap, dan TEN
Anak/2018 penangan medis di terutama disebabkan oleh
IRNA RSUD Dr reaksi alergi tubuh yang
diinduksi oleh, yang terjadi
pada 15 orang pasien
dengan persentase sebesar
79%, sedangkan 4 orang
pasien lainnya masih belum
diketahui penyebab
timbulnya penyakit. Pada
penelitian ini juga dapat
ditemukan bahwa pada
beberapa pasien, terdapat
lebih dari satu obat
penginduksi terjadinya
penyakit. Satu diantara
19
4. Diet Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang
dianjurkan kepada penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid
dalam jangka waktu lama, penderita mangalami retensi natrium dan
kehilangan protein, dengan diet rendah garam dan tinggi protein diharapkan
konsentrasi garam dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita
selain menjalani diet rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan
makanan yang lunak atau cair, terutama pada penderita yang sukar menelan
(Hamzah, 2007).
5. Perawatan pada Kulit Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan yang spesifik,
kebanyakan penderita merasa lebih nyaman jika lesi kulit diolesi dengan
ointment berupa vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa nyeri seringkali timbul
pada lesi kulit dikarenakan lesi seringkali melekat pada tempat tidur (Labreze,
2005). Lesi kulit yang erosi dan eksoriasi dapat diatasi dengan memberikan
sofratulle atau krim sulfadiazine perak (Hamzah, 2007).
23
7. Perawatan pada Genital Larutan salin dan petroleum berbentuk gel sering
digunakan pada area genital penderita. Penderita sindrom Stevens-Johnson
seringkali mengalami gangguan buang air kecil akibat uretritis, balanitis, atau
vulvovaginitis, maka kateterisasi sangat diperlukan untuk memperlancar
buang air kecil (Labreze, 2005).
8. Perawatan pada Mulut Untuk lesi di mulut dapat diberikan kenalog in orabase
dan betadine gargle. Untuk bibir yang biasanya kelainannya berupa krusta
tebalnkehitaman dapat diberikan emoelin misalna krim urea 10% (Hamzah,
2007). Simpulan, telah ditegakkan diagnosis Sindrom Stevens-Johnson (SJS)
pada Nn. S 38 tahun atas dasar anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, diagnosa, dan penatalaksanaan pada pasien ini sudah sesuai
dengan literatur. Etiologi pada pasien SJS ini kemungkinan karena alergi obat.
Penatalaksanaan utama life saving yaitu pemberian kortikosteroid serta
ditunjang dengan pemberian antibiotik dan intake cairan/elektrolit yang
adekuat.
24
BAB III
A. Pengkajian
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan
Steven Johnson biasanya mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan
gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu,
riwayat penyakit yang sebelumnya dialami klien.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang
sama.
e. Riwayat Psikososial
f. Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
pada pola ini kita mengkaji:
1) Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
2) Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan
konsumsi obat-obatan tertentu?
3) Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
24
25
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
4) Apakah klien mengeluh mudah lelah?
Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas,
sehingga sulit untuk beraktifitas.
e. Pola istirahat – tidur
1) Apakah klien mengalami gangguang tidur?
2) Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
3) Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan
istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa panas dan gatal-gatal pada
kulit.
f. Pola kognitif – persepsi
1) Kaji tingkat kesadaran klien
2) Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah
mengalami perubahan?
3) Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
4) Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada
penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
g. Pola persepsi diri - konsep diri
1) Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?
2) Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
3) Apakah klien merasa rendah diri?
Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa
malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra
dirinya.
h. Pola peran – hubungan
27
B. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit
karena destruksi lapisan kulit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan
dari intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara
evaporasi, rusaknya jaringan kulit akibat luka.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan
menelan.
5. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
7. Gangguan citra tubuh: penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi,
kecacatan, kejadian traumatic
C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
No Intervensi Rasional
1 Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, Untuk mengetahui tingkat nyeri klien
lokasi dan intensitas nyeri dan merupakan data dasar untuk
memberikan intervensi
2 Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N) Untuk memonitor keadaan klien dan
mengetahui terjadinaya syok neurologik
3 Anjurkan dan ajarkan klien tehnik Untuk mengurangi persepsi nyeri,
relaksasi nafas dalam, distraksi, meningkatkan relaksasi dan menurunkan
imajinasi ketegangan otot
29
No Intervensi Rasional
No Intervensi Rasional
3 Monitor dan catat cairan yang Agar keseimbangan cairan tubuh klien
masuk dan keluar terpantau
4 Timbang BB klien setiap hari Penggantian cairan tergantung pada BB
klien
5 Berikan penggantian cairan IV Resusitasi cairan menggantikan kehilangan
yang dihitung, elektrolit, plasma, cairan/elektrolit dan mencegah komplikasi
albumin
6 Awasi pemeriksaan laboratorium Mengidentifikasi kehilangan darah atau
(Hb/Ht, natrium urine random) kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan
penggantian cairan dan elektrolit
No Intervensi Rasional
lunak/bubur
6 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
menentukan kebutuhan nutsi klien
7 Kolaborasi dengan tim medis Memberikan dukungan nutrisi bila klien
tentang makanan pengganti tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang
(enteral /parenteral) cukup banyak peroral.
No Intervensi Rasional
No Intervensi Rasional
1 Kaji makna kehilangan/perubahan Episode traumatic mengakibatkan
pada pasien/orang terdekat perubahan tiba-tiba
2 Terima dan akui ekspresi frustasi, Penerimaan perasaan sebagai respons
ketergatnungan, marah, kedukaan. normal terhadap apa yang terjadi
Perhatikan perilaku menarik diri membantu perbaikan
dan penggunaan penyangkalan
3 Bersikap realistis dan positif Meingkatkan kepercayaan dan
selama pengobatan, pada mengadakan hubungan antara pasien dan
33
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom steven Johnson yaitu suatu sindrom yang terjdi pada
kulit/integument. Patofisiologisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi
tipe III dan IV. Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang
berfungsi melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus,
bakteri, protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak
dapat mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan
penyakit sistem imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven
Johnson atau yang biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau
akut berat.
Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat,
infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami
penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema,
vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan
penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan tiga cara yaitu dengan
penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan topikal.
Pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari
pengkajian klien, menentukan diagnosa keperawatan yang munsul, dan
menyusun intervensi yang akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven
Johnson dengan tepat agar klien dapat meningkat status kesehatannya.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literature lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
34
DAFTAR PUSTAKA
Fitriana, A., Endaryanto, A., & Hidayati, A. N. (2018). Gambaran Klinis Steven
Johnson Syndrome dan Toxic Epidermal Necrolysis pada Pasien Anak.
Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, 30(2), 102-110.
Rahayu, A., Gustia, R., & Rahmatini, R. (2014). Profil Sindrom Stevens Johnson
pada Pasien Rawat Inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari
2010 sampai Desember 2011. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2).
Setyadi Anang, dkk (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Sindrom
Steven Johnson. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah. Kendal.
Tamigoes, Y., & Dewi, T. S. (2018). Terapi lesi oral pasien sindrom Stevens-Johnson
disertai lupus eritematosus sistemik Oral lesion therapy in patients with
Stevens-Johnson syndrome with systemic lupus erythematosus. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, 30(3), 181-188.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul
Penatalaksanaa Stevens-Johnson dan Miastenia Gravis tepat pada waktunya. Dan
juga kami berterimakasih pada Bapak dan Ibu Dosen, selaku Dosen mata kuliah
Keperawatan Kritis yang telah memberikan tugas makalah ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Penatalaksanaa Stevens-Johnson dan
Miastenia Gravis. Kami sangat menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri maupun semua pihak
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila ada kesalahan kata-
kata yang kurang berkenan. Akhir kata kami ucapkan Terimakasih.
Kelompok
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................i
Daftar Isi........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................1
2
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
PEMBAHASAN
3
A. Kelas I : adanya keluhan otot-otot ocular, kelemahan pada saat
menutup mata dan kekuatan otot-otot lain normal
4
5
2) Generalized miastenia
2.3 Etiologi
B. Virus
C. Pembedahan
D. Stres
E. Alkohol
F. Tumor mediastinum
G. Obat-obatan :
2) B-blocker (propanolol)
3) Lithium
4) Magnesium
5) Procainamide
6) Verapamil
7) Chloroquine
8) Prednisone
3) Otot mimik
1) Otot-otot lidah
2) Otot-otot leher
2.5 Patofisiologi
9
D. Laboratorium
E. Elektrodiagnostik
F. Gambaran Radiologi
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksaan dari penyakit miastenia gravis dapat dibagi dibagi
menjadi 3 pendekatan. (dr. I.A. Sri Wijayanti, M. Biomed, Sp. S. 2016)
A. Penatalaksaan Simptomatik
1) Anticholinesterase
Anticholinesterase atau cholisnesterase inhibitor bekerja
menghambat enzim hydrolisis dari ACh pada cholinergic synapse
13
3.1 Pengkajian
A. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dan status
B. Keluhan utama : kelemahan otot
C. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat
dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan
pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan
miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan
pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata
pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
D. Pemeriksaan fisik :
1) B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan
akut, kelemahan otot diafragma
2) B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
3) B3(brain) : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi
okular,jatuhnya mata atau dipoblia
4) B4(bladder) : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi
urine,hilangnya sensasi saat berkemih
5) B5(bowel) : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik
usus turun, hipersalivasi,hipersekresi
6) B6(bone) : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang
berlebih
17
18
yang terjadi.
1. Baringkan klien Penurunan diafragma
dalamposisi yang memperluas daerah dada
nyamandalam posisi sehingga ekspansi paru bisa
duduk maksimal
1. Observasi tanda- Peningkatan RR dan takikardi
tanda vital (nadi,RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
kebutuhan mereka.
1. Beri peringatan Untuk kenyamanan yang
bahwaklien di ruang berhubungan dengan
inimengalami ketidakmampuan komunikasi
gangguanberbicara,
sediakan bel khusus
bila perlu
1. Antisipasi dan bantu Membantu menurunkan frustasi
kebutuhan klien oleh karenaketergantungan atau
ketidakmampuanberkomunikasi
1. Ucapkan langsung Mengurangi kebingungan atau
kepada klien dengan kecemasanterhadap banyaknya
berbicara pelan dan informasi. Memajukanstimulasi
tenang,gunakan komunikasi ingatan dan kata-
pertanyaan kata.
denganjawaban ”ya”
atau”tidak” dan
perhatikanrespon
klien
1. Kolaborasi: Mengkaji kemampuan verbal
konsultasi ke ahli individual,sensorik, dan
terapi bicara motorik, serta fungsi kognitif
untuk mengidentifikasi defisit
dankebutuhan terapi
25
DAFTAR PUSTAKA
Imron, A., Aditianingsih, D., & George, Y. W. (2013). Peran Plasmafaresis pada
Terapi Pasien Sepsis dengan Myasthenia Gravis. JAI (Jurnal Anestesiologi
Indonesia), 5(3), 210-216.
Julianti, E., Madiadipoera, T., Anggraeni, R., Purwanto, B., & Ratunanda, S. S. (2016).
Peningkatan functional oral intake scale dan kualitas hidup pada miastenia gravis pasca
rehabilitasi menelan. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 46(1), 79-86.
Widagdo, et al. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: TIM
Yusup, I. M., & Sobaryati, S. (2019). Plasma Exchange (PE) sebagai Pilihan Pertama
Terapi pada Krisis Myasthenia dengan Hemodinamik Stabil. Majalah Anestesia
dan Critical Care, 37(1), 13-21.
26
27