Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT BATU EMPEDU ( KOLELITIASIS)

Kelompok 3
Prisca Umboh 17061017
Novelia Torar 17061144
Rut Sangkoy 17061149
Quency Kumontoy 17061080
Margaretha Kadepa 17061010

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS DE LA SALLE MANADO
2019
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………
A.LATAR BELAKANG…………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….
A.DEFINISI…………………………………………………………………
B.ETIOLOGI………………………………………………………………..
C.PATOFISIOLOGI………………………………………………………..
D.ANATOMI DAN FISIOLOGI……………………………………………
E.MANIFESTASI KLINIS………………………………………………….
F.KOMPLIKASI……………………………………………………………
G.PENATALAKSANAAN…………………………………………………
H.ASKEP TEORI…………………………………………………………..
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………
A.KESIMPULAN…………………………………………………………..
B.SARAN…………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena limpahan rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu yang mengenai
“ASUHAN KEPERAWATAN BATU EMPEDU“
Dalam menyelesaikan Makalah ini tak lupa kami ucapkan terima kasih banyak kepada dosen -
dosen pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan Makalah ini.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan juga masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, dan untuk itu
kami mengucapkan banyak terima kasih.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang
yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu
ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum
diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu
tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG,
atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis
yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini
sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan
semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas.
Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat
duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung
empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali
tanpa gejala (silent stone).
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Cholelitiasis adalah infelamasi akut atau kronis dari kandung empedu, biasanya
berhubungan dengan batu empedu yang tersangkut pada ductus kistik menyebabkan
distensi kandung empedu. ( Doenges, Marilynn, E)
Cholelitiasis adalah ( kalkulias atau kalkuli, batu empadu ) biasanya terbentuk
dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu. Batu
empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangant bervariasi. (
Smeltzer,Suzanne,C.2014 )
Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilitubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fostfolipid ( Price & Wilson,
2005 ).

B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2006) terdapat beberapa faktor yang menyebabkan Kolelitiasis yaitu:
diantara jenis kelamin, umur, berat badan, makanan, faktor genetik, aktifitas fisik dan
infeksi. Berikut ini akan dijelaskan tentang faktor-faktor penyebab Kolelitiasis, antara lain:

- Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan pria,
ini dikarenakan oleh hormon Estrogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi
kolestrol oleh kandung empedu, penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (Estrogen)
dapat meningkatkan kolestrol dalam kandung empedu dan penurunan aktifitas
pengosongan kandung empedu.
- Umur
Resiko untuk terkena Kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena Kolelitiasis dibandingkan dengan
orang yang usia lebih muda.
- Berat Badan
Orang dengan berat badan tinggi mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi Kolelitiasis,
ini dikarenakan dengan tingginya Body Mass Index (BMI) maka kadar kolestrol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi
kontraksi atau pengosongan kandung empedu
- Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung
empedu
- Faktor Genetik
Orang dengan riwayat keluarga Kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkan
dengan tanpa riwayat keluarga
- Aktifitas Fisik
Kekurangan aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya Kolelitiasis,
ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi

- Infeksi
Bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu, mucus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi

C. PATOFISIOLOGI
Pembetukan batu empedu dibagi menjadi 3 tahap: 1.Pembentukan empedu yang
supersaturasi, 2. Nukleasi atau pembentukan inti atau pembentukan inti batu, dan 3. Berkembang
karena bertambahnya pengendapan.larutan koletrol merupakan masalah yang terpenting dalam
pembentukan semua batu,kecuali batu pigmen.Supersaturasi emepdu dengan kolestrol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama nesitin) dengan kolestrol turun di bawah
harga tertentu. Secara normal kolestrol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu di
pertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti central kolestrol,
dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan nesitin. Jadi sekresi kolestrol yang
berlebihan,atau kadar asam empedu rendah, atau terjad sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan kolestrol.
Pada tingkat supersaturasi kolestrol, Kristal kolestrol keluar dari larutan membentuk suatu nidus,
dan membentuk suatu pengendapan. Pada titngkat saturasi yang lebih rendah,mungkin
bakteri,fragmen parasite, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk di
pakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S, 2014)
Batu pigmen terdiri garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini:
Bilirubinat,karbonat,fosfat dan asam lemak. Pigmen atau (bilirubin) pada kondisi normal akan
terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil transferase
bila bilirubin tak terkonjugasi di akibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
transferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini
di sebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak. Sehingga
lama kelamaan terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bias menyebabkan batu
empedu tapi ini jarang terjadi.
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk menyimpan cairan empedu
(cairan pencernaan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati). Kandung empedu
memiliki bentuk seperti buah pir dengan panjang 7-10 cm dan merupakan membran berotot.
Terletak didalam fossa dari permukaan visceral hati. Kandung empedu terbagi kedalam sebuah
fundus, badan dan leher.
Nama lain dari kandung empedu adalah Gallbladder, yakni tempat cairan empedu dikumpulkan
sebelum disekresikan kedalam usus halus.
Bagian-bagian dari kandung empedu, terdiri atas:
- Fundus vesikafelea, merupakan bagian kandung empedu yang paling akhir setelah korpus
vesikafelea.
- Korpus vesikafelea, bagian dari kandung empedu yang didalamnya berisi getah empedu.
Getah empedu adalah suatu cairan yang disekeresi oleh sel hati sebanyak 500-1000 cc
setiap harinya, sekresinya berjalan terus menerus, jumlah produksi cairan empedu dapat
meningkat pada saat mencerna lemak.
- Leher kandung empedu. Merupakan saluran pertama tempat masuknya getah empedu ke
badan kandung empedu lalu berkumpul dan dipekatkan dalam kandung empedu.
- Duktus sistikus. Panjangnya kurang lebih 3 ¾ cm. berjalan dari leher kandung empedu dan
bersambung dengan duktus hepatikus membentuk saluran empedu ke duodenum.
- Duktus hepatikus, saluran yang keluar dari leher.
- Duktus koledokus saluran yang membawa empedu ke duodenum.
Kandung empedu tidak memiliki submukosa. Pembungkus pada kandung empedu terdiri dari
tiga lapis, yakni permukaan luar dari kandung empedu adalah Visceral peritoneum, pada
bagian tengah, otot dari dindingnya terdiri dari serat otot halus (sel), dan disebelah dalam
merupakan membran mukosa yang tersambung dengan lapisan saluran empedu. Membran
mukosanya terdiri atas sel-sel epitel sederhana yang berbentuk sel tiang (silinder), disusun
menyerupai epitel pada permukaan lambung yang mengeluarkan sekret musin dan cepat
mengabsorpsi air dan elektrolit, tetapi tidak mensekresikan garam-garam empedu dan pigmen,
karena itu, cairan empedu menjadi pekat.
Kontraksi dari otot tersebut dipengaruhi oleh sistem hormonal yang menyebabkan isi dari
kandung empedu (cairan empedu) masuk ke pembuluh cystic.

E. MANIFESTASI KLINIS
- Nyeri mendadak dan terus-menerus pada perut kanan atas
- Nyeri mendadak dan terus menerus pada perut tengah di bawah tulang dada
- Nyeri di bahu kanan
- Demam
- Mual dan muntah
Gejala nyeri akibat penyakit satu ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga berjam-
jam. Biasanya kemunculan gejala jika Anda mengonsumsi makanan tertentu dengan kadar
lemak yang tinggi.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
a. Asimtomatik.
b. Obstruksi duktus sistikus.
c. Kolik bilier.
d.Kolesistitis akut.
a) Empiem.
b) Perikolesistitis.
c) Perforasi.
e.Kolesistitis kronis.
a) Hidrop kandung empedu.
b) Empiema kandung empedu.
c) Fistel kolesistoenterik.
d) Ileus batu empedu (gallstone ileus).
G. PENATALAKSANAAN
1.Medis
a. USG atau pemeriksaan ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan
diagnose batu kantung empedu.kebenaran daru usg ini dapat mencapai 95% di
tangan ahli radiologi.
b. ct scanning
Pemeriksaan dengan ct scanning di lakukan bila batu berada di dalam saluran
empedu.s
c. magnetic resonance imaging (MRI)
Kadang-kadang di perlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.
d. Pemeriksaan sinar X abdomen,
dapat di lakukan jika terdapat kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk
menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun, hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
e. Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi. Koleskintograafi
menggunakan preparat radioaktif yang disuntikkan secara intravena.Preparat ini
kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat dieksresikan kedalam system bilier.
f. ERCP (Endoscopic Retrograde CholangioPancreatography), pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat-optik yang infeksi ke dalam mencapai duodenu pars desendens.
Sebuah kanul dimasukkan ke dalam ductus koledokus serta ductus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam dukstus tersebut untuk memungkinkan
visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinan visualisasi
langsung struktur bilier dan memudahkan akses ke dalam ductus koledokus bagian
distal untuk mengambil empedu.
g. Kolangiografi Transhepatik perkutan, pemeriksaan dengan cara menyutikkan bahan
kontras langsung ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang
disuntikkan itu relatif besar, maka semua komponen pada system bilier (ductus
hepatikus, ductus kolekdokus, ductus sistikus dan kadndung empedu ) dapat dilihat
garis bentuknya dengan jelas.
H. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai
identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
2. Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab
klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
3. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya
keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
4. Riwayat Kesehatan
a.Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau
provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana
nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S) yaitu
posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
b.Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji apakah klien pernah dirawat atau diobati sebelumnya dengan penyakit yang sama.
c.Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji pola makan kebiasaan keluarga yang kurang baik seperti menyimpan dan menyiapkan
makanan, pola diet, pola sanitasi yang kurang (cuci tangan) dan pola memasak makanan.
5. Pemeriksaan Fisik
a) Aktifitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan
Tanda : Gelisah
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardia, berkeringat
c) Eliminasi
Gejala : Perubahan warna urine dan feses
Tanda : Distensi abdomen.
d) Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia,mual.
Tanda : adanya penurunan berat badan.
e) Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan. Kolik epigastrium
tengah sehubungan dengan makan.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas ditekan; tanda murphy
positif.
f) Keamanan
Tanda :Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).Kecenderungan perdarahan
(kekurangan vitamin K).
g) Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.Adanya kehamilan/melahirkan;
riwayat DM, penyakit inflamasi usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.
6. Pemeriksaan Diagnostik
 Ultrasonografi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis kolelitiasis dan
membedakan antara obstruktif dan non obstruktif ikterus (Ignatavicius, 1991).
 Pemeriksaan diagnostik tambahan
 Darah lengkap : Menunjukkan WBC (sel darah putih) tinggi akibat infeksi dan
peradangan
 Kadar bilirubin serum diukur untuk memastikan obstruksi adanya dalam sistem saluran
empedu
 X-ray perut, yang disebut plat datar, dilakukan untuk batu yang divisualisasikan ke
layar monitor.
 Kolesistogram oral dilakukan dalam situasi darurat.
 Gallbladder nonacute scan, juga disebut HIDA scan, dilakukan melalui teknik
kedokteran nuklir untuk menilai kolesistitis akut
DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. Nyeri akut b.d obstruksi
ITERVENSI:
1. Observasi dan catat lokasi,beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri (menetap,hilang
timbul,kolik).
2. Tingkatkan tirah baring, biarkan klien melakukan posisi yang nyaman
3. Mengajarkan teknik relaksasi tarik napas dalam
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesic

RASIONAL:
1. Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi tentang kemajuan
perbaikan penyakit,terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi
2. Tirah baring pada posisi fowler rendah dapat menurunkan tekanan intraabdomen
3. Untuk mengurangi rasa nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenasi darah.
4. Untuk mengurangi rasa nyeri yang berlebihan

B. Defisit nutrisi b.d kehilangan cairan berlebihan (mual muntah)


INTERVENSI:
1. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering melalui oral
2. Perkirakan/hitung pemasukan kalori juga komentar tentang nafsu makan sampai cukup
3. Anjurkan minum air yang cukup (1 botol aqua 1.500 ml/hari)
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan IV

RASIONAL:
1. Mencegah rangsangan muntah akibat penuhnya lambung secara mendadak
2. Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambahkan kalori
makanan.
3. Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.
4. Pemberian cairan IV sangat penting bagi klien yang mengalami deficit volume cairan
untuk memenuhi kebutuhan cairan klien

C. Hipertermi b.d proses infeksi


INTERVENSI:
1. Pantau suhu pasien
2. Berikan kompres mandi air hangat pada lipatan paha dan aksila
3. Kolaborasi dengan pemberian antipiretik,misalnya ASA (aspirin), asetaminofen
(Tylenol)
RASIONAL:
1. Suhu 38,9º-41,1ºC menunjukkan proses penyakit infeksius akut.Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis: misalnya kurva demam lanjut yang berakhir lebih dari 24
jam menunjukkan demam remitten (bervariasi hanya beberapa derajat pada arah
tertentu, menggigil sering mendahului puncak suhu.
2. Dapat membantu mengurangi demam. Cat: penggunaan air dingin mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan suhu secara actual.
3. Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada
hipotalamus,meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan
organisme dan meningkatkan auto deskripsi dari sel-sel yang terinfeksi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Batu Empedu(kolelitiasis) adalah adanya batu yang terdapat pada kandung empedu.
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang disebabkan oleh faktor
metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan kolestrol, serta
timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara C. Long, 1996 )
Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli,batu empedu) biasanya terbentuk dalam kantung empedu dari unsur-
unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi
yang sangat bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi
insidensnya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun.
Sesudah itu, insidens kolelitiasis semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan
bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).

B. SARAN
Peran perawat dalam penanganan kolelitiasis mencegah terjadinya kolelitiasis adalah dengan
memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
kolelitiasis harus dilakukan untuk meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi
seiring dengan kejadian kolelitiasis
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume
2.Jakarta:EGC.

Brunner & Suddart. 2013.Keperawatan Medikal Bedah edisi 12.Jakarta:EGC.

Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marlyn E.2005.Rencana AsuhanKeperawatan, Edisi 3.Jakarta:EGC.

Mansjoer, Arif.2004.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapis.

NANDA, NIC- NOC. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnose Medis
&NAND, NIC- NOC. Jakarta: Media Action Publishing.

Price, Sylvia. 2004. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer C Suzanne. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s,Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai